Anda di halaman 1dari 10

KEPUTUSAN

A.Pengertian Keputusan

Pengertian adalah bagian dari keputusan yang memiliki suatu arti tertentu. Dalam artian jika seseorang
berpikir maka ia akan menghubungkan kata-kata menjadi kalimat dan apabila ia menghubungkan
pengertian-pengertian maka akan menjadi sebuah keputusan. Jadi keputusan adalah perbuatan manusia
dalam mana dia mengakui atau memungkiri sesuatu tentang sesuatu.

Keputusan memiliki suatu batasan-batasan sebagai berikut:

1. Perbuatan manusia.

2. Mengakui atau memungkiri.

3. Sesuatu tentang sesuatu.

1. Perbuatan Manusia

Keputusan adalah perbuatan akal. Dengan demikian dalam membentuk keputusan maka perasaan damn
kemauan memegang peranan penting.

2. Mengakui atau memungkiri

Inti sari keputusan adalah mengakui atau memungkiri. Mengakui berarti mengiyakan sedangkan
memungkiri berarti menidakkan. Dapat juga diartikan bahwa mengakui berarti mempersatukan
sedangkan memungkiri berarti memisahkan. Oleh karena itu keputusan adalah suatu sintesis, artinya
kita menggabungkan dua hal atau lebih dengan mengatakan bahwa sesuatu hal bukan demikian.

3. Sesuatu tentang sesuatu

Dalam berpikir kita melihat keseluruhan lalu dianalisis, aspek demi aspek, pengertian demi pengertian,
dan dihubungkan dalam suatu keputusan.

B. Unsur-unsur keputusan

Pada dasarnya keputusan terdiri dari 3 unsur, yaitu :

1. Subyek : S

Hal tentang mana diakui atau diungkiri suatu keputusan.

2. Predikat : P

Apa yang diakui atau diungkiri tentang subjek. Kedua hal di atas adalah bahannya.
3. Kata penghubung : Copula

Bagian yang menyatakan pengakuan atau pemungkiran hubungan antara Sdan P itu. Unsur- unsur
tersebut merupakan unsur pembangun atau form nya.

· Menjabarkan keputusan dalam bentuk logis

Untuk mempermudah suatu analisi maka kita perlu menjabarkan kalimat-kalimat itu menjadi sebuah
keputusan dalam bentuk pokoknya yaitu S = P atau S # P. Usaha inilah yang dinamakan menjabarkan
dalam bentuk logis.

C. Macam-macam Keputusan

1. Keputusan Kategoris

Adalah keputusan di mana P diakui atau dipungkiri tentang S secara mutlak . keputusan ini dapat
dibedakan :

a. Tunggal : hanya mengandung satu S dan satu P.

b. Majemuk : mengandung lebih dari satu S atau P.

2. Keputusan Hipotesis

Adalah keputusan di mana Pdiakui atau dipungkiri tentang S, tetapi tergantung dari satu syarat.
Keputusan ini dapat dibedakan :

a. Bersyarat : “ jika .......maka......”

b. Disjungtif : “...............atau.......”

Disjungtif arti luas masih ada kemungkinan lain. Disjungtif arti sempi tidak ada arti lain.

Keputusan Kategoris Tunggal

Keputusan ini masih diperinci atas dasar :

1. Material ( Sdan P ).

Keputusan ini dapat dibedakan menjadi :

a. Keputusan analitis

Predikat menyebutkan suatu sifat yang essensial dari subyek, suatu sifat yang tidak dapat tidak pasti ada
pada subyek.

b. Keputusan sintetis
Predikat menyebut suatu sifat yang tidak termasuk essensisubyek , tetapi dapat dihubungkan dengan
subyek itu.

2. Bentuk / kualitas

Keputusan ini dapat dibedakan menjadi :

a. Keputusan positif = menghiyakan, mengakui S = P

b. Keputusan negatif = menidakkan , memungkiri S#P

3. Luas / Kuantitas

Keputusan ini dibedakan menjadi :

a. Keputusan universal

Jika S-nya universal ( Pdiakui / dipungkiri tentang seluruh luasa S).

b. Keputusan Partikular

Jika S-nya partikular ( Pdiakui / dipungkiri tentang sebagian dari luas S ).

c. Keputusan Singular

Jika S-nya adalah singular ( Pdiakui / dipungkiri hanya tentang satu barang yang ditunjuk dengan tegas).

D. Empat Macam Keputusan Atas Dasar Kuantitas dan Kualitasnya

1. Keputusan universal/ singular affirmatif(A)

2. Keputusan universal/ singular negatif (E)

3. Keputusan Partikular affirmatif (I)

4. Keputusan Partikular negatif (O)

E. Luas Predikat

Hukum-hukum luas predikat :

1. Predikat adalah singular

Jika dengan tegas menunjukkan satu individu , satu barang atau satu golongan tertentu .

2. Dalam keputusan affirmatif, predikat adalah pertikular

3. Dalam keputusan negatif, predikat adalah universal.


http://agus-prasetiyo.blogspot.com/2012/03/resume-logika-keputusan.html?m=1

Arti Tanggung Jawab keilmuan.

Aholiab Watloly (2001: 207-221) telah meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal memahami
tanggungjawab pengetahuan dan keilmuan. Istilah tanggung jawab, secara etimologis menunjuk pada
dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan jawab. Ilmu dan ilmuan, termasuk lembaga
keilmuan, dalam hal ini, wajib menanggung dan wajib menjawab setiap hal yang diakibatkan oleh ilmu
itu sendiri maupun permasalahan-permasalahan yang tidak disebabkan olehnya. Ilmu, ilmuwan, dan
lembaga keilmuan bukan hanya berdiri di depan tugas keilmuannya untuk mendorong kemajuan ilmu,
dalam percaturan keilmuan secara luas, tetapi juga harus berdiri di belakang setiap akibat apa pun yang
dibuat oleh ilmu, baik secara langsung maupun tidak langsung. Ilmu dalam ilmuwan, termasuk lembaga
keilmuan, tidak dapat mencuci tangan dan melarikan diri dari tanggung jawab keilmuannya.

Tanggung jawab mengandung makna penyebab (kausalitas), dalam arti "bertanggung jawab atas".
Tanggung jawab dalam arti demikian berarti; apa yang harus ditanggung. Subyek yang menyebabkan
dapat diminta pertanggungjawabannya, meskipun permasalahan - permasalahan tersebut tidak
disebabkan oleh ilmu atau ilmuwan itu sendiri. Aspek tanggung jawab sebagai sekap dasar keilmuan,
dengan ini, telah menjadi satu dalam kehidupan keilmuan itu sendiri dan sulit dipisahkan. Tanggung
jawab keilmuan, tidak dapat dilepaspisahkan dari perkembangan pengetahuan maupun keilmuan dari
abad ke abad.

Berbicara mengenai tanggung jawab keilmuan, adalah sesuatu hal yang secara tidak langsung mengenai
tanggung jawab manusia, dalam hal ini, ilmuwan yang; mencari, mempraktikkan, dan menerapkan, atau
menggunakan ilmu atau pengetahuan tersebut dalam kehidupan. Maksudnya, ilmu sebagai bagian dari
kebijaksanaan manusia dengan segala usaha sadar yang dilakukan untuk memanusiakan diri dan
lingkungannya, tidak dapat dipisahkan dari aspek tanggung jawab dimaksud. Ilmu dan ilmuwan, sebagai
seorang anak manusia, karenanya, wajib menanggung setiap akibat apa pun yang disebabkan oleh ilmu
itu sendiri, baik dari sisi teoretisnya maupun sisi praktiknya. Ilmu dan ilmuwan juga wajib menjawab
dalam arti merespons dan memecahkan setiap masalah yang diakibatkan oleh ilmu maupun yang tidak
disebabkan oleh ilmu itu sendiri. Tanggung jawab keilmuan, dalam ini, bukan merupakan beban atau
kuk, tetapi merupakan ciri martabat keilmuan dan ilmuwan itu sendiri. Konsekuensinya, semakin tinggi
ilmu maka semakin tinggi dan besar tanggung jawab yang diemban oleh ilmu, ilmuwan dan lembaga
keilmuan itu sendiri.
Kadang-kadang, tanggung jawab keilmuan tidak disebabkan oleh ilmu itu sendiri, misalnya; dalam hal
menyelesaikan setiap persoalan kemanusiaan, seperti; bencana alam, keadaan alam yang kritis, konflik
sosial, dan sebagainya. Tanggung jawab keilmuan bukan saja dalam arti yang normative, misalnya
berkaitan dengan aspek moral yang bersifat legalistik saja, tetapi mencakup aspek yang lebih luas.
Misalnya, tanggung jawab keilmuan dalam menyelasaikan berbagai bentuk akibat perubahan sosial yang
berdampak terhadap tatanan moral masyarakat. Jadi, tanggungjawab keilmuan juga memilki arti,
mendudukkan manusia pada kedudukan martabat dirinya, sehingga di satu sisi tidak diperalat oleh ilmu
dan ilmuwan demi mencapai prestise dan supremasi ilmu, atau di sisi lain, tidak tergilas oleh kebodohan
dan kemelaratan hidup karena lingkaran setan ketidaktahuan yang melilit dirinya.

Di sisi lain, tanggung jawab keilmuan mesti di dasarkan pada keputusan bebas manusia, sehingga
melalui tanggung jawan keilmuan maka ilmu, ilmuwan, manusia serta masyarakat dibebaskan atau
dijernihkan dari berbagai pengaruh emosional, sikap curiga, dendam, buruk sangka, dan berbagai sikap
irasional. Konsekuensinya, tanggung jawab keilmuan harus terus mengalir dari dalam lautan luas
tindakan manusia (ilmuwan) yang bertanggung jawab.

Tanggung jawab keilmuan menyangkut, baik masa lalu, masa kini, maupun masa depan. Alasannya,
karena penanganan ilmu atas realitas selalu cenderung berat sebelah. Kenyataan tersebut telah banyak
berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan kosmos (alam) seperti; pembasmian kimiawi dari hama
tanaman, sistem pengairan, keseimbangan jumlah penduduk, dan sebaginya. Juga, hal itu menyangkut
gangguan terhadap tatanan sosial dan keseimbangan sosial. Artinya, ilmu lah yang telah mengemukakan
bahwa tatanan alam dan masyarakat harus diubah dan dikembangkan maka ilmu pula lah yang
bertanggung jawab menjaganya agar dapat diubah dan dikembangkan dalam sebuah tatanan yang baik,
demi konseistensi kehidupan, regulasi historis, dan keberlanjutan ekologis.

Tanggung jawab keilmuan mana didasarkan pada kesadaran bahwa ilmu selalu merupakan sesuatu yang
sifatnya masih belum rampung. Artinya, upaya keilmuan tidak dapat meniadakan tanggung jawabnya
yang lama, tetapi selalu menampilkannya dalam kesegaran tanggung jawab yang selalu baru. Jadi,
ilmuan harus terbuka pada tanggung jawabnya yang baru walaupun hal itu tidak pernah dialami oleh
pendahulunya.

II. Sifat Keterbatasan Tanggung jawab Keilmuan.

Salah satu ciri pokok dari tanggung jawab keilmuan itu adalah sifat keterbatasan. Tanggung jawab
keilmuan memiliki sifat keterbatasan, dalam arti bahwa, tanggung jawab itu sendiri tidak diasalkan atau
diadakan sendiri oleh ilmu dan ilmuwan sebagai manusia, tetapi merupakan pemberian kodrat.
Sebagaimana manusia tidak dapat menciptakan dirinya sendiri, tetapi menerimanya sebagai pemberian
kodrat maka demikian pula halnya ia tidak dapat menciptakan tanggung jawab. Manusia hanya
menerima dirinya dan tanggung jawabnya, serta menjalaninya sebagai sebuah panggilan kodrati dan
tunduk padanya.

III. Bentuk-bentuk Tanggung jawab Keilmuan.

1. Tanggung jawab sosial. Ilmu bukan saja bersifat sosial, tetapi membutuhkan tanggungjawab sosial,
karena melalui suasana sosial itu ilmu dapat bertumbuh subur secara efektif dan bertambah luas. Aneka
kasus sosial dalam masyarakat membutuhkan penanganan dan penyelesaian secara keilmuan. Ilmuwan
dengan kemampuan pengetahuannya yang cukup, dapat memberi argumentasi, kajian kritis, dan
membangun opini masyarakat mengenai permasalahan kehidupan yang dihadapi. Misalnya,
penganggulangan kemiskinan, penyakit, atau masalah nilai-nilai sosial dalam pembangunan sehingga
masyarakat tidak tercabut dari akar kehidupan sosialnya yang khas. Ilmu dan ilmuan bertanggung jawab
dalam hal memberikan prediksi atau ramalan serta peringatan dinih mengenai permasalahan yang akan
dihadapi masyarakat, baik yang nyata (manifest) maupun tersembunyi (laten) atau yang bersifat gejala.
Misalnya, dalam melakukan resolusi konflik dan membangun manajemen perdamaian guna
mewujudkan ciri masyarakat yang mampu mencegah dan mengatasi konflik serta membangun sistem
kedamian yang langgeng guna mmemperlancar pembangunan dalam mewujudkan masysrakat yang
berkesejahteraan.

Ilmuwan, dengan latar belakang pengetahuannya yang cukup, harus bertanggung jawab untuk
menyampaikan ilmu atau pengetahuannya secara proporsional kepada masyarakat dalam bahasa yang
dapat mereka terima. Tanggung jawab sosial keilmuan tersebut adalah penting, baik dalam rangka
mengusahakan kebenaran ilmu maupun baik dari segi untung -rugi, baik-buruk, dan lain sebagainya.
Dengannya, dapat dimungkinkan penyelesaian yang obyektif terhadap setiap permasalahan sosial yang
terjadi. Ilmu dan ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial, bukan sekedar karena ilmuan adalah anggota
masyarakat dan terlibat langsung dalam kepentingan sosial kemasyarakatan, tetapi ilmu secara hakiki
memiliki fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Ilmu, meskipun merupakan hasil
kekiatan individual, namun dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat.

2. Tanggung jawab keteladanan. Ilmu dan ilmuwan bukan saja mengandaikan kebenaran keilmuan
sebatas sebuah jalan pemikiran dengan pesona logika dan ketajaman analisisnya, namun juga
bertanggung jawab menunjukkan atau mempraktikkan kebenaran keilmuannya di dalam kehidupan
sosialnya yang luas dan mendalam. Ilmu bukan hanya menyajikan sebuah kebenaran informasi, namun
memberikan keteladanan hidup yang ditunjukkan oleh ilmuwannya. Ilmuwan harus berdiri di depan
kebenaran-kebenaran keilmuannya selaku proto tipe kebenaran yang sesungguhnya, juga berada di
belakang kebvenaran-kebenaran keilmuannya untuk menunjukkan tanggung jawabnya atas segala
akibat sosial maupun ekologis yang disebabkan oleh ilmu itu sendiri. Menghadapi situasi
kemasyarakatan kita di mana terdapat kecenderungan untuk memanipulasi dan menghambat
kebenaran nilai sehingga banyak mengakibatkan adanya kegoncangan nilai maka ilmuan harus tampil ke
depan untuk memberi argumentasi, kajian kritis, serta membangun opini yang obyektif dan proporsional
terhadap setiap permasalahan sosial yang terjadi. Pengetahuan yang dimilikinya, merupakan kekuatan
yang akan membuat ilmuwan menjadi berani (bahkan berani tampil sebagai martir seperti Socrates)
dalam membela nilai-nilai kebenaran yang dijamin dan diyakini dalam ilmu.

Kelebihan ilmuwan adalah bahwa ia dapat berpikir secara cermat dan teratur sehingga dengan
kemampuan inilia, ia sekaligus memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki dan meluruskan pikiran
masyarakat yang sesat dan keliru menganai permasalahan yang dihadapi. Dengannya, masyarakat tidak
terjebak dalam lingkaran setan kepicikan yang membenarkan aneka prasangka, sesat pikir, atau keliru
pikir yang cenderung menumbuhkan atau melanggengkan sikap saling curiga dan dendam. Melalui itu,
masyarakat dapat dicerdaskan sehingga mampu menangkal setiap upaya provokasi yang memperalat
dan memperbudak kekuarangan atau ketidaktahuannya demi keuntungan-keuntungan yang bias.

3. Sikap tanpa pamrih. Sikap tanpa pamrih, berhubungan dengan kepentingan hati nurani manusia
dalam tugas keilmuan. Maksudnya, sikap ranpa pamrih menunjuk pada keteguhan bathin atau hati, yang
tanpa tegoda dengan imbalan apa pun, untuk memperjuangkan kebenaran keilmuan, baik dalam rangka
kepentingan teori maupun praktis. Intinya, ilmuan harus terbuka pada himbawan dan seruan hati
(bathin) untuk terus mengritik dan membenahi diri dalam rangka mengatasi berbagai kekurangan serta
penyimpangan dalam kegiatan keilmuan. Salah satu aspek di mana hal itu pasti adalah sifat kritik diri
dan menahan diri.

Sikap tanpa pamrih, pertama-tama berhubungan dengan upaya membimbing diri agar tidak tergesah-
gesah dan ceroboh dalam memutuskan kebenaran atau kepastian keilmu. Tuntutan sikap tanpa pamrih,
meskipun kedengarannya agak bertentangan dengan tuntutan praktis dalam rangka penerapan
keilmuan bagi kepentingan kesejahtreraan manusia, namun secara prinsipial tetap penting dalam rangka
tanggung jawab moral dan sosial keilmuan. Sikap tanpa pamrih dalam keilmuan juga penting dalam
rangka menjernihkan masalah-masalah di sekitar pandangan hidup manusia. Artinya, bentuk tanggung
jawab keilmuan dalam hal sikap tanpa pamrih tidak hanya berhubungan dengan kepentingan ideologis
keilmuan, tetapi juga tanggung jawab paktis, agar terhindar dari kesalahan dan penyalahgunaan.

Sikap tanpa pamring dalam keilmuan dibutuhkan dibutuhkan sebagai jaminan agar penggunaan ilmu,
sedapat mungkin, menguntungkan kehidupan manusia secara memadai, dan tidak sekedar untuk
mencapai target tertentu yang menyimpan dari kepentingan mmanusia secara utuh. Keadaan makin
sulit, bila kelompok-kelompok terntu memanfaatkan ilmu untuk menjaga dan memelihara
kepentingannya, sehingga mengabaikan nilai kebenaran keilmuan demi kemanusiaan dan
kemasyarakatan.

Sikap tanpa pamrih membuat kebenaran ilmu tidak netral karena kebenaran dan pengabdian ilmu selalu
diwarnai oleh adanya intensitas tujuan dan corak etis tertentu yang mengafirmasikan atau menguatkan
seruan kepentingan kemanusiaan dalam ilmu. Corak etis kegiatan keilmuan sekali-kali tidak terbatas
pada penerapan-penerapan konkret (praktis)-nya, karena ia harus menjangkau hal-hal yang lebih luas
untuk menemukan sikap etis yang tepat. Melalui sikap demikian, kedudukan manusia dalam
pengembangan ilmu atau keilmuan tetap tidak berubah, walaupun kemanusiaan itu sendiri mengalami
pergeseran-pergeseran yang sifatnya dinamis dalam tanggung jawab keilmuan itu sendiri.

Sikap tanpa pamrih dalam keilmuan penting pula dalam rangka mengatasi ketidakdewasaan manusia.
Sikap dapat memungkinkan manusia mengenal keterbatasannya, makin belajar mengenal dan semakin
baik menguasai dirinya sendiri (pikirannya, emosinya, keinginannya, dan sebagainya) dan juga
realitasnya. Sikap tanpa pamrih, di satu sisi menginsyafkan manusia untuk selalu meletakkan pandangan
kritisnya terhadap perkembangan ilmu dan keilmuan. Di sisi lain, sikap tanpa pamrih juga menginsyafkan
manusia tentang betapa kurang dewasanya manusia dan betapa banyak kemungkinan lagi untuk
menjadi lebih dewasa.

4.Tanggung jawab profesional. Tugas keilmuan menghimbau pada sebuah tanggung jawab professional
yang memadai. Tanggungjawab profesional keilmuan mengandaikan bahwa seorang ilmuwan harus
menjadi ahli dan terampil dalam bidangnya, jadi bukan sekedar hobi. Tanggung jawab professional
keilmuan mengacu pada bidang keilmuan yang digeluti sebagai panggilan tugas pokok atau profesi
keilmuannya. Tanggung jawab professional menunjuk pula pada penghasilan atau upah yang diperoleh
berdasarkan tingkat kepakaran (pengetahaun dan ketrampilan) yang dimiliki dalam bidang keilmuannya.
Profesional merupakan kata atau istilah yang umumnya diliputi sebuah citra diri yang berbauh
sukses,penuh percaya diri, berkompeten, bekerja keras, efisien, dan produktif. Tanggung jawab
profesional keilmuan menunjuk pada gambaran diri seseorang berdisiplin, kerasan, dan sibuk dalam
pekerjaan keilmuannya. Disiplin dan kerasan meruapak sebuah paham yang membedakan secara radikal
seorang ilmuwan sejati dengan orang yang suka malas, santai, dan seenaknya dalam sebuah tugas
keilmuan.

Tanggung jawab professional keilmuan menunjuk pula pada sikap keilmuan yang "tanpa pamrih" serta
bersikap tenang, tekun, dan mantap, dapat menguasai situasi, serta berkepala dingin dalam
memperjuangkan dan mempertahankan kebenaran ilmunya terhadap berbagai gugatan atau sanggahan.
Profesionalisme dalam keilmuan mensugestikan pula bahwa seorang ilmuan adalah sosok yang bersifat
pragmatis dan tidak membiarkan profesinnya untuk dipengaruhi oleh pandangan -pandangan yang
sempit dan sesat. Profesionalisme dalam keilmuan mengandaikan pula sikap keilmuan yang tidak
terpengaruh oleh hubungan-hubungan primordialistik, ideologi atau oleh masalah keluarga dan pribadi.
Prifesionalisme kilmuan mengandaikan pula sebuah hasil keilmuan yang berlaku secara universal,
artinya dapat diterima secara luas dan umum.

Profesionalisme dalam keilmuan bukan sekedar ketrampilan yang dapat dipelajari secara terpisah dari
kepribadian sang ilmuwab. Bahkan, profesionalisme dalam keilmuan meliputi seluruh struktur
kepribadian sang ilmuwan. Tentu saja diperlukan keahlian (spesialisasi) dalam mengembangkan
profesionalisme keilmuan. Meskipun keahlian dapat dipelajari dan dilatih, tetapi seorang belum tentu
disebuah professional dalam keilmuannya. Artinya, profesionalisme keilmuan menunjuk pada kualitas
pengetahuan dan kualitas kerja sebagai ilmuwan.

https://kuliah.unpatti.ac.id/mod/page/view.php?id=16

Hak dan kewajiban

Pengertian hak dan kewajiban tentunya berkaitan satu sama lain. Memahami pengertian hak dan
kewajiban dapat membantu mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang harus diperjuangkan.
Pengertian hak dan kewajiban bisa dijabarkan satu per satu secara rinci.

1. Hak

Pengertian hak dan kewajiban tentunya berkaitan satu sama lain. Memahami pengertian hak dan
kewajiban dapat membantu mengetahui apa yang harus dilakukan dan apa yang harus diperjuangkan.
Pengertian hak dan kewajiban bisa dijabarkan satu per satu secara rinci.

Hak adalah kebebasan yang dimiliki tiap manusia yang dilindungi oleh hukum yang berlaku. Menurut
KBBI, hak adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu. Hak bisa diartikan
sebagai kepemilikan, kewenangan, kekuasaan, atau derajat serta martabat.

Hak adalah fitrah yang ada sejak seseorang lahir. Hak adalah kekuasaan atau kewenangan yang benar
atas sesuatu. Contoh seorang warga negara memiliki hak untuk hidup, memiliki tempat tinggal,
beragama, dan memiliki pendidikan yang layak.

Hak sendiri sering kali dikaitkan dengan HAM atau Hak Asasi Manusia. HAM merupakan hak dasar atau
hak pokok yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan bawaan sejak lahir sehingga
orang lain tak memiliki hak untuk melanggarnya. Manusia terikat dengan hukum. HAM ini bersifat
universal. Di mana hak asasi manusia ini berlaku bagi semua orang dengan berbagai ras, suku, etnik,
agama dan kedudukan.
2. Kewajiban

Kewajiban adalah tindakan yang harus diambil seseorang, baik secara hukum maupun moral. Menurut
KBBI, kewajiban adalah sesuatu yang diwajibkan, sesuatu yang harus dilaksanakan, atau suatu
keharusan. Kewajiban juga diartikan sebagai tugas atau pekerjaan. Dalam ilmu hukum, kewajiban adalah
segala sesuatu yang menjadi tugas manusia (membina kemanusiaan).

Kewajiban ada ketika ada pilihan untuk melakukan apa yang baik secara moral dan apa yang tidak dapat
diterima secara moral. Kewajiban umumnya diberikan sebagai imbalan atas peningkatan hak atau
kekuasaan individu.

Kewajiban adalah bentuk tindakan yang berbeda dari orang ke orang. Misalnya, seseorang yang
memegang jabatan politik umumnya akan memiliki kewajiban yang jauh lebih banyak daripada orang
biasa. Contoh lain, orang dewasa pada umumnya akan memiliki lebih banyak kewajiban daripada
seorang anak.

Anda mungkin juga menyukai