E43 05 Irma Pendahuluan
E43 05 Irma Pendahuluan
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Televisi adalah media yang universal dan sifatnya sangat terbuka akan
informasi sehingga tuntutan untuk menghadirkan tayangan yang berkualitas
menjadi suatu keharusan. Televisi telah menjadi aktor penting yang mengubah
peradaban manusia sejak abad 20 dan melalui televisi, manusia belajar bahkan
bertransformasi ke tingkat kehidupan yang lebih modern, berdemokrasi dan
berkonsumsi (Kasali 2013). Secara umum, adanya televisi dimanfaatkan sebagai
media yang memberikan informasi dan hiburan, namun menurut Rizkallah dan
Razzaouk (2006), ada lima alasan utama seseorang menonton televisi yaitu, (1)
hiburan, (2) relaksasi, (3) interaksi sosial, (4) kebiasaan dan (5) informasi.
Sedangkan Wonneberger (2009) menjelaskan secara umum ada dua hal yang
mempengaruhi TV viewing, yaitu faktor jangka pendek dan jangka panjang
berdasarkan karakter individu, struktur program, pengaruh sosial dan konteks
acara.
Pertelevisian di Indonesia dewasa ini berkembang sangat pesat, hal ini
merupakan salah satu indikator tumbuhnya perekonomian di dalam negeri.
Ekonomi dan media massa sangat berkaitan erat antara satu dengan lainnya
(Muda 2003). Kehadiran televisi swasta di Indonesia dimulai tahun 1988 dengan
hadirnya RCTI dan dilanjutkan SCTV setahun berikutnya. Akibatnya adalah
terjadi perubahan struktur pasar industri televisi Indonesia dari monopoli (ketika
hanya ada TVRI sebagai televisi publik) menjadi oligopoli. Masyarakat memiliki
banyak pilihan untuk menonton siaran televisi dan pembuat program berusaha
untuk mengikuti kebutuhan/kemauan penonton. Kebutuhan penonton tersebut
hanya diukur secara kuantitatif melalui rating dan share. Persaingan industri yang
semakin ketat untuk mendapatkan pasar audiens dan pasar iklan membuat televisi
swasta beroperasi berdasarkan the primacy of economic goals, tujuannya
memperoleh keunggulan ekonomis. Konsep bisnis televisi swasta adalah
menawarkan jumlah penonton kepada pemasang iklan melalui penghitungan
rating dan share setiap program TV. Bagi televisi komersial di Indonesia, berlaku
hukum bahwa penurunan satu point rating secara otomatis akan menurunkan
revenue sebesar 60 hingga 120 miliar per tahun. Sistem ini membuat semua
kegiatan di industri televisi terbagi dalam angka-angka sehingga acara televisi
dijual belikan seperti komoditas. Rating dan audience share merupakan barometer
sebuah stasiun televisi komersial karena berdasarkan data kuantitatif tersebut
diketahui posisi sebuah stasiun televisi terhadap pesaingnya selama program
berlangsung secara detil setiap menitnya. Bagi stasiun televisi swasta, perhitungan
rating dan audience share menjadi sangat strategis karena segera akan diketahui
potensi iklan yang akan terpasang. Tidak dapat dipungkiri, bahwa jika
dibandingkan dengan media lainnya, televisi merupakan media dengan porsi
belanja iklan terbesar. Nielsen (2012) mengungkapkan bahwa televisi menguasai
sekitar 60% belanja iklan media, sedangkan sisanya terbagi untuk media lain
seperti surat kabar dan majalah. Hal tersebut membuktikan bahwa televisi masih
memiliki daya tarik yang kuat dan menjadi media yang paling efektif bagi para
produsen/pengiklan untuk memperkenalkan produk bagi konsumen.
2
Berita di televisi swasta hadir dengan dicabutnya Permenpen No. 111 Tahun
1990, yang berisi larangan televisi swasta membuat berita sendiri. Semangat
sektor swasta membangun televisi di masa itu paling tidak terpacu oleh dua
faktor, yaitu semangat deregulasi yang didorong oleh tekanan ekonomi global dan
upaya pemerintah yang memberikan fasilitas kredit secara besar-besaran ke
berbagai sektor industri (Kartosapoetro 2014). Nielsen menjabarkan, di tahun
2012 program hiburan seperti series/sinetron, movie, musik, komedi, kuis dan
game show masih menjadi tayangan favorit masyarakat Indonesia, dari 820 jam
waktu untuk menyaksikan televisi, sekitar 62% digunakan untuk menonton acara
hiburan dan sinetron serta 10% untuk menyaksikan program berita (hardnews,
feature, talkshow). Hal ini menjadi sangat wajar jika melihat karakter penonton
Indonesia pada kondisi seperti sekarang yang lebih membutuhkan hiburan
dibandingkan informasi. Konten berita adalah immaterial goods yang sangat
mudah ditiru dengan biaya yang relatif rendah. Kebutuhan penonton yang hanya
diukur secara kuantitatif melalui rating membuat para pemilik program tak lagi
mempermasalahkan kualitas tayangannya, selama program tersebut bisa dijual
dan meraih banyak iklan.
Bagi stasiun televisi, news room memiliki arti penting. Oleh karena itu,
kualitas tayangan menjadi syarat untuk membuat program berita. Program berita
bermanfaat untuk meningkatkan citra stasiun televisi, membuka network ke
berbagai kalangan, dan meningkatkan peluang bisnis (Kartosapoetro 2014).
Sebagaimana terbukti di Amerika Serikat dan negara yang memiliki televisi
komersial, rating serta penghasilan iklan dari siaran berita termasuk yang paling
tinggi secara proporsional dibanding acara lainnya. Karena itu siaran berita
senantiasa diletakkan pada jam prime time, agar mampu bersaing di waktu yang
mempunyai jumlah penonton banyak.
dan sosial. Brand yang baik (1) mempunyai daya pikat pasar yang kuat dan lebih
dipercaya (2) menghasilkan nilai tambah yang tinggi; (3) cenderung mudah
dimaafkan bila melakukan kesalahan (Kasali 2013). Program yang lebih sering
dibicarakan akan mudah diterima dan digemari khalayak, serta akan mendapatkan
kredibilitas dan kepercayaan. Program yang mempunyai kredibilitas akan lebih
mudah membangun interaksi positif sampai mendapatkan loyalitas yang kuat.
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan content yang kuat, membangun
cameragenic dan auragenic, menciptakan kepercayaan, konsistensi, interaksi
positif dan authenticity untuk mendapatkan loyalitas.
masyarakat, apa yang dibutuhkan dan yang menjadi perhatian public dalam hal ini
penonton tentu akan menjadi tugas media untuk menyampaikannya (Harahap
2013). Oleh karena itu sudah seharusnya media merepresentasikan kehidupan
masyarakat yang sesungguhnya. Tugas media adalah merekonstruksi kembali
permasalahan-permasalahan yang ada untuk kemudian dihadirkan ke masyarakat
sebagai bahan pertimbangan baru dalam memandang sebuah realitas kehidupan
(Anjani 2011). Kredibilitas media akan mempengaruhi apakah pesan yang
disampaikan akan menjadi pertimbangan khalayak media, sehingga dapat
merubah pemikiran dan sikap khalayak (Oyedeji 2008).
Indikator dari kredibilitas berita atau informasi yang disampaikan oleh
media dicetuskan oleh Meyer (1988) yang mengadaptasi Gaziano dan McGrath
(1986), yang menyatakan bahwa media yang memiliki kredibilitas tinggi harus
memenuhi lima dimensi penyampaian berita, yaitu: fairness, bias, accuracy,
trustworthiness and comprehensiveness. Mengukur kredibilitas televisi sebagai
bagian dari media elektronik memang menarik. Isi tayangan mengandung
informasi dalam bentuk narasi, laporan langsung dari reporter, fiksi, visual dan
fitur penyuntingan lainnya. Untuk audiens, media credibility ditentukan oleh
seberapa besar konten informasi dan berita di televisi tersebut dapat dipercaya di
mata para penonton.
Perumusan Masalah
Jakarta dijadikan pilihan lokasi penelitian karena kota ini adalah kunci untuk
besaran rating dan audience share sekaligus acuan bagi pemasang iklan. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki loyalitas penonton adalah
dengan memperhatikan aspek konten berita, yaitu dengan menayangkan berita
8
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Program Berita