Anda di halaman 1dari 19

UNIVERSITAS SEBELAS APRIL

“ DENGAN BER – ETIKA POLITIK DALAM PEMILIHAN UMUM (PEMILU)


MERUPAKAN PELAKSANAAN NILAI – NILAI PANCASILA “
Makalah ini dibuatuntuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila oleh
Bapak H. Ali Badjri, Drs.MM

Disusun oleh :
Kelompok 2 ( dua )
Ketua kelompok : Muhammad Taufik Ibrahim ( R.2101010046 )
Sekretaris : Euis Vike Khodijah ( R.2101010029 )
Anggota : Cica Marsita ( R.2101010017 )
Juliana Rahayu Nur Rizki ( R.2101010039 )
Moh. Fauzie Rachman SE ( R.2101010020 )
Nadya Nur Afifah ( R.2101010027 )
Nury Yulianti Putri ( R.2101010003 )
Yuli Kartika ( R.2101010031 )

PROGRAM STUDI S1 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHTAN
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkankehadirat Tuhan Yang Maha Esa.Karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Pancasila. Namun disamping itu, kami harap penulisan makalah ini dapat menambah
wawasan kami selaku penulis maupun wawasan pembaca mengenai “Dengan Ber-etika
Politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Merupakan Pelaksanaan Nilai-Nilai Pancasila”
karena sebagai warga negara yang hidup di negara demokrasi, sudah seharusnya kita
menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila dalam segala hal misalnya dalam kegiatan demokrasi
pelaksanaan Pemilu.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak D. Ali Badjri, Drs., MM.Sebagai
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila jugakepada seluruh pihak yang telah
terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Kamimenyadari bahwa makalahini masih jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
juga menjadi pembelajaran bagi kami pada tugas yang akan datang.

Sumedang, Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang......................................................................................................1
I.2 Rumusan Masalah ................................................................................................2
I.3 Tujuan...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
II.1 Bagaimana Etika Penyelenggara Pemilu? ...................................................3
II.2 Seperti Apa Kode Etik Penyelenggara?.......................................................3
II.3 Bagaimana Kreadinilitas Dan Intrgritas Pemilu? .......................................4
II.4 Bagaimana Jika Pelaksanaan Pemilu Tanpa Dibarengi Etika Politik? .......4
II.5 Apa Saja Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pemilu?..................5
II.6 Bagaimana Oknum Yang Melanggar Asas Pemilu (LUBERJURDIL)? ....9
II.7 Apa Yang Menjadikan Kecurangan Pemilu Yang Lebih Rentan Terjadi Di
Desa-Desa ( Seperti Penekanan/Penguasaan Sekelompok Orang)?.............10
II.8 Bagaimana Jika Tidak Adanya Peranan Nilai-Nilai Pancasila Dalam
Pemilu? .........................................................................................................12
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan........................................................................................................14
III.2 Saran...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................15

Ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang

Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya
tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan
tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga
negara terhadap negara, hukum berlaku dan lain sebagainya.
Etika merupakan pemikiran kritis yang mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral.Etika mengkaji bagaiman kita harus mengikuti ajaran moral
tertentu, atau bagaiman kita dapat mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan
dengan pelbagai ajaran moral.etika menjadi begitu penting dalam praktik kehidupan
berbangsa dan bernegara termasuk penyelenggaraan pemilu karena dengan adanya etika
maka tersisilah lancunae atau ruang kekosongan yang dianggap banyak orang seringkali
tercipta penegakan hukum yang lemah. Etika politik Pancasila adalah suatu proses
pengambilan keputusan dan kebijakan lainnya yang harus dijiwai oleh nilai-nilai
Pancasila, karena Pancasila mempunyai nilai yang sangat fundamental sebagai dasar
falsafah Bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945. Oleh karena
itu, setiap warga Negara dan penyelenggara Negara harus mempelajari, memahami,
menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala bidang kehidupan berbangsa
bernegara dan bermasyarakat, karena Pancasila merupakan suatu landasan moral etik
dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Standar perilaku ideal dalam praktik etika politik bernegara, filsafat politik
Pancasila harus menjadi pedoman rujukan nilai-nilai kepemiluan agar dalam
penyelenggaraan, peran dan fungsi penyelenggara pemilu diharapkan dapat menjalankan
tugas dan fungsi berdasarkan standar norma peraturan perundang-undangan kepemiluan
yang sudah dibuat. Standar itulah yang dituangkan dalam bentuk kode etik
penyelenggara pemilu sebagai pengejewantahan dari perintah norma tertinggi yakni
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang
Etika Kehidupan Berbangsa. Etika penyelenggara pemilu dimaksudkan sebagai
penguatan etika politik dalam rangka mewujudkan proses pelaksanaan tahapan pemilu
berdasarkan nilai-nilai politik bangsa yakni filsafat politik Pancasila, dan kode etik
penyelenggara pemilu yang sudah dirumuskan berdasarkan spirit filsafat Pancasila, nilai-
nilai dalam UUD 1945, dan TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa.
Nilai – nilai Pancasila harus di terapkan dalam berdemokrasi salah satu
contohnya yaitu pemilihan umum (pemilu) yaitu sebgai sarana perwujudan kedaulatan
rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila
dan UUDN RI, dengan maksud untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota
DPR, DPD, DPRD, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah, yang mampu
mencerminkan nilai – nilai demokrasi yang dapat diperjuangkan aspirasi rakyat.
Penyelenggara Pemilu, memiliki tugas penting dalam menjaga jalannya
demokrasi di Indonesia. Setiap langkah dan tindakan harus senantiasa berpedoman pada
1
aturan hukum dan kode etik yang berlaku.Hal ini diperlukan agar langkah dan tindakan
Penyelenggara dapat dipertanggungjawabkan.Netralitas Penyelenggara perlu ditegaskan,
mengingat masyarakat sangat mengharapkan terselenggaranya Pemilu yang aman,
nyaman, damai tanpa ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Di Indonesia masih banyak terlihat kejadian / kasus pelanggaran etika dalam
PEMILU( pemilihan umum). Maka dari itu kami akan membahas lebih dalam mengenai
etika politik dalam pemilu merupakan pelaksanaan pancasila.

I.2. Rumusan Masalah

I.1 Bagaimana etika penyelenggara pemilu?

I.2 Seperti apa kode etik penyelenggara?

I.3 Bagaimana kreadinilitas dan intrgritas pemilu?

I.4 Bagaimana jika Pelaksanaan Pemilu Tanpa Dibarengi Etika Politik?

I.5 Apa saja Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pemilu?

I.6 Bagaimana Oknum Yang Melanggar Asas Pemilu (LUBERJURDIL)?

I.7 Apa yang menjadikan Kecurangan Pemilu Yang Lebih Rentan Terjadi Di Desa-
Desa ( Seperti Penekanan/Penguasaan Sekelompok Orang)?
I.8 Bagaimana jika Tidak Adanya Peranan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pemilu?

I.3. Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami mengenai “Dengan Ber-Etika Politik Dalam
Pemilihan Umum (Pemilu) Merupakan Pelaksanaan Nilai-Nilai Pancasila”
I.3.2 Tujuan Pembahasan
a. Untuk mengetahui Bagaimana etika penyelenggara pemilu?

b. Untuk mengetahui Seperti apa kode etik penyelenggara?

c. Untuk mengetahui Bagaimana kreadinilitas dan intrgritas pemilu?

d. Untuk mengetahui Bagaimana jika Pelaksanaan Pemilu Tanpa Dibarengi Etika


Politik ?

e. Untuk mengetahui Apa saja Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam


Pemilu?

f. Untuk mengetahui Bagaimana Oknum Yang Melanggar Asas Pemilu


(LUBERJURDIL) dan penyebab nya?

g. Untuk mengetahui Apa yang menjadikan Kecurangan Pemilu Yang Lebih


Rentan Terjadi Di Desa-Desa ( SepertiPenekanan/Penguasaan Sekelompok
Orang)?
h. Untuk mengetahui Bagaimana jika Tidak Adanya Peranan Nilai-Nilai Pancasila
Dalam Pemilu?

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. ETIKA PENYELENGGARA PEMILU

Pelaksanaan Pemilu di Indonesia beberapa tahun belakangan ini diwarnai oleh


etika sebagai pedoman perilaku (code of conduct) para penyelenggaranya.Yang
dimaksud disini tentu saja etika sebagai pedoman praktis.Jimly Asshiddiqie
memperkenalkan istilah “rule of ethics” untuk mengungkapkan peranan etika ini di
samping aturan hukum positif (rule of law) yang ada.

Etika Penyelenggara Pemilu secara sempit atau praktis berkaitan dengan


ketaatan terhadap kode etik, sedangkan secara luas berkaitan dengan integritas Pemilu
atau prinsip-prinsip Pemilu berintegritas. Menurut Ketua DKPP Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, S.H. (2013), etika Penyelenggara sangat penting karena salah satu ciri
demokrasi substansial adalah adanya keteraturan. Karena itulah, diperlukan
keteraturan hukum maupun etika.Inilah percobaan besar untuk memperkenalkan rule
of law dan rule of ethic dalam mengembangkan sistem demokrasi. Keseimbangan rule
of law dan rule of ethic akan menghasilkan kesejahteraan kolektif kita sebagai bangsa.
Sehingga kemanfaatan dari demokrasi bisa dinikmati bersama, melaluhi kebebasan,
keadilan, kesejahteraan dan kerukunan. Jika berhasil dengan proyek etika, maka akan
melengkapi sistem aturan hukum yang telah kita miliki.

II.2. KODE ETIK PENYELENGGARA


Kode Etik Penyelenggara Pemilu dituangkan dalam bentuk Peraturan Bersama
KPU, Bawaslu, dan DKPP. Hal ini karena kode etik disusun berdasarkan kesadaran
internal para penyelenggara Pemilu yang mengikatkan diri secara sukarela (voluntary
norms imposed from within the consciousness of the subjects). Kode etik membuat
Penyelenggara Pemilu secara langsung terikat terhadap aturan-aturan tentang etika
dan moral dalam kepemiluan, dan melekat selama 24 jam setiap harinya. Seluruh
norma dan etika yang sudah diatur dalam peraturan merupakan batasan yang wajib
dipenuhi, tidak ada unsur politik didalamnya, tidak ada keragu-raguan dalam
pelaksanaannya, dan yang dianggap baik secara aturan berarti memang baik untuk
diterapkan dan yang kurang baik dalam peraturan haruslah tidak dijalankan.
Bila asas-asas kode etik dapat dipedomani dan dapat menghasilkan Pemilu
yang baik, kepercayaan masyarakat terhadap hasil suatu Pemilu menjadi tinggi,
sehingga legitimasi yang didapatkan oleh pemerintah yang terbentuk menjadi baik
pula. Program-program yang dicanangkan pemerintah terpilih akan mendapat
dukungan dari masyarakat. Namun sebaliknya jika penyelenggara tidak mampu
bekerja dan berpegang teguh pada prinsip kode etik termasuk di dalamnya integritas
dan kejujuran maka penyelenggara Pemilu juga turut andil melahirkan pemimpin
negeri ini yang tidak berkualitas.

II.3. KREDIBILITAS DAN INTEGRITAS DALAM PEMILU

Dalam suatu proses Pemilu, mekanisme demokrasi bisa sangat mengecewakan


hasilnya mengingat tidak meratanya tingkat pendidikan masyarakat, ditambah dengan
elite politik yang hanya memikirkan diri sendiri atau kelompoknya hingga
dikhawatirkan terjadinya suatu manipulasi. Untuk mengantisipasinya, setiap
Penyelenggara Pemilu dituntut untuk memiliki kredibilitas yang terpercaya di
hadapan rakyat. Penyelenggara Pemilu juga harus menghindari pelanggaran dalam
suatu pemilihan seperti vote trading, vote buying atau bribery, electoral fraud,
electoral corruption, kelalaian, ceroboh, kekurangan sumber daya, kelelahan, atau
ketidakmampuan. Namun, pada titik ini, akan muncul apa yang disebut dengan dilema
etik di mana Penyelenggara tidak hanya wajib taat asas atau berperilaku “hitam-putih”
namun juga mengalami pilihan-pilihan dilematis untuk menentukan mana yang harus
dipilih dan tidak dipilih. Bagaimana pun dilematisnya pilihan yang dihadapi oleh
Penyelenggara, mereka wajib dan harus menegakkan aturan dengan tegas tanpa
kompromi.Ajaran etika dan moral tidak boleh lentur, wajib dan harus ditegakkan
dengan kaku. Bayangkan apa yang akan terjadi jika kode etik yang harus dipatuhi
Penyelenggara dijalankan secara “abu-abu”. Penyelewengan tersebut tentunya akan
menihilkan bukan saja nilai-nilai etika dan moral politik Penyelenggara, bahkan
menihilkan nilai-nilai etika dan moral politik suatu bangsa, karena titik awal dan
ujung tombak sebuah Pemilu terdapat pada penyelenggara-nya.

II.4. Pelaksanaa Pemilu Tanpa Dibarengi Oleh Etika Politik

Etika politik yang sesuai dengan konsep demokrasi adalah etika yang


berdasarkan Pancasila.Asas demokrasi tersebut terdapat pada pancasila sila keempat
yang menjunjung tinggi kerakyatan sebagai contoh perwujudan demokrasi di
lingkungan bangsa dan negara.
Standar perilaku ideal dalam praktik etika politik bernegara, yaitu Pancasila,
UUD 1945, dan TAP MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa
haruslah menjadi rujukan utama nilai-nilai kepemiluan agar penyelenggara pemilu
dapat menjalankan tugas dan fungsi berdasarkan standar norma regulasi yang
ada.Pelaksanaan Pemilu di Indonesia beberapa tahun belakangan ini diwarnai oleh
etika sebagai pedoman perilaku (code of conduct) para penyelenggaranya. Yang
dimaksud disini tentu saja etika sebagai pedoman praktis. Jimly Asshiddiqie
memperkenalkan istilah “rule of ethics” untuk mengungkapkan peranan etika ini di
samping aturan hukum positif (rule of law) yang ada.Etika Penyelenggara Pemilu
secara sempit atau praktis berkaitan dengan ketaatan terhadap kode etik, sedangkan
secara luas berkaitan dengan integritas Pemilu atau prinsip-prinsip Pemilu
berintegritas. Menurut Ketua DKPP Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. (2013), etika
Penyelenggara sangat penting karena salah satu ciri demokrasi substansial adalah
adanya keteraturan. Karena itulah, diperlukan keteraturan hukum maupun etika.Inilah
percobaan besar untuk memperkenalkan rule of law dan rule of ethic dalam
4
mengembangkan sistem demokrasi. Keseimbangan rule of law dan rule of ethic akan
menghasilkan kesejahteraan kolektif kita sebagai bangsa. Sehingga kemanfaatan dari
demokrasi bisa dinikmati bersama, melalui kebebasan, keadilan, kesejahteraan dan
kerukunan. Jika berhasil dengan proyek etika, maka akan melengkapi sistem aturan
hukum yang telah kita miliki.
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk
mengatur sistem penyelenggaraan negara. Bayangkan apabila dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi guidance atau tuntunan bagi
para penyelenggara negara, niscaya negara akan hancur.
Contoh penerapan etika politik Pancasila
Contoh kasusnya dapat kita temukan dalam kegiatan kampanye yang
(harusnya) sesuai dengan etika Pancasila.  Dalam kampanye, orang-orang dapat
menjalankan dengan caranya, akan tetapi harus tetap dengan memegang prinsip
sebagai berikut:

 Berkampanye dengan tetap mengusung nilai-nilai kemanusiaan, contohnya dengan


tetap menjaga keamanan pihak lain, tidak merugikan orang lain, dan menjaga
hubungan baik dengan sesama agar tetap harmonis, sehingga bentrokan tidak akan
pernah terjadi. Hal ini berdasarkan pada sila ke-3.
 Peraturan dalam kegiatan berkampanye harus dipatuhi, sebab dengan menaati
ketentuan berarti memberi keselamatan bagi diri kita semua. Hal tersebut
berdasarkan pada sila ke-4.
 Pemilu dan kampanye memiliki tujuan akhir kemakmuran dan kesejahteraan hidup
bersama. Oleh sebab itu, sebaiknya hindari hal-hal yang menjadi penghambat
usaha-usaha menuju kesejahteraan bersama. Langkah tersebut berdasarkan sila ke-
5.
 Dengan menyadari bahwa semua perbuatan yang tidak baik dengan
mengatasnamakan Pemilu atau kampanye tidak akan lepas dari pengawasan Tuhan
Yang Maha Esa. Hal ini didasarkan pada sila ke-1.
 Permasalahan inti politik tentu saja tidak terbatas pada masalah kekuasaan. Namun,
politik ialah tentang seperangkat keyakinan dalam kehidupan bermasyarakat, juga
berbangsa dan bernegara yang diperjuangkan oleh orang-orang yang meyakininya.
Demikian adalah pengertian “politik” secara ilmiah. Adapun pengertian “politik”
secara non-ilmiah yaitu yang memiliki prinsip perjuangan demi memenangkan
kekuasaan. Bahkan cenderung mengabaikan nilai kemanusiaan, sehingga
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
II.5. Penyimpangan Nilai – Nilai Pancasila Dalam Pemilu
Penyimpangan adalah segala bentuk perilaku yang tidak menyesuaikan diri
dengan kehendak hukum yang berlaku. Dengan kata lain, penyimpangan adalah
tindakan atau perilaku yang tidak sesuai dengan norma, nilai, dan hukum yang
dianut dalam lingkungan baik lingkungan masyarakat maupun negara.
Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau kelompok tidak mematuhi norma, nilai
dan hukum yang berlaku.

PEMILU sebagai sarana penyaluran aspirasi demokrasi bagi masyarakat


Indonesia untuk menentukan partai serta golongan orang-orang yang pantas duduk di
posisi pemerintahan memiliki peran yang sangat penting dalam sistem pemerintahan.
Naasnya Pemilu yang seharusnya menjadi ladang apresiasi masyarakat Indonesia
justru malah dijadikan ladang siasat politik bagi orang-orang tertentu untuk mencapai
tujuan mereka sendiri. Asas  LUBe-JuRDil rasanya hanyalah kiasan lama ditelinga
masyarakat Indonesia, bagaimana tidak masyarakat era sekarang hanya sedikit yang
sadar akan norma hukum.
Bagi masyarakat awam sendiri berpartisipasi dalam Pemilu hanyalah symbol
untuk menggugurkan kewajiban memilih dengan tanpa mencari informasi tentang
siapa calon dan tokoh yang akan mewakili mereka dalam menyampaikan apresiasi Di
lingkungan pemerintahan. Semboyan yang mereka gunakan pun cukup simple
"asalkan beragama Islam dan berpendidikan Tinggi pasti mampu menjadi pemimpin".
Apalagi jika uang sudah berbicara maka keinginan untuk menempati pososi yang
diincarpun seakan di depan mata.

Praktik Pemilu di Indonesia dewasa ini telah dinodai oleh Oknum Politisi yang
hanya menggunakan Pemilu sebagai thoriq untuk mencapai kekuasaan di posisi
Pemerintahan, menaikkan status sosial, juga menambah aset materi.  Anda saja sila-
sila yang terdapat dalam Pancasila dapat diterapkan secara maksimal di Pemilu
mungkin bangsa ini akan lebih maju dan terlihat berwibawa di mata Negara-negara
tetangga.
Kurangnya kesadaran pengimplementasian nilai pancasila dalam kehidupan
masyarakat juga membuat ideology pancasila tersisihkan.Penyimpangan terhadap
nilai pancasila masih sering terjadi di dalam kehidupan bernegara dan tidak
mencerminkan sikap yang sesuai pancasila.

Seperti misalahnya 5 Contoh Kasus Pelanggaran Pemilu yang masih marak terjadi di
Indonesia:

1. Money Politik
Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji
menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk
memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat
pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang.Politik
uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye.Politik uang umumnya
dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari
H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian
berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat
dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan
suaranya untuk partai yang bersangkutan.
Politik uang sendiri merupakan salah satu bentuk pelanggaran dalam
kampanye seperti dalam fungsi hukum menurut ahli . Hal tersebut tertuang jelas
dalam Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:
6
“Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-
undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang
itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan
haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling
lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap
berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.” 

2. Penggelembungan Suara
Penggelembungan suara juga merupakan sebuah contoh kasus dalam
pelanggarn pemilu sebagaimana tujuan hukum acara pidana .Hal ini tentu masih
marak terjadi sebagai upaya curang untuk memenangkan satu kandidat
tertentu.Misalnya saja yang terbaru ini terjadi pada Pilbub Jombang Tahun
2018.Dimana KPU Kabupaten Jombang memutuskan untuk menggelar coblosan
ulang di TPS 1 Desa Tambar, Kecamatan Jogoroto. Coblosan ulang digelar
menyusul adanya penggelembungan suara Pilbup Jombang 2018 di TPS tersebut.
Coblosan sendiri, lanjut Djafar, akan digelar di TPS 1 Desa Tambar pada
Minggu (1/7/2018) mulai pukul 07.00 WIB. Dia memastikan tak ada kendala
anggaran untuk PSU di satu TPS tersebut. Bahkan surat suara untuk coblosan
ulang di TPS 1 Desa Tambar telah dicetak sesuai jumlah daftar pemilih tetap
(DPT). Hari ini pihaknya melakukan persiapan akhir untuk pelakasanaan
coblosan.Penggelembungan suara di TPS 1 Desa Tambar hanya terjadi pada
Pilbup Jombang.Daftar pemilih tetap (DPT) di TPS 1 Desa Tambar sebanyak 497
orang.
Dari jumlah itu, 308 orang datang ke TPS untuk menggunakan hak
pilihnya. Namun saat dilakukan penghitungan pada Rabu (27/6), jumlah surat
suara yang sudah dicoblos di dalam kotak suara Pilbup Jombang sebanyak 333
lembar. Terdiri dari 148 surat suara memilih pasangan nomor urut 1 Mundjidah
Wahab-Sumrambah, 115 suara pasangan nomor urut 2 Nyono Suharli-Subaidi
Muchtar. Sebanyak 36 suara untuk pasangan nomor urut 3 Syafiin-Choirul Anam,
serta 34 suara tidak sah. Artinya, terdapat 25 surat suara yang sengaja
ditambahkan di dalam kotak tersebut.

3. Teror Kepada Pemilih Untuk Memilih Kandidat Tertentu


Salah satu bentuk pelanggaran pemilu yang berikutnya adalah adanya
teror yang dilakukan oleh pihak tertentu kepada para pemilih agar memilih satu
kandidat dalam pemilu. Tentunya hal ini meupakan bentuk pelanggaran terhadap
undang undang diaman setia[p pemilih berhak memilih kandidat pilihan sesuai
hati nuraninya. Namun pada faktanya masih kerap ditemui kejadian dilapangan
dimana marak terjadi tindakan teror.Hal ini masih kerap ditemui pada daerah
daerah di pelosok yang masih jauh dari pengawasan, serta juga biasanya
dilakukan pada masyarakat yang tidak paham hukum dan juga takut melaporkan
hal ini.
Sejatinya, penyelenggaraan Pemilu berdasarkan UU No. 15 Tahun 2011
disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa Pemilihan Umum adalah sarana
7
pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Adanya pengertian yang demikian ini sesungguhnya juga harus
dimaknai bahwa pelaksanaan pemilihan umum di Indonesia bukan hanya
kongritisasi dari kedaulatan rakyat (langsung, umum, bebas, dan rahasia), tetapi
lebih dari itu yaitu menghendaki adanya suatu bentuk pemerintahan yang
demokratis yang ditentukan secara jujur dan adil.

4. Pemalsuan Dokumen Pemilihan


Bentuk pelanggaran lainnya yang tidak luput dan masih terjadi pada
penyelenggaraan pemilu adalah adanya tindakan pemalsuan dokumen
pemilih.Sehingga hal ini memungkinkan pihak pihak tertentu menyalahgunakan
dokumen sebagai upaya untuk memberikan suara pada satu kandidat tertentu
sebagaimana fungsi hukum administrasi negara .Kasus ini tentunya dapat terjadi
karena adanya kerjasama yang dilakukan oleh berbagai pihak.bahkan pihak KPU
yang harusnya bersikap netral dapat secara terang terangan mendukung salah satu
calon yang mencalonkan diri. Tentu saja hal ini sangat mencoreng citra
demokrasi yang harusnya berlangsung dengan Langsung, Umum, Bebas dan
Rahasia.

5. Penyalahgunaan Jabatan
Tidak sedikit kasus pelanggaran pemilu yang bersumber dari adanya
penyalahgunaan jabatan sebagaimana tujuan hukum acara pidana .Biasanya hal ini
terjadi pada mereka yang bekerja baik dipemerintahan atau swasta. Atsan akan
memberi penekanan kepada bawahan merekan diharuskan untuk memilih satu
calon. Tentunya akan ada konsekuensi yang diberikan kepada mereka yang
membangkan atau juga memiliki pilihan lain diluar calon yang didukung oleh
atasan. Konsekuensinya seperti skorsing, mutasi hingga bahkan pemecatan, tentu
saja hal ini sudah sangat keterlaluan dan melanggar hak pilih masing masing orang.
Selain contoh kasus pemilu yang masih marak terjadi, adapula jenis-jenis
pelanggaran pemilu berdasarkan Undang-Undang:
1. Pelanggaran Kode Etik
Pasal 251 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum
Anggota DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan:
“Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu adalah pelanggaran terhadap
etika penyelenggara Pemilu yang berpedomankan sumpah dan/atau janji
sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu”.
2. Tindak Pidana Pemilu
Pasal 260 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan :
“Tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau
kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini”
8
3. Pelanggaran Administrasi Pemilu
Pasal 253 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan :
“Pelanggaran administrasi Pemilu adalah pelanggaran yang meliputi tata
cara, prosedur, dan mekanisme yang berkaitan dengan administrasi
pelaksanaan? Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar
tindak pidana Pemilu dan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu”.
4. Sengketa Pemilu
Pasal 257 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan :
“Sengketa Pemilu adalah sengketa yang terjadi antar peserta Pemilu dan
sengketa Peserta Pemilu degan penyelenggara Pemilu sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota”.
5. Sengketa TUN Pemilu
Pasal 268 UU No. 8 Tahun 2012 menyebutkan:
“Sengketa tata usaha negara Pemilu adalah sengketa yang timbul dalam
bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD
Provinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon Peserta Pemilu
dengan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota”.
6. Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU)
Pasal 271 ayat (1) UU No. 8 Tahun2012 menyebutkan:
“Perselisihan hasil Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan Peserta
Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional”.

II.6. Oknum Yang Melanggar Asas Pemilu ( Luber Jurdil )

Melalui Undang-Undang Pemilihan Umum (Pemilu) No. 7 tahun 2017


bahwa Pemilu dilaksanakan dengan menjunjung tinggi asas Luber dan jurdil
(Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil).Masing-masing asas yang
ditetapkan ini memiliki makna penting untuk mencapai kematangan demokrasi di
negeri ini.
Terselenggaranya pemilu secara demokratis menjadi dambaan setiap warga
negara Indonesia.Pelaksanaan pemilu dikatakan berjalan secara demokratis apabila
setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat menyalurkan
pilihannya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Setiap pemilih
hanya menggunakan hak pilihnya satu kali dan mempunyai nilai yang sama, yaitu
satu suara. Hal ini yang sering disebut dengan prinsip one person, one vote, one
value (opovov).
Yang dimaksud dengan pemilu yang bersifat langsung adalah rakyat sebagai
pemilih berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan
kehendak hati nuraninya tanpa perantara.Warga negara yang memenuhi persyaratan
sebagai pemilih berhak mengikuti pemilu dan memberikan suaranya secara
langsung. Sedangkan pemilu yang bersifat umum mengandung makna terjaminnya
kesempatan yang sama bagi semua warga Negara yang mempunyai hak memilih dan
dipilih, tanpa diskriminasi. Pemilu yang bersifat bebas berarti bahwa setiap warga
9
negara yang berhak memilih bebas untuk menentukan pilihannya tanpa tekanan dan
paksaan dari siapa pun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin 
keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan
kepentingannya. Pemilu yang bersifat rahasia berarti bahwa dalam memberikan
suaranya, pemilih dijamin pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan
dengan jalan apa pun. Pemilu yang bersifat jujur, berarti pelaksanaan pemilu
dilakukan secara benar dan tidak menyimpang. Sedangkan pemilu besifat adil,
maksudnya semua peserta pemilu diperlakukan sama tanpa dibedakan dan tanpa
yang dirugikan.
Selanjutnya, pemilu diselenggarakan oleh penyelenggara pemilu yang
mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas yang dilaksanakan secara
lebih berkualitas, sistematis, legitimate, dan akuntabel dengan partisipasi masyarakat
seluas-luasnya. Penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas
pemilu, pemantau pemilu, pemilih, dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan
bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemilih dan peserta
pemilu mendapat perlakuan yang sama dan bebas dari kecurangan atau perlakuan
yang tidak adil dari pihak mana pun. Pemilu harus dilaksanakan secara lebih
berkualitas agar lebih menjamin kompetisi yang sehat, partisipatif, mempunyai
derajat keterwakilan yang lebih tinggi, dan memiliki mekanisme
pertanggungjawaban yang jelas.
Adapun contoh dari pelanggaran Asas Pemilu salah satunya adalah
“golongan putih (golput)”. Seperti yang di lansir di halaman kompas.com:
"Pemilih di Satu Desa Golput, Jangan Main-main dengan Aspirasi Rakyat"
Sabtu, 12 Desember 2020 | 13:29 WIB
 
 KOMPAS.com - Fenomena golput serempak terjadi di Desa Matabondu,
Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara
(Sultra).Seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (11/12/2020), sebanyak 250
pemilih di desa tersebut kompak untuk golput atau tidak menggunakan hak pilihnya
pada Pilkada Serentak 2020.

II.7. Kecurangan Pemilu Yang Lebih Terjadi Di Desa-Desa ( Seperti


Penekanan/Penguasaan Sekelompok Orang)
Etika politik erat kaitannya dengan sikap, nilai, maupun moral yang pada dasar
fundamentalnya hanya dimiliki oleh manusia. Dasar tersebut yang kemudian akan
10
lebih menguatkan bahwa etika politik senantiasa didasarkan pada manusia sebagai
mahluk yang beradab dan berbudaya.Sebuah penyimpangan etika politik pada
hakikatnya bisa kita jumpai didalam hidup dan kehidupan bernegara dalam hal ini
penerapan politik praktis di lapangan.
Kecurangan pemilu di desa – desa didasari atas kurangnya edukasi masyrakat
mengenai pentingan votingan suara pemilihan, karena satu suara yang kita pilih
menetukan pemerintah negara Indonesia kedepannya.Selain kurang nya edukasi
kurangnya kesadaran pengimplementasian nilai pancasila dalam kehidupan
masyarakat juga membuat ideology pancasila tersisihkan. Penyimpangan terhadap
nilai pancasila masih sering terjadi di dalam kehidupan bernegara dan tidak
mencerminkan sikap yang sesuai pancasila.

Contoh kasus penekanan dalam pemilu, seperti dalam sumber beritasatu.com pemilu
tanpa tekanan.
“Pemilu Tanpa Tekanan”
Aksi pembakaran kendaraan di Jawa Tengah (Jateng) sudah masuk dalam
kategori teror.Tindakan itu telah meresahkan masyarakat, khususnya di Jateng,
terutama menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Jika tidak diusut
tuntas dan ditemukan pelakunya, aksi teror pembakaran mobil bisa meluas ke daerah
lain.
Tanpa pengungkapan kasus secara tuntas, aksi pembakaran mobil dan sepeda
motor menjelang pemilu bisa dianggap sebagai bentuk intimidasi terhadap warga
menjelang pemilu. Apalagi, aksi itu terjadi di daerah yang merupakan basis dukungan
partai atau pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.Jangan sampai
aksi itu membuat warga takut untuk datang ke tempat-tempat pemungutan suara pada
17 April nanti.
Aksi pembakaran kendaraan di Jateng sudah terjadi selama lebih dari dua pekan. Aksi
yang bersifat sporadis itu cukup membuat khawatir warga di sana. Hingga kini, polisi
mencatat sedikitnya ada 30 kendaraan yang dibakar.Tentu dengan aksi yang masif
seperti itu sulit bagi kita untuk mengatakan bahwa peristiwa itu merupakan sebuah
kecelakaan.Pasti ada faktor kesengajaan.
Polda Jateng mencatat, ada 28 tempat kejadian perkara pembakaran.Total ada
30 kendaraan yang dibakar, yang terdiri atas 20 mobil dan sisanya motor. Modusnya
juga semua sama, yakni membakar antara pukul 02.00 WIB hingga 05.00 WIB dini
hari. Bahan yang digunakan untuk membakar kendaraan-kendaraan itu juga sama,
yakni menggunakan botol berisi bensin, korek kayu, dan kain. Lokasinya
tersebar.Semula terjadi di Kendal pada 23 Januari lalu, kemudian merambat ke
Semarang, Ungaran, hingga Grobogan.
Pihak Polda Jawa Tengah mengakui bahwa kasus pembakaran kendaraan di
Kota Semarang dan sekitarnya itu belum terpecahkan.Polisi mengakui kesulitan untuk
menemukan saksi-saksi dan bukti.Kamera pengawas yang sempat merekam sejumlah
kejadian, juga tidak jelas menunjukkan ciri-ciri pelaku. Meski demikian, polisi akan
terus bekerja untuk mengungkap pelaku. Bahkan, disebutkan, 2/3 kekuatan polisi di
Jateng dikerahkan untuk mengungkap kasus tersebut.
11
Meski belum bisa memastikan bahwa aksi itu terkait dengan pemilu, polisi
mengakui bahwa pembakaran mobil dan sepeda motor itu ditujukan untuk menakuti
masyarakat. Apalagi, polisi sama sekali tidak menemukan motif ekonomi atau
dendam pribadi dari aksi itu.
Kita tentu mengapresiasi kerja keras jajaran Polri untuk mengungkap kasus ini
secara tuntas.Kita berharap agar pelaku, bahkan otak di balik kejadian-kejadian itu,
dapat diungkap dan ditangkap. Kita ingin pelaku dapat dihukum dengan seberat-
beratnya agar menjadi pembelajaran dan tidak menyebar ke daerah lain.
Kita tentu yakin bahwa aparat keamanan, khususnya Polri, mampu menjaga
situasi nasional dengan baik menjelang pemilu 17 April nanti.Situasi keamanan yang
kondusif sangat diperlukan agar rakyat bisa memilih pemimpin-pemimpin mereka, di
eksekutif maupun legislatif, dengan tenang dan aman.Koordinasi aparat keamanan,
termasuk dengan TNI dan intelijen, sangat dibutuhkan untuk menjaga situasi
keamanan itu.
Di sisi lain, peran partai politik, elite, kader partai, dan para politisi juga sangat
penting. Jangan sampai mereka menggunakan cara-cara yang tidak terpuji, dengan
menakuti rakyat untuk menggunakan hak pilih nanti.Kekhawatiran adanya upaya
untuk menakuti pemilih itu telah disampaikan secara langsung oleh Ketua Umum
DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri.
Megawati mengaku khawatir dengan situasi menjelang pemilu saat
ini.Menjelang Pilpres 2019, Megawati melihat ada upaya untuk menakut-nakuti
pemilih datang ke TPS dan memilih Joko Widodo (Jokowi) sebagai presiden.Meski
tidak menyebut peristiwanya, pernyataan Megawati itu mengarah pada peristiwa
pembakaran kendaraan di Jateng. Pasalnya, selama ini Jateng dikenal sebagai basis
massa pendukung PDI-P dan tentunya capres yang diusung, Jokowi.
Kita tentu berharap agar kekhawatiran Megawati itu tidak terbukti. Undang-
Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu dengan tegas menyatakan bahwa
pemilu wajib menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil. Sanksi tegas juga diatur bagi setiap orang yang melanggar
prinsip-pinsip pemilu tersebut.Prinsip ini sangat penting untuk diterapkan oleh seluruh
pihak yang berkepentingan dalam pemilu, mulai dari rakyat umum, pemilih, peserta
pemilu, penyelenggara pemilu, aparat keamanan, hingga partai politik.
Prinsip itu menegaskan bahwa tidak boleh ada intimidasi atau ancaman kepada
pemilih untuk tidak memilih calon tertentu, termasuk untuk takut menggunakan hak
pilihnya.Kita ingin agar masyarakat tidak takut terhadap aksi-aksi teror seperti
itu.Keberanian masyarakat menjadi senjata ampuh untuk melawan teror.
Kita harus bersama-sama menjamin bahwa nanti masyarakat pemilih datang ke
tempat pemungutan suara (TPS) dengan riang gembira, tanpa ada rasa takut, dan bisa
memilih pemimpin sesuai dengan harapan-harapannya.Kita harus menyadari bahwa
persatuan dan kesatuan bangsa jauh lebih penting untuk dipertahankan.

II.8. Tidak Adanya Peranan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Pemilu


Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum di Indonesia.Lahir
dari akar sejarah budaya bangsa, pancasila tak dapat dipungkiri, mengandung nilai-
12
nilai luhur universal yang menjadi pedoman bagi kehidupan berbangsa. Sebagai dasar
negara, Pancasila memiliki 5 sila atau dasar yang perlu diperhatikan dengan
seksama.Sila pertama mempercayai bahwa negara Indonesia terdiri dari beragam
agama yang seharusnya saling toleransi.Hal ini penting bagi masyarakat yang
memilih.
Setiap orang mempunyai hak pilih, sehingga mereka dapat memilih sesuai
dengan pilihan mereka.Tidak melihat dari suku ras budaya dan agama.Tetapi benar-
benar melihat dari kualitas seorang pemimpin yang mempunya hati untuk melayani
Indonesia.
Pancasila sangat penting bagi setiap warga Indonesia, apalagi dalam hal
pemilu ini.Orang yang menggunakan hak pilihnya dengan berdasarkan Pancasila itu
sangat berbeda pola pikirnnya dengan orang yang tidak mengenali Pancasila sebelum
mencoblos.Hal ini bisa dilihat dari ekspresi warga Indonesia yang setelah
memilih.Ada beberapa warga Indonesia di masa-masa pemilihan sampai
pengumuman ini selalu menyebarkan hal-hal yang kurang bisa diterima oleh banyak
orang. Misalnya, mengucilkan kandidat lain dan mengabarkan hal yang tidak sesuai
dengan kebenarannya.
Sangat banyak hal yang terjadi di Indonesia selama pemilihan ini.Olehnya itu
sebagai seorang mahasiswa yang belajar tentang Pancasila, saya benar-benar ingin
agar setiap warga negara menyadari adanya Pancasila yang telah disepakati untuk
menjadi cerminan bangsa.
Setiap warga menginginkan kesejahteraan dalam hidup.Namun, kenyataannya
ada banyak masalah dalam negara kita.Kita tidak bisa menyalahkan negara untuk hal
ini.Tetapi kita sendiri yang harus mengubah pola pikir kita.Mari lestarikan Pancasila
melalui pemilihan yang kita lakukan saat ini.lalu berdoalah agar setiap hal yang kita
lakukan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

13
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sebagai dasar negara dan ideologi
Negara, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila itu dijdikan dasar
dan pedoman dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia di Indonesia dalam
hubungannya dengan tuhan masyarakat dan alam semesta. Etika politik adalah praktik
pemberian nilai terhadap tindakan politik dengan berlandaskan kepada etika
Sebagai warga negara yang hidup di Negara demokrasi, kita memiliki hak yang
sama untuk pengambilan keputusan, salah satunya dalam pelaksanaaan pemilu. Nilai –
nilai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan negara
yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUDN RI, dengan maksud untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD, serta Kepala Daerah dan
Wakil Kepala daerah, yang mampu mencerminkan nilai – nilai demokrasi yang dapat
diperjuangkan aspirasi rakyat dengan tidak mengesampingkan etika politik dalam
pelaksanaan pemilu seperti tetap menjunjung tinggi azas pemilu yaitu
“LUBERJURDIL”.
III.2 Saran
Sebaiknya, dalam pelaksanaan pemilu pemerintah harus lebih selektif dalam
memilih anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), harus ada peraturan yang lebih
tegas untuk mengatur alur pelaksaan pemilu, juga harus ada sanksi yang berat bagi para
oknum yang melakukan penyelewengan maupun kecurangan dalam pemilu untuk
memberikan efek jera agar penyelewengan tersebut tidak terjadi lagi dikemudian hari
dan meminimalisir para pelaku kecurangan dalam pemilu.

14

DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/ittihad/article/view/1596#:~:text=Etika
%20politik%20Pancasila%20adalah%20suatu,yang%20tercantum%20dalam%20UUD
%201945

http://ejournal.undwi.ac.id/index.php/widyaaccarya/article/view/669/621

https://diy.kpu.go.id/web/pentingnya-etika-penyelenggara-pemilu/

https://diy.kpu.go.id/web/pentingnya-etika-penyelenggara-pemilu/

https://diy.kpu.go.id/web/pentingnya-etika-penyelenggara-pemilu/

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=507:peran-partai-politik-dalam-
penyelenggaraan-pemilu-yang-aspiratif-dan-demokratis&catid=100&Itemid=180

https://jamberita.com/read/2019/01/31/5947325/rahasia-asas-pemilu-yang-dilanggar-/

https://amp-kompas-
com.cdn.ampproject.org/v/s/amp.kompas.com/tren/read/2020/12/12/132900765/-
pemilih-di-satu-desa-golput-jangan-main-main-dengan-aspirasi-rakyat-?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16389539346683&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F
%2Fwww.kompas.com%2Ftren%2Fread%2F2020%2F12%2F12%2F132900765%2F-
pemilih-di-satu-desa-golput-jangan-main-main-dengan-aspirasi-rakyat-

https://www.beritasatu.com/tajuk/6293/pemilu-tanpa-tekanan

https://brainly.co.id/tugas/20806698

https://voi.id/berita/46327/etika-politik-pancasila-nilai-nilai-dan-contoh-penerapannya

https://www.doniliat.com/etika-politik-dan-pemilu-peran-dan-fungsi-dkpp-
mewujudkan-pemilu-berintegritas/

https://www.kompasiana.com/julitajui3785/5ce6bde76b07c552684e47a3/peran-
pancasila-dalam-hasil-pemilu-2019

15

Anda mungkin juga menyukai