Anda di halaman 1dari 49

Makalah Profesi

Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Carpal Tunnel Syndrome

Di Klinik Bedah Dempo

Disusun Oleh:

MAULIDIA RISMA HARNANI 202010641011019

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
DAFTAR ISI

Daftar Isi .......................................................................................................... ii

Bab 1 Pendahuluan .......................................................................................... 1

A. Latarr Belakang ............................................................................. 1

Bab II Tinjauan Pustaka.................................................................................... 3

A. Anatomi ......................................................................................... 3

B. Carpal Tunnel Syndrome................................................................ 13

C. Neurodynamic Mobilization .......................................................... 22

D. Ultrasound ..................................................................................... 25

Bab III Status Klinis......................................................................................... 28

Daftar Pustaka .................................................................................................. 47

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tangan merupakan salah satu komponen penting pada manusia, dimana

tangan mampu membuat gerakan yang komplek dan akurat. Sekitar 80%

pekerjaan manusia memerlukan tangan sebagai komponen utama atau

komponen pembantu (Bajura, 2020). Hilangnya fungsi tangan pada manusia

memiliki konsekuensi yang serius dalam kehidupan sehari-hari, dimana

hilangnya fungsi tangan mungkin hilang atau terganggu diakibatkan karena

nyeri, parasthesia, menurunnya kekuatan otot atau gangguan sensorik pada

tangan (Reggit, 2004 dalam Bajura 2020). Pada beberapa orang dengan hobi

olahraga juga sering terjadi gangguan pada tangan. Salah satu penyebab

adalah carpal tunnel syndrome (Rohimah, 2019). Penyebab terjadinya carpal

tunnel syndrome sangat bervariasi, dimana kerusakan saraf medianus atau

peningkatan tekanan pada terowongan tunnel bisa diakibatkan oleh injury,

tumor pada terowongan carpal, congenital disorder, dll (Bajura, 2020).

Cidera pada tangan dan pergelangan tangan adalah kejadian yang umum

bagi beberapa orang yang memili hobi olahraga, Sebuah tinjauan literatur

mengungkapkan bahwa 3% hingga 9% dari semua cedera atletik melibatkan

tangan dan pergelangan tangan (Rettig 2003 dalam Bajura 2020). Salah satu

penyebab terjadinya cidera pada tangan dan pergelangan tangan diakibatkan

oleh overuse. Overuse disebabkan oleh gerakan berulang yang terlalu banyak

dan terlalu cepat dan dalam waktu yang lama. Terutama pada olahraga yang

menggunakan tangan sebagai tumpuan utama (Rohimah, 2019).

1
2

National Health Study memperkirakan prevalensi carpal tunnel

syndrome (CTS) sebesar 1,55% (2,6 juta). CTS merupakan syndrome jepitan

saraf perifer (62 %) yang sering dijumpai pada wanita dibandingkan pria,

sekitar usia 40-60 tahun (Treaster et al., 2006 dalam Usman & Imania, 2017).

CTS dapat dialami oleh semua golongan usia, dari anak-anak sampai lanjut

usia. CTS dapat menyebabkan gejala seperti nyeri, kesemutan, dan baal.

Gejala-gejala tersebut dapat mengakibatkan terganggunya aktifitas sehari-hari,

mengganggu tidur pada malam hari dan dapat pula mengakibatkan kelemahan

pada otot thenar yang akan mempengaruhi fungsi dari tangan seperti

menggenggam, menjepit dan sebagainya (Usman & Imania, 2017).

Gerakan berulang dengan kontraksi yang sangat kuat akan menimbulkan

edema /pembengkakan pada sarung tendon dan menyebabkan terjadinya

tekanan pada tendon pergelangan tangan. Peradangan meliputi tendon, sarung

tendon, perlekatan tendon pada sendi dan bursa disebut tendosynovitis

(Wichaksana, 2002 dalam Riyadi, 2010). Beberapa faktor yang berpotensi

meningkatkan resiko terjadinya CTS meliputi kehamilan, usia lanjut,

pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang, dan karena genetik.

Selain itu juga bisa dikarenakan penyakit lain misalnya penyakit arthiritis,

penyakit ginjal, penyakit rematologi, dan bisa juga dikarenakan gangguan

hipotiroidesme dan autoimun (Huldani, 2013).

Menurut Saifudin (2015) beberapa penanganan fisioterapi pada kasus

carpal tunnel syndrome pernah diulas pada penelitian sebelumnya, antara lain

alat-alat elektero terapi (transcutaneous electrical nerve stimulation, infrared,

ultrasound), manual terapi (carpal bone mobilization, neurodynamic


3

mobilization, nerve gliding mobilization), massage, dan terapi latihan.

Pengurangan nyeri dapat dilakukan dengan berbagai macam, salah satunya

menstimulasi saraf. Salah satu intervensi fisioterapi yang bertujuan

menstimulasi saraf yaitu neurodynamic mobilization dan transcutaneous

electrical nerve stimulation.

Ultrasound merupakan suatu alat fisioterapi yang memanfaatkan

gelombang suara diubah menjadi efek thermal sehingga akan terjadi

vasodilatasi pada jaringan sekitar, oksigen akan masuk ke dalam jaringan

yang mengalami cidera sehingga akan membantu mempercepat proses

perbaikan jaringan dan penyembuhan. Efek dari Ultrasound itu sendiri yaitu

dapat melancarkan sirkulasi darah, relaksasi otot, meningkatkan permeabilitas

membran, meningkatkan daya regenerasi jaringan, mengurangi nyeri,

mempengaruhi kecepatan konduksi saraf perifer (Ono et al., 2010).

Neurodinamic mobilization adalah teknik dengan menggerakkan saraf

pada carpal untuk mengurangi nyeri dan perlengketan pada tendon

retinaculum pada pergelangan tangan (Paramita, 2017). Neurodynamic

mobilization berfungsi untuk mengembalikan kemampuan jaringan saraf

terhadap adanya stress dan ketegangan, selain itu juga digunakan untuk

merangsang sel-sel saraf untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan

fungsional (Sharma, 2018). Menurut Wolny, et al (2018) menjelaskan bahwa

neurodynamic mobilization yang dilakukan pada nervus medianus dapat

mengurangi edema interneural nervus medianus dan meningkatkan transport

aksonal sehingga mengurangi sensitivitas mekanik. Selain itu teknik dapat

meningkatkan konduksi saraf sensorik pada nervus medianus.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
1. Terowongan Carpal

Terowongan carpal terdapat dibagian distal dari pergelangan tangan

yang dibatasi dengan dinding kaku yang dibentuk oleh tulang dan sendi

carpal serta flexi retinaculum yang tebal. Di bagian dorsal terowongan

carpal dibatasi oleh os radius, os lunatum, os capitatum. Sedangkan disisi

radial dibatasi oleh os scapoideum, jaringan fibrosus untuk terowongan

flexor carpiradialis; os triquetrum dan ligamentum pisohamatum di sisi

ulnar; ligamentum carpal transversum yang tebal membentang dari tulang

pisiform ke scapoid-trapezoid disisi volar. Carpal tunnel atau terowongan

carpal berisi ligamen otot flexor digitorum superfisial dan profundus,

flexor policis longus, dan nervus medianus disisi radial. (Megerian et al.,

2007 dalam Mahadewa 2013)

Gambar 2.1 Anatomi Carpal Tunnel (Lukluaningsih, 2014)

4
5
5

2. Tulang-Tulang di Carpal

Terdapat beberapa tulang yang mengisi pada bagian telapak tangan

seperti tulang carpal, tulang metacarpal dan phalang. Berikut ini adalah

gambar dari tulang carpal.

Gambar 2.2 Anatomi Tulang Carpal (Paulsen & Waschke, 2013).

a. Tulang- Tulang Carpal

1) Os Scapoideum

Tulang ini berbentuk seperti perahu dimana diarah ulnar

terdapat os capitatum dan trapezoideum. Dan pada bagian depan

terapat suatu tonjolan yang biasa disebut tuberositas scapoideum.

2) Os Lunatum

Tulang ini berbentuk seperti bulan sabit, dimana dia memiliki

permukaan konveks yang disebelahnya berada os radius. Tulang ini

juga dikelilingi beberapa tulang lain seperti os scapoideum diarah

radial, os triquetrum diarah ulnar, dan os capitatum diarah distal.

3) Os Triquetrum

Tulang triquetrum merupakan tulang yang bebentuk seperti

piramida. Tulang ini mempunyai hubungan dengan tulang-tulang


6

yang lain. Tulang radius di arah proximal. Os lunatum diarah radial,

tulang pisiform diarah ulnar dan polar, dan os hamatum diarah distal.

4) Os Pisiform

Tulang ini merupakan tulang terkecil dicarpal, dimana tulang

ini seperti biji kacang dan menempel langsung pada os triquetrum.

5) Os Trapesium

Tulang ini salah satu tulang yang berhubungan dengan tulang

lain, dimana diarah polar bersinggungan dengan trapezoideum, os

scapoideum di arah proximal, dan tulang metacarpal diarah distal.

6) Os Trapezoideum

Tulang ini berbentuk seperti sepatu yang datar. Tulang ini

bersinggungan dengan tulang lainnya, seperti os trapezium diarah

radial, tulang capitatum diarah ulnar, tulang metacarpal diarah

distal, dan tulang scapoideum di arah proximal.

7) Os Capitatum

Tulang ini berbentuk seperti bangunan bulat dan caputnya

berbentuk panjang. Tulang capitatum bersinggungan dengan beberpa

tulang. Os trapezoideum diarah radial, scapoideum dan os lunatum

diarah proximal. Os hamatum diarah ulnar, dan os metacarpal diarah

distal.

8) Os Hamatum

Tulang ini berbentuk palu. Dimana tulang ini dikelilingi

beberapa tulang lainnya, seperti os triquetrum diarah proximal, os

radial diarah radial, metacarpal diarah distal.


7

9) Os Radius

Tulang radius terdapat dibagian lateral pada lengan bawah.

Bagian proximal tulang ini terdapat os humerus yang

menghubungkan antara lengan bawah dan lengan atas, bagian distal

terdapat tulang-tulang carpal, dan bagian medial terdapat os ulna.

10) Os Ulna

Tulang ulna merupakan tulang bagian medial pada lengan

bawah, tulang ini bersinggungan dengan beberapa tulang, os radius

dibagian lateral, os humerus dibagian proximal, tulang carpal di

bagian distal (Spalteholz, 2013).

3. Ligamen

Ligamen merupakan menghubung tulang satu dengan tulang yang lain.

Pada wrist joint banyak terdapat ligamen yang tersusun, ligamen yang paling

umum ialah radial collateral ligament dimana ligamen ini memanjang dari

proccesus styloideus radius sampai bagian radius os scapoideum. Dibagian

medial terdapat ulnar collateral ligament yang memanjang dari processus

styloideus ulna sampai os triquetrum (Spalteholz, 2013). Berikut merupakan

gambar ligamen wrist joint.

8
1
7
2
3
6
4

Gambar 2.3 Ligament Wrist volar (Langer, 2011)


8

Pada bagian carpal terdapat banyak ligamen yang mengikat 8 tulang

carpal dimana dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian volar dan bagian distal.

Pada bagian dorsal terdapat 5 ligamen yaitu (1) dorsal intercarpal ligamen,

(2) scapholunate interosseus ligamen, (3) Triquestrohamatum ligamen, (4)

scapotriquestral ligamen, (5) dorsal radiocarpal ligamen. Sedangkan

dibagian volar terdapat beberapa ligamen diantara nya (1) trapeziotrapezoid

ligamen, (2) capitatotrapezoid ligamen, (3) radioscapoid ligamen, (4)

scapolunate ligamen, (5) lunatotriquetral ligamen, (6) radioulnar ligamen,

(7) ulnartriquetral ligamen, (8) triquetrohamate ligamen, (9) capitatohamate

ligamen (Langer, 2011) .

4. Otot

Otot merupakan jaringan yang berfungsi sebagai stabilisasi tulang dan

alat penggerak untuk manusia. Di dalam wrist joint terdapat banyak otot

sebagai alat gerak pada tangan manusia. Beberapa otot yang terdapat pada

wrist joint origo insersio dan beserta fungsinya. Berikut merupakan gambar

dan tabel anatomi otot pada wrist joint.

Gambar 2.4 Anatomi Otot Carpal (Snell, 2012)

Tabel 2.1 Anatomi Otot (Snell, 2012)


1. Otot Flexor Carpi Origo : medial epicondylus humerus
Radialis Insersio : metacarpal jari 2 dan 3
9

Fungsi : flexi dan abduksi wrist


Nervus : medianus (C6-C7)
2. Otot Flexor Digitorum Origo : dua per tiga proximal ulna,
Profundus membrane interosseous
Insersio : basis phalang jari ,3,4
Fungsi : flexi finger dan wrist
Nervus : ulnar nerve ( C8, T1),
median nerve ( C8, T1 )
3. Otot Pronator Teres Origo : epycondylus mesial humeri
& processus coronoideus ulna
Insersio : sepertiga bagian tengah
radius
Fungsi : pronasi
Nervus : median nerve (C7-C8)
4. Otot Palmaris Longus Origo : Medial epicondylus humerus
Insersio : Flexor retinaculum, palmar
aponeurosis
Fungsi : flexi wrist
Nervus : median (C7, C8)
5. Otot Flexor Policis brevis Origo : flexor retinaculum,
tuberculum trapezium dan
trapezoideum
Insersio : proximal phalanx 1
Fungsi : flexi metacarpophalangeal
joint dan tumb
Nerve : median nerve (C7-C8), ulnar
nerve (C8 – T1)

5. Nervus Medianus

Nervus ini berasal dari radiks lateralis dan radiks medialis. Radiks

lateralis merupakan lanjutan dari fasikulus lateralis dari serabut C6 dan C7,

untuk radiks medialis merupakan lanjutan dari fasiculus medialis dari serabut

C8 dan T1. Kedua radiks tersebut bergabung menjadi nervus medianus

dibagian lateral arteri axilaris. Nervus medianus melewati regio brachialis

mulai dari axilla kemudian berjalan vertical ke bawah bersama arteri

brachialis pada bagian medial diantara otot brachialis dan otot biceps. Saraf

ini berjalan secara menyilang ke bagian anterior dari regio brachialis dan

memasuki fossa cubiti. Selanjutnya nervus ini membuat cabang untuk regio

brachialis saat melewati articularis cubiti untuk menginervasi otot pronator


10

teres. Nervus medianus menginervasi otot-otot flexor di regio anterobrachii

kecuali otot flexor carpi radialis. (Moore et al., 2013)

Nervus medianus mempersarafi otot flexor digitorum dan lima otot

tangan. Nervus medianus masuk melalui fossa cubitalis dari artheri

brachialis, melintas dari caput otot pronator teres, turun melalui tengah otot

digitorum profundus dan superficial dan terletak dekat flexor retinaculum

melalui canalis carpi sampai ke tangan (Moore,2013). Canalis carpi adalah

suatu terowongan yang berada di dasar pergelangan tangan. Ukuran dari

canalis carpalis sekitar ruas jari jempol dan terletak di distal pergelangan

tangan dan berlanjut hingga 3 cm regio cubiti. Canalis carpi dibentuk oleh

tiga sisi tulang, os radius dan ulna dibagian proximal, os metacarpal

dibagian distal terdapat os metacarpal (Huldani, 2013). Berikut merupakan

gambar anatomi nervus medianus:

Gambar 2.5 Anatomi Nervus Medianus (Lukluaningsih, 2014)

Secara anatomi, canalis carpi nervus medianus bercabang menjadi 2

komponen, komponen radial manjadi cabang sensorik pada jari I dan jari II

dan cabang motorik pada otot abductor policis brevis, otot opponens policis,

dan otot flexor policis brevis. Sedangkan komponen ulnaris akan

memberikan cabang sensorik pada jari II,III dan sisi radial jari keempat

(Pecina et al., 2001 dalam Prakoso, 2017). Nervus medianus terdiri dari serat
11

6 % motorik dan 94% sensorik. Namun walau cabang motorik hanya 6%,

cabang ini sangat banyak menciptakan banyak patologi yang besar dalam

beberapa kasus, salah satu nya pada kasus carpal tunnel syndrome (Pearce,

2009).

6. Tendon

Tendon adalah suatu jaringan lunak yang menghubungkan antara tulang

dengan otot. Dalam tubuh manusia terdapat otot rangka yang berfungsi untuk

menggerakkan tulang, sehingga manusia bisa bergerak. Pergerakan manusia

itu diakibatkan oleh otot mengalami kontraksi dan tendon lah yang menarik

tulang, sehingga terjadi gerakan (Hadi, 2014). Pada wrist joint terdapat

beberapa tendon flexor. Tendon flexor ini berjalan beriringan dengan nervus

medianus masuk kedalam terowongan carpal melewati flexor retinaculum

(ligament transversal carpal). Pada terowongan ini tendon terpisah untuk

masing-masing tendon pada jari manusia (Pearce, 2009).

Gambar 2.6 Anatomi Tendon (Spalteholz, 2013)

Tendon flexor policis longus masuk melalui retinaculum flexor dengan

selubung tendon. Selubung tendon ini berfungsi sebagai pelindung dan juga

sebagai lubrikasi pada permukaan synovial, sehingga tendon dapat bergarak

bebas pada wrist joint. Sarung tendon terbentuk dari parietal dan visceral dan
12

menghasilkan suatu cairan synovium yang berfungsi pelicin tendon dan

memberikan nutrisi pada tendon (Werthel, 2014).

7. Persendian pada tangan

a) Carpometacarpal joint

Sendi ini terbentuk oleh tulang carpal bagian distal dan lima tulang

metacarpal. Persendian ini dilingkupi oleh cavitas yang terdapat pada

metacarpal dengan bagian distal tulang carpal. Persendian II,III,IV

adalah sendi yang berbentuk datar, sedangkan sendi V merupakan sendi

biaksial. Sendi ini diperkuat ligamen longitudinal dan ligamen tranversal.

Metacarpal IV dan V adalah tulang metacarpal yang paling mobile

(Lippert, 2011).

b) Metacarpophalangeal joint

Sendi ini terbentuk dari os metacarpal dan os phalang, jenis

sendinya cordiloid biaksial diamana setiap os metacarpal berbentuk

konveks sedangkan phalanges proximal terbentuk konkav. Sendi ini

diperkuat oleh ligamen volar serta ligamen lateral dan medial (Lippert,

2011).

8. Biomekanika Wrist Joint

Menurut Edmond (2006) dalam Atin (2015), gerakan arthrokinematik

di wrist joint meliputi gerak traksi dan translasi. gerakan traksi ossa carpal

kearah distal searah dengan axis pada tulang radius, sedangkan gerakan

translasi selalu berlawan arah, translasi palmar flexi kearah dorsal, saat

dorsal flexi kearah palmar, dan translasi kearah radial saat ulnar deviasi dan

translasi ke ulnar saat radial deviation. Wrist joint adalah sendi yang dapat

digerakkan secara maksimal pada ulnar deviasi 5 derajat dan palmar flexi 5
13

derajat. Sedangkan saat dorso flexi sendi akan mengunci maksimal. Pada

wrist joint dimana terdapat pola kapsuler extensi terbatas dibandingkan

dengan flexi.

Metacarpalphalangeal (MCP) merupakan sendi dengan sendi

metacarpal sebagai dasar dibagian proximal dan tulang phalanges yang

memiliki permukaan yang cekung sehingga dapat melakukan gerakan

mengepal. Pada sendi ini terdapat beberapa gerakan yang dapat dilakukan

seperti gerakan flexi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan hiperextensi (Lippert,

2011). Pada wrist joint terdapat gerakan seperti flexi dan ekstensi dimana jika

dilakukan secara berulang dapat meningkatkan resiko terjadinya CTS.

Menurut penelitian penekanan pada pergelangan tangan dan gerakan yang

berulang meningkatkan resiko dua kali lipat menyebabkan carpal tunnel

syndrome (Barcenilla et al., 2011).

B. Carpal Tunnel Syndrome

1. Definisi Carpal Tunnel Syndrome

Carpal tunnel syndrome atau yang dikenal sebagai Tardy Median

Nerve palsy merupakan salah satu penyakit yang paling sering mengenai

nervus medianus tepatnya di bawah flexor retinakulum dikarenakan

tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Menurut Peffer et al (1988),

beliau menjelaskan sejarah Carpal tunnel syndrome pertama kali dikenal

sebagai suatu sindroma klinik pada tahun 1854 oleh Sir James Paget pada

kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal. Carpal tunnel syndrome

spontan pertama kali dilaporkan oleh Pierre Marie dan C. Foix pada tahun

1913. Syndroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia, median


14

thenar neuritis atau partial thenar atrophy. (Megerian et al.,2007 dalam

Mahadewa, 2013).

Carpal tunnel syndrome merupakan suatu penyakit karena adanya

peningkatan tekanan pada terowongan carpal yang dibatasi oleh tulang dan

ligament yang kaku yang menyebabkan nervus medianus terjepit

(Amitamara, 2015). Carpal tunnel syndrome menyebabkan terganggunya

motorik dan sensorik dikarenakan nervus mengalami gangguan di

terowongan carpal yang menyebabkan penekanan, menimbulkan tarikan,

pendarah, dan gejala neurologis lainnya (Kisner & Colby, 2014). Carpal

tunnel syndrome merupakan gangguan neuropati disebabkan karena

pekerjaan dengan menggunakan gerakan tangan yang berulang-ulang posisi

yang sama dalam waktu yang lama (Bahrudin, 2016). Selain itu terdapat

beberapa faktor lain yang menyebabkan terjadinya carpal tunnel syndrome

yaitu tekanan pada otot, suhu, getaran, dan postur kerja yang tidak

ergonomis. Tanda dan gejala yang ditemukan biasanya terjadi distesi

hipotesia pada jari I,II,III. Biasanya keluhan itu akan meningkat saat pasien

melakukan gerakan menekuk tangan (flexi) secara paksa dan berlangsung

lama (Lukman et al., 2009).

Pekerjaan yang menggunakan tangan memiliki resiko yang lebih besar

menyebabkan carpal tunnel syndrome. Salah satunya pemerah susu, dimana

mereka melakukan gerakan yang beulang, maka jaringan lunak pada otot

akan menerima tekanan karena memerah susu dan karena dilakukan dalam

waktu yang lama, maka akan menyebabkan nyeri otot yang menetap

(Tarwaka et al., 2004 dalam Bahrudin, 2016).

2. Etiologi
15

CTS terjadi karena penyempetan pada ruang tunnel atau dikarenakan

kelemahan pada saraf medianus. Gerakan yang berulang pada pergelangan

tangan merupakan faktor terbesar yang memicu terjadinya CTS. Beberapa

penelitian terdahulu menyatakan bahwa tekanan yang tinggi pada

pergelangan tangan dan pengulangan yang banyak beresiko 5,6%

menyebabkan CTS dibandingkan dengan gerakan yang pengulangan yang

rendah pada tangan sekitar 0,6 % (Aroori, 2007 dalam Sultana,2017).

Kondisi hamil juga merupakan salah satu faktor resiko terjadinya CTS,

biasanya pada trimester III dan terjadi dikedua tangan (Bahrami et al., 2005

dalam Bachrudin, 2011). Selain itu juga posisi tangan yang tidak ergonomis

dapat memicu terjadinya CTS, posisi supinasi 900 dengan MCP

(Metacarpophalangeal) lebih beresiko daripada posisi pronasi 450 dan fleksi

MCP 450. Posisi yang tidak ergonomis menyebabkan perubahan pada tendon

yang dapat meningkankan volume tekanan pada terowongan carpal

(Bachrudin,2011).

Selain itu terdapat beberapa penyebab terjadinya carpal tunnel

syndrome, yaitu (1) trauma langsung pada carpal tunnel syndrome seperti

colles fracture dan edema akibat trauma. (2) tumor yang menekan carpal

tunnel seperti kista ganglion, gout, tuberkulosis. Osteofit sendi karena

degenerasi. (3) kelainan sistemik seperti obesitas, diabetes melitus. disfungsi

teroid, Dll (Saifuddin, 2015).

3. Patofisiologi

Carpal tunnel syndrome sebagian besar dikarenakan kompresi pada

carpal tunnel. carpal tunnel diisi oleh sembilan tendon flexor dan saraf

medianus. Sebelum masuk ke carpal tunnel, cabang yang menginervasi


16

palmar cutaneus membawa serabut sensorik untuk otot thenar. Setelah dari

area carpal tunnel, cabang tersebut menginervasi otot abductor pollicis

longus, m lumbrical I dan II, dan m opponeus pollicis serta m flexor pollicis

brevis (Pasnoor dan Dimachkie, 2011). Cabang yang lain menginervasi jari

I,II,III, dan setengah jari IV. Maka dari itu carpal tunnel syndrome

menyebabkan gangguan motorik dan sensorik pada palmar, phalange I,II,III

serta lateral phalange IV (Atin,2015).

Banyak teori yang menjelaskan tentang terjadinya carpal tunnel

syndrome, yaitu mechanical compression, microvascular insufficiency, dan

vibration theories. Menurut teori mechanical compression faktor penyebab

CTS adalah strain dan overuse yang menyebabkan penekanan pada saraf

medianus. Menurut teori microvascular insufficiency bahwa kurangnya

asupan darah yang berisi nutrisi dan oksigen untuk saraf menyebabkan

menurunnya transmisi. Gejala yang biasanya dirasakan seperti tingling,

numbness, dan pain. Berdasarkan penelitian sebelumnya, iskemik

menyebabkan tekanan pada carpal tunnel menjadi meningkat sehingga

menimbulkan kelemahan pada otot yang diinervasi dan berkurangnya

sensibilitas serta terasa nyeri dan paresthesia. Teori yang terakhir adalah

vibration theory, menyebutkan bahwa cts disebabkan efek dari penggunaan

alat yang menimbulkan getaran dalam jangka panjang (Aroori dan Spence,

2007 dalam Atin,2015).

4. Tanda dan Gejala

Tahap awal terjadinya carpal tunnel syndrome yaitu gangguan sensorik,

gejala awalnya berupa parastesia, numbness, tingling pada jari I,II,III dan

setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan sesorik yang diinervasi oleh nervus
17

medianus. Sedangkan untuk gangguan motorik biasanya terjadi pada keadaan

berat. Pada pasien carpal tunnel syndrome akut biasanya terdapat nyeri,

bengkak, gerak jari menurun. Pada pasien kronis gejala mempunyai gejala

disfungsi sensorik dan kehilangan motorik (Bahrudin, 2016).

Nyeri merupakan salah satu gejala yang paling dirasakan dimalam hari,

sehingga mengganggu tidur. Nyeri biasanya berkurang saat pasien memijat

ataupun menggerak-gerakkan tangannya dan meletakkan tangannya pada

posisi yang tinggi. Selain itu juga nyeri akan berkurang saat mengistirahatkan

tangannya (Ansari, 2009). Beberapa penelitian menjelaskan bahwa nyeri

yang dialami pasien CTS pada malah hari diakibatkan numbness yang sangat

intens dan menyakitnya, sehingga digambarkan nyeri yang sangat

menyakitkan oleh pasien (Duckworth, 2013).

Saat pasien mengalami carpal tunnel syndrome dalam waktu yang lama

jika jari tidak digerakkan jari menjadi kurang terampil pada motorik

halusnya. Kelemahan pada tangan pun sering dikeluhkan adanya kesulitan

penderita saat menggenggam. Pada tahap lanjut juga dijumpai atrofi otot-otot

thenar (Oppones policis dan abductor pollicis brevis) dan otot lainnya

(Huldani, 2013).

5. Pemeriksaan spesifik

Terdapat beberapa tes yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa

carpal tunnel syndrome (Park et al., 2019):

a. Tinnel Tes

Berikut gambar pemeriksaan tinel test:


18

Gambar 2.7 Tinel Test (Almasi et al., 2016)

Tes ini dilakukan dengan memberikan perkusi pada terowongan

carpal dengan posisi dorsoflexi, positif jika terdapat nyeri atau parastesia

pada jari I,II,III (Huldani, 2013).

b. Phalen Test.

Berikut adalah gambar pemeriksaan phalen test:

Gambar 2.8 Phalen Test (Almasi et al., 2014)

Tes ini dilakukan dengan pasien diminta untuk flexi secara

maksimal. Bila dalam waktu 60 detik timbul kelas, nyeri menjalar

ataupun parastesia pada jari maka positif terjadi carpal tunnel syndrome.

Beberapa penulis menjelaskan bahwa tes ini adalah tes yang sangat

sensitif untuk menegakkan diagnose carpal tunnel syndrome (Huldani,

2013).

c. Pressure Tes / Median Nerve Compression Test

Berikut ini adalah gambar dari pemeriksaan pressure test :


19

Gambar 2.9 Pressure Test (Almasi et al., 2014)

Berikan penekanan pada pergelangan tangan, dimana nervus

medianus tertekan menggunakan ibu jari. Jika kurang dari 30 detik timbul

gejala CTS, maka tes positif (Almasi et al., 2018).

6. Klasifikasi carpal tunnel syndrome

Menurut Asworth (2009) carpal tunnel syndrome diklasifikasikan

menjadi 3 level, yaitu:

a. Level 1 (Ringan)

Pada level 1/ level ringan parastesia dan nyeri yang dirasakan dapat

berkurang saat istirahat atau pijat, tidak terdeteksi terdapat kerusakan

syaraf.

b. Level 2 (Sedang)

Pada level ini gejala yang dirasakan lebih intensif, dari tes yang

dilakukan menandakan terjadi kerusakan saraf.

c. Level 3 (Berat)

Gejala yang dirasakan lebih parah, nyeri yang dirasakan lebih

konstan. Untuk level ini biasanya dokter lebih menyarankan untuk


20

imobilisasi total atau pembedahan untuk mengurangi tekanan pada saraf

nya.

7. Diagnosa banding

Terdapat beberapa kasus yang memiliki gejala hampir sama dengan

carpal tunnel syndrome dan merupakan diagnosa banding CTS, yaitu:

a. De quervain’s syndrome

De’ quervain’s syndrome adalah peradangan pada tendon otot

abductor policis longus dan ekstensor policis longus, kasus ini biasnaya

dikarenakan gerakan berulang. Gejala yang timbul karena penyakit ini

adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergalangan tangan yang dekat

dengan ibu jari. Tes untuk kasus ini ialah finkelstein’s test yaitu dengan

pasien menggenggam ibu jari menggunakan jari yang lain dan melakukan

gerakan ulnar deviasi, positif jika nyeri bertambah (Huldani, 2013).

b. Trigger finger

Trigger finger adalah inflamasi pada selubung retinaculum

sehingga menyebabkan penyempitan dan penebalan pada selubung

tendon retinaculum. Pada kasus ini menyebabkan adanya nyeri, cliking

saat jari flexi dan ekstensi, serta locking pada jari (Fauzi, 2015).

c. Cervical radiculopathy

Cervical radiculopathy adalah suatu syndrome yang dikarenakan

penjepitan atau iriatasi pada saraf yang terdapat pada cervical. Pada kasus

ini dapat menyebabkan nyeri menjalar ke bahu, kelemahan otot dan mati

rasa pada bagian lengan hingga ke tangan (Huldani, 2013).


21

d. Pronator teres syndrome

Pronator teres syndrome adalah suatu syndrome yang dikarenakan

tekanan pada nervus medianus dikarenakan oleh otot pronator teres

sehingga menimbulkan nyeri. Nyeri pada syndrome ini akan meningkat

saat gerakan flexi pada elbow (Atin, 2015).

8. Faktor Resiko

a. Faktor personal

1) Jenis Kelamin

Carpal tunnel syndrome cenderung lebih banyak dirasakan oleh

wanita, salah satu faktornya yaitu menopause, dimana hal ini

dikarenakan terdapat komponen hormonal yang menyebabkan

struktur pergelangan tangan membesar dan menekan saraf

(Ashworth,2009). Selain itu kehamilan juga dapat menyebabkan CTS,

dikarenakan retensi cairan selama kehamilan, yang menyebabkan

tekanan pada carpal tunnel.

Pada beberapa wanita hamil mereka tidak merasakan nyeri saat

kehamilan, namun mereka merasakan nyeri saat menyusui. Saat fase

menyusui dapat menurunkan kadar steroid alami, yang meningkatkan

resiko terjadinya peradangan (Santana, 2015).

2) Obesitas

Body massa indeks merupakan salah satu faktor resiko pada

CTS, karena semakin besar BMI, maka semakin besarnya tekanan

pada nervus medianus. Menurut study sebelumnya dijelaskan

seseorang yang memiliki BMI > 29 memiliki 2,5 lebih risiko terkena

carpal tunnel syndrome (Helmi, 2012).


22

3) Riwayat Penyakit (Rheumatoid Arthritis)

Beberapa penyakit menyebabkan terjadinya CTS, yaitu

rheumatoid arthritis. Pada rheumatoid arthritis terdapat penjepitan

saraf dikarenakan perubahan bentuk pada pergelangan tangan. Pada

pasien RA gejala yang ditimbulkan adalah kesemutan dan rasa baal

biasanya terjadi pada pagi hari (Fitriani, 2012).

B. Neurodynamic Mobilization

1. Definisi

Neurodynamic mobilization (NDM) adalah suatu manual terapi yang

berfokus pada fisiologi dan mekanik dari sistem saraf. NDM menggunakan

teknik tensioners dan sliding. Teknik sliding merupakan teknik

neurodynamic yang menggunakan pergerakan tubuh untuk menggerakkan

saraf dalam arah yang sama (Nugraha,2019) Pada teknik ini menghasilkan

pergeseran antara struktur saraf dan jaringan non saraf yang berdekatan agar

tidak terjadi provokasi (Wang et al.,2015). Teknik ini efektif diberikan pada

permasalahan yang fokus utama nya adalah nyeri, karena dengan

menggunakan metode ini memungkinkan untuk drainase saraf dan

meningkatkan aliran axoplasmatic dengan gerakan osilosi. Selain itu metode

ini dapat mencegah terjadinya tekanan intraneural yang dapat menekan saraf

dan mengurangi irigasi saraf (Santana et al., 2015). Sedangkan untuk teknik

tensioner merupakan teknik yang menggerakkan struktur saraf kearah yang

berlawanan. Teknik ini efektif diberikan untuk permasalahan yang berfokus

pada flexibilitas saraf dan nyeri (Nugraha,2019).


23

Indikasi dari neurodynamic mobilization adalah gejala-gejala

neuropathy sensitization. Sedangkan untuk kontraindikasi yaitu infeksi akut,

lesi cauda equina dan cidera pada spinal cord (Santana, 2015).

2. Pengaruh Fisiologi

NDM digunakan untuk meningkatkan transport aksonal, meningkatkan

konduksi saraf, dan mengurangi tekanan yang ada di dalam saraf, sehingga

menghasilkan peningkatan aliran darah ke saraf. Peningkatan aliran darah

dapat mendorong regenerasi dan penyembuhan saraf yang terluka. Sebuah

studi menjelaskan bahwa peregangan pada akson dapat mempercepat laju

transport aksonal dan pertumbuhan neuron (Wang et al., 2015).

Teknik sliding berfokus pada inflamasi dan edema, karena saat

melakukan Gerakan tersebut akan membantu drainase pada pembuluh darah

sehinggu mediator inflamasi (zat p) dan protein akan menurun dan edema

berkurang. Saat edema berkurang maka transport aksonal akan kembali

lancer dan efek dari mekanosensitiviti pada saraf akan berkurang (Nugraha,

2019). Sedangkan teknik tension lebih focus pada regenerasi saraf dan

flexibilitas saraf. Gerakan peregangan yang dilakukan pada teknik ini akan

menstimulasi sel scwan yang berfungsi untuk memberikan nutrisi dan

memperbaiki mielin. Saat sel scwan distimulasi maka akan menyebabkan

perpanjangan pada sel tersebut. Sel scwan memiliki kandungan nutrisi yang

sangat banyak, sehingga jika sel tersebut semakin panjang, maka nutrisi yang

ada didalamnya akan semakin banyak. Sehingga saraf akan cepat mengalami

regenerasi. Selain regenerasi saraf, Gerakan ini akan meningkatkan

flexibilitas saraf yang bertujuan untuk memutus rantai pembentukan

fibrosis/jaringan ikat pada saraf, sehingga tidak terjadi tekanan kembalipada


24

saraf yang akan menyebabkan terjadinya edema berulang (Wolny et al.,

2018)

3. Aplikasi

Neurodynamic mobilization pada saraf medianus bisa dilakukan dengan

dua gerakan sesuai dengan teknik pada metode tersebut. Berikut merupakan

gambar penatalaksanaan neurodynamic mobilization:

Gambar 2.10 Neurodynamic Mobilization


(Sumber: Santana et al., 2015)

Pada teknik tension menggerakkan tangan dan leher secara berlawanan,

yaitu dengan posisi tangan abduksi shoulder, elbow supinasi, wrist dalam

keadaan dorso flexi, sedangkan leher dalam keadaan lateral flexi kearah

berlawanan. Gerakan ini dilakukan secara perlahan. Pada teknik sliding

berkebalikan dari teknik sebelumnya, yaitu dengan posisi tangan abduksi

shoulder, elbow dalam posisi flexi dan supinasi, wrist posisi palmar flexi.

Sedangkan posisi kepala lateral flexi kearah tangan. Gerakan tersebut

dilakukan dengan kepala akan bergerak dalam waktu yang sama secara

ipsilateral (Santana et al.,2015). Dilakukan sebanyak 20 kali (gerakan

pertama 10, gerakan kedua 10) dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval

istirahat 15 detik (Wolny et al., 2019)


25

C. Ultrasound

1. Definisi Ultrasound

Ultrasound merupakan jenis terapi panas dengan menggunakan arus

listrik dialirkan lewat transducer produksi gelombang suara yang

berfrekuensi tinggi dantidak dapat dideteksi oleh telinga manusia sekitar 0,8

– 3megahertz yang dihasilkan oleh kristal keramik piezoeelektrik yang

dipasangkan pada aplikator, ketika arus bolak-balik dipasangkan terjadi

pemecahan molekul, molekul tersebut akan bergetar dan menghasilkan

gelombang mekanis. Saat berpindah, gelombang akan menekan dan

melepaskan molekul pada media secara bergantian, menghasilkan efek termal

dan mekanis, saat diaplikasikan pada jaringan manusia penyerapan

gelombang akan menghasilkan panas. Efek pertama yaitu efek mekanis,

menimbulkan adanya peregangan dalam jaringan atau micro-massage. Efek

termal akan meningkatkan aliran darah lokal, meningkatkan metabolisme,

meningkatkan ekstensibilitas jaringan ikat, meningkatkan konduksi saraf,

mengontrol nyeri, megnurangi kekakuan sendi. Kemudian efek non-termal

yaitu kavitasi merupakan suatu proses pembentukan gelembung udara dalam

jaringan sehinggameningkatkan aliran plasma dan microstreaming yaitu

desakan gelombang suara pada membran sel yang meningkatkan kerja pompa

19 sodium sel kemudian akan mempercepat proses penyembuhan

(Kuswardani et al., 2018). Mengurangi rasa nyeri, 1 – 2 w/cm2 secara terus

menerus (pada serabut saraf) selama 3 – 5 menit, 0,5 – 1 w/cm2 secara terus

menerus (akar saraf dan ganglia) selama 3 – 4 menit diberikan selama 15

menit disetiap pengoatan sebanyak 5 kali setiap 2 – 3 hari sekali (Rica,

2011). Ultrasound adalah salah satu modalitas fisioterapi secara klinis


26

diaplikasikan dengan tujuan teurapeutik pada kasus khususnya mukoskeletal.

Pemberian ultrasound pada jaringan yang cedera diproses dengan terjadinya

vasodilatasi pembuluh darah sehingga meningkatkan aliran bahan makanan

ke jaringan lunak dan terjadi peningkatan jumlah zat antibodi yang

memudahkan terjadinya perbaikan pada jaringan yang rusak.(Muawanah &

Selviani, 2018). Ultrasound menimbulkanefek biologis, energi ultrasound

menghasilkan efek panas, peningkatan sirkulasi darah, dan mengurangi

tekanan peradangan pada plantar fascia sehigga terjadi penurunan rasa nyeri

(Kuswardani et al., 2018).

2. Pengaruh fisiologi

Efek termal dari ultrasound memberikan panas lokal untuk kapsul

sendi, tendon, ligamen atau otot. Efek tersebut dapat mengakibatkan

peningkatan aktivitas sel dan vasodilatasi pembuluh darah yang memberikan

nutrisi tambahan dan oksigen, dan juga memfasilitasi pengangkutan limbah

metabolisme kembali ke jantung, yang dihasilkan dalam penurunan iritasi

pada saraf nosiseptif dan akibatnya mengurangi nyeri (Awan, 2014). Efek

panas akan meningkatkan suhu jaringan, menyebabkan peningkatan

elastisitas dan mengurangi viskositas serat kolagen, sehingga meningkatkan

ruang lingkup gerakan sendi. Ultrasound akan mempercepat proses

perbaikan jaringan fibrotik dengan mempercepat induksi zat inflamasi. selain

itu, ultrasound akan mempercepat proses proliferasi dan akibatnya

pembentukan jaringan baru, yang akan diikuti oleh peningkatan ambang

rangsang nyeri dan penurunan adhesi jaringan. Ini akan berdampak pada

pengurangan nyeri dan meningkatkan fleksibilitas serta rentang gerak sendi


27

lengan, yang mengarah pada peningkatan kemampuan aktivitas fungsional

dan penurunan disabilitas (Prentice, 2009 dalam Andayani et al., 2020).


BAB III

Status Klinis

NAMA MAHASISWA : Maulidia Risma Hanani


NIM : 202010641011019
TEMPAT PRAKTIK : klinik fisioterapi dempo
PEMBIMBING : Wiek israwan A,. S.Tr., FT

Tanggal Pembuatan Laporan: 8 Agustus 2021


Kondisi/ Kasus:

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Ny. E
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Pekerjaan : Administrasi kantor
Alamat : Malang
II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT
1. DIAGNOSIS MEDIS
Carpal tunnel syndrome

CATATAN KLINIS
(Medika mentosa, hasil lab, foto rontgen, MRI, CT-Scan, dll)

RUJUKAN DARI DOKTER


Rujukan dari dokter orthopedi
2. SEGI FISIOTERAPI
PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

Dextra / sinistra Dextra / sinistra

28
3. ANAMNESIS (AUTO)
A. KELUHAN UTAMA
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan kanan
dan kiri pada siang, dan malam hari setelah beraktivitas.

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


(Sejarah keluarga dan genetic, kehamilan, kelahiran dan perinatal, tahap
perkembangan, gambaran perkembangan, dll)
± 2 bulan lalu pasien mengeluhkan kebas pada tangan kiri setelah beliau sering
melakukan push up setiap hari. Pasien merupakan seorang pekerja kantoran
yang seriap hari banyak menulis dan tanda tangan. Dari muda pasien sangat
suka olahraga seperti gym, yoga, dll. 2 tahun lalu pasien mengeluhkan lemes
pada tangan kanannya setalah melakukan head stand dan pasien salah posisi dan
merasakan seperti ada suara cluck pada lehernya, setelah datang ke dokter
terdapat penjepitan pada saraf dan dilakukan operasi. Setelah pasien operasi,
dokter orthopedi beliau tidak menganjurkan pasien untuk latihan push up
sebanyak 100-150 kali perhari. Selain push up pasien sering melakukan olahraga
lain, seperti Latihan menggunakan barbel, TRX (bergelantungan),dll. Hingga 2
bulan lalu pasien merasakan kebas pada tangan kiri namun tidak diindahkan dan
tetap melakukan push up. 1 bulan lalu pasien merasakan terdapat kesemutan
ditangan kanan dan kiri setelah melakukan push up. Pasien datang ke akupuntur
dan dianjurkan ke dokter saraf. Setelah ke dokter saraf diberikan obat dan
dirurjuk untuk melakukan fisioterapi di klinik dempo
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Saraf terjepit di leher

D. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA


- riwayat Hipertensi (-)
- riwayat kolestrol (-)
- riwayat Asam urat (-)

E. RIWAYAT PENGOBATAN

29
Akupuntur dan ke dokter saraf diberikan obat ……

F. ANAMNESIS SISTEM
a. Kepala dan Leher
Tidak ada keluhan
b. Kardiovaskular
tidak ada keluhan
c. Respirasi
tidak ada keluhan
d. Gastrointestinal
tidak ada keluhan
e. Urogenital
Tidak ada keluhan
f. Musculoskeletal
weakness pada grup otot flexor dan ekstensor wrist , nyeri gerak dan
nyeri tekan pada palmar wrist.
g. Nervorum
Terdapat kebas dan kesemutan di kedua telapang tangan menyebar di
jari 1,2, dan 3
4. PEMERIKSAAN
A. PEMERIKSAAN FISIK
a) TANDA-TANDA VITAL
Tekanan Darah : 112 / 70 mmhg
Denyut nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 26 kali/menit
Temperatur : 37o C
Tinggi badan : 150 cm
Berat badan : 48 Kg

b) INSPEKSI (STATIS & DINAMIS)


(Posture, Fungsi motorik, tonus, reflek, gait, dll)
Statis :
- Pasien datang dengan tangan dibalut dengan elastic bandage
- Tidak terdapat terdapat oedem pada wrist dextra dan sinistra
Dinamis :
- Pasien keterbatasan palmar dan dorsal flexi wrist karena nyeri dan
takut
- Pasien mampu melakukan oposisi tumb

c) PALPASI
(Nyeri, Spasme, Suhu lokal, tonus, bengkak, dll)
- Terdapat nyeri tekan di sekitar bagian radial wrist dextra dan
sinistra
- Terdapat hypotonus pada otot tenar sinistra

30
d) PERKUSI
Tidak dilakukan

e) AUSKULTASI
tidak dilakukan

f) GERAK DASAR
Gerak Aktif :
Gerakan Dextra Sinistra
ROM Nyeri ROM Nyeri
Regio
Wrist Flexi Terbatas + Terbatas +
Extensi Terbatas + Terbatas +
Radial Defiasi Full - Full -
Ulnar Defiasi Full - Full -

Gerak Pasif :
Regio Gerakan Dextra Sinistra
ROM Nyeri End Feel ROM Nyeri End Feel
Wrist Flexi Terbatas + Empty Terbata + Empty
s
Extensi Terbatas + Empty Terbata + Empty
s
Radial Full - Elastic Full - Elastic
Defiasi
Ulnar Full - Elastic Full - Elastic
Defiasi

Isometrik :
Regio NYERI
Dextra Sinistra
Flexi Nyeri Nyeri
Extensi Nyeri Nyeri
Radial Tidak Tidak nyeri
deviasi nyeri
Ulnar Tidak Tidak nyeri
deviasi nyeri

g) KOGNITIF, INTRA-PERSONAL, INTER-PERSONAL

Kognitif : Pasien menceritakan kejadian awal terjadinya sakit,


hingga dirujuk ke rehab medik.
Intrapersonal : pasien memiliki semangat dan usaha yang kuat untuk
sembuh

31
Interpersonal : pasien mampu berkomunikasi dengan baik, jelas dan
kooperatif terhadap terapis.

h) KEMAMPUAN FUNGSIONAL DASAR, AKTIVITAS


FUNGSIONAL, & LINGKUNGAN AKTIVITAS

Kemampuan Fungsional : Pasien mengalami kesulitan untuk


gerakan wrist flexi ekstensi .
Aktivitas fungsional : pasien mengalami keterbatasan untuk
melakukan aktivitas untuk mencuci
piring dan nyapu karena takut
Lingkungan Aktivitas :

B. PEMERIKSAAN SPESIFIK
(Nyeri, MMT, LGS, Antropometri, Sensibilitas, Tes Khusus, dll)
o Boston questionnaire carpal tunnel syndrome

0 – 11 Tanpa gejala
 12 – 22 Nyeri ringan ROM
Regio Bidang Gerak Dextra Sinistra
Wrist 23 – 33 Nyeri sedang
Sagital 450 - 00 - 550 450 - 00 - 550
34 – 44 200 - 00 - 300
Frontal Nyeri berat 200 - 00 - 300

 45 – 55 Nyeri sangat berat Manual Muscle


Testing

32
Regio Motion Dextra Sinistra
Wrist Flexi 4 4
Ekstensi 4 4
Radial deviasi 5 5
Ulnar deviasi 5 5

o Test Spesifik
Phalen test (+)
Tinel test (+)
Prayer test (+)
Wrist compression test (+)
o Pemeriksaan aktivitas fungsional wrist and hand disability indeks
Kriteria Pertanyaan
Nyeri (...) Tidak ada nyeri di pergelangan tangan.
(X) Ada nyeri di pergelangan intermiten/ kadang
kadang.
(...) Ada nyeri di pergelangan tangan continue.
(...) Nyeri di pergelangan tangan bersifat konstan dan
adanya keterbatasan pada tangan dalam batas sedang.
(...) Nyeri pergelangan tangan bersifat konstan dan
adanya keterbatasan fungsional bersifat berat.
(...) Nyeri di pergelangan tangan bersifat konstan dan
tidak dapat menggunakan tangan untuk aktifitas.
Kesemutan dan (...) Tidak ada rasa tebal dan kesemutan pada
rasa tebal pergelangan tangan.
(…) Kadang kadang merasa tebal dan kesemutan.
(X) Rasa tebal dan kesemutan dirasakan terus menerus
namun tidak mengganggu aktifitas tangan.
(...) Rasa tebal dan kesemutan terus menerus dan
mengganggu aktifitas tangan dalam batas sedang.
(...) Rasa tebal dan kesemutan terus menerus dan
mengganggu aktifitas tangan dalam batas berat.
(...) Rasa tebal dan kesemutan terusmenerus dan tidak
dapat menggunakan tangan untuk aktifitas.
Perawatan diri (...) dapat melakukan aktifitas perawatan diri tanpa
gejala.
(X) Dapat melakukan aktifitas perawatan diri namun
meningkatkan gejala yang ada.
(...) Tidak merasa nyaman dalam melakukan aktifitas
perawatan diri, namun masih bisa dilakukan dengan
pelan pelan atau hati hati.
(...) Dapat melakukan aktifitas perawatan diri dengan
tangan yangsakit dan kadang kadang menggunakan
tangan yang sehat.
(...) Dapat melakikan aktifitas perawatan diri dengan
tangan yang sakit namun lebih sering menggunakan
tangan yang sehat.
(...) Tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri
menggunakan tangan yang sakit sehingga selalu

33
menggunakan tangan yang sehat.
Kekuatan (...) Dapat mengangkat beban terberat tanpa ada
gejala.
(...) Dapat mengangkat beban berat namun
meningkatkan gejala.
(X) Gejala yang ada mencegah untuk mengangkat
beban lebih dari sedang, misal galon aqua.
(...) Gejala yang ada mencegah mengangkat beban
lebih ringan, misal buku.
(...) Sering tidak dapat mengangkat beban yang ringan
karena kelemahan pada pergelangan tangan.
(...) Menghindari mengangkat barang apapun dengan
tangan yang sakit.
Toleransi menulis (...) Mampu menulis/mengetik tanpa muncul gejala.
dan mengetik (X) Mampu menulis/mengetik namun meningkatkan
gejala.
(...) Mampu menulis/mengetim 31-60 menit sebelum
gejala muncul.
(...) Mampu menulis/mengetik 11-30 menit sebelum
gejala muncul.
(...) Mampu menulis/mengetik 10 menit sebelum
gejala muncul
(...)Tidak dapat menulis/ mengetik menggunakan
tangan yang sakit.
Bekerja (...) Mampu melakukan pekerjaan tanpa gejala.
(...) Mampu melakukan pekerjaan namun
meningkatkan nyeri.
(X) Mampu melakukan pekerjaan namun tidak semua
karena gejala yang ada.
(...) Mampu melakukan sebagian pekerjaan karena
gejala yang muncul.
(...) Mampu melakukan beberapa pekerjaan dengan
susah payah karena gejala yang ada.
(...) Tidak mampu melakukan pekerjaan yang ada
karena gejala yang ada.
Menyetir dan (...) Mampu menyetir tanpa gejala
mengemudi (X) Mampu menyetir namun meningkatkan gejala
yang ada
(...) Mampu menyetir 31-60 menit sebelum gejala
(...) Mampu menyetir 11-30 menit sebelum gejala
muncul.
(...) Mampu menyetir 10 menit sebelum gejala muncul
(...) Tidak dapat menyetir sama sekali.

Tidur (...) Tidak ada masalah tidur.


(X) Tidur sedikit mengalami gangguan atau bangun
sekali setiap tidur.
(...) Tidur agak mengalami gangguan atau dua kali
bangun setiap tidur.
(...) Tidur mengalami gangguan bangun tiga sampai

34
empat kali setiap tidur.
(...) Tidur banyak mengalami gangguan bangun lima
sampai enam kali setiap tidur.
(...) Tidur sangat terganggu bangun tujuh sampai
delapan kali setiap tidur.
Pekerjaan rumah (...) Tidak mengalami kesulitan dalam melakukan
tangga pekerjaan rumah tangga.
(...) Dapat melakukan semua pekerjaan rumah tangga
namun butuh istirahat.
(X) Dapat melakukan pekerjaan rumah tangga
seperlunya.
(...) Dapat melakukan sebagian pekerjaan rumah
tangga.
(...) Dapat melakukan sebagian kecil pekerjaan rumah
tangga.
(...) Sama sekali tidak dapat melakukan pekerjaan
rumah tangga.
Rekreasi atau (...) Dapat melakukan kegiatan rekreasi atau olahraga
tanpa ada gejala.
olahraga (...) Dapat melakukan beberapa kegiatan rekreasi atau
olahraga dengan sedikit gejala.
(X) Tidak semua kegiatan rekreasi atau olahraga dapat
dilakukan karna gejala.
(...) Dapat melakukan sedikit kegiatan rekreasi atau
olahraga karena gejala.
(...) Dapat melakukan beberapa aktifitas karena
adanya gejala.
(...) Tidak dapat melakukan kegiatan rekreasi dan
olahraga karena gejala.

Skor: 150/50 x 100%= 30%

Skor Derajat Kecacatan


1-20% Minimal
20-40% Moderate
40-60% Severe
>60% Severly disability in several area of life

35
5. UNDERLYING PROCCESS

Repetitif injury

Peradangan terowongan carpal

CTS

Anatomical Impairment Participation Restriction


Functional Limitation
Meningkatkan aktifitas
Tendon pada pasien terbatas pada saat fungsional pasien
Nervus
terowongan carpal menulis, mengetik
pasien kesulitan
mengangkat barang berat
overuse Penekanan
N. Medianus

Radang

Penurunan
Menyempit Impuls

Sensorik Motorik
Nyeri
Tekan

Parastesia Telapak Penurunan


Tangan Kekuatan Otot
USD

Penurunan LGS NDM

36
6. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
pain, weakness and parasthesia e.c carpal tunnel syndrome billateral
Impairment
 parasthesia pada telapak tangan dan jari 1,2,3
 weakness pada grup otot flexor dan ekstensor wrist
 nyeri gerak dan nyeri tekan pada palmar wrist
 penurunan lingkup gerak sendi
Functional Limitation
 pasien terbatas pada saat menulis, mengetik
 pasien kesulitan mengangkat barang berat
Disability
 pasien mengalami keterbatasan dalam aktifitas rumah tangga
7. PROGNOSIS
Qua at Vitam : Bonam
Qua at Sanam : Dubia ad bonam
Qua at Fungsionam : Bonam
Qua at cosmeticam : Bonam

8. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
A. Tujuan treatment
a) Jangka Pendek
Mengurangi parasthesia pada telapak tangan dan jari 1,2,3
Meningkatkan kekuatan otot pada grup otot flexor dan ekstensor wrist
Mengurangi nyeri gerak dan nyeri tekan pada palmar wrist

b) Jangka Panjang
 Meningkatkan aktifitas fungsional pasien

B. Rencana tindakan
a) Teknologi Fisioterapi
o Ultrasound adalah terapi yang menggunakan arus listrik yang
dialirkan melalui transduser dan menghasilkan gelombang suara yang
kemudian ditransmisikan pada kulit.
Tujuan: Mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri dan
memperbaiki jaringan

9. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
Ultrasound
a. Persiapan alat
Pastikan semua alat dalam keadaan baik dan telah terhubung dalam arus
listrik.

37
b. Persiapan pasien
Pastikan pasien dalam posisi yang senyaman mungkin kemudian
menjelaskan kepada pasien tentang efek yang dirasakan pada saat
dilakukan terapi mengunakan Ultrasound.
c. Pelaksanaan terapi
Melakukan tes sensibilitas terlebih dahulu dengan menggunakan
metode panas/dingin yang ditempel pada area yang diterapi kemudian
membebaskan area yang akan diterapi dari kain, dan logam. Memberikan
penjelasan kepada pasien tentang apa yang dirasakan dan efek yang akan
terjadi pada waktu terapi. Setelah itu berikan gel pada area yang diterapi,
ratakan gel degan tranduser baru alat dinyalakan jika waktu terapi telah
selesai, matikan alat, membersihkan gel dari tubuh pasien, dan
merapikan alat kembali seperti semula.
Frequency: 3 MHz
Intensitas : 0,7 W/Cm2
Dutyfactor: 60%
Waktu : 4 menit

Terapi latihan
a. Persiapan pasien
Pasien dalam posisi duduk nyaman diatas bed, pasien menggunakan
pakaian yang nyaman dan tidak menghalangi pergerakan ekstermitas atas

b. Pelaksanaan terapi
Terapi menginstruksikan pasien untuk abduksi shoulder, elbow supinasi,
wrist dalam keadaan dorso flexi, sedangkan leher dalam keadaan lateral
flexi kearah berlawanan. Pada Gerakan kedua berkebalikan dari teknik
sebelumnya, yaitu dengan posisi tangan abduksi shoulder, elbow dalam
posisi flexi dan supinasi, wrist posisi palmar flexi. Sedangkan posisi
kepala lateral flexi kearah tangan. Gerakan tersebut dilakukan dengan
kepala akan bergerak dalam waktu yang sama secara ipsilateral.
Dilakukan sebanyak 20 kali (gerakan pertama 10, gerakan kedua 10)
dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval istirahat 15 detik

38
HASIL EVALUASI TERAKHIR
o Boston questionnaire carpal tunnel syndrome

0 – 11 Tanpa gejala

12 – 22 Nyeri ringan

23 – 33 Nyeri sedang

24 – 44 Nyeri berat

45 – 55 Nyeri sangat berat

 Manual Muscle Testing


Regio Motion Dextra Sinistra
Wrist Flexi 4+ 4+
Ekstensi 4+ 4+
Radial deviasi 5 5
Ulnar deviasi 5 5

 ROM
Regio Bidang Gerak Dextra Sinistra
Wrist Sagital 500 - 00 - 550 450 - 00 - 550
Frontal 200 - 00 - 300 200 - 00 - 300

39
o Pemeriksaan aktivitas fungsional wrist and hand disability indeks
Kriteria Pertanyaan
Nyeri (...) Tidak ada nyeri di pergelangan tangan.
(X) Ada nyeri di pergelangan intermiten/ kadang
kadang.
(...) Ada nyeri di pergelangan tangan continue.
(...) Nyeri di pergelangan tangan bersifat konstan dan
adanya keterbatasan pada tangan dalam batas sedang.
(...) Nyeri pergelangan tangan bersifat konstan dan
adanya keterbatasan fungsional bersifat berat.
(...) Nyeri di pergelangan tangan bersifat konstan dan
tidak dapat menggunakan tangan untuk aktifitas.
Kesemutan dan (...) Tidak ada rasa tebal dan kesemutan pada
rasa tebal pergelangan tangan.
(…) Kadang kadang merasa tebal dan kesemutan.
(X) Rasa tebal dan kesemutan dirasakan terus menerus
namun tidak mengganggu aktifitas tangan.
(...) Rasa tebal dan kesemutan terus menerus dan
mengganggu aktifitas tangan dalam batas sedang.
(...) Rasa tebal dan kesemutan terus menerus dan
mengganggu aktifitas tangan dalam batas berat.
(...) Rasa tebal dan kesemutan terusmenerus dan tidak
dapat menggunakan tangan untuk aktifitas.
Perawatan diri (X) dapat melakukan aktifitas perawatan diri tanpa
gejala.
(…) Dapat melakukan aktifitas perawatan diri namun
meningkatkan gejala yang ada.
(...) Tidak merasa nyaman dalam melakukan aktifitas
perawatan diri, namun masih bisa dilakukan dengan
pelan pelan atau hati hati.
(...) Dapat melakukan aktifitas perawatan diri dengan
tangan yangsakit dan kadang kadang menggunakan
tangan yang sehat.
(...) Dapat melakikan aktifitas perawatan diri dengan
tangan yang sakit namun lebih sering menggunakan
tangan yang sehat.
(...) Tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri
menggunakan tangan yang sakit sehingga selalu
menggunakan tangan yang sehat.
Kekuatan (...) Dapat mengangkat beban terberat tanpa ada
gejala.
(...) Dapat mengangkat beban berat namun
meningkatkan gejala.
(X) Gejala yang ada mencegah untuk mengangkat
beban lebih dari sedang, misal galon aqua.
(...) Gejala yang ada mencegah mengangkat beban
lebih ringan, misal buku.
(...) Sering tidak dapat mengangkat beban yang ringan
karena kelemahan pada pergelangan tangan.
(...) Menghindari mengangkat barang apapun dengan

40
tangan yang sakit.
Toleransi menulis (X) Mampu menulis/mengetik tanpa muncul gejala.
dan mengetik (…) Mampu menulis/mengetik namun meningkatkan
gejala.
(...) Mampu menulis/mengetim 31-60 menit sebelum
gejala muncul.
(...) Mampu menulis/mengetik 11-30 menit sebelum
gejala muncul.
(...) Mampu menulis/mengetik 10 menit sebelum
gejala muncul
(...)Tidak dapat menulis/ mengetik menggunakan
tangan yang sakit.
Bekerja (...) Mampu melakukan pekerjaan tanpa gejala.
(X) Mampu melakukan pekerjaan namun
meningkatkan nyeri.
(…) Mampu melakukan pekerjaan namun tidak semua
karena gejala yang ada.
(...) Mampu melakukan sebagian pekerjaan karena
gejala yang muncul.
(...) Mampu melakukan beberapa pekerjaan dengan
susah payah karena gejala yang ada.
(...) Tidak mampu melakukan pekerjaan yang ada
karena gejala yang ada.
Menyetir dan (...) Mampu menyetir tanpa gejala
mengemudi (X) Mampu menyetir namun meningkatkan gejala
yang ada
(...) Mampu menyetir 31-60 menit sebelum gejala
(...) Mampu menyetir 11-30 menit sebelum gejala
muncul.
(...) Mampu menyetir 10 menit sebelum gejala muncul
(...) Tidak dapat menyetir sama sekali.

Tidur (X) Tidak ada masalah tidur.


(…) Tidur sedikit mengalami gangguan atau bangun
sekali setiap tidur.
(...) Tidur agak mengalami gangguan atau dua kali
bangun setiap tidur.
(...) Tidur mengalami gangguan bangun tiga sampai
empat kali setiap tidur.
(...) Tidur banyak mengalami gangguan bangun lima
sampai enam kali setiap tidur.
(...) Tidur sangat terganggu bangun tujuh sampai
delapan kali setiap tidur.

Pekerjaan rumah (...) Tidak mengalami kesulitan dalam melakukan


tangga pekerjaan rumah tangga.
(X) Dapat melakukan semua pekerjaan rumah tangga
namun butuh istirahat.
(…) Dapat melakukan pekerjaan rumah tangga

41
seperlunya.
(...) Dapat melakukan sebagian pekerjaan rumah
tangga.
(...) Dapat melakukan sebagian kecil pekerjaan rumah
tangga.
(...) Sama sekali tidak dapat melakukan pekerjaan
rumah tangga.
Rekreasi atau (...) Dapat melakukan kegiatan rekreasi atau olahraga
tanpa ada gejala.
olahraga (...) Dapat melakukan beberapa kegiatan rekreasi atau
olahraga dengan sedikit gejala.
(X) Tidak semua kegiatan rekreasi atau olahraga dapat
dilakukan karna gejala.
(...) Dapat melakukan sedikit kegiatan rekreasi atau
olahraga karena gejala.
(...) Dapat melakukan beberapa aktifitas karena
adanya gejala.
(...) Tidak dapat melakukan kegiatan rekreasi dan
olahraga karena gejala.

Skor: 100/50 x 100%= 20%

Skor Derajat Kecacatan


1-20% Minimal
20-40% Moderate
40-60% Severe
>60% Severly disability in several area of life

10. EDUKASI DAN KOMUNIKASI


- Fisioterapi menganjurkan pasien agar selalu latihan secara mandiri di
rumah sesuai petunjuk dan repetisi yang telah diberikan fisioterapi
seperti neurodynamic mobilization, tumb eminence, stretching wrist
secara gentle dan ball squezee
- Pasien tidak dianjurkan untuk olahraga berat pada tangan seperti push up

11. CATATAN PEMBIMBING PRAKTIK

12. CATATAN TAMBAHAN

42
..................,.........
...............
Pembimbing

(______________________)

43
DAFTAR PUSTAKA

Atin, R. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Carpal Tunnel Syndrome (Cts)


Dextra Di Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta (Doctoral Dissertation,
Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Abedi, M., Manshadi, F. D., Khalkhali, M., Mousavi, S. J., Baghban, A. A., Montazeri, A.,
& Parnianpour, M. (2015). Translation and validation of the Persian version of the
STarT Back Screening Tool in patients with nonspecific low back pain. Manual
therapy, 20(6), 850-854.

Agustin, C. P. M. (2012). Masa Kerja, Sikap Kerja Dan Kejadian Sindrom Karpal Pada
Pembatik. Kemas: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 170-176..

Almasi-Doghaee, M., Boostani, R., Saeedi, M., Ebrahimzadeh, S., Moghadam-


Ahmadi, A., & Saeedi-Borujeni, M. J. (2016). Carpal Compression,
Phalen’s And Tinel’s Test: Which One Is More Suitable For Carpal Tunnel
Syndrome?. Iranian Journal Of Neurology, 15(3), 173.

Amitamara, B. D. (2014). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Carpal Tunnel


Syndrome Dekstra Di Rsud Saras Husada Purworejo (Doctoral
Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Andayani, N. L. N., Wibawa, A., & Nugraha, M. H. S. (2020). Effective Ultrasound and Neural
Mobilization Combinations in Reducing Hand Disabilities in Carpal Tunnel Syndrome
Patients. Jurnal Keperawatan Indonesia, 23(2), 93-101.

Awan, W.A., Babur, M.N., Ansari, M., & Liaqat, M. (2014). Effectiveness of stretching of
the flexor retinaculum with ultrasonic therapy in the management of carpal tunnel
syndrome. Pakistan Journal of Neurological Sciences (PJNS), 9 (4), 5–8.

Bachrudin, M. (2018). Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Medika: Jurnal Ilmu


Kesehatan Dan Kedokteran Keluarga, 13(1), 7-13.

Bahrudin, M., Putra, R. L., & Alief, H. F. (2016). Hubungan Masa Kerja Dengan
Kejadian Cts Pada Pekerja Pemetik Daun Teh. Saintika Medika: Jurnal
Ilmu Kesehatan Dan Kedokteran Keluarga, 12(1), 24-29.

Bahrudin, Moch. (2011). Carpal Tunnel Syndrome (Cts). Staff Pengajar Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Volume 7.
Nomor 14: Januari 2011

Bajura, S. (2020). Carpal tunnel syndrome in persons performing cosmetic procedures.

Bird, M. L., Callisaya, M. L., Cannell, J., Gibbons, T., Smith, S. T., & Ahuja, K. D. (2016).
Accuracy, validity, and reliability of an electronic visual analog scale for pain on a
touch screen tablet in healthy older adults: a clinical trial. Interactive journal of medical
research, 5(1), e3.

Duckworth, A. D., Jenkins, P. J., Roddam, P., Watts, A. C., Ring, D., & Mceachan,
J. E. (2013). Pain And Carpal Tunnel Syndrome. The Journal Of Hand
Surgery, 38(8), 1540-1546.

47
48

Fitriani, R.N. (2012). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dugaan Carpal Tunnel
Syndrome (Cts) Pada Operator Komputer Bagian Sekretariat Di Inspektorat Jenderal
Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2012. Skripsi. Jakarta: Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.

Fauzi, A. (2015). Trigger Finger. Juke Unila, 5(9), 134-140.

Hadi, Martono Pranarka K. (2014). Buku Ajar Boedhi Darmojo. 4th ed. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI;

Helmi, Zairin Noor. (2012). Buku Ajar Gangguan Musculoskeletal. Jakarta. Salemba
Medika

Huldani. 2013. Carpal Tunnel Syndrome. (Karya Tulis Ilmiah). Barjarmasin:


Universits Lambung Mangkurat

Langer, Martin. (2011). Ligaments Wrist Interosseous Dorsal 2011.

Lippert L. (2011). Clinical Kinesiology And Anatomy. Philadelphia: F.A. Davis


Company

Luklukaningsih, Zuyina. (2014). Anatomi Fisiologi Dan Fisioterapi. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Lukman Dw, Sudarwanto M, Sanjaya Aw, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono Rr.


(2009). Pengaruh Mastitis Terhadap Kualitas Susu. Dalam: Pisestyani H.
(Ed). Higiene Pangan. Bogor: Kesmavet Fkh Ipb. Hlm 39-47.

Mahadewa, Tjokorda Gede Bagus. (2013). Saraf Perifer Masalah Dan


Penanganannya. Jakarta, Permata Putri

Moore, K. L., Dalley, A. F., & Agur, A. M. (2013). Clinically Oriented Anatomy.


Lippincott Williams & Wilkins.
Meirelles, L. M., Fernandes, C. H., Ejnisman, B., Cohen, M., Dos Santos, J. B. G., &
Albertoni, W. M. (2020). The prevalence of carpal tunnel syndrome in adapted
Sports athletes based on clinical diagnostic. Orthopaedics & Traumatology:
Surgery & Research, 106(4), 751-756.

Nugraha, M. H. S., Purnawati, S., Irfan, M., & Handari, L. M. I. S. (2019).


Kombinasi Pulsed Shortwave Therapy Dan Neurodynamic Mobilization
Lebih Efektif Menurunkan Disabilitas Punggung Dibandingkan Kombinasi
Pulsed Shortwave Therapy Dan Lumbar Spine Stabilization Exercise Pada
Pasien Hernia Nukleus Pulposus Lumbosakral.

Ono, S., Clapham, P. J., & Chung, K. C. (2010). Optimal management of carpal tunnel
syndrome. International journal of general medicine, 3, 255.

Paramita, G. P. P. (2017). Efektifitas Kombinasi Carpal Bone Mobilization Dengan


Nerve And Tendon Gliding Terhadap Penurunan Nyeri Akibat Carpal
Tunnel Syndrome (Cts) Pada Ibu Pkk Kecamatan Sukosari
49

Bondowoso (Doctoral Dissertation, University Of Muhammadiyah


Malang).

Park, J. S., Won, H. C., Oh, J. Y., Kim, D. H., Hwang, S. C., & Yoo, J. I. (2019).
Value Of Cross-Sectional Area Of Median Nerve By Mri In Carpal Tunnel
Syndrome. Asian Journal Of Surgery.

Paulsen F. & J. Waschke. (2013). Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum
Dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : Egc.

Rohimah, R. (2019). The Risk Factors That Affecting Carpal Tunnel Syndrome (Cts) On The
Staffs At Polytechnic Health Of Science Jakarta I.

Saifudin Ansori, Y. (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Carpal Tunnel


Syndrome Bilateral Di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya (Doctoral
Dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Santana, H. H. S., Fernandes de Oliveira, I. A. V., Medrado, A. P., & Nunes, S. K.


(2015). Neurodynamic mobilization and peripheral nerve regeneration: A
narrative review. Int J Neurorehabilitation, 2(2).

Sharma, S. S., & Sheth, M. S. (2018). Effect Of Neurodynamic Mobilization On


Pain And Function In Subjects With Lumbo-Sacral
Radiculopathy. Medicine Science, 7, 5-8.

Snell, Richard S (2012). Clinical Anatomi By Regions Edition 9. Lippincott Williams


& Wilkins.

Snell, R. S. (2012). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih Bahasakan Oleh


Sugarto L. Jakarta:Egc.

Spalteholz, Werner (2013). Atlas Berwarna Anatomi Kedokteran, Buku 1. Tangerang


Selatan: Binarupa Aksara.

Usman, N. F. B., & Imania, D. R. (2017). Pengaruh Kinesiotaping Dan Upper Limb


Tension Test Terhadap Kemampuan Fungsional Pada Carpal Tunnel
Syndrome (Doctoral Dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).

Wang, Y., Ma, M., Tang, Q., Zhu, L., Koleini, M., & Zou, D. (2015). The Effects Of
Different Tensile Parameters For The Neurodynamic Mobilization Technique On
Tricipital Muscle Wet Weight And Murf-1 Expression In Rabbits With Sciatic Nerve
Injury. Journal Of Neuroengineering And Rehabilitation, 12(1), 38.

Werthel, J. D. R., Zhao, C., An, K. N., & Amadio, P. C. (2014). Carpal Tunnel
Syndrome Pathophysiology: Role Of Subsynovial Connective
Tissue. Journal Of Wrist Surgery, 3(04), 220-226.

Wolny, T., & Linek, P. (2019). Is manual therapy based on neurodynamic techniques
effective in the treatment of carpal tunnel syndrome? A randomized controlled
trial. Clinical rehabilitation, 33(3), 408-417.

Yudiyanta, N. K., & Novitasari, R. W. (2015). Assessment Nyeri. Jurnal Cdk, 226.

Anda mungkin juga menyukai