Anda di halaman 1dari 10

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Televisi adalah media yang universal dan sifatnya sangat terbuka akan
informasi sehingga tuntutan untuk menghadirkan tayangan yang berkualitas
menjadi suatu keharusan. Televisi telah menjadi aktor penting yang mengubah
peradaban manusia sejak abad 20 dan melalui televisi, manusia belajar bahkan
bertransformasi ke tingkat kehidupan yang lebih modern, berdemokrasi dan
berkonsumsi (Kasali 2013). Secara umum, adanya televisi dimanfaatkan sebagai
media yang memberikan informasi dan hiburan, namun menurut Rizkallah dan
Razzaouk (2006), ada lima alasan utama seseorang menonton televisi yaitu, (1)
hiburan, (2) relaksasi, (3) interaksi sosial, (4) kebiasaan dan (5) informasi.
Sedangkan Wonneberger (2009) menjelaskan secara umum ada dua hal yang
mempengaruhi TV viewing, yaitu faktor jangka pendek dan jangka panjang
berdasarkan karakter individu, struktur program, pengaruh sosial dan konteks
acara.
Pertelevisian di Indonesia dewasa ini berkembang sangat pesat, hal ini
merupakan salah satu indikator tumbuhnya perekonomian di dalam negeri.
Ekonomi dan media massa sangat berkaitan erat antara satu dengan lainnya
(Muda 2003). Kehadiran televisi swasta di Indonesia dimulai tahun 1988 dengan
hadirnya RCTI dan dilanjutkan SCTV setahun berikutnya. Akibatnya adalah
terjadi perubahan struktur pasar industri televisi Indonesia dari monopoli (ketika
hanya ada TVRI sebagai televisi publik) menjadi oligopoli. Masyarakat memiliki
banyak pilihan untuk menonton siaran televisi dan pembuat program berusaha
untuk mengikuti kebutuhan/kemauan penonton. Kebutuhan penonton tersebut
hanya diukur secara kuantitatif melalui rating dan share. Persaingan industri yang
semakin ketat untuk mendapatkan pasar audiens dan pasar iklan membuat televisi
swasta beroperasi berdasarkan the primacy of economic goals, tujuannya
memperoleh keunggulan ekonomis. Konsep bisnis televisi swasta adalah
menawarkan jumlah penonton kepada pemasang iklan melalui penghitungan
rating dan share setiap program TV. Bagi televisi komersial di Indonesia, berlaku
hukum bahwa penurunan satu point rating secara otomatis akan menurunkan
revenue sebesar 60 hingga 120 miliar per tahun. Sistem ini membuat semua
kegiatan di industri televisi terbagi dalam angka-angka sehingga acara televisi
dijual belikan seperti komoditas. Rating dan audience share merupakan barometer
sebuah stasiun televisi komersial karena berdasarkan data kuantitatif tersebut
diketahui posisi sebuah stasiun televisi terhadap pesaingnya selama program
berlangsung secara detil setiap menitnya. Bagi stasiun televisi swasta, perhitungan
rating dan audience share menjadi sangat strategis karena segera akan diketahui
potensi iklan yang akan terpasang. Tidak dapat dipungkiri, bahwa jika
dibandingkan dengan media lainnya, televisi merupakan media dengan porsi
belanja iklan terbesar. Nielsen (2012) mengungkapkan bahwa televisi menguasai
sekitar 60% belanja iklan media, sedangkan sisanya terbagi untuk media lain
seperti surat kabar dan majalah. Hal tersebut membuktikan bahwa televisi masih
memiliki daya tarik yang kuat dan menjadi media yang paling efektif bagi para
produsen/pengiklan untuk memperkenalkan produk bagi konsumen.
2

Berita di televisi swasta hadir dengan dicabutnya Permenpen No. 111 Tahun
1990, yang berisi larangan televisi swasta membuat berita sendiri. Semangat
sektor swasta membangun televisi di masa itu paling tidak terpacu oleh dua
faktor, yaitu semangat deregulasi yang didorong oleh tekanan ekonomi global dan
upaya pemerintah yang memberikan fasilitas kredit secara besar-besaran ke
berbagai sektor industri (Kartosapoetro 2014). Nielsen menjabarkan, di tahun
2012 program hiburan seperti series/sinetron, movie, musik, komedi, kuis dan
game show masih menjadi tayangan favorit masyarakat Indonesia, dari 820 jam
waktu untuk menyaksikan televisi, sekitar 62% digunakan untuk menonton acara
hiburan dan sinetron serta 10% untuk menyaksikan program berita (hardnews,
feature, talkshow). Hal ini menjadi sangat wajar jika melihat karakter penonton
Indonesia pada kondisi seperti sekarang yang lebih membutuhkan hiburan
dibandingkan informasi. Konten berita adalah immaterial goods yang sangat
mudah ditiru dengan biaya yang relatif rendah. Kebutuhan penonton yang hanya
diukur secara kuantitatif melalui rating membuat para pemilik program tak lagi
mempermasalahkan kualitas tayangannya, selama program tersebut bisa dijual
dan meraih banyak iklan.
Bagi stasiun televisi, news room memiliki arti penting. Oleh karena itu,
kualitas tayangan menjadi syarat untuk membuat program berita. Program berita
bermanfaat untuk meningkatkan citra stasiun televisi, membuka network ke
berbagai kalangan, dan meningkatkan peluang bisnis (Kartosapoetro 2014).
Sebagaimana terbukti di Amerika Serikat dan negara yang memiliki televisi
komersial, rating serta penghasilan iklan dari siaran berita termasuk yang paling
tinggi secara proporsional dibanding acara lainnya. Karena itu siaran berita
senantiasa diletakkan pada jam prime time, agar mampu bersaing di waktu yang
mempunyai jumlah penonton banyak.

Sumber: AGB Nielsen 2014


Gambar 1 Performa program hardnews televisi swasta tahun 2009-2014

Kategori berita dibedakan menjadi dua yaitu hardnews dan feature/softnews.


Hardnews adalah berita yang harus dihadirkan sesegera mungkin sedangkan
peristiwa lain yang tidak membutuhkan kecepatan dalam pelaporan dikategorikan
sebagai feature. Gambar 1 menyajikan performa program hardnews televisi
swasta di Indonesia yang selama 6 tahun terakhir belum pernah mencapai 10%,
bahkan di tahun 2014 hanya meraih pangsa pasar 6% (Nielsen 2014).
3

Market driven journalism mulai merubah karakter berita hardnews televisi


ke arah tabloidisasi, yaitu lebih fokus pada berita sensasional. Jurnalisme televisi
telah berubah menjadi karya non fiksi dan sulit membedakan mana tayangan
sebenarnya dengan tayangan yang penuh dramatisasi Dumdum dan Garcia (2011).
Konten berita sensasional pada kenyataannya lebih mudah menarik penonton
(Meyer dan Muthaly 2008), hal ini dikarenakan masyarakat lebih termotivasi
untuk menyaksikan informasi/berita yang kontroversial (Wang dan Cohen 2009).
Pengaruh rating dan share membuat keputusan produser dalam menentukan berita
yang ditayangkan menjadi kurang akurat dan berimbang sehingga mengurangi
kualitas berita itu sendiri. Banyak pandangan yang menganggap bahwa
menurunnya kualitas content menjadi salah satu penyebab pada menurunnya
kredibilitas program berita televisi. Wonneberger, Schoenbach dan Meurs (2011)
mengungkapkan bahwa selain kualitas konten, faktor situasional, motivasional
dan karakter individu juga merupakan faktor utama khalayak untuk menyaksikan
program berita televisi. Di sisi lain, penurunan kredibilitas program berita di
televisi dapat dimungkinkan oleh berkembangnya teknologi. Kemunculan media
online mempermudah akses bagi pengguna berita untuk tetap mendapatkan
informasi terbaru. Dua puluh empat persen pengguna internet Indonesia memilih
sumber online untuk mendapatkan informasi (Nielsen 2012) dan 18% responden
dari penelitian ini menganggap bahwa informasi yang dihadirkan oleh portal
berita online kredibel, ini berarti persaingan dengan media online harus mulai
diperhitungkan. Kredibilitas berita di dunia maya dianggap sudah setingkat
dengan berita yang dihadirkan oleh media tradisional, meskipun masih terdapat
sedikit perbedaan diantaranya (Schweiger 2000), namun penelitian yang
dilakukan oleh Bakshi dan Mishra (2011) serta Sabigan (2007) menjelaskan
bahwa kredibilitas informasi yang disampaikan media tradisional/televisi
dianggap masih lebih baik oleh khalayak jika dibandingkan dengan yang
disampaikan dalam versi online. Hal tersebut sejalan dengan apa yang
dipersepsikan oleh 76% responden penelitian ini yang menganggap bahwa televisi
masih menjadi sumber yang terpercaya untuk mendapatkan berita.
Persaingan program berita di televisi cukup ketat, karena merupakan barang
yang mudah didapatkan, differensiasi produk menjadi kunci keberhasilan. Gambar
2 memperlihatkan beragam program berita hardnews dari 10 stasiun televisi
swasta yang bisa dijadikan referensi informasi oleh audiens dari pagi hingga
malam hari. Secara umum tak banyak mengalami perubahan jika dibanding tahun
2013, Liputan 6 (SCTV) dan Seputar Indonesia (RCTI) tetap memiliki
marketshare yang kuat. Sebagai televisi generalis, kedua program berita yang
dihadirkan memiliki ciri yang kuat untuk dijadikan pilihan pemirsanya. Menurut
Jackob (2010), kepercayaan pada media merupakan variabel yang sangat penting
karena hal tersebut terhubung pada penggunaan media, “people will expose
themselves to news information they trust”. Hilangnya kredibilitas akan
berpengaruh pada penurunan penonton, pengaruh sosial dan bisnis yang sedang
dijalankan. Salah satu strategi bersaing yang paling sesuai dilakukan media adalah
branding management dan credibility management (Oyedeji 2006 dan 2008).
Branding sebagai salah satu strategi pemasaran bertujuan untuk membedakan
organisasi, pelayanan atau produk dari pesaingnya. Selain itu merek erat kaitannya
dengan kompetensi, kredibilitas dan kualitas (Ots 2008), terlebih di era Sosial TV
dimana televisi saling terkait dengan media-media lainnya yang bersifat pribadi
4

dan sosial. Brand yang baik (1) mempunyai daya pikat pasar yang kuat dan lebih
dipercaya (2) menghasilkan nilai tambah yang tinggi; (3) cenderung mudah
dimaafkan bila melakukan kesalahan (Kasali 2013). Program yang lebih sering
dibicarakan akan mudah diterima dan digemari khalayak, serta akan mendapatkan
kredibilitas dan kepercayaan. Program yang mempunyai kredibilitas akan lebih
mudah membangun interaksi positif sampai mendapatkan loyalitas yang kuat.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan content yang kuat, membangun
cameragenic dan auragenic, menciptakan kepercayaan, konsistensi, interaksi
positif dan authenticity untuk mendapatkan loyalitas.

Sumber: AGB Nielsen 2014


Gambar 2 Performa program hardnews setiap stasiun televisi 2013-2014

Dalam pasar business to business, brand management telah menjadi isu


utama bagi perusahaan media terutama pada divisi pemasaran. Konsep brand
equity ini diaplikasikan pada media sejak dekade 1990. Perusahaan media telah
mempertimbangkan untuk membangun competitive advantage-nya melalui brand
equity (Ots dan Wolff 2007), sedangkan dari perspektif media buyer (advertising),
brand equity media yang kuat mencerminkan target audiens yang loyal dan
keunikan profil penonton yang dimiliki, hal ini akan memudahkan pemasang iklan
untuk menentukan dimana iklan produknya akan dipasang. Menurut Olmsted and
Kim (2002), para manajer media setuju bahwa “branding is overall a very useful
business tool that will help achive long term business success and stay
competitive”. Brand equity membuat perusahaan akan memiliki keunggulan
bersaing yang akan sulit ditiru oleh pesaing karena saat menghadapi pasar yang
kompetitif, brand equity akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari aktivitas
pemasaran yang dilakukan perusahaan Oyedeji (2008).
Credibility management merupakan langkah penting yang harus dilakukan
oleh organisasi bisnis seperti media. Kredibilitas merupakan persepsi khalayak
terhadap isi pemberitaan dalam media tersebut yang terdiri dari seberapa besar
pemberitaan tersebut dapat dipercaya dari sisi individual jurnalist/source, media
organizations, dan content of it newsitself (Bucy 2003). Kredibilitas menjadi
penting karena media memiliki dampak, fungsi, dan peranan dalam perubahan
5

masyarakat, apa yang dibutuhkan dan yang menjadi perhatian public dalam hal ini
penonton tentu akan menjadi tugas media untuk menyampaikannya (Harahap
2013). Oleh karena itu sudah seharusnya media merepresentasikan kehidupan
masyarakat yang sesungguhnya. Tugas media adalah merekonstruksi kembali
permasalahan-permasalahan yang ada untuk kemudian dihadirkan ke masyarakat
sebagai bahan pertimbangan baru dalam memandang sebuah realitas kehidupan
(Anjani 2011). Kredibilitas media akan mempengaruhi apakah pesan yang
disampaikan akan menjadi pertimbangan khalayak media, sehingga dapat
merubah pemikiran dan sikap khalayak (Oyedeji 2008).
Indikator dari kredibilitas berita atau informasi yang disampaikan oleh
media dicetuskan oleh Meyer (1988) yang mengadaptasi Gaziano dan McGrath
(1986), yang menyatakan bahwa media yang memiliki kredibilitas tinggi harus
memenuhi lima dimensi penyampaian berita, yaitu: fairness, bias, accuracy,
trustworthiness and comprehensiveness. Mengukur kredibilitas televisi sebagai
bagian dari media elektronik memang menarik. Isi tayangan mengandung
informasi dalam bentuk narasi, laporan langsung dari reporter, fiksi, visual dan
fitur penyuntingan lainnya. Untuk audiens, media credibility ditentukan oleh
seberapa besar konten informasi dan berita di televisi tersebut dapat dipercaya di
mata para penonton.

Perumusan Masalah

Menurut Sabigan (2007), Dumdum dan Garcia (2011) kredibilitas media


mempengaruhi kredibilitas program televisi. Sedangkan Oyedeji (2006 dan 2008),
Bakshi dan Mishra (2011), mengungkapkan bahwa kredibilitas media
mempengaruhi persepsi audiens terhadap ekuitas merek. Ketiga variabel dari
kredibilitas yaitu kredibilitas sumber, kredibilitas media/channel dan kredibilitas
isi berita dianggap sangat penting karena: (1) dapat mempengaruhi ekuitas suatu
merek, (2) merupakan variabel yang dapat diatur oleh perusahaan, sehingga
memungkinkan pemasar untuk meningkatkan ekuitas melalui perbaikan
kredibilitas. Penelitian ini berusaha mengeksplorasi hubungan antara dua bidang
yang berbeda, dimana brand equity adalah konsep dari ilmu manajemen
pemasaran dan media credibility merupakan konsep ilmu komunikasi massa.
Selama ini terdapat pandangan kritis di dunia jurnalisme bahwa terjadi culture
clash antara jurnalis dan manajer di perusahaan media (Bakshi dan Mishra 2011).
Tujuan utama dari manajer media adalah meningkatkan profitabilitas saat jurnalis
lebih pada profesionalisme, integritas dan kualitas dari produk berita mereka.
Manajer media memahami peranan penting dari brand equity dalam membangun
profit bagi perusahaan, sama pentingnya seperti jurnalis memandang pentingnya
kredibilitas dalam membangun pemberitaan dalam medianya (Oyedeji 2008)
Literatur tentang penelitian yang menjelaskan hubungan antara brand equity
dan media credibility terdapat pada konsep barat (Meyer 2004 dan Oyedeji 2006
dan 2008) dan timur (Bakshi dan Mishra 2011). Pada konteks Indonesia,
penelitian yang menghubungkan antara dua konsep ini baru diterapkan pada
media cetak, studi kasus pada majalah Femina yang dibandingkan dengan majalah
Cosmopolitan (Anjani 2011), sedangkan untuk media elektronik-televisi belum
ada literatur yang menjelaskan hubungan antara credibility dan brand equity. Oleh
karenanya, melalui penelitian ini penulis ingin melihat hubungan antara
6

kredibilitas melalui news content, news anchor/reporter dan channel/station


sebagai media penyampai informasi dengan dengan brand equity program berita
televisi.
Banyaknya program berita swasta yang hadir di Indonesia membuat
persaingan makin ketat karena khalayak mempunyai banyak alternatif untuk dapat
memuaskan kebutuhan mereka akan informasi. Persaingan tersebut membawa
beberapa program berita untuk melakukan berbagai usaha untuk menarik penonton
sebanyak-banyaknya walau terkadang melanggar kode etik jurnalisme. Sayangnya,
tayangan program berita tersebut justru tak menambah jumlah penonton berita.

Sumber: AGB Nielsen 2014


Gambar 3 Performa program Seputar Indonesia RCTI dan Liputan 6 SCTV
Tahun 2009-2014

Gambar 3 menunjukkan penurunan program Seputar Indonesia sudah terjadi


sejak tahun 2011 dan di tahun 2014 merupakan performa terendah selama enam
tahun terakhir. Hal sebaliknya justru dialami oleh Liputan 6 SCTV. Kedua
program berita ini memperebutkan pasar audiens yang sama yaitu audies yang
berusia 18 tahun keatas dan termasuk dalam kategori SES ABC atau pengeluaran
per bulannya di atas Rp 1.250.000. Secara content, perbedaan yang cukup
mencolok diantara keduanya adalah sudut pandang dalam menyampaikan berita.
Seputar Indonesia cukup kuat dalam keakuratan data dan kedalaman pelaporan
berita, sedangkan Liputan 6 lebih menitikberatkan pada kecepatan dalam
menayangkan berita.
Hilangnya kredibilitas akan berpengaruh pada penurunan penonton,
pengaruh sosial dan bisnis yang sedang dijalankan. Penurunan jumlah penonton
Seputar Indonesia sudah terjadi beberapa tahun terakhir, ada beberapa hal yang
menyebabkan hal tersebut seperti kualitas presenter yang semakin menurun, tidak
ada inovasi dalam tayangannya misal dengan menampilkan segmen baru secara
konsisten, kemampuan dan penampilan reporter di lapangan dalam mencari berita
yang lengkap serta keberimbangan dalam menyusun paket berita. Hal sebaliknya
7

dilakukan Liputan 6, misalnya dengan menyesuaikan content berita ketika akhir


pekan dengan lebih ringan, dilakukan secara live dengan taping host secara
outdoor di lokasi-lokasi yang dekat dengan aktivitas audies sehingga audiens
merasa terhubung/mengenal program berita tersebut.
Kepercayaan pada media merupakan variabel yang sangat penting karena hal
tersebut terhubung pada penggunaan media, salah satu variabel kredibilitas adalah
keberimbangan dalam pelaporan berita, artinya kebenaran suatu peristiwa harus
selalu dilihat dari berbagai sisi dan tidak memihak pada organisasi manapun. Hal
terbaru yang menjadi catatan untuk redaksi Seputar Indonesia adalah penilaian
KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) menganggap beberapa stasiun televisi termasuk
RCTI menyajikan berita yang kurang berimbang. Walaupun bukan faktor satu
satunya dan tidak secara langsung, dampak dari menurunnya kredibilitas cukup
terlihat pada berkurangnya jumlah penonton yang menyaksikan program Seputar
Indonesia. Bagi manajemen RCTI, keadaan seperti itu akan berdampak negatif
pada bisnis di pasar yang lain yaitu pasar iklan. Penyerapan iklan akan menurun
ketika khalayak tidak loyal karena Seputar Indonesia dinilai tak lagi dipercaya
sebagai program berita yang berkualitas.
Program berita Seputar Indonesia RCTI, dengan tagline “pertama dan tetap
yang terbaik” menjadi salah satu program yang mempunyai nilai jual. Bahkan
untuk program sejenis, pengiklan harus membayar lebih besar jika membeli spot
iklan di Seputar Indonesia. Bagi pemasang iklan, dengan cost per rating point
yang tinggi membuat strategi mereka menjadi kurang efisien. Gambar 5
menunjukkan harga spot iklan Program Seputar Indonesia yang mencapai 30 juta
rupiah dan senilai dengan harga spot di beberapa program hiburan seperti FTV,
infotainment dan acara musik.

Sumber: AGB Nielsen 2014


Gambar 4 CPRP program Seputar Indonesia RCTI dan Liputan 6 SCTV 2014

Jakarta dijadikan pilihan lokasi penelitian karena kota ini adalah kunci untuk
besaran rating dan audience share sekaligus acuan bagi pemasang iklan. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki loyalitas penonton adalah
dengan memperhatikan aspek konten berita, yaitu dengan menayangkan berita
8

yang memiliki nilai bagi masyarakat untuk mengembalikan kepercayaan khalayak.


Penelitian Monero et al. (2013) dan Rhee, Kim, Shim (2005) telah membuktikan
bahwa kualitas konten yang kredibel akan meningkatkan loyalitas terhadap
program berita.
Mengacu penelitian terdahulu, penulis ingin melihat bagaimana kredibilitas
program dibentuk melalui news anchor, media/channel station dan news content
quality. Kemudian akan dilihat pengaruhnya terhadap brand equity program berita
televisi. Perbedaan yang dimunculkan pada penelitian ini adalah pengembangan
dari model penelitian sebelumnya. Model yang dibuat oleh Dumdum dan Garcia
(2011) serta Sabigan (2007) hanya membahas tentang kredibilitas media dalam
membentuk kredibilitas program tapi tidak menguji hubungannya dengan ekuitas
merek. Sementara itu, Bakshi dan Mishra (2011) dan Oyedeji (2006) hanya
menguji hubungan antara kredibilitas media dengan ekuitas merek tetapi tidak
menjabarkan detil indikatornya, sehingga jika dihadapkan pada dunia kerja
televisi, manajemen akan kesulitan untuk fokus pada bagian yang harus diperbaiki.
Program berita yang akan diteliti adalah program berita Seputar Indonesia-
RCTI dan Liputan 6-SCTV. Keduanya dipilih karena prestasi yang telah dicapai
oleh RCTI dan SCTV. Wiryandari (2003) mengungkapkan bahwa 39% responden
di Jakarta memilih Liputan 6 dan Seputar Indonesia (34%) sebagai program berita
sore terfavorit. Sementara itu, penelitian Selani (2012) mengungkapkan bahwa
Liputan 6 Pagi dan Seputar Indonesia Pagi merupakan program kuat dalam
dimensi estetika pemberitaan. Image positif yang kuat inilah yang membuat
pemberitaan yang dihasilkan oleh SCTV dan RCTI tetap dianggap kredibel di
mata audiens. Selain itu, berbagai penghargaan kepuasan penonton telah diterima
antara lain TV News Program of The Year dalam The Roy Morgan Customer
Satisfaction Awards 2012-2013 dan 12 kali memenangkan Panasonic Award.
Sedangkan menurut Nielsen, selama 3 tahun terakhir Liputan 6 SCTV justru
sedikit unggul sebagai market leader dan merupakan pesaing terkuat untuk genre
hardnews. Liputan 6 SCTV dan Seputar Indonesia RCTI memperebutkan pangsa
pasar yang sama (audiens dengan usia 18 tahun keatas dan berasal dari SES ABC).
Seputar Indonesia lebih menitikberatkan pada akurasi data dari suatu
peristiwa kemudian menguraikannya menjadi beberapa angle, sedangkan Liputan
6 cukup kuat mengangkat berita berita yang aktual/terbaru sesuai dengan
slogannya. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat disimpulkan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat evaluasi kredibilitas media, kredibilitas program dan
ekuitas merek program berita Seputar Indonesia RCTI dibandingkan dengan
Liputan 6 SCTV?
2. Bagaimana pengaruh kredibilitas sumber, kredibilitas stasiun televisi dan
kredibilitas isi berita terhadap kredibilitas program Seputar Indonesia RCTI
dibandingkan dengan Liputan 6 SCTV?
3. Bagaimana pengaruh kredibilitas program berita, kesan kualitas, loyalitas,
asosiasi dan kesadaran merek terhadap pembentukan ekuitas merek program
Seputar Indonesia RCTI dibandingkan dengan Liputan 6 SCTV?
4. Apa implikasi manajerial bagi perusahaan dalam pengelolaan ekuitas merek
program Seputar Indonesia RCTI?
9

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:


1. Menganalisis tingkat evaluasi kredibilitas media, kredibilitas program dan
ekuitas merek program berita Seputar Indonesia RCTI dibandingkan dengan
Liputan 6 SCTV
2. Menganalisis pengaruh kredibilitas sumber, kredibilitas stasiun televisi dan
kredibilitas isi berita terhadap kredibilitas program Seputar Indonesia RCTI
dibandingkan dengan Liputan 6 SCTV
3. Menganalisis pengaruh kredibilitas program berita, kesan kualitas, loyalitas,
asosiasi dan kesadaran merek terhadap ekuitas merek program Seputar
Indonesia RCTI dibandingkan dengan Liputan 6 SCTV
4. Merumuskan implikasi manajerial bagi perusahaan dalam pengelolaan ekuitas
merek program Seputar Indonesia RCTI
Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:


1. Sebagai bahan informasi mengenai pentingnya menjaga kredibilitas berita
yang ditayangkan dan perlunya mengembangkan manajemen merek pada
industri media.
2. Bagi manajemen, sebagai bahan pertimbangan untuk merumuskan strategi
branding management dan credibility management untuk menjadi pemimpin
pasar program berita.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memfokuskan kajian pada kredibilitas dan ekuitas merek


program Seputar Indonesia RCTI yang dibandingkan dengan Liputan 6 SCTV.
Responden yang dipilih memiliki kriteria: (1) usia 17 tahun ke atas (2) tidak
bekerja di bagian produksi program berita Seputar Indonesia dan Liputan 6 (3)
pernah menyaksikan program berita di RCTI dan SCTV minimal 3 kali dalam 1
bulan terakhir. Studi ini memfokuskan pada Seputar Indonesia-RCTI yang
dibandingkan dengan Liputan 6-SCTV karena selain keduanya merupakan televisi
generalis, Liputan 6 merupakan pesaing terdekat dalam mengejar pasar, baik pasar
audiens maupun pasar iklan. Penelitian ini merupakan studi kasus yang
mengambil contoh kota Jakarta, lokasi ini dipilih karena beragam latar belakang
yang dimiliki masyarakatnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Program Berita

Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun penyiaran untuk


memenuhi kebutuhan audience-nya (Sosiawan 2009). Berita merupakan
pelaporan peristiwa atau pendapat yang mencerminkan dan merefleksikan
kenyataan, dengan kriteria, syarat, atau kategori tertentu, hingga tersaji secara
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB

Anda mungkin juga menyukai