Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan

Keperawatan Medikal Bedah II


Apendisitis

Disusun Oleh:
Nama : Komala Sari
NIM : 19020

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKKES Dr. Sismadi Jakarta
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS

1. Kasus (masalah utama) (Diagnosa Medis)


Diagnosa Medis: Apendisitis
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, Patofisiologi, tanda & gejala,
Penangan)
a. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,
penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001). Apendisitis
adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan penyebab abdomen akut
yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan,
tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000). Jadi,
dapat disimpulkan apendisitis adalah kondisi dimana terjadi infeksi pada umbai apendiks
dan merupakan penyakit bedah abdomen yang paling sering terjadi.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik (Sjamsuhidayat, 2005). Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang
didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut ialah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar
umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik
dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama dimukosa, dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara
1-5%.
b. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor
pencetusnya. sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004). Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan
makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

c. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi lumen apendiks yang disebabkan
oleh feses yang keres atau fekalit, tumor atau benda asing (Smeltzer,2001). Penjelasan ini
sesuai dengan pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan
serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, Quick, Reed, 2007). Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama
mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke
dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis
atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika
perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, Quick,
Reed, 2007). Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.

d. Manifestasi Klinis
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
danhilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan
pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara umbilikus dan
spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila
apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila
ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini dapatdiketahui hanya pada pemeriksaan rektal.
Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat
berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing
dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur,
nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi
pasien memburuk (Smeltzer C. Suzanne, 2001). Pada pasien lansia, tanda dan gejala
apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan,
menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks
lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan
kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Smeltzer C. Suzanne, 2001).

e. Penanganan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Diagnosis
didasarkan pada pemeriksaan fisik lengkap, tes laboratorium dan sinar x. Hitung darah
lengkap menunjukkan peningkatan jumlah darah putih lebih dari 10.000/mm3 dan
pemeriksaan ultrasound dapat menunjukkan densitas kuadran kanan bawah atau kadar
aliran udara terlokalisasi. Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk
membatasi aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik
dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau spinal, secara terbuka
ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif
(Smeltzer C. Suzanne, 2001). Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih
oleh para ahli bedah
3. a. Pohon masalah
MK:
Hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan diet rendah serat Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
Nafsu tubuh
Obstruksi lumen apendiks Mual Muntah makan

Terhambatnya aliran mukus Penigkatan keluaran cairan


Lemah

Tekanan intralumen MK: Defisit


volume cairan MK:
tubuh Intoleransi
Aliran limfe terhambat Distensi Aktivitas
abdominal Gangguan
pada katup
ileosekal MK:
Ulserasi mukosa edema, dan
Konstipasi
diapedesis bakteri

Nyeri pada
daerah kanan Proses inflamasi pada MK:
Suhu tubuh
bawah peritoneum Hipertermi

MK: Nyeri MK:


Akut MK:
Gangguan
Ansietas
pola tidur

Apendisitis

Perforasi apendiks,
Pembedahan abses apendiks, ruptur
apendiks

Apendiktomi
Peritonitis, obstruksi
usus, syok
hipovolemik,ileus, sepsis
MK:
Kerusakan
integritas
kulit
Luka incisi MK: Ansietas Anestesi
Kerusakan jaringan MK: Resiko infeksi
Peristaltik usus

Ujung saraf terputus MK: Kerusakan integritas


Distensi abdomen
jaringan kulit

Pelepasan prostaglandin
MK: Defisit volume Mual muntah
cairan tubuh
Stimulasi dihantarkan
MK:
Ketidakseimbangna
Spinal cord & cortex cerebri nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Nyeri dipersepsikan

Nyeri
MK: Defisit
perawatan
MK: Nyeri Akut diri

4. Diagnosis keperawatan (minimal 5 diagnosa keperawatan)


Pre Ops
a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injury biologi
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif,
mual muntah
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna nutrisi oleh karena factor biologis.
d. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Post-Ops
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan procedure invasive
c. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara
aktif, mual muntah
d. Ketidakseimbangna nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ketidakmampuan untuk
mencerna nutrisi oleh karena factor biologis.
e. Defisit perawatan diri: Mandi berhubungan dengan nyeri
5. Rencana tindakan keperawatan (masing masing diagnosa minimal 5 rencana tindakan)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 a. Kaji nyeri secara
agen injuri fisik jam pasien tidak komprehensif (lokasi,
mengalaminyeri dengan durasi, frekuensi,
kriteria : intensitas)
a. Mampu mengontrol nyeri b. Observasi isyarat-isyarat
b. Melaporkan bahwa nyeri non verbal dari
berkurang dengan ketidaknyamanan
menggunakan manajemen c. Berikan pereda nyeri
nyeri dengan modifikasi
c. Mampu mengenali nyeri lingkungan (missal
d. Menyatakan rasa nyaman ruangan tenang dan
setelah nyeri berkurang batasi pengunjung)
e. Tanda vital dalam rentang d. Berikan analgesic sesuai
normal kebutuhan
f. Tidak mengalami gangguan e. Kontrol factor-faktor
tidur yang mempengaruhi

2. Resiko infeksi Seteah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi:


berhubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 a. Observasi ital. sign,
procedure invasive jam masalah teratasi dengan penampilan luka dan
kriteria hasil: daerah sekitar luka
a. Pasien memahami b. Observasi kecukupan
tentang pencegahana nutrisi pasien dan hasil
dan pengendalian laboratorium
infeksi c. Rawat luka dengan
b. Terbtas dari tanda atau memperhatikan teknik
gejala infekai steril (septic
&antiseptic), cuci
tangan sesuai [rosedur
sebelum dan sesuadah
melakukan interaksi
terhadap pasien
d. Bersihkan lingkungan
dengan benar selama
dan setelah digunakan
oleh pasien, terapkan
universal precaution
e. Ajarkan pasien teknik
mencuci tangan yang
benar, ajarkan keluarga
untuk mencuci tangan
sewaktu kontak dengna
pasien
f. Kolaborasi pemberia
antibiotic
3. Defisit volume cairan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Cairan
tubuh berhubungan keperawatan manajemen a. Pertahankan intake dan
dengan kehilangan cairan selama 2 x 24 output yang adekuat
volume cairan secara jam,diharapkan keseimbangan b. Monitor status hidrasi
aktif, mual muntah cairan pada pasien adekkua membrane mukosa
Kriteria Hasil: yang adekuat
a. Keseimbangan intake c. Monitor status
& otput dalam batas hemodinamik
normal d. Monitor intake output
b. Elektrolit serum dalam yang akurat’
batas normal e. Monitor berat badan
c. Tidak ada mata
cekung
d. Tekanan darah dalam
batas normal

4. Ketidakseimbangna a. Nutrional status: Manajemen Nutrisi:


nutrisi kurang dari adequacy of nutrient a. Monitor intake dan
kebutuhan tubuh b. Nutrional status: food output
ketidakmampuan untuk and fitual intake b. Adanya penurunan BB
mencerna nutrisi oleh c. Weight control dan gula darah
karena factor biologis. Setelah dilakuka c. Monitor kekeringan
tindakan keperawatan rambut kusam, total
selama 2 x 24 jam protein, Hb dan kadar
nutrisi kurang teratasi Ht
dengan kritria hasil: d. Kaji adanya alergi
a. Alnumin serum makanan
b. Pre albumin serum e. Jelaskan adanya alergi
c. Hematokrit makanan
Hemoglobin f. Anjurkan banyak
d. Jumlah limfosit minum
g. Kolaborasi dengan
dokter tentang
kebutuhan suplemen
makanan
h. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan
5. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan tindakan Perawatan Diri:
Mandi berhubungan asuhan keperawatan selama 2 1. Monitor kemampuan
dengan nyeri, x 24 jam pada pasien dengan klien untuk perawatan
kelemahan defisit perawatan diri dapat diri secara mandiri
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Kaji kebutuhan klien
1. pasien melaporkan bisa akan alat bantu untuk
melakukan ADL secara ADL
mandiri 3. Bantu klien dalam
pemenuhan ADL
sampai mandiri
4. Ajarkan dan pada klien
cara perawatan diri
mandiri sesuai dengan
kemampuan
5. Ajarkan keluarga untuk
perawatan yang dapat
dilakukan sendiri pada
klien jika tidak mampu
dalam pemenuan ADL
Daftar Pustaka

Burkit, H.G., Quick, C. R. G., dan Reed, J.B., 2007. Appendicitis. In: Essential Surgery
Problems, Diagnosis & Management. Fourth Edition. London: Elsevier

Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakrta :EGC

Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.

NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Nuararif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC

Sjamsuhidajat, R & Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, alih bahasa
Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai