Anda di halaman 1dari 3

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspek keimanan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah aspek kejiwaan dan nilai.
Aspek ini belum mendapat perhatian seperti perhatian terhadap aspek lainnya. Kecintaan
kepada Allah, ikhlas beramal hanya karena Allah, serta mengabdikan diri dan tawakal
sepenuhnya kepada-Nya, merupakan nilai keutamaan yang perlu diperhatikan dan
diutamakan dalam menyempurnakan cabang-cabang keimanan. Pendidikan modern
telah mempengaruhi peserta didik dari berbagai arah dan pengaruhnya telah sedemikian
rupa merasuki jiwa generasi penerus. Jika tidak pandai membina jiwa generasi
mendatang, “dengan menanamkan nilai-nilai keimanan dalam nalar, pikir dan akal budi
mereka”, maka mereka tidak akan selamat dari pengaruh negatif pendidikan modern.
Mungkin mereka merasa ada yang kurang dalam sisi spiritualitasnya dan berusaha
menyempurnakan dari sumber-sumber lain. Bila ini terjadi, maka perlu segera diambil
tindakan, agar pintu spiritualitas yang terbuka tidak diisi oleh ajaran lain yang bukan
berasal dari ajaran spiritualitas Islam. Dalam segi akidah, Islam hanya menerima hal-hal
yang menurut ukuran akal sehat dapat diterima sebagai ajaran akidah yang benar dan
lurus. Islam adalah agama ibadah. Ajaran tentang ibadah didasarkan atas kesucian hati
yang dipenuhi dengan keikhlasan, cinta, serta dibersihkan dari dorongan hawa nafsu,
egoisme, dan sikap ingin menang sendiri. Agama seseorang tidak sempurna, jika
kehangatan spiritualitas yang dimiliki tidak disertai dengan pengalaman ilmiah dan
ketajaman nalar. Pentingnya akal bagi iman ibarat pentingnya mata bagi orang yang
sedang berjalan.

1.2 Rumusan Masalah Beberapa pokok yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain
adalah sebagai berikut:

1. Siapa Tuhan itu?

2. Bagaimana sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan?

3. Apakah Konsep Ketuhanan Islam?

4. Sebutkan Bukti-bukti adanya Tuhan?

5. Apa Definisi Iman dan Takwa?

6. Bagaimana Proses terbentuknya Iman dan Takwa?

7. Sebutkan tanda-tanda orang beriman dan bertakwa!

8.Apakah Korelasi antara keimanan dan ketakwaan?


1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut: 1.
Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. 2.
Mengetahui bagaimana kosep Ketuhanan dalam Islam. 3. Mengetahui filsafat Ketuhanan
dalam Islam 4. Mengkaji siapa Tuhan itu, bukti-bukti Ketuhanan dalam Islam, serta
sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan. 5. Mengetahui penjelasan iman dan takwa,
proses terbentuknya iman dan takwa, tanda-tanda orang yang beriman dan bertakwa,
dan korelasi antara keimanan dan ketakwaan.

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Filsafat Ketuhanan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos
yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau
hikmah. Terhadap pengertian seperti ini Al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah
hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya,
memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya
ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha
menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman
manusia. Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah
mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang
dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari
beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian filsafat dari segi kebahasan
atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian
filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Keimanan dalam Islam merupakan aspek ajaran
yang fundamental, kajian ini harus dilaksanakan secara intensif. Keimanan kepada Allah
Swt, kecintaan, pengharapan, ikhlas, kekhawatiran, tidak dalam ridho-Nya, tawakal nilai
yang harus ditumbuhkan secara subur dalam pribadi muslim yang tidak terpisah dengan
aspek pokok ajaran yang lain dalam Islam. Ketaatan merupakan karunia yang sangat
besar bagi muslim dan sebagian orang yang menyebut kecerdasan spiritual yang
ditindak lanjuti dengan kecerdasan sosial. Inti ketaatan tidak dinilai menurut Allah Swt,
bila tidak ada nilai pada aspek sosial. Muslim yang baik memiliki kecerdasan intelektual
sekaligus kecerdasan spiritual (QS. Ali Imran: 190-191) sehingga sikap keberagamaannya
tidak hanya pada ranah emosi tetapi didukung kecerdasan pikir atau Ulul Albab.
Terpadunya dua hal tersebut insya Allah menuju dan berada pada agama yang fitrah.
(QS.Ar-Rum: 30).
Jadi, filsafat Ketuhanan dalam Islam bisa diartikan juga yaitu kebijaksanaan Islam untuk
menentukan Tuhan, dimana Ia sebagai dasar kepercayaan umat Muslim.

2.1.1 Siapa Tuhan Itu? Lafal Ilahi yang artinya Tuhan, menyatakan berbagai obyek yang
dibesarkan dan dipentingkan manusia, misalnya dalam surat Al-Furqon: 43 yang artinya:
“Apakah engkau melihat orang yang menghilangkan keinginan-keinginan pribadinya?”
Menurut Ibnu Miskawaih Tuhan adalah zat yang tidak berijisim, azali, dan pencipta.
Tuhan Esa dalam segala aspek. Ia tidak terbagi-bagi dan tidak mengandung kejamakan
dan tidak satupun yang setara dengan-Nya, Ia ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak
bergantung kepada yang lain sementara yang lain membutuhkan-Nya. Orang
menyediakan hawa nafsunya, yang dipuji dalam hidupnya, berarti telah berbuat syirik
yang sebenarnya menurut Islam hawa nafsu harus tunduk kepada kehendak Allah Swt.
Dalam surah Al-Qoshos: 38, lafal Ilah dipakai oleh Fir’aun untuk dirinya sendiri, yang
artinya:“Dan Fir’aun berkata, wahai para pembesar aku tidak menyangka bahwa kalian
mempunyai Ilah selain diriku” Bagi manusia, Tuhan itu bisa dalam bentuk konkret
maupun abstrak/gaib. Al-Qur’an menegaskan Ilah bisa dalam bentuk mufrad maupun
jama’ (ilah, ilahian, ilahuna). Ilah ialah sesuatu yang dipentingkan, dipuja, diminintai,
diagungkan diharapkan memberikan kemaslahatan dan termasuk yang ditakuti karena
mendatangkan bahaya. Di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 163 menegaskan, “Dan
Tuhanmu, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan selain Dia yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang.” Ilah yang dituju ayat di atas adalah Allah Swt, yang menurut Ulama’
Ilmu Kalam Ilah di sini bermakna al-Ma’bud, artinya satu-satunya yang
diibadati/disembah. Sedang Al-Matbu’, yang dicintai, yang disenangi, diikuti. Inilah yang
disebut Tauhid Uluhiyah, bahwa Allah Swt. satusatunya Tuhan yang diibadahi, dicintai,
disenangi, dan diikuti. Allah Swt memfirmankan dalam Al-Qur’an surat Thoha : 14, yang
artinya: “Sesungguhnya Aku Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku (Allah), maka
beribadahlah hanya kepada-Ku (Allah), dan dirikanlah sholat untuk mengingatku”. 

Anda mungkin juga menyukai