Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA RINGAN


DI IGD RSUD RAA SOEWONDO PATI

DISUSUN OLEH :
1. BINTI MUSTHOLIHAH (18021316)
2. FATMASARI (18021331)
3. ICE CINTIANA (18021333)
4. SHELA AULIA (18021383)

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN GADAR KRITIS & KMB


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
TAHUN 2021
A. KONSEP DASAR CKR
1. Pengertian
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi
baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat
berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif
, psikososial, bersifat temporer atau permanen (Riskesdas,2013).
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab
utama kematian disabilitas pada usia muda. Penderita ceddera
kepala sering kali mengalami edema serebri yaitu akumulas
kelebihan cairan diintraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau
pendarahan intracranial yang mengakibatkan menningkatnya
tekanan inttrakranial. (Morton, 2012).
Cedera kepala adalah trauma kepala dengan GCS 15
(composmenthis) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh
pusing, nyeri kepala, hematoma abras dan laserasi (Mansjoer,
2009). Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala
adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat kongenital
ataupun degenerative, tetapi disebabkan oleh serangan atau
benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah
kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungs fisik.
Cedera kepala atau trauma kepala merupakan salah satu kasus
kematian terbanyak sampai saat ini, karena kepala merupakan
bagian terpenting dari manusia. Ringan parahnya cedera kepala
dapat mempengaruhi tingkat kesadaran dari pasien tresebut. Pada
dasarnya cedera kepala pada lalu lintas merupakan permasalahan
utama dalam lingkup kesehatan masyarakat dan penyebab utama
kematian dan cedera kepala diseluruh dunia. Penanganan yang
tepat dan adekuat mulai dari tempat kejadian, selama transportas ke

1
RS serta penanganan aal diruang gawat darurat sangat menentukan
perjalanan klinis pasien (Hadiharjono, 2015)

2. Anatomi Fisiologi

a. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu
Skin atau kulit, Connective tissue atau jaringan penyambung,
aponeurosis atau galea aponereutika, loose connective tissue
atau jaringan penunjang longgar dan pericranium. Kulit kepala
memiliki banyak pembuluh darah sehingga perdarahan akibat
liseran kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan
darah, terutama pada bayi dan anak- anak.
b. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani.
Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal,
parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio
temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat
melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3

2
fosa yaitu: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media
tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah
batang otak serebelum.
Struktur tulang yang menutupi dan melindungi otak, terdiri dari
tulang kranium dan tulang muka. Tulang kranium terdiri dari 3
lapisan: lapisan luar, diploe dan lapisan dalam. Lapisan luar
dan dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan diploe
merupakan struktur yang menyerupai busa. Lapisan dalam
membentuk rongga / fosa: fosa anterior (didalamnya terdapat
lobus frontalis), fosa tengah (berisi lobus temporalis,
parietalis, oksipitalis), fosa posterior (berisi otak tengah dan
sereblum)
c. Lapisan pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter, arakhnoid dan
piameter.
1) Durameter ( lapisan sebelah luar )
Selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan
ikat tebal dan kuat. Durameter ditempat tertentu
mengandung rongga yang mengalirkan darah vena ke
otak.
2) Arakhnoid (lapisan tengah)
Merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter membentuk sebuah kantong atau balon
berisi cairan otak yang meliputi susunan saraf sentral.
3) Piameter (lapisan sebelah dalam)
Merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan
jaringan otak, piameter berhubungan dengan araknoid
melalui struktur- struktur jaringan ikat yang disebut
trabekel (Ganong, 2002)

3
d. Otak

Gambar 2.2 : Otak

Otak terbagi menjadi 3 bagian utama, yaitu:


1) Sereblum
Sereblum merupakan bagian otak yang terbesar dan paling
menonjol. Disini terletak pusat-pusat saraf yang mengatur
semua kegiatan sensorik dan motorik, juga mengatur proses
penalaran, ingatan dan intelegensia. Sereblum dibagi menjadi
hemisfer kanan dan kiri oleh suatu lekuk atau celah dalam yang
disebut fisura longitudinalis mayor. Bagian luar hemisferium
serebri terdiri dari substansial grisea yang disebut sebagai
kortek serebri, terletak diatas substansial alba yang
merupakan bagian dalam (inti) hemisfer dan dinamakan pusat
medulla. Kedua hemisfer saling dihubungkan oleh suatu pita
serabut lebar yang disebut korpus kalosum. Di dalam
substansial alba tertanam masa substansial grisea yang disebut
ganglia basalis. Pusat aktifitas sensorik dan motorik pada
masingmasing hemisfer dirangkap dua, dan biasanya berkaitan
dengan bagian tubuh yang berlawanan. Hemisferium serebri
kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan hemisferium kiri
mengatur bagian tubuh sebelah kanan.

4
Konsep fungsional ini disebut pengendalian kontra lateral.
Setiap hemisfer dibagi dalam lobus dan terdiri dari 4, yaitu:
a) Lobus Frontalis : Kontrol motorik gerakan volunteer,
terutama fungsi bicara, kontrol berbagai emosi, moral
tingkah laku dan etika.
b) Lobus Temporal :Pendengaran, keseimbangan, emosi dan
memori.
c) Lobus Oksipitalis : Visual senter, mengenal objek.
d) Lobus Parietalis : Fungsi sensori umum, rasa
(pengecapan)

2) Otak tengah
3) Otak belakang
Suzanne C Smeltzer (2001), Nervus kranialis dapat terganggu
bila trauma kepala meluas sampai batang otak karna edema otak
atau pendarahan otak. Kerusakan nervus yaitu :
a) Nervus Alfaktorius ( Nervus Kranialis I )
Nervus alfaktorius menghantarkan bau menuju otak dan
kemudian diolah lebih lanjut. Dengan mata tertutup dan
pada saat yang sama satu lubang hidung ditutup,
penderita diminta membedakan zat aromatis lemah
seperti vanila, cau de cologne, dan cengkeh. Fungsi saraf
pembau.
b) Nervus Optikus (Nervus Kranialis II)
Nervus optikus menghantarkan impuls dari retina menuju
plasma optikum, kemudian melalui traktus optikus
menuju korteks oksipitalis untuk dikenali dan
diinterpretasikan. Fungsi: Bola mata untuk penglihatan.
c) Nervus Okulomotorius (Nervus Kranialis III)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot
penggerak bola mata). Fungsi sebagai penggerak bola
mata.

5
d) Nervus Troklearis (Nervus Kranialis IV)
Sifatnya motorik, fungsi memutar mata, sebagai
penggerak mata.
e) Nervus Trigeminus (Nervus Kranialis V)
Nervus Trigeminus membawa serabut motorik maupun
sensorik dengan memberikan persarafan ke otot
temporalis dan maseter, yang merupakan otot-otot
pengunyah.
Nervus trigeminus dibagi menjadi 3 cabang utama:
 Nervus oftalmikus sifatnya motorik dan sensorik.
Fungsi: Kulit kepala dan kelopak mata atas.
 Nervus maksilaris sifatnya sensorik. Fungsi :
Rahang atas, palatum dan hidung.
 Nervus mandibularis sifatnya motorik dan
sensorik. Fungsi : Rahang bawah dan lidah.
f) Nervus Abdusen (Nervus Kranialis VI)
Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital. Fungsi:
Sebagai saraf penggoyang bola mata.
g) Nervus Facialis (Nervus Nervus Kranialis VII)
Sifatnya motorik dan sensorik, saraf ini membawa serabut
sensorik yang menghantar pengecapan bagian anterior
lidan dan serabut motorik yang mensarafi semua otot
ekspresi wajah, termasuk tersenyum, mengerutkan dahi
dan menyeringai.
Fungsi: Otot lidah menggerakkan lidah dan selaput lendir
rongga mulut.
h) Nervus Auditorius (Nervus Kranialis VIII)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengar membawa
rangsangan dari pendengaran dari telinga ke otak.
Fungsinya: Sebagai saraf pendengar.
i) Nervus Glosofaringeus (Nervus Kranialis IX)

6
Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil dan lidah,
saraf ini dpat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j) Nervus Vagus (Nervus Kranialis X).
Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mengandung
saraf-saraf motoric, sensorik dan parasimpatis faring,
laring, paru-paru, esofagus, gaster intestinum minor,
kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen.
Fungsinya sebagai saraf perasa.
k) Nervus Assesoris (Nervus Kranialis XI).
Saraf ini mensarafi muskulus sternocleidomastoid
dan muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf
tambahan.
l) Nervus Hipoglosus (Nervus Kranialis XII)
Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai
saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum
penyambung.
4) Tekanan Intra Kranial (TIK)
Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan
otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospiral di
dalam tengkorak pada 1 satuan waktu.
Keadaan normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan
berkisar ± 15mmHg.
Ruang kranial yang kalua berisi jaringan otak (1400gr), Darah
(75 ml), cairan serebrospiral (75ml), terhadap 2 tekanan pada 3
komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan
keseimbangan Hipotesa Monro- Kellie menyatakan : Karena
keterbatasan ruang ini untuk ekspansi di dalam tengkorak,
adanya peningkatan salah satu dari komponen ini menyebabkan
perubahan pada volume darah serebral tanpa adanya
perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK yang cukup tinggi
menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi batang otak)
yang berakibat kematian.

7
3. Etiologi
a. Trauma tajam adalah trauma yang disebabkan oleh benda tajam
yang dapat mengakibatkan cedera setempat dan menimbulkan
cedera local. Kerusakan local meliputi contosio serebral,
jhematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul. Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan
cedera menyeluruh menyebabkan kerusakan secara luas dan
terjadi dalam empat bentuk yaitu cedera akson, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar, multiple pada otak
koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer, serebral,
batang otak atau keduanya (Wijaya, 2013).

4. Patofisiologi
Otak dilindungi dari cedera oleh rambut,kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini oak yang lembut (yang
membuat kita seperti adanya) akan mudah sekali trekena cedera
dan mengalami kerusakan. Cedera memegang peranan yang sangat
besar dalam menentukan berat ringanya konsekuensi patofisiologis
dari suatu trauma kepala. Lesi pada kepala dapat terjadi pada
jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan luar terjadi
pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak,
pembulih darah tengkorak maupun otak itu sendiri. Terjadinya
benturan pada kepala dapat terjadi pada tiga jenis keadaan,yaitu:
a. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak

b. Kepala yang bergerak membentur benda yang terdiam dan


c. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada
benda yang lain dibentur oleh benda yang bergerak (kepala
tergencet).

8
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada
cedera kepala diterangkan oleh beberapa hipotesis yaitu
gerakan otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi
otak.
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa
countre coup dan coup. Contre coup dan coup pada cedera
kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang
mengalami percepatan pergerakan kepala. Cedera kepala pada
coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada sisi
yang terkena sedangkan countre coup terjadi pada sisi yang
berlawanan dengan daerah yang benturan. Kejadian coup dan
countre coup dapat terjadi pada keadaan. Keadaan ini terjadi
ketika pengereman mendadak pada mobil/motor. Otak
pertama kali akan menghantam bagian depan dari tulang
kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak kebelakang.
Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan. Karena
pergerakan kebbelakang yang cepat dari kepala, sehingga
pergerakan otak terlambat dari tulang tengkorak, dan bagian
depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada
keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi
tekanan penurunan sheingga membuat ruang antara otak dan
tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung
udara. Pada saat otak bergerak kebelakang maka ruangan yang
tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan tinggi dan
menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan
kolapsnya gelembung yang mendadak sangat berbahaya bagi
pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga
daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut
dapat terjadi kematian sel-sel otak. Begitu juga bila terjadi
pergerakan kepala kedepan.

5. Manifestasi klinis

9
Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cedera kepala antara
lain:
a. Skull fracture
Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga
dan hidung (othorrea, rinhorhea), darah dibelakang membran
timphani perobital ecimos (brill haematoma), memar di daerah
mastoid (battle sign), perubahan penglihatan, hilang
pendengaran, hilang indra penciuman, pupil dilatasi,
berkurangnya gerakan mata dan vertigo.
b. Concussion
Tanda yang didapat dalah menurunnya tingkat kesadarn kurang
dari 5 menit, amnesia retrogade, pusing, nyeri kepala, mual dan
muntah. Contusion dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion,
brainsteam contusion. Tanda yang terdapat adalah sebagai
berikut :
menutup mata, mulut moncong, semuanya pada sisi yang
mengalami kerusakan.
c. Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya
disertai vertigo dan nistagmus karena ada hubungan yang erat
antara koklea, vestibula dansaraf. Dengan demikian adanya
cedera yang berat pada salah satu organtersebut umumnya juga
menimbulkan kerusakan pada organ lain.
d. Disfasia
Secara ringkas , disfasia dapat diartikan sebagai kesulitan
untuk memahami atau memproduksi bahasa disebabkan oleh
penyakit system saraf pusat. Penderita disfasia membutuhkan
perawatan yang lebih lama, rehabilitasinya juga lebih sulit
karena masalah komunikasi. Tidak ada pengobatan yang
spesifik untuk disfasia kecuali speech therapy.
e. Hemiparesis

10
Hemiparesis atau kelumpuhan anggota gerak satu sisi (kiri atau
kanan) merupakan manifestasi klinik dari
kerusakan jaras pyramidal di korteks, subkorteks, atau di
batang otak. Penyebabnya berkaitan dengan cedera kepala
adalah perdarahan otak, empyema subdural , dan herniasi
transtentorial .
f. Sindrom pasca trauma kepala
Sindrom pascatrauma kepala ( postconcussional syndrome)
merupakan kumpulan gejala yang kompleks yang sering
dijumpai pada penderita cedera kepala. Gejala klinisnya
meliputi nyeri kepala, vertigo gugup, mudah tersinggung,
gangguan konsentrasi, penurunan daya ingat, mudah terasa
lelah, sulit tidur, dan gangguan fungsi seksual.
g. Fistula karotiko-kavernosus
Fistula karotiko-kavernosus adalah hubungan tidak normal
antara arteri karotis interna dengan sinuskavernosus, umumnya
disebabkan oleh cedera pada dasar tengkorak. Gejala klinik
berupa bising pembuluh darah ( bruit ) yang dapat didengar
pemeriksa dengan menggunakan stetoskop, disertai hyperemia
dan pembengkakan konjungtiva, diplopia dan penurunanvisus,
nyeri kepala dan nyeri pada orbita, dan kelumpuhan otot-otot
penggerak
h. Epilepsy
Epilepsi pascatrauma kepala adalah epilepsi yang muncul dalam
minggu pertama pascatrauma (early posttrauma epilepsy) dan
epilepsy yang muncul lebih dari satu minggu pascatrauma (
late post traumatic epilepsy) yang pada umumnya muncul
dalam tahun pertama meskipun ada beberapa kasus yang
mengalami epilepsi setelah 4 tahun kemudian.
Menurut Mansjoer, 2000:
1) Pingsan tidak lebih dari sepuluh menit
2) Setelah sadar timbul nyeri

11
3) Pusing
4) Muntah
5) GCS: 13-15
6) Tidak terdapat kelainan neurologis
7) Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
8) Respon pupil lenyap atau progresif menurun
9) Nyeri kepala dapat ti,bul segera atau bertahap

6. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Mutaqin 2008 Pemeriksaan Penujunang Pasien cedera
Kepala :
a. CT Scan
Mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, determinan,
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
b. MRI
Digunakan sama dengan CT scan dengan/tanpa kontras
radioaktif.
c. Cerebral Angiography
Menunjukan anomaly sirkulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekunder menjadi edema, pendarahan, dan trauma.
d. Serial EEG
Dapat melihat perkembangan gelombang patologis
e. Sinar X
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
f. BAER
Mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
g. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. CSS
Lumbal pungsi dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
Subarachnoid 20

12
i. Kadar elektrolit
Untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan
tekanan intrakranial
j. Screen toxilogy
Untuk mendeteksi pengaruh obat yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
k. Rontgen thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
Rontgen thoraks menyatakan akumulasi udara/cairan pada area
pleural
l. Toraksentesis menyatakan darah/cairan
m. Analisa Gas Darah (AGD/Astrup)
Analisa gas darah adalah salah satu tes diagnostic untuk
menentukan status repirasi. Status respirasi yang dapat
digambarkan melalui pemeriksaan AGD ini adalah status
oksigenasi dan asam basa

7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada
dasarnya memikili tujuan untuk memantau sedini mungkin dan
mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan
umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu
penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Untuk penatalaksanaan
penderita cedera kepala, Adveanced Cedera Life Support
(2004) telah menepatkan standar yang disesuaikan dengan
tingkat keparahan cedera yaitu ringan, sedang dan berat.
Penatalaksanaan penderita cerdera kepala meliputi survei
primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei
primer hal- hal yang diprioritaskan antara lain : A (airway), B
(breathing), C (circulation), D (disability), dan E
(exposure/environmental control) yang kemudian dilanjutkan
dengan resusitasi.

13
Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera
kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah
cedera otak skunder dan menjaga homeostasis otak.
Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas.
Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat
(breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah
yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau
jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan
oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya
dilakukan intubasi endotrakheal.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa
tingkat kesadaran dan denyut nadi (circulation). Tindakan lain
yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan
eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur
tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan
lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif
normovolemik.
Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik
sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg untuk
mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Bila ada
perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada
luka. Setelah survei primer, hal selanjutnya yang dilakukan
yaitu resusitasi. Cairan resusitasi yang dipakai adalah Ringer
Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena.
Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar,
cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat
menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan
tekanan intracranial. Pada penderita cedera kepala berat cedera
otak sekunder sangat menentukan keluaran penderita. Survei
sekunder dapat dilakukan apabila keadaan penderita sudah
stabil yang berupa pemeriksaan keseluruhan fisik penderita.

14
Pemeriksaan neurologis pada penderita cedera kepala
meliputi respos buka mata, respon motorik, respon verbal,
refleks cahaya pupil, gerakan bola mata (doll’s eye
phonomenome, reflex okulosefalik), test kalori dengan suhu
dingin (refleks okulo vestibuler) dan refleks kornea.
b. Penatalaksanaan Khusus:
1) Cedera kepala ringan: pasien dengan cedera kepala ini
umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu
dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi kriteria
berikut:
- Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini
mental dan gaya berjalan) dalam batas normal.
- Foto servikal jelas normal
- Ada orang yang bertanggung-jawab untuk
mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan
instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat
darurat jika timbul gejala perburukan
- Kriteria perawatan di rumah sakit:
- Adanya darah intracranial atau fraktur yang tampak
pada CT Scan
- Konfusi, agitasi atau kesadaran menurun
- Adanya tanda atau gejala neurologia fokal
- Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
- Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk
mengamati pasien di rumah
2) Cedera kepala sedang: pasien yang menderita konkusi otak
(komosio otak), dengan skala korna Glasgow 15 dan CT
Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat
dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat
nyeri kepala, mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko
timbuInya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada
pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.

15
3) Cedera kepala berat: Setelah penilaian awal dan stabilisasi
tanda vital, keputusan segera pada pasien ini adalah apakah
terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma
intrakranial yang besar). Jika ada indikasi, harus segera
dikonsulkan ke bedah saraf untuk tindakan operasi.
Penatalaksaan cedera kepala bera seyogyanya dilakukan di
unit rawat intensive.
- Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi
- Pertahankan posisi kepala sejajar atau gunakan
tehnik chin lift jaw trust
- Monitor tekanan darah
- Pemasangan alat monitor tekanan intracranial
dengan skor GCS <8, bila memungkinkan
- Penatalaksanaan cairan: hanya larutan isotonis
(salin normalatau larutan RL)yang diberikan kepada
pasien dengan cedera kepala karena air bebas
tambahan dalam salin 0,45% atau dextrose
5%dalam air (D5W) dapat menimbulkan eksturbas
edema serebri.
- Nutrisi
- Temperature suhu
- Anti kejang: fenitoin 15-20 mg/kg BB bolus
intravena
- Profilaksis thrombosis vena dalam
- Antibiotic masih kontroversial.

16
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Primary survey
Adalah suatu kegiatan untuk menilai kondisi penderita (diagnostic)
sekaligus tindakan untuk menolong nyawa. Kunci utama untuk
penolongan pada pasien trauma adalah penanganan pada keadaan yang
mengancam nyawa (Jakarta Medical Service Division,2012)
a. Airway
Kerusakan otak yang irreversible dapat terjadi 6-8 menit setelah
anoxia otak. Oleh karena itu, priotas pertama dalam penanganan
trauma yaitu pastikan kelancaran jalan nafas, ventilasi yang adekuat
dan oksigenasi. Penentuan pemasangan airway definitive di dasarkan
pada penemuan-penemuan klinis antara lain :
1) Adanya apnea
2) Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan
cara-cara yang lain
3) Kebutuhan untuk melindungi airwaybagian bawah dari aspirasi
darah
4) Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway
b. Breathing
Tindakan kedua setelah airway tertangani adalah ventilasi.
c. Circulation
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang
mungkin dapat di atasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah
sakit.
d. Disability
Menjelang akhir primay survey di lakukan evaluasi terhadap keadaan
neurologis secara cepat. Yang di nilai di sini adalah tingkat kesadaran,
serta ukuran dan reaksi pupil. Suatu cara sederhana untuk menilai
tingkat kesadaran adalah metode AVPU :
A : Alert (sadar)
V : Respon terhadap rangsangan vocal (suara)
P : Respon terhadap rangsangan nyeri (pain)

17
U : Unresponsive (tidak ada respon)
GCS (Glasgow Come Clale) adalah system skoring yang sederhana
dan dapat meramal kesudahan (outcome) penderita.
e. Exposure
Keadaan dengan laserasi, kontisio, abrasi, swelling, dan deformitas
sering terjadi pada pasien trauma

2. Secondary survey
Pengkajian pada klien dengan cedera kepala difokuskan pada Penilaian
terhadap status neurologis pasien cedera kepala merupakan Tindakan
utama yang harus dilakukan sebelum pengobatan diberikan.
a. Anamnesa KOMPAK
Identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, umur, Alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, Pendidikan, pekerjaan, no.
Register, tanggal masuk rumah sakit, Diagnose medis (Desmawati,
2013).
1) K : keluhan yang di rasakan saat ini
2) O : obat yang di minum
3) M : makanan yang terakhir di makan
4) P : penyakit penyerta
5) A : alergi
6) K : kejadian
b. Pengkajian
1) Keluhan utama
Pada klien dengan cedera kepala biasanya mengalami Penurunan
kesadaran (Hariyani & Budiyono, 2012)
2) Penyakit sekarang
Yang mungkin didapatkan meliputi penurunan kesadaran,
Lateragi, mual muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris,
Lemah, paralysis, perdarahan, fraktur, hilang Keseimbangan,
sulit menggenggam, amnesia seputar Kejadian, tidak bias

18
beristirahat, kesulitan mendengar, Mengecap dan menciumbau,
sulit mencerna atau menelan makanan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami penyakit system persyarafan,
4) Riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit systemic atau
cardiovaskuler dan metabolik Pernafasan.
c. Pemeriksaan fisik
1) Head to Toe (BTLS) : pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki
2) Pemeriksaan diagnostic (Pemeriksaan EKG, rontgen, CT Scan,
X-Ray, pemeriksaan darah, bronkoskopi, angiografi)
3) Reevaluasi : reevaluasi ABCD berkelanjutan
4) Rujukan : memastikan tempat tersedia dan kelengkapan data

19
3. Pathwa
Kecelakaan

Trauma kepala

Cedera otak

primer

sekunder

Kerusakan sel otak


Trauma
Terputusnya kontinuitas jaringan
Gangguan autoregulasi
jaringan kulit, otot dan
vaskuler
1. hilangnya Refkeks
Aliran darah ke otak kesadaran spasma otot
luka lecet + luka robek menurun <10 menit
2. mual
muuntah Merangsang
Kebutuhan oksigen
Risiko infeksi 3. nyeri saraf nyeri
menurun
kepala
4. GCS (13-
asam laknat meningkat 15) Nyeri akut
Kerusakan
jaringan

Kebocoran Odema otak


pembuluh
darah
Risiko Perfusi
Serebral Tidak Efektif
Penumpukan
cairan/darah/
secret

Syair, 2017
Difusi O2 Bersihan Jalan Napas
terhambat Tidak Efektif

20
4. Nursing Care Plan ( Rencana Asuhan Keperawatan
a. Diagnosa keperawatan
Pada fase ini, perawat menggunakan ketrampilan berfikir kritis untuk
menginterprestasikan data pengkajian dan mengidentifikasikan
kekuatan serta masalah keperawatan, semua aktivitas perencanaan
asuhan keperawatan setelah fase ini di dasarkan pada diagnosis
kepearawatan (Kozier, Berman, & Snyder,2011)
Diagnose keperawatan yang di kumpulkan secara siastematis untuk
SDKI
1) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001)
2) Risiko Perfusi Serebral Tidak Aktif (D.0017)
3) Nyeri akut (D.0077)
4) Risiko Infeksi (D.0142)
b. Intervensi Keperawatan & Tujuan Kriteria Hasil
Langkah selanjutnya adalah perencanaan di mana perawat akan
menyusun rencana yang akan di lakukan pada klien untuk mengatasi
masalah, perencanaan di susun berdasarkan diagnose keperawatan
(Muttaqin & Sari,2011)
Intervensi keperawatan merupakan suatu keperawatan yang akan di
lakukan perawat berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat
untuk meningkat outcome pasien (bullchek, butcher, Dochterman &
Wagner, 2016).
Intervensi keperawatan adalah segala treatment klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang di harapkan (PPNI, 2018).
Adapun intervensi yang di gunakan :

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Bersihan Jalan Napas Bersihan Jalan Napas Penghisapan Jalan Napas
Tidak Efektif (D.0001) (L.01001) (1.01020)
Penyebab fisiologis : Kriteria Hasil : Tindakan

21
1. Sekresi yang 1. Sulit bicara Observasi
tertahan menurun 1. Identifikasi
Kondisi klinis terkait : 2. Gelisah menurun kebutuhan
1. Cidera kepala 3. Frekuensi napas dilakukan
membaik penghisapan
4. Pola napas 2. Auskultasi suara
membaik napas sebelum
dan setelah
Pertukaran Gas dilakukan
(L.01003) penghisapan
Kriteria Hasil : 3. Monitor dan catat
1. Tingkat warna, jumlah
kesadaran dan konsistensi
meningkat secret
2. Napas cuping Terapeutik
hidung sedang 1. Gunakan teknik
3. Gelisah menurun aseptic (mis.
4. Bunyi napas Gunakan sarung
tambahan tangan, kaca
menurun mata, atau
masker, jika
perlu)
2. Pilih ukuran
kateter suction
yang menutupi
tidak lebih dari
setengah
diamaeter ETT
lakukan
penghisapan
mulut, nasofaring,
trakea dan atau

22
endotrakeatube
(ETT)
3. Berikan oksigen
dengan
konsentrasi tinggi
100%, paling
sedikit 30 detik
sebelum dan
setelah tindakan
4. Lakukan
penghisapan elbih
dari 15 detik
5. Hentikan
penghisapan dan
berikan terapi
oksigen jika
mengalami
kondisi-kondisi
seperti bradikarti,
penurunan
saturasi
2. Risiko Perfusi Serebral Perfusi serebral (L. Pemantauan Tekanan
Tidak Aktif (D.0017) 02014) Intrakranial (1.06198)
Faktor risiko Kriteria Hasil Tindakan
1. Keabnormalan 1. tingkat Observasi
masa protombin kesadaran 1. identifikasi
dan atau masa meningkat penyebab
tromboplastin 2. kognitif sedang peningkatan TIK
parsial 3. tekanan intra (missal, lesi
2. Penurunan kinerja kranial sedang menempati ruang,
ventrikel kiri 4. sakit kepala gangguan
3. Aterosklerosis menurun metabolism,

23
aorta 5. gelisah menurun edema serebral,
4. Diseksi arteri 6. cemas menurun peningkatan
5. Fibrilasi atrium 7. agitasi menurun tekanan vena,
6. Tumor otak 8. demam menurun obstruksi aliran
7. stenosis karotis 9. kesadaran cairan
8. miksoma atrium membaik serebrospinal,
9. aneurisma serebri 10. tekanan darah hipertensi
10. koagulopati (mis. sistolik membaik intracranial,
anemia sel sabit) 11. tekanan darah idiopatik)
11. dilatasi diastolic 2. Monitor
kardiomipati membaik peningkatan TD
Kondisi Klinis Terkait 12. reflek saraf 3. Monitor
1. troke membaik penurunan tingkat
2. cedera kepala kesadaran
3. ateroklerotik Terapeutik
aortik 1. Pertahankan
4. infark miokard posisi kepala dan
akut leher netral
5. diseksi arteri
6. embolisme Pemantauan Tanda Vital
7. fibrilasi atrium (1.02060)

Observasi :
1. Monitor tekanan darah
2. Monitor nadi
3. Monitor suhu tubuh
4. Identifikasi penyebab
perubahan tanda vital

Terapeutik :
1. Dokumentasi hasil
pemantauan

24
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan
3. Nyeri akut (D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri
Penyebab Kriteria hasil (I.08238)
1. Agen pencedera 1. keluhan nyeri Tindakan
fisiologis (mis. menurun 1. identifikasi
Terbakar, 2. meringis lokasi,
iskemia, menurun karakteristik,dura
neoplasma 3. sikap protektif si, frekuensi,
2. Agen pencederz menurun kualitas,
kimizwi (mis. 4. gelisah menurun intensitas nyeri.
Terbakar,bahan 5. kesulitan tidur 2. Identifikasi skala
kimia iritan) menurun nyeri
3. Agen pecendera 6. menarik diri 3. Identifikasi
fisik (mis. Abses, sedang respon nyeri non
amputasi, 7. berfokus pada verbal
terbakar, diri sendiri 4. Identifikasi factor
terpotong, meningkat yang
mengangkat 8. diaforesis memperberat dan
berat, prosedur menurun memperingan
operasi, trauma, 9. perasaan depresi nyeri
latihan fisik menurun 5. Identifikasi
berlebihan 10. perasaan takut pengetahuan dan
Gejala dan tanda mayor menurun keyakinan tentang
Subjektif 11. anoreksia nyeri
1. Mengeluh nyeri- menurun 6. Identifikasi
nyeri 12. pereneum terasa pengaruh nyeri
Objektif tertekan 7. Monitor

25
1. Tampak meringis menurun keberhasilan
2. Bersikap protektif 13. uterus teraba terapi
(mis. Waspada, menurun kompolmenter
posisi 14. muntah menurun yang sudah di
menghindari 15. mual menurun berikan
nyeri) 8. Monitor efek
3. Gelisah sampung
4. Frekuensi nadi pengguanaan
meningkat analgetik
5. Sulit tidur Terapeutik
Gejala dan tanda minor 1. Berikan tehnik
Subjektif nonfarmalogis
- untuk mengurangi
Objektif rasa nyeri (mis.
1. Tekanan darah TENS, hypnosis,
meningkat akupresur
2. Pola nafas 2. Control
berubah lingkungan yang
3. Nafsu makan memperberat rasa
berubah nyeri (mis. Suhu
4. Proses berfikir ruangan,
terganggu pencahayaan,
5. Menarik diri kebisingan)
6. Berfokus padsa 3. Fasilitasi istirahat
diri sendiri dan tidur
7. Diaphoresis 4. Pertimbangan
Kondisi klinis terkait jenis dan sumber
1. Kondisi nyeri
pembedahan Edukasi
2. Cedera traumatis 1. Jelaskan
3. Infeksi penyebab,
4. Sindrom coroner periode, dan

26
akut pemicu nyeri
5. glaukoma 2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
4. Ajarkan
penggunaan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
4. Risiko Infeksi (D.0142) Pencegahan infeksi Pencegahan Infeksi
Pengertian : Kriteria Hasil (1.14539)
Berisiko mengalami 1. Demam menurun Tindakan
peningkatan terserang 2. Nyeri menurun Observasi
organisme patogenik 3. Kemerahan 1. Monitor tanda
menurun dan gejala infeksi
4. Bengkak local dan sistemik
menurun Terapeutik
5. Kadar sel darah 1. Batasi jumlah
putih membaik pengunjung
2. Berikan
perawatan kulit
pada area edema
3. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien
dan lingkungan
pasien

27
4. Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda
dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara cuci
tangan dengan
benar
3. Ajarkan cara
memeriksa
kondisi luka atau
luka oprasi
4. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
5. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
6. Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu

28
DAFTAR PUSTAKA

Adams, et al., (2007). American of Academy of Neurology affirms the


value of this guidelineasan Quality of Care Outcames in
Research Interdiciplinary Working. Groups.
Stroke,;38:16655-1771. Journal Of Nursing 1(1).
Dewanto, George., Suwono, Wita. J., Riyanto, Budi., Turana, Yuda.
(2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf . Jakarta: ECG.
RISKESDAS, (2013).Profil Kesehatan, Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.
Hudak dan Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik .
Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kementerian Kesehatan RI, (2013), Pusat Data dan Informasi
Kesehatan, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

29

Anda mungkin juga menyukai