Anda di halaman 1dari 24

MODUL II

BAHAN-BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN CARA


PENANGANANNYA

Tujuan Instruksional Khusus :

1. Mahasiswa mengenal jenis-jenis bahan kimia beracun, korosif, mudah


terbakar dan mudah meledak.

2. Mahasiswa mengenal jenis-jenis bahan kimia oksidator, reaktif terhadap


air dan asam, gas bertekanan tinggi dan bahan radioaktif.

3. Mahasiswa mengetahui cara penanganan bahan kimia berbahaya.

Kemungkinan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya dalam laboratorium cukup


banyak. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jenis reagen kimia vang dipakai,
meskipun kadang kala jumlah penggunaannya relatif lebih sedikit daripada
dalam industri. Suatu bahan kimia dapat dikatakan berbahaya apabila termasuk salah
satu atau lebih kategori di bawah. Pengenalan sifat dan jenis bahan tersebut akan
memudahkan dalam cara penanganannya, yakni cara pencampuran, mereaksikan,
pemindahan atau transportasi, dan penyimpanan. Untuk memudahkan cara
mengenali dan menangani bahan kimia, bahan-bahan kimia berbahaya dapat
dikategorikan sebagai berikut:

1. BAHAN-BAHAN KIMIA BERACUN ATAU TOKSIK (TOXIC


SUBSTANCES)
Pada dasarnya semua bahan kimia adalah beracun, tetapi bahayanya terhadap
kesehatan sangat bergantung pada jumlah zat tersebut yang masuk ke dalam tubuh.
Garam dapur yang kita makan setiap hari adalah bahan kimia yang tidak menimbulkan
gangguan kesehatan. Tetapi, jika terlalu besar jumlah yang kita makan, akan
membahayakan kesehatan kita. Demikian pula berbagai macam obat, baru bermanfaat

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 7


bagi tubuh pada dosis tertentu. Tetapi akan berbahaya apabila diberikan dalam dosis
berlebihan.
Dalam laboratorium, bahan-bahan kimia dapat masuk kedalam tubuh melewati
tiga saluran yaitu :
a) Melalui mulut atau tertelan.
Hal ini jarang terjadi kecuali apabila ada kesalahan memipet dengan mulut
atau makan dan minum di dalam laboratorium.
b) Melalui Mulut
Zat-zat seperti analin, nitrobenzena, fenol dan asam sianida (HCN) mudah
terserap kulit. Mekanisme dari proses ini diduga ada hubungan erat dengan
kelaruan lipid (lemak) pada kulit.
c) Melalui Pernapasan
Gas, debu dan uap mudah terserap lewat pernapasan dan saluran ini
merupakan sebagian besar (± 90 %) dari keracunan yang terjadi. Gas-gas
seperti sulfur dioksida (SO2) dan klor (Cl2) dapat memberikan efek setempat
pada jalan pernapasan. Tetapi gas-gas seperti HCN, CO, H2S, uap dan Zn,
yang telah terserap lewat pernapasan, akan segera masuk ke dalam darah
dan terdistribusi ke seluruh organ-organ tubuh.

Interaksi antara bahan-bahan kimia dengan jaringan jaringan tubuh dapat


terjadi antara bahan-bahan kimia yang bersifat elektrofilik seperti CC4, dan
CS2, dengan protein seperti enzim dan asarn nukleat seperti DNA yang
bersifat nukleofilik. Zat-zat toksik berberat molekul besar dapat berikatan
dengan sel-sel tubuh berupa ikatan hidrogen atau ikatan hidrofobik/van der
Waals. Akibat interaksi tersebut, fungsi biologis dari sel-sel tubuh akan dapat
terganggu.

Gangguan toksin (racun) dari bahan-bahan kimia terhadap tubuh juga


berbeda-beda. Misalnya CCl 4 dan benzena dapat menimbulkan kerusakan pada
hati; metil isosianat (methyl isocyanate = MIC) dapat menyebabkan kebutaan
dan kematian; senyawa merkuri (air raksa) dapat menimbulkan kelainan pada
genetik atau keturunan; dan banyak senyawa organik yang mengandung cincin
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 8
benzena, senyawa nikel dan krom dapat bersifat karsinogenik atau penyebab
penyakit kanker. Meskipun demikian, gangguan-gangguan tersebut di atas
sangat bergantung pada kondisi kesehatan para pekerjanya. Kondisi badan
yang sehat dan makanan yang bergizi akan mudah menggati kerusakan sel-sel
akibat keracunan. Sedangkan kondisi kurang gizi akan sangat rawan terhadap
keracunan.

1.1 Efek Akut dan Kronis


Efek toksik bagi tubuh manusia dibagi dua yakni akut dan kronis.
a. Efek akut adalah pengaruh sejumlah dosis tertentu yang akibatnya dapat
dilihat atau dirasakan dalam waktu pendek. Suatu contoh, keracunan
fenol dapat menyebabkan diare dan keracunan gas CO dapat
menimbulkan hilang kesadaran atau kematian dalam waktu pendek
(detik, menit, jam).

b. Kronis adalah suatu akibat keracunan bahan-bahan kimia dalam dosis


kecil tetapi terus menerus dan efeknya baru dapat dirasakan dalam
jangka panjang (minggu, bulan atau tahun).

Menghirup uap benzene dan senyawa hidrokarbon terklorinasi (kloroform,


karbon tetraklorida) dalam kadar rendah tetapi terus menerus akan
menimbulkan penyakit hati (lever) setelah bebera tahun. Demikian pula uap
timbal akan menimbulkan kerusakan dalam darah. Karena efeknya baru terasa
dalam jangka panjang, maka efek kronis kurang mendapat perhatian atau lebih
sering diremehkan daripada efek akut. Tetapi sikap demikian adalah tidak
benar. Menurun atau rusaknya kesehatan seseorang merupakan penderitaan
bagi yang bersangkutan atau keluarganya dan mengakibatkan kurang produktif
serta meningkatnya biaya pengobatan.

1.2 Ukuran Toksisitas

Toksisitas bahan kimia perlu diketahui oleh para pekerja laboratorium kimia

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 9


untuk mengetahui derajat bahaya bahan tersebut dalam suatu percobaan. Pada
hakikatnya suatu bahan kimia baru dapat dinyatakan toksis apabila sudah ada
bukti atau kenyataan. Bukti tersebut dapat diperoleh dari data percobaan pada
berbagai jenis binatang seperti tikus, kera, anjing dan sebagainya. Percobaan
dilakukan pada dosis dan waktu keterpaan (exposure) tertentu.

Ekstrapolasi hasil percobaan pada binatang terhadap efeknya pada manusia


merupakan jembatan yang banyak mengandung ketidaktentuan.

Walaupun demikian, percobaan biologis tersebut memberikan informasi


toksisitas secara relatif dari berbagai bahan-bahan kimia. Selain itu bahan-
bahan kimia yang ternyata berbahaya pada binatang percobaan akan berbahaya
pula bagi manusia pada dosis tertentu atau setidaknya memberikan ”hint” pada
kita untuk lebih berhati-hati terhadap kemungkinan bahaya toksik.

Bukti atau kenyataan bahwa suatatu zat berbahaya bagi manusia dapat pula diperoleh
dari data-data epidemi. Suatu contoh keracunan metil raksa (methyl mercury) yang
terjadi pada ribuan orang Iraq ; keracunan air raksa di Jepang sebagai akibat ikan yang
dikonsumsi terkontaminasi air raksa; dan penyakit asbestosis (akibat serat-serat kecil
asbes) bagi para pekerja atau penduduk- sekitar pabrik asbes di Amerika:
Memang data-data epidemik tidak dapat dibantah, tetapi data-data tersebut baru
dapat diperoleh setelah keracunan terjadi yang mungkin memerlukan waktu yang
lama. Selain itu juga pengaruh lingkungan atau bahan-bahan lain juga
sering menambah kesulitan dalam interpretasi.

Meskipun terdapat banyak kesulitan dalam menentukan tingkat-tingkat


toksisitas, namun para ahli telah dapat rnengemukakan konsep-konsep ukuran
toksisitas. Dosis yang ternyata memberikan jawab (respons) terhadap 50% binatang
percobaan disebut effective dose atau ED 50. Kalau respons tersebut berupa kemauan,
maka disebut Lethal dose atau LI)50. Untuk zat, gas atau uap dalam udara dipakai
ukuran lethal concentration 50 atau LC50 yakni konsentrasi gas dalam udara yang
dapat memberikan kematian 50% binatang percobaan pada keterpaan (exposure)
selama 6 jam. Dari percobaan-percobaan tersebut, telah dapat dikategorikan

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 10


berbagai tingkat toksisitas akut seperti pada tabel berikut :

Kategoari Toksisitas Akut

Toksisitas Kemungkinan LD 50 Golongan senyawa dan


bagi manusia LD50 untuk tikus
TK.Penjelasan
(70 kg) mg/kg
Tidak toksik 15 g/kg Propilen glikol
Sedikit toksik 5-15 g/kg Asam sorbat
Toksik sedang 0.5-5/g/kg Isopropanol
Toksik 50-500 mg/kg Hidrokwinon
Sangat Toksik 5-50 mg/kg Timbal arsenat
Super toksik 5 mg/kg Nikotin

Kimia yang bersifat akumulatif, karsinogenik (penyebab kanker) atau bahan yang
dapat menimbulkan kekebalan pada binatang percobaan.
Untuk efek kronis, ukuran toksisitas dipakai istilah Threshold Limit Value (TLV)
atau Nilai Ambang Batas (NAB). Artinya adalah konsentrasi dari zat, uap atau
gas dalam udara yang dapat dihirup selama 8 jam per hari selama 5 hari/minggu
tanpa menimbulkan gangguan kesehatan yang berarti. Secara umum dapat
dikatakan bahwa bahan-bahan kimia dengan NAB rendah lebih toksik daripada
NAB tinggi. Tetapi nilai NAB tidak selalu menunjukkan sifat bahaya suatu
bahan kimia. Suatu contoh NaCN dan HCN mempunyai NAB yang sama karena
efek toksik keduanya berasal dari sianida. Tetapi HCN adalah gas yang mudah
dihirup, sedangkan NaCN adalah berupa pada dengan tekanan uap rendah. Suatu
contoh dari NAB bahan-bahan kimia yang sering kita temukan dalam
laboratorium adalah seperti tabel berikut.

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 11


NAB Bahan-bahan Kimia
3
No Nama Bahan NAB (ppm) NAB (mg/m )
1 Air raksa nihil 0,05
2 Amoniak 25 18
3 Anilin 2 10
4 Asam bromida 3C 10C
5 Asam klorida 5 7
6 Asam fluorida 3C 2.5C
7 Asam nitrat 2 5
8 Asam formiat 5 9
9 Asam sianida 10C 10C
10 Asam sulfat nihil 1
11 Asam sulfida 10 14
12 Asbes nihil 5 serat/cm3 , panjang 5 µm
13 Aseton 750 1.780
14 Benzena 10 30
15 Benzil klorida 1 5
16 Brom 0.1 0.7
17 DDT nihil 1
18 Dioksan 25 180
19 Etil asetat 400 1.400
20 Etil eter 400 1.200
21 Fenol 5 19
22 Fluor 1 2
23 Formaldehida 1 1.5
24 Heksana 100 360
25 Iodin 0.1C 1C
26 Kadmium (uap, debu) nihil 0.05
27 Karbon dioksida 5.000 9.000
28 Karbon disulfida 10 30
29 Karbon monoksida 50 55
30 Karbon tetraklorida 5 30
31 Klor 1 3
32 Kloroform 10 50
33 Metanol 200 260
34 Nitrobenzena 1 5
35 Nitrogen dioksida 3 6
36 Ozon 0,1 0,2
37 Sulfur dioksida 2 5
38 Tibal (uap, debu) nihil 0.15
39 Timbal tetraetil nihil 0.1
40 Vinil klorida 5 10

Keterangan :
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 12
Ppm = bagian dalam satu juta (volume)
C = batas konsentrasi tertinggi dalam uadara tempat kerja
Daftar di atas diambil dari : Threshold Limit Value and Biological Exposure
Indices for 1986-1987 American Conference of Governmental Industrial
Hygienists.
1.3 Usaha Menghidari Keracunan
Keterpaan bahan-bahan kimia industri dalam laboratorium lebih banvak dan
berkemungkinan lebih pendek waktunya dari pada belum diketahui sifat-
sifatnva. Oleh karena itu amat diperlukankan informasi tentang nilai ambang batas
(NAB) ata threshold limit values (TLV) dari dari gas, uap, dan debu yang
dikeluarkan setiap tahun oleh American Conference of Govermental Industrial
Hygienists (ACGIH) banyak diterima dan merupakan pegangan di banyak
negara. NAB dari suatu zat dapat berubah setiap tahun, bergantung pada
perkembangan dari percobaan test toksisitas.

Menghadapi ketidaktentuan dalam hal toksisitas di atas, justru kita harus lebih
berhati-hati dalam, penanganan bahan kimia toksik. Penggunaan pelarut atau
reagen-reagen yang toksik diusahakan untuk diganti bila mungkin. Suatu
contoh, benzena sebagai pelarut diusahakan diganti dengan toluena yang kurang
toksik. Dalam hal toksisitas suatu zat tidak diketahui, perlu diadakan perkiraan,
terutama dari struktur molekul. Senyawa dengan gugus amino, nitro dan gugus
halogen reaktif perlu dicurigai akan kemungkinan bahayanya.

Apabila ada kemungkinan bahan-bahan yang dipakai akan menimbulkan


pencemaran udara kerja, maka sebaiknva percobaan-percobaan dilakukan
dalam almari asam. Demikian pula ventilasi ruangan kerja perlu diperhatikan,
agar ruangan tidak lembab dan tercemar oleh gas-gas berbahaya.

Makan dan minum dalam laboratorium perlu dihindarkan untuk mencegah


kontaminasi. Selain itu, sebagai usaha terakhir, bekerja dengan bahan-bahan
kimia toksik harus memakai alat-alat pelindung diri yang sesuai. Pelindung
pernapasan (masker), sarung tangan (gloves), dan kacamata pelindung harus
digunakan, meskipun terasa kurang enak dipakainya, tetapi jelas akan lebih

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 13


aman. Perlu diingat kembali, usaha pencegahan di atas lebih dititikberatkan
pada pencegahan tidak hanya akibat-akibat fatal, tetapi lebih banyak usaha
menjaga kesehatan atau menghindari akibat kronis.

2. Bahan-bahan Kimia Korosif/Iritant (Corrosive Substance)


Dalam laboratorium, bahan kimia korosif seperti asam sulfat, asam klorida, dan asam
nitrat, dapat kita kenal bisa merusak berbagai macam peralatan dari logam. Bahan-
bahan tersebut bila kena kulit juga dapat menimbulkan sakan berupa rangsangan
atau iritasi, dan peradangan kulit. Oleh karena itu, bahan kimia korosif dapat pula
disebut sebagai iritant. Selain kulit, bagian tubuh yang lembab atau berlendir
seperti mata dan saluran pernapasan merupakan hagian tubuh yang rawan.

Pengaruh bahan kimia korosif amat bergantung pada keadaan fisik dan
kelarutan zat dalam permukaan bagian tubuh yang terkena. Akibat yang
ditimbulkannya dapat berupa efek setempat (primer) dan efek sistemik
(sekunder). Suatu contoh, asam sulfat dan asam trikloroasetat (TCA) dapat
menimbulkan luka setempat, sedangkan asam suifida dapat menimbulkan efek
sistemik, yakni tidak hanya peradangan pada saluran pernapasan tetapi juga
sampai pada paru paru. Bahan kimia korosif dapat dikelompokkan sesuai wujud
zat, yakni cair, padat, dan gas yang akan dibahas lebih lanjut.

a. Bahan Korosif Cair

Dapat menimbulkan iritasi setempat sebagai akibat reaksi langsung dengan kulit,
proses pelarutan atau denaturasi protein pada atau akibat gangguan
kesetimbangan membran dan tekanan osmosa pada kulit.
Pengaruh iritasi akan bergantung pada konsentrasi dan lamanya kontak
dengan kulit. Asam sulfat pekat dapat menimbulkan luka yang sukar
dipulihkan. Contoh bahan korosif cair adalah :

1. Asam mineral :

Asam nitrat : HNO3

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 14


Asam sulfat : H2SO4

Asam klorida : HCl

Asam fluorida : HF

Asam posfat : H3PO4

2. Asam organik

Asam formiat : HCOOH

Asam asetat : CH3COOH

Asam monokloroasetat : CH2ClCOOH

3. Pelarut organik

Petroleum

Hidrokarbon terklorinasi

Karbon disulfida

Terpentin

Bahaya bahan kimia korosif dapat dihindari dengan menghindarkan kontak


dengan tubuh. Alat proteksi seperti sarung tangan, kacamata pelindung, dan
pelindung muka perlu dipakai untuk menangani bahan kimia korosif. Pada suhu
kamar, bahan-bahan korosif dapat pula mengeluarkan uap yang korosif/iritant pula,
sehingga pelindung pernapasan (masker) perlu pula digunakan.
Pertolongan pertama selalu dilakukan dengan menyemprot atau mencuci
dengan air yang cukup banyak pada bagian yang terkena; sebelum dibawa ke
dokter.

b. Bahan Kimia Korosif Padat

Iritasi yang ditimbulkan oleh zat padat korosif amat bergantung pada kelarutan zat
pada kulit yang lembab. Sifat korosif dan panas yang ditimbulkan akibat proses
pelarutan adalah penyebab iritasi. Meskipun zat padat korosif kurang berbahaya
dibandingkan dengan bentuk cair, tetapi larutan pekat dan dispersi zat padat dalam
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 15
cair (slury) mempunyai bahaya yang lebih besar. Demikian juga zat tersebut dalam
bentuk debu halus. Contoh zat padat korosif sebagai berikut :

1. Basa

Natrium hidroksida NaOH

Kalium hidroksida KOH

Natrium silikat Na2O.xSiO2

Amonium karbonat (NH4)2CO3

Kalsium oksida/hidroksida CaO, Ca(OH)2

Kalsium karbida CaC2

Kalsium sianida Ca(CN)2

2. Asam

Trikhloroasetat CCl3COOH

3. Lain-lain

Fenol C6H5OH

Natrium Na

Kalium K

Posfor P

Perak nitrat AgNO3

Cara penanganan bahan kimia korosif padat mirip dengan bentuk cairnya, yakni
mencegah kontak dengan bahan dengan cara memakai pelindung diri (sarung
tangan, kacamata, dan sebagainya). Demikian pula cara pertolongan pertama, yakni
dengan pencucian memakai air sebanyak mungkin atau bila perlu dengan air sabun.

c. Bahan Korosif Bentuk Gas


Bentuk gas, merupakan yang paling berbahava dibandingkan dengan bentuk padat
dan cair karena yang diserang adalah saluran pernapasan. Kelarutan gas dalam
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 16
permukaan saluran yang lembab atau lendir menentukan bahaya gas tersebut di
samping jenis zat. Suatu contoh, gas amonia bila terisap, akan menyebabkan
pembengkakan pada bagian atas saluran pernapasan yang mungkin dapat
menimbulkan kematian. Tetapi kalau keterpaan (exposure) terhadap amonia tidak
terlalu lama, penderita dapat segera sembuh karena saluran pernapasan bagian
dalam tidak terganggu. Hal ini berbeda dengan fosgen, yang meskipun sedikit
dapat menimbulkan iritasi, tetapi dapat menyebabkan kecelakaan fatal karena
dapat merusak sel udara (alveoli) dalam paru-paru. Gas klor mempunyai
sifat bahaya di antara ammonia dan fosgen.

Jenis gas irritant dapat digolongkan pada besar kecilnya kelarutan yang juga
menentukan daerah serangan pada alat pernapasan. Golongan tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Amat larut, dengan daerah serangan pada bagian atas saluran pernapasan.

Amonia NH3
Asam klorida HCl
Asam fluorida HF
Formaldehida HCNO
Asam asetat CH3COOH
Sulfurklorida S2Cl2
Tionil klorida SOCl2
Sulfuril klorida SO2Cl2

2. Kelarutan sedang.
Efek pada saluran pernapasan bagian atas dan yang lebih dalam (Bronchin)

Belerang oksida SO2

Klor Cl2

Brom Br2

Arsen triklorida AsCl3


K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 17
Pospor triklorida PCl3

Pospor penta klorida PCl5

3. Kelarutan Kecil

Efek pada alat pernapasan bagian dalam.

Ozon O3

Nitrogen oksida NO2

Fosgen COCl2

4. Lain-lain

Efek iritasi oleh mekanisme bukan pelarutan :

Akrolein CH2CHCHO

Dikloroetilsulfida S(CH2CH2Cl)2

Diklorometileter O(CH2Cl)2

Kloropikrin CCl3NO2

Dimetilsulfat (CH3)2SO4

Kelompok terakhir merupakan keanehan bila dibandingkan dengan tiga


kelompok sebelumnya. Contoh akrolein dan dimetilsulfat sedikit larut
dalam air, tetapi ternyata amat iritant terhadap mata dan saluran pernapasan
bagian atas. Karena sifat yang aneh, penanganan kelompok terakhir di atas
harus hati-hati.

Secara umum untuk menghindari iritasi gas-gas tersebut, pemakaian alat pelindung
pernapasan (masker) adalah mutlak perlu di samping alat proteksi mata dan kulit.
Ventilasi amat diperlukan untuk menjaga agar konsentrasi gas dalam ruang kerja tetap
rendah.

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 18


3. BAHAN KIMIA MUDAH TERBAKAR (FLAMABLE SUBSTANCES)
Meskipurn kebakaran tidak hanya terjadi dalam laboratorium kimia, tetapi
laboratorium kimia mempunyai kemungkinan besar untuk terjadinya kebakaran. Hal
ini disebabkan selain adanya penggunaan listrik dan pemanas lain, juga banyaknya
dipakai bahan kimia yang mudah terbakar atau menimbulkan kebakaran. Memang,
di Indonesia sampai saat ini baru beberapa kali terjadi kebakaran besar dalam
laboratorium kimia. Tetapi kebakaran kecil yang menimbulkan kepanikan dan
kecelakaan, sering terjadi dalam laboratorium kimia.

Untuk dapat menghindarkan terjadinya kebakaran yang bukan mustahil dapat


menimbulkan kerugian besar, perlu kiranya dapat dihayati proses terjadinya
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 19
kebakaran, bahan kimia mudah terbakar, dan cara penanggulangan kebakaran.

Proses Kebakaran atau Terjadinya Api


Banyak kemungkinan perkerjaan dan percobaan laboratorium yang dapat
menimbulkan kebakaran. Beberapa kemungkinan tersebut kadang kala dapat
diperkirakan, kalau kita dapat memahami teori terjadinya api yang disebut segi
tiga api. Dalam teori ini disebutkan bahwa api atau kebakaran dapat terjadi bila
ada tiga unsur, yakni :

I
A

A = bahan berupa uap atau gas pada konsentrasi tertentu


P = Panas atau energi yang cukup untuk memulai kebakaran
I = oksigen yang cukup

Ada bahan yang mudah terbakar dengan oksigen, tetapi apabila suhu tidak cukup
tinggi, maka api atau proses kebakaran tidak akan terjadi. Demikian pula ada
bahan dan panas, tetapi bila oksigen tidak cukup, api pun tidak akan terjadi.
Dengan demikian, usaha untuk menghindarkan terjadinya api, pada prinsipnya
menghindarkan salah satu dari ketiga unsur tersebut di atas.
Dalam laboratorium, udara mengandung cukup banyak oksigen. Jadi, tidak dapat
ditiadakan. Maka untuk menghindarkan kebakaran, persoalannya adalah
menghindarkan adanya pertemuan antara panas/sumber penyalaan dan bahan mudah

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 20


terbakar. Sumber penyalaan dapat ditimbulkan dari api terbuka (besar atau kecil),
logam bersuhu tinggi (permukaan pemanas, furnace, oven), reaksi kimia eksotermik,
loncatan listrik, dan sebagainya. Sedangkan bahan kimia yang mudah terbakar,
banyak terdapat dalam laboratorium yang perlu dikenal lebih lanjut.

a. Jenis-jenis Bahan Kimia Mudah Terbakar


Kebanyakan bahan kimia mudah terbakar dalam laboratorium dapat digolongkan
menjadi 3 golongan yakni :
1. Padat : belerang, posfor merah dan kunig, hidrida logam, logam alkali dan
lain-lain.
2. Cair : eter, alkohol, metanol, n-heksana, benzena, aseton, pentana dan
sebagainya.
3. Gas : Hidrogen, asetilen dan sebagainya.

Pada umumnya, zat cair lebih mudah terbakar daripada zat padat dan gas lebih mudah
terbakar daripada zat cair. Tetapi zat padat berupa bubuk halus lebih mudah terbakar
daripada zat cair atau mudah terbakar seperti gas. Di antara ketiga jenis di atas,
golongan cair adalah yang paling banyak terdapat dalam laboratorium berupa pelarut-
pelarut organik.

b. Pelarut Organik
Pelarut organik seperti eter, alkohol, aseton, benzena, dan heksana sering dipakai
dalam analisis kimia dan proses ekstraksi. Pelarut-pelarut tersebut mempunyai
banyak kemungkinan bahaya kebakaran, karena zat-zat tersebut dapat menghasilkan
uap yang dalam perbandingan tertentu dengan udara dapat terbakar oleh adanya api
terbuka atau loncatan listrik. Pengalaman menunjukkan bahwa uap pelarut organik
dapat berdifusi sejauh tiga meter menuju titik api, atau seolah olah kita lihat api dapat
"menyambar" pelarut organik pada jarak tersebut. Juga dapat terjadi pelarut organik
pada suhu tertentu dapat terbakar dengan sendirinya (auto-ignition), meskipun tidak
ada sumber nyala api.

Untuk dapat mengetahui kelakuan pelarut organik terhadap proses kebakaran, perlu
diketahui pula beberapa sifat pelarut organik yang menentukan mudah tidaknya
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 21
terbakar,
yakni:
1. Titik nyala (flash point) adalah suhu dimana suatu cairan menghasilkan uap
yang dapat membentuk campuran dengan udara yang dapat membentuk
campuran dengan udara yang dapat dibakar pada permukaan cairan. Cairan
dengan titik nyala di bawa 60oC (140oF) disebut mudah terbakar (flammable
liquid) seperti eter, aseton benzene dan sebagainya.
2. Suhu bakar (iqnition temperature) adalah suhu minimum suatu zat yang
diperlukan agar zat tersebut dapat terbakar tanpa bantuan energi dari luar.
Beberapa pelarut organic mempunyai suhu baker yang lebih rendah daripada
suhu api atau nyala. Eter dan karbon disulfide mempunyai suhu baker rendah
yakni 180oC dan 100oC. Ini berarti eter dan karbon disulfide dapat terbakar
dengan sendirinya pada suhu tersebut meskippun tidak ada nyala api dari luar.
3. Daerah konsentrasi mudah terbakar (flammable range) adalah daerah
konsentrasi di mana di bawah dan di atas konsentrasi tersebut. uap tidak dapat
dibakar. Semakin lebar daerah konsentrasi tersebut semakin besar kemung-
kinan bahaya untuk terbakar.
4. Titik didih, adalah suhu di mana tekanan uap zat tersebut sama dengan
tekanan luar. Semakin rendah titik didih suatu pelarut organik semakin
banyak uap yang dihasilkan di atas permukaannya. sehingga semakin besar
kemungkinan dapat terbakar.
5. Berat jenis uap relatif terhadap udara, menentukan kecenderungan
gerakan uap dalam udara. Berat jenis uap yang lebih berat daripada udara,
menunjukkan kecenderungan uap berada di bawah. Sedangkan bet-at jenis
lebih kecil daripada udara akan mengakibatkan uap selalu bergerak di
atas.
6. Berat jenis cairan relatif terhadap air, menunjukkan dapat tidaknya kebakara
pelarut tersebut dapat disiram dengan air. Pelarut organik dengan berat jenis
lebih besar daripada air, dapat disiram dengan air bila terjadi
kebakaran. Sebaliknya, bila berat jenis zat cair organik lebih kecil daripada
air, justru akan merata dan bertambah besar api kebakaran bila disiram dengan
air (kecuali pelarut organik tersebut larut dalam air).
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 22
Cairan Organik Mudah Terbakar
Daerah Titik Didih Titik Nyala Titik Bakar BJ BJ
o o o
No Pelarut Konsentrasi (%) C C C Cairan Uap *
Mudah Terbakar
1 Aseton 3-13 56 -18 538 0.79 2.0
2 Benzena 1.4-8 80 -11 562 0.88 2.8
3 Bensin 1.4-7.6 38-204 -43 280-456 0.8 3.0-4
4 Etil alkhohol 3.3-19 79 12 423 0.79 1.59
5 Etil Eter 1.85-48 34 -45 180 0.71 2.55
6 Heksana 1.1-7.5 68 -22 261 0.66 2.97
7 Heptana (n) 1.2-6.7 98 -4 223 0.68 3.45
8 Karbon disulfida 1-44 46 -30 100 1.26 2.6
9 Metanol 6-36.5 65 12 464 0.79 1.1
10 Metil etil keton 2-10 80 -7 515 0.81 2.5
11 Minyak tanah 0.7-5 170-300 38-66 229 0.81 4.5
12 Oktana 1.0-4.6 125 13 220 0.7 3.86
13 Pentana 1.4-8 36 -49 309 0.63 2.48
14 Petroleum eter 1-6 30-60 -57 288 0.6 2.50
15 Toluena 1.4-6.7 111 4.4 536 0.87 3.1

*) relatif terhadap udara

c. Jenis-jenis Kebakaran
Sesuai dengan bahan yang terbakar, kebakaran dapat dibedakan dalam beberapa
jenis yakni:
1. Kelas A: kebakaran kertas, kayu, karet, plastik, dan sebagainya.
2. Kelas B : kebakaran pelarut organik seperti etanol, benzena, aseton,
heksana, eter dan sebagainya
3. Kelas C : kebakaran instalasi linstrik seperti trafo dan peralatan listrik.
4. Kelas D : kebakaran logam-logam alkali dan natrium

4. BAHAN KIMIA MUDAH MELEDAK/EKSPLOSIVE


(EXPLOSIVE SUBSTANCES)
Bahan-bahan kimia reaktif atau tidak stabil dapat bersifat mudah meledak atau eksplosif.
Peledakan terjadi karena terjadi reaksi amat cepat yang menghasilkan panas dan gas dalam
jumlah besar. Reaksi eksplosif demikian selain banyak menimbulkan kerusakan karena
tenaga yang amat besar, tetapi juga disertai kebakaran. Dalam laboratorium maupun
industri kimia, peledakan adalah kecelakaan yang sering terjadi dan menimbulkan banyak
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 23
korban dan kerugian harta.
4.1 Kemungkinan adanya reaksi eksplosif dapat diperkirakan dari dua aspek yakni:
4.1.1 Reaksi Kesetimbangan dengan Oksigen
Adalah selisih antara jumlah oksigen dalam sistem (senyawa atau campuran) dengan
jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi secara sempurna menjadi gas
CO2 dan H2O. Ada tiga kemungkinan sifat tersebut, yakni:

a. Kesetimbangan negatif, yakni suatu reaksi eksplosif yang terjadi karena adanya
oksigen seperti contoh:
C 2 H 403 + 3 O → 2 C02 + 2 H20
(p-asam asetat)
Ini berarti bahwa zat p-asam asetat akan meledak bila ada oksidator. Senyawa seperti
etanol, asetaldehida, aseton, dan asam asetat juga akan meledak bila dicampur
dengan H 2 O2.
b. Kesetimbangan nol, artinya bahwa jumlah oksigen pereaksi dan hasil reaksi
adalah sama seperti reaksi :

CH2O3 (asam performiat) → CO2 + H2O


(NH4)2Cr2O7 → Cr2O3 + 4 H2O + N2

Ini berarti bahwa reaksi eksplosif dapat terjadi dengan sendirinya tanpa ada
bantuan oksigen dari luar.

c. Kesetimbangan positif, yakni suatu reaksi yang cendrung melepas oksigen


seperti :
NH4NO3 → 2 H2O + N2 + O
Senyawa ammonium nitrat atau gliseralnitrat menjadi eksplosif bila ada reduktor
yang dapat menyerap oksigen.

4.1.2 Struktur molekul di bawah ini adalah struktur molekul yang tidak stabil atau
eksplosif.

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 24


Strukture Senyawa
C=C Asetilen, haloasetilen
CN2 Diazo
C–NO Nitroso
C–NO2 Nitro
C=N–O Oksim
N–NO/NO2 Nitro/nitroso
C–N=N–C Azo
N3 Azida
C–N2+ Diazonium
N–X N- Halogen
O–X Hipohalida
C–Cl–O3 Perkloril
O–O Peroksida

4.1.3 Faktor-faktor Penyebab Eksplosif


Penanganan bahan-bahan tidak stabil di atas harus berhati-hati, karena ada
beberapa faktor yang amat berpengaruh pada proses terjadinya ledakan, yakni :

(1) Suhu penyimpanan : semakin tinggi suhu semakin mudah terjadi reaksi
eksplosif.
(2) Benturan, gesekan mekanik : dapat menimbulkan pemanaasan lokal yang
eksplosit. Hal ini dapat terjadi pada saat proses pencampuran, penggerusan dan
pengangkutan.
(3) Kelembaban : kelembaban yang tinggi dalam penyimpanan akan
menyebabkan adsorpsi air yang memudahkan reaksi kimia terjadi. Dengan
sendirinya penyimpanan harus bebas; dari atap yang bocor di waktu hujan.
(4) Listrik: dapat memberikan pemanasan dan atau loncatan api.
(5) Pengaruh bahan kimia lain dalam penyimpanan. Bahan kimia reduktor akan
berbahaya bila dicampur atau berdekatan dengan bahan oksidator yang
tidak stabil.
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 25
5. BAHAN KIMIA OKSIDATOR (OXIDISING AGENTS)
Bahan kimia oksidator adalah bahan kimia yang dapat menghasilkan oksigen
dalam penguraian atau reaksinya dengan senyawa lain. Bahan tersebut juga
bersifat reaktif dan eksplosif serta sering menimbulkan kebakaran. Kebakaran
akibat bahan oksidator sukar dipadamkan karena mampu menghasilkan oksigen
sendiri.
Bahan kimia oksidator dapat dibedakan dua jenis vakni:
(1) Oksidator anorganik, seperti:
• permanganat
• perklorat
• dikromat
• hidrogen peroksida
• periodat
• persulfat
Bahan-bahan tersebut banyak dipakai dalam analisis kimia sebagai reagen.
(2) Peroksida organik seperti:
• benzil peroksida
• asetil peroksida
• eter oksida
• asam perasetat
Zat-zat tersebut banyak dipakai dalam sintesis organik.

Oksidator ”tersembunyi”

Dalam laboratorium kimia, mungkin kita sering menghadapi bahan oksidator yang
jelas seperti asam perklorat yang masih tetap kita pakai dalam analisis kimia, di mana
kita harus selalu waspada. Tetapi kadang kala kita menghadapi zat oksidator yang
"tersembunyi", seperti peroksida dalam pelarutt organik. Senyawa peroksida
tersebut dapat terjadi karena proses auto-oksidasi pelarut seperti: etil eter; isopropil
eter, dioksan, tetrahidrofuran, dan eter alifatik lain.

Pelarut-pelarut di atas yang telah mengandung peroksida akan meledak hebat apabila
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 26
pelarut tersebut didistilasi atau diuapkan. Hal ini disebabkan oleh peroksida
hasil autooksidasi adalah tidak mudah menguap, sehingga dalam residu distilasi
menjadi lebih pekat atau terkonsentrasi yang oleh faktor panas akan meledak.
Karena seringnya peledakan oleh peroksida tersembunyi di atas, beberapa cara
penanganan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Tes KI sebelum didistilasi pelarut di atas. Tes dilakukan dengan menambah 1 ml
larutan KI 10% + larutan kanji ke dalam 10 ml contoh eter. Warna biru
menunjukkan adanya peroksida yang perlu diambil. Pengambilan
peroksida dilakukan dengan mengocok eter dengan larutan FeSO4 (60 gr
FeSO4 dalam 110 ml air + 6 ml H2SO4) dan tes kembali sampai tak ada
peroksida.
(b) Distilasi dilakukan tanpa pengaduk udara.
(c) Memakai pelindung muka pada saat distilasi pelarut organik.
(d) Sebaiknya tidak memakai pelarut yang lama.
(e) Tidak menyimpan sisa-sisa pelarut seperti eter.
(f) Menyimpan pelarut dalam botol cokelat untuk mengurangi proses oksidasi.

Karena proses eksplosif selalu disertai dengan kebakaran, maka percobaan-


percobaan senyawa-senyawa eksplosif sebaiknya dilakukan dalam almari
asam, memakai alat pelindung dan siap dengan pemadam kebakaran.

6. BAHAN KIMIA REAKTIF TERHADAP AIR (WATER REACTIVE


SUBSTANCES)

Bahan reaktif terhadap air adalah bahan-bahan kimia yang mudah bereaksi
dengan air menghasilkan panas yang besar dan atau gas yang mudah terbakar.
Logam-logam seperti Na K, dan Ca bereaksi dengan air menghasilkan H2
yang langsung terbakar oleh panas reaksi vang terbentuk:

2 Na + H2O → 2 NaOH + H2 + kalori

Sedangkan CaO bereaksi dengan air menghasilkan panas:

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 27


CaO + H2O → Ca(OH)2 + kalor
Selain itu, bahan-bahan seperti logam halida anhidrat, oksida non-logam
halida dan asam sulfat pekat juga bereaksi dengan air secara hebat. Oleh karena
itu, zat-zat demikian harus dijauhkan dari air atau disimpan dalam ruangan yang
kering dan bebas dari kebocoran di waktu hujan. Kebakaran akibat zat-zat di atas
tak dapat dipadamkan dengan penyiraman air.

7. BAHAN KIMIA REAKTIF TERHADAP ASAM (ACID REACTIVE


SUBSTANCES)

Bahan-bahan reaktif terhadap asam adalah bahan-bahan yang mudah bereaksi


dengan asam menghasilkan panas, gas mudah terbakar, dan atau gas beracun.
Logam-logam alkali seperti Na, K, dan Ca selain reaktif terhadap air juga reaktif
terhadap asam. Oksidator seperti kalium klorat/perklorat, kalium
permanganat dan asam kromat amat reaktif terhadap asam sulfat dan asam asetat.
Zat-zat beracun seperti NaCN atau KCN bereaksi dengan asam membentuk gas
asam sianida yang amat beracun:

NaCN + HCl → NaCl + HCN(g)

Demikian pula logam-logam seperti Cu, Zn, dan Al reaktif terhadap asam nitrat
menghasilkan gas NO2 yang beracun.

Cu + 4 HNO3 → Cu(NO3)2 + 2 NO2(g) + 2 H2O

Dengan sendirinya zat-zat di atas dalam penyimpanannya harus dijauhkan dari asam-
asam.

8. GAS BERTEKANAN TINGGI (COMPRESSED GASES)


Gas bertekanan tinggi banyak dipakai dalam laboratorium baik sebagai reagen,
bahan bakar atau gas pembawa. Gas-gas tersebut disimpan dalam bentuk :
a. Gas tekan seperti udara, hidrogen dan klor
b. Gas cair, nitrogen dan amonia
K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 28
c. Gas terlarut dalam pelarut organik di bawah tekanan misalnya asetilen.
Bahaya dari gas-gas bertekanan tersebut, selain bahaya karena sifat gas tersebut
(beracun, korosif, mudah terbakar) juga bahaya mekanik seperti meluncurnya
silinder gas akibat tekanan yang terlepas atau ledakan. Selain itu, ciri khas
bahaya utama adalah adalah kebocoran yang akan mengeluarkan banyak gas
dalam waktu yang singkat.

Di antara gas-gas yang bertekanan yang sering dipakai dalam laboratorium seperti
pada tabel berikut :

Gas-gas Bertekanan yang Sering Dipakai dalam Laboratorium Kimia


NAB, LFL-UFL,
Gas Kegunaan Bahaya
ppm %
Asetilen Bahan bakar AAS Mudah terbakar, aspiksian
Amonia Reagen, pelarut 50 15-28 Beracun, aspiksian
Argon Gas pembawa Kromatografi gas - - aspiksian
Klor Reagen 1- Beracun, iritant, korosif
Hidrogen Hidrogenasi, kromatografi gas - 4,0 - 75 Mudah terbakar, aspiksian
Helium Gas karier - - aspiksian
Karbon dioksida Gas penginert 5000 - aspiksian
Nitrogen dioksida Bahan bakar AAS 5- Beracun, korosif
Etilen oksida stelisasi, sintesis 50 3 - 100 Mudah terbakar, beracun

Silinder gas – gas tersebut harus disimpan di tempat yang tidak kena panas,
terikat kuat dan bebas dari kebocoran kran.

9. BAHAN KIMIA RADIOAKTIF ( RADIOACTIVE SUBSTANCE)


Bahan kimia radioaktif adalah bahan kimia yang dapat memancarkan radiasi sinar
alpha, beta atau gamma. Zat – zat radioaktif banyak dipakai dalam laboratorium
sebagai bahan untuk sintesis dan analisis selain untuk pengobatan. Sinar gamma
mempunyai energi dan daya tembus yang lebih besar daripada sinar beta, dan
sinar beta lebih kuat dari sinar alpha. Sinar – sinar radiasi tersebut dapat
mengganggu atau merusak sel tubuh.
Keterpaan radiasi dapat terjadi akibat sumber radiasi diluar tubuh. Terutama
untuk sinar gamma yang mempunyai daya tembus besar. Melindungi diri dengan

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 29


penahan timbal, menjauhkan diri dari sumber radiasi serta mengurangi waktu
keterpaan merupakan cara menghidarkan diri dari radiasi.

Bahaya radiasi dapat pula berasal dari dalam tubuh, yang terjadi karena masuknya
zat – zat radioaktif melalui paru – paru ( berupa uap dan debu ), mulut dan kulit.
Dalam hal ini pemancar sinar alpha dan beta sudah cukup berbahaya karena dapat
beredar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau terakumulasi dalam organ –
organ tertentu, bergantung pada jenis zat.

K3 dan Hukum Ketenagakerjaan 30

Anda mungkin juga menyukai