Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM

“ MEKANISME PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM


PEMERINTAHAN ISLAM ”

DI SUSUN OLEH:

SONI WIRAYUDHA (207310173)

KELAS: IP E SEMESTER 3

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Mekanisme Pengambilan
Keputusan dalam Pemerintahan Islam ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sistem Pemerintahan Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Mekanisme Pengambilan Keputusan dalam Pemerintahan Islam.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Pekanbaru, 05 Desember 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsisten Terhadap Hukum-hukum Al-Qur’an dan Sunnah .................... 2
2.2 Musyawarah .............................................................................................. 6
2.3 Ijtihad ........................................................................................................ 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 16
B. Saran .......................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebijakan dan pengambilan keputusan adalah dua unsur yang saling berkaitan
dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kebijakan adalah sesuatu yang lebih bersifat
teoretis, sedangkan pengambilan keputusan lebih bersifat praktis. Tindakan
pengambilan keputusan yang tidak didasarkan pada teoretis dapat mengurangi nilai
keilmiahan sebuah keputusan, sedangkan kebijakan yang tidak disertai dengan
pengambilan keputusan sulit akan menemukan wujudnya. Pengambilan keputusan
merupakan hal yang sangat urgen bagi setiap orang terutama bagi para pimpinan atau
manajer. Eksistensi seorang pemimpin dalam kepemimpinannya dapat dilihat dari
berbagai bentuk kebijakan dan keputusan yang diambilnya. Seorang pimpinan atau
manajer yang efektif adalah pimpinan atau manajer yang mampu membuat kebijakan
dan mengambil keputusan yang relevan. (Nawawi, 1993, pp. 55-56) mengatakan bahwa
organisasi hanya akan berfungsi jika para pemimpin memiliki kemampuan mengambil
keputusan dan memerintahkan pelaksanaannya kepada anggota organisasi sesuai
dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Konsisten Terhadap Hukum-hukum Al-Qur’an dan Sunnah?
2. Apa itu Musyawarah?
3. Apa itu Ijtihad?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsisten Terhadap Hukum-hukum Al-Qur’an dan Sunnah
2. Untuk mengetahui Musyawarah
3. Untuk mengetahui Ijtihad
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsisten Terhadap Hukum-hukum Al-Qur’an dan Sunnah


Konsisten terhadap hukum adalah ketetapan dan kemantapan (dalam bertindak); dari
pengertian tersebut maka dapat disimpulkan secara singkat bahwa tidaklah mudah dalam
membangun sebuah konsistensi, dibutuhkan komitmen yang tinggi, pengulangan yang
dilakukan berulang akan suatu hal sehingga menjadikan hukum konsistensi itu bekerja
sesuai dengan tujuan akhir yang diharapkan. Islam adalah agama Allah yang bersifat
universal, untuk segala waktu dan tempat. Ia diturunkan sebagai rahmat dan petunjuk bagi
umat manusia dalam kehidupan ini. Dalam perbuatan manusia yang bersifat praktis,
petunjuk ini berbentuk hukum‐hukum agama yang secara idiil merupakan perwujudan dari
dasar keimanan kepada Allah SWT. dan dasar‐dasar etika dalam masyarakat.
Hukum (Islam) adalah sekumpulan aturan keagamaan yang mengatur prilaku
kehidupan kaum Muslim dalam keseluruhan aspeknya, baik yang bersifat individual
ataupun kolektif. Karena karakteristik yang serba mencakup ini, hukum Islam menempati
posisi penting dalam pandangan umat Islam. Bahkan para pengamat Barat menilai bahwa
“adalah mustahil memahami Islam tanpa memahami hukum Islam”. Dalam Islam, terdapat
sumber utama hukum Islam; yaitu Al‐ Qur’an. Al‐Qur’an, sebagai sumber pertama dan
utama hukum Islam, di samping mengandung hukum‐hukum yang terinci dan menurut
sifatnya tidak berkembang juga mengandung hukum‐ hukum yang masih memerlukan
penafsiran‐penafsiran dan mempunyai potensi untuk berkembang. Memahami hukum pada
dasarnya juga tidak sesederhana yang dibayangkan. Dalam khazanah keislaman
pemaknaan tentang hukum juga sangat beragam berikut ini hanya dideskripsikan beberapa
dari khazanah dimaksud.
Seorang muslim juga mempunyai kepribadian konsisten terhadap Al-Qur’an dan Sunnah
yang tak pernah goyah karena badai kehidupan. Berlandaskan akidah yang benar, ia tak
mudah goyah karena bencana dan kejadian apa pun. Akidahnya tetap, karena kekuatan,
konsistensi, serta keyakinannya yang tidak goyah. Karena itulah, kita melihat seorang
Muslim yang benar akidahnya, dalam setiap keadaan, pekerjaan, serta perkataannya, selalu
konsisten. Dalam keadaan gembira, sedih, ditimpa kesulitan, atau mengalami berbagai
kemudahan, ia tak berubah, selalu konsisten. Konsistensinya dalam setiap keadaan itu
disebabkan akidahnya. Dalam banyak kesempatan kita bisa melihat seorang Muslim yang
berakidah benar, semua sikap dan perilakunya tak pernah berubah.
Selain ketaatan serta ibadahnya yang tetap, ruang batinnya pun tak berbeda dengan apa yang
dinyatakannya. Ia beribadah bukan agar dilihat manusia. Ia taat bukan sekadar pura-pura.
Sebab suka mengelabuhi manusia adalah termasuk ciri orang munafik, sebagaimana
diterangkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Prinsip-Prinsip Negara Hukum Yang Terdapat Di Dalam Al-Qur’an Dan As-Sunnah.

1. Prinsip Kekuasaan Sebagai Amanah


Prinsip-Prinsip Negara Hukum yang Tedapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah6.
Perkataan amanah tercantum dalam Al-Qur’an surah an-Nisa (4): 58, yang
diterjemahkan sebagai berikut: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat”. Apabila ayat tersebut dirumuskan dengan menggunakan
metode pembentukan garis hukum sebagaimana diajarkan oleh Hazairin dan
dikembangkan oleh Sayjuti Thalib7, maka dari ayat tersebut dapat ditarik dua garis
hukum yaitu:
Garis hukum pertama: Manusia diwajibkan menyampaikan amanah atau amanat kepada
yang berhak menerimanya.
Garis hukum kedua: Manusia diwajibkan menetapkan hukum dengan adil.
2. Prinisp Musyawarah
Dalam Al-Qur’an ada dua ayat yang menggariskan prinsip musyawarah sebagai salah
satu prinisp dalam nomokrasi Islam. Ayat yang pertama dalam surah al-Syura (42): 38:
“...adapun urusan kemasyarakatan yang diputuskan dengan musyawarah antara
mereka”. Ayat ini menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang menyangkut
masyarakat atau kepentingan umum Nabi selalu mengambil keputusan setelah
melakukan musyawarah dengan para sahabatnya. Dalam sebuah hadits Nabi
digambarkan sebagai orang yang paling banyak melakukan musyawarah. Beliau
melakukan hal ini, karena prinisp musyawarah adalah merupakan suatu perintah dari
Allah sebagaimana digariskan dalam ayat yang kedua yang dengan tegas menyebutkan
perintah itu dalam Al-Qur’an, Surah Ali-Imran (3): 159: Musyawarah dapat diartikan
sebagai suatu forum tukar menukar pikiran, gagasan atau ide, termasuk saran-saran yang
diajukan dalam memecahkan sesuatu masalah sebelum tiba pada suatu pengambilan
keputusan. Dilihat dari sudut kenegaraan, maka musyawarah adalah suatu prinsip
konstitusional dalam nomokrasi Islam yang wajib dilaksanakan dalam suatu
pemerintahan dengan tujuan untuk mencegahnya lahirnya keputusan yang merugikan
kepentingan umum atau rakyat
3. Prinsip Keadilan
Prinsip keadilan merupakan prinisp ketiga dalam nomokrasi Islam. Seperti halnya
musyawarah, perkataan keadilan juga bersumber dari Al-Qur’an. Cukup banyak ayat-
ayat Al-Qur’an yang menggambarkan tentang keadilan. Prinsip keadilan dapat ditarik
kesimpulan :
• Pertama: menegakan keadilan adalah kewajiban orang-orang yang beriman.
• Kedua: Setiap mukmin apabila menjadi saksi ia diwajibkan menjadi saksi karena
Allah dengan sejujur-jujurnya dan adil.
• Ketiga: (a) manusia dilarang mengikuti hawa nafsu; dan (b) Manusia dilarang
menyelewengkan kebenaran
4. Prinsip Persamaan
Prinsip persamaan dalam Islam dapat dipahami antara lain dari Al-Qur’an, surah al-
Hujarat (49):13 : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Prinsip persamaan dalam nomokrasi Islam mengandung aspek yang luas. Ia
mencangkup persamaan dalam segala bidang kehidupan. Persamaan itu meliputi bidang
hukum politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. Persamaan dalam bidang hukum
memberikan jaminan akan perlakuan dan perlindungan hukum yang sama terhadap
semua orang tanpa memandang kedudukannya, apakah ia dari kalangan rakyat biasa
atau dari kelompok elit.
5. Prinisp Pengakuan dan Perlindungan Terhadap Hak Asasi
Manusia Dalam nomokrasi Islam hak-hak assi manusia bukan hanya diakui tetapi juga
dilindungi sepenuhnya, karena itu, dalam hubunganya ini ada dua prinsip yang sangat
penting yaitu prinsip pengakuan hak-hak asasi manusia dan prinsip perlindungan
terhadap hak-hak tersebut. Prinsip-prinisp itu secara tegas digariskan dalam Al-Qur’an
antara lain dlam surat al-Isra (17): 70: dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-
anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari
yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Melalui ayat-ayat tersebut di atas mengandung prinisp pengakuan dan perlindungan hak
asasi manusia sebagai hak-hak dasar yang dikaruniakan Allah kepadanya. Pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak tersebut dalam nomokrasi Islam ditekankan pada
tiga hal yaitu (1) persamaan manusia; (2) martabat manusia; (3) kebebesan manusia.
Dalam persamaan manusia sebagaimana telah dijelaskan dalam paragraf yang lalu Al-
Qur’an telah menggariskan dan menetapkan suatu status atau kedudukan yang sama bagi
semua manusia. Karena itu, Al-Qur’an menentang dan menolak setiap bentuk
perlakukan dan sikap yang mungkin dapat menghancurkan prinsip persamaan, seperti
diskriminasi dalam segala bidang kehidupan, feodalisme, kolonialisme dan lain-lain.
6. Prinisp Peradilan Bebas
Prinsip ini berkaitan erat dengan prinisp keadilan dan persamaan. Dalam nomokrasi
Islam seorang hakim memiliki kewenangan yang bebas dalam makna setiap putusan
yang akan ia ambil bebas dari pengaruh siapapun. Hakim wajib menerapkan prinsip
keadilan dan persamaan terhadap siapapun. Al-Qur’an menetapkan suatu garis hukum
yang termaktub dalam surah al-Nisa (4): 58: dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil prinsip peradilan bebas
dalam nomokrasi Islam tidak boleh bertentangan dengan tujuan hukum Islam, jiwa Al-
Qur’an dan Sunnah.
Dalam melaksanakan prinsip peradilan bebas hakim wajib memperhatikan pula prinsip
amanah, karena kekuasaan kehakimannya yang berada di tangannya adalah pula suatu
amanah dari rakyat kepadanya yang wajib ia pelihara dengan sebaik-baiknya. Sebelum
ia menetapkan putusannya hakim wajib bermusyawarah dengan para koleganya agar
dapat dicapai suatu putusan yang seadil-adilnya. Putusan yang adil merupakan tujuan
utama dari kekuasaan kehakimah yang bebas.
7. Prinsip Perdamaian
Salah satu tugas pokok yang dibawa Rasulullah melalui ajaran Islam adalah
mewujudkan perdamaian bagi seluruh manusia di muka bumi ini. Arti perkataan itu
sendiri kecuali penundukan diri kepada Allah, keselamatan, kesejahteraan dan pula ia
mengandung suatu makna yang didambakan oleh setiap orang yaitu perdamaian. Al-
Qur’an sangat menjungjung tinggi dan mengutamakan perdamaian. Islam adalah agama
perdamaian. Al-Qur’an dengan tegas menyeru kepada yang beriman agar masuk ke
dalam perdamaian yang tertuang dalam surah al-Baqarah (2): 208: Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
8. Prinsip Kesejahteraan
Prinsip kesejahteraan dalam nomokrasi Islam bertujuan mewujudkan keadilan sosial dan
keadilan ekonomi bagi seluruh anggota masyarakat atau rakyat. Tugas itu dibebankan
kepada penyelenggara negara dan masyarakat. Pengertian keadilan sosial adalah
nomokrasi Islam bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan materil atau kebendaan
saja, akan tetapi mencangkup pula pemenuhan kebutuhan spiritual dari seluruh rakyat.
Negara berkewajiban memperhatikan dua macam kebutuhan itu dan menyediakan
jaminan sosial untuk mereka yang kurang atau tidak mampu. Al-Qur’an telah
menetapkan sejumlah sumber-sumber dana untuk jaminan sosial bagi anggota
masyarakat dengan berpedoman pada prinsip keadilan sosial dan keadilan ekonomi.
9. Prinsip Ketaatan Rakyat
Bagaimana hubungan antara pemerintah dan rakyat, Al-Qur’an telah menetapkan suatu
prinsip yang dapat dinamakan sebagai prinsip ketaatan rakyat. Prinsip itu ditegaskan di
dalam surah al-Nisa (4): 59 yang berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu
berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Dalam
nomokrasi Islam, penguasa atau pemerintah wajib mendahulukan kepentingan rakyat
ketimbang kepentingan pribadi atau kepentingan sendiri. Dengan demikian ketatan
rakyat terhadap penguasa atau pemerintah mengandung suatu asas timbal balik, dari
suatu rakyat wajib taat dan tunduk kepada pemerintah atau penguasa, tetapi dari segi
lain pemerintah atau penguasa wajib memperhatikan kemaslahatan umum dan
melaksanakan prinsip-prinsip nomokrasi Islam.

2.2 Musyawarah
Musyawarah merupakan satu di antara hal yang amat penting bagi kehidupan manusia,
bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dalam kehidupan
berumah tangga dan lain-lainnya.
Kata musyawarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syawara yang artinya berunding, urun
rembuk atau mengajukan sesuatu. Dalam tata Negara Indonesia dan kehidupan modern
musyawarah dikenal dengan sebutan syuro, rembug desa, kerapatan nagari, bahkan
demokrasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), musyawarah merupakan pembahasan
bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah.
Musyawarah memiliki tujuan untuk mencapai mufakat atau persetujuan. Pada dasarnya,
prinsip dari musyawarah adalah bagian dari demokrasi sehingga saat ini sering dikaitkan
dengan dunia politik demokrasi.
Dalam demokrasi Pancasila di Indonesia, penentuan hasil dilakukan dengan cara
musyawarah mufakat. Apabila tidak ada jalan keluar atau mengalami kebuntuan, biasanya
akan dilaksanakan voting atau pemungutan suara.
Dari pengertian itu dapat disimpulkan, musyawarah adalah suatu sistem pengambilan
keputusan yang melibatkan banyak orang dengan mengakomodasi semua kepentingan
sehingga tercipta satu keputusan yang disepakati bersama dan dapat dijalankan oleh seluruh
peserta yang mengikuti musyawarah.

Ciri-Ciri Musyawarah

Musyawarah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :


1. Dilakukan berdasarkan atas kepentingan bersama.
2. Hasil keputusan musyawarah dapat diterima dengan akal sehat dan sesuai hati nurani.
3. Pendapat yang diusulkan dalam musyawarah mudah dipahami dan tidak memberatkan
anggota musyawarah.
4. Mengutamakan pertimbangan moral dan bersumber dari hati nurani yang luhur.

Tujuan Musyawarah

Dalam bermusyawarah ada tujuan yang harus dihasilkan atau diputuskan, yaitu :

1. Mendapatkan kesepakatan bersama sehingga keputusan akhir yang diambil dalam


musyawarah dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua anggota dengan penuh rasa
tanggung jawab.
2. Menyelesaikan kesulitan dan memberikan kesempatan untuk melihat masalah dari
berbagai sudut pandang sehingga keputusan yang dihasilkan sesuai persepsi dan standar
anggota musyawarah. Keputusan yang diambil dengan musyawarah akan lebih berbobot
karena di dalamnya terdapat pemikiran, pendapat, dan ilmu dari para anggotanya.
Manfaat Musyawarah

Berikut manfaat dari musyawarah, di antaranya :


1. Melatih untuk mengemukakan pendapat.
2. Masalah dapat segera terpecahkan.
3. Keputusan yang dihasilkan mempunyai nilai keadilan.
4. Hasil keputusan yang diambil menguntungkan semua pihak.
5. Dapat menyatukan pendapat yang berbeda.
6. Adanya kebersamaan.
7. Dapat mengambil kesimpulan yang benar.
8. Mencari kebenaran dan menjaga diri dari kekeliruan.
9. Menghindari celaan.
10. Terciptanya stabilitas emosi.

Prinsip-prinsip dalam Musyawarah

Proses musyawarah tidak dilakukan dengan begitu saja, melainkan harus memiliki pedoman
yang wajib ditaati saat melakukan musyawarah. Prinsip-prinsip tersebut, antara lain :
1. Musyawarah bersumber pada paham sila keempat Pancasila.
Setiap keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan dan tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila serta UUD 1945.
2. Setiap peserta musyawarah mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam
mengeluarkan pendapat.
3. Setiap keputusan, baik sebagai hasil mufakat maupun berdasarkan suara terbanyak harus
diterima dan dilaksanakan.
4. Apabila cara musyawarah untuk mufakat tidak dapat dicapai dan telah diupayakan berkali-
kali maka dapat digunakan cara lain yaitu dengan pengambilan suara terbanyak (voting).

Contoh Musyawarah

Contoh dalam Keluarga yaitu musyawarah pembagian tugas bersih-bersih rumah, musyawarah
menentukan tempat rekreasi, dan lain-lain.

Contoh dalam Lingkungan Sekolah yaitu Musyawarah pemilihan ketua dan wakil OSIS,
musyawarah mengadakan lomba, pemilihan ketua kelas, dan lain-lain.
Contoh dalam Lingkungan Masyarakat yaitu pembentukan panitia ulang tahun desa,
musyawarah pembagian siskamling, musyawarah perbaikan jalan desa, dan lain-lain.

Contoh dalam Lingkungan Negara yaitu rapat anggota DPR, musyawarah merumuskan
undang-undang, dan lain-lain.

2.3 Ijtihad
Ijtihad secara etimologi memiliki pengertian “pengerahan segala kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu yang sulit”. Sedangkan pengertian ijtihad secara terminologi adalah
penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada kitabullah (syara)
dan sunnah rasul atau yang lainnya untuk memperoleh nash yang ma’qu agar maksud dan
tujuan umum dari hikmah syariah yang terkenal dengan maslahat.
Kemudian Imam al-Amidi menjelaskan pengertian ijtihad yaitu mencurahkan semua
kemampuan untuk mencari hukum syara yang bersifat dhanni, sampai merasa dirinya tidak
mampu untuk mencari tambahan kemampuannya itu.
Sedangkan menurut mayoritas ulama ushul fiqh, pengertian ijtihad adalah pencurahan
segenap kesanggupan (secara maksimal) seorang ahli fikih untuk mendapatkan pengertian
tingkat dhanni terhadap hukum syariat.

Dasar Hukum Ijtihad


1. Al-Qur-an An-Nahl [16]:43

‫ِ ْ كر إ ْه َل‬ ‫َمون ِْع َْلم َ ال إل ِْن‬ ‫ي‬


‫َِسل َِ َو َم و ا أ ل َ ْ اسأ هم ق ْف‬ ‫ِبل َك إ َنا م‬ ‫وحي ِ ال ر َجاال‬
‫ت‬ ‫ِْ ْر‬ ‫ِْ ن ْن‬
‫الذ َ ا أنكت‬

Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), kecuali orang laki-laki
yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai
pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”

2. Al-Anbiya [21]:7

‫َهل َ وا أ ل َ ْ اسأ ِ مه ف ِوحي إ اال ر َج ااال َِك إ ْب َ ْلن َِا َِ ا م َون َو َما أ ْع َْلم َ ال َْقرِسل ِْن نكت ْ كر ْ إ‬
‫ت‬ ِ‫ن‬ ِ‫ل‬ ِْ
‫لذ‬
‫ي‬
Artinya: “Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum enagkau (Muhammad), kecuali
beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada
orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.”

Fungsi ijtihad
1. Fungsi ijtihad al-ruju’ (kembali): mengembalikan ajaran-ajaran Islam kepada al-Qur’an
dan sunnah dari segala interpretasi yang kurang relevan.
2. Fungsi ijtihad al-ihya (kehidupan): menghidupkan kembali bagian-bagian dari nilai dan
Islam semangat agar mampu menjawab tantangan zaman.
3. Fungsi ijtihad al-inabah (pembenahan): memenuhi ajaran-ajaran Islam yang telah di-
ijtihadi oleh ulama terdahulu dan dimungkinkan adanya kesalahan menurut konteks
zaman dan kondisi yang dihadapi.

Rukun Ijtihad
Adapun rukun ijtihad adalah :
1. Al-Waqi’ yaitu adanya kasus yang terjadi atau diduga akan terjadi tidak diterangkan
oleh nash,
2. Mujtahid ialah orang yang melakukan ijtihad dan mempunyai kemampuan untuk ber-
ijtihad dengan syarat-syarat tertentu,
3. Mujtahid fill ialah hukum-hukum syariah yang bersifat amali (taklifi), dan
4. Dalil syara untuk menentukan suatu hukum bagi mujtahid fill.

Hukum melaksanakan ijtihad

Setiap muslim pada dasarnya diharuskan untuk berijtihad pada semua bidang hukum dan
Syariah, asalkan dia mempunyai kriteria dan syarat sebagai seorang mujtahid Para
ulama membagi hukum untuk melakukan ijtihad dengan lima bagian yaitu :
1. wajib ain yaitu bagi seorang yang faqih yang mereka yang dimintai fatwa hukum
mengenai suatu peristiwa yang terjadi, sedangkan hanya dia seorang faqih
yang dapat melakukan ijtihad dan ia khawatir peristiwa itu lenyap tanpa ada kepastian
hukumnya, maka hukum berijtihad baginya adalah wajib ain.
2. Wajib kifayah
yaitu bagi mereka yang dimintai fatwa hukum mengenai suatu peristiwa sedangkan
hanya dia seorang faqih yang dapat melakukan ijtihad yang tidak dikhawatirkan
peristiwa tersebut akan lenyap atau selain dia masih terdapat faqih-faqih lainnya yang
mampu berijtihad maka apabila ada seorang faqih saja
yang berijtihad maka faqih yang lainnya bebas dari kewajiban berijtihad Akan tetapi, jika
tidak ada seorang faqihpun yang berijtihad maka faqih semuanya yang ada disitu
semuanya berdosa karena telah meninggalkan kewajiban kifayah.
3. Sunnah yaitu apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau tidak
terjadi Tetapi umat menghendaki ketetapan hukumnya untuk mengantisipasinya Artinya
tidak berdosa seorang faqih tersebut meninggalkan ijtihad akan tetapi bila dia berijtihad
maka dia mendapatkan pahala.
4. Mubah yaitu apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang belum atau sudah
terjadi dalam kenyataan. Tetapi kasus tersebut belum diatur secara jelas dalam nas al-
Quran dan hadits, Sedangkan orang yang faqih tersebut ada beberapa orang maka ia
dibolehkan dalam berijtihad.
5. Haram yaitu apabila melakukan ijtihad mengenai masalah-masalah yang telah ada
hukumnya dan telah ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang sharih dan Qathhi atau bila
seorang yang melakukan ijtihad tersebut belum mencapai tingkat faqih /arena ijtihad tidak
boleh dilakukan bila telah ada dalil yang sharih dan qathi, sedangkan dia tidak punya
kemampuan dalam berijtihad.

Ruang lingkup ijtihad

Berkaitan dengan ruang lingkup ijtihad para ulama ushul sepakat bahwasanya ijtihad ini
hanya terjadi pada ayat-ayat yang bersifat zhanniyah karena sebagian dari materi-materi
hukum dalam Al-Quran dan Sunah sudah terbentuk diktum yang
otentik yakni tidak mengandung pengertian lain atau sudah diberi interpetasi otentik oleh
sunah itu sendiri. Di samping itu, juga ada sebagian di antaranya yang sudah memperoleh
kesepakatan bulat serta diberlakukan secara umum dan mengikat semua pihak atau
berdasarkan ijma.
Peraturan hukum Islam seperti kewajiban shalat, zakat, puasa, haji, berbakti kepada orang tua,
mengasihi orang miskin, serta menyantuni anak yatim dan larangan berzina, mencuri,
membunuh tanpa hak dan lain-lain adalah termasuk kategori hukum Islam yang sudah
diketahui oleh umum dan bersifat mengikat semua pihak serta tidak memerlukan interpretasi
lain lagi. Pengertiannya sudah begitu jelas dan otentik dalam teori maupun praktek. Jenis
peraturan tersebut disebut dengan mujma alaihwa ma’lum min al-din bi al–dharrah dan bersifat
Qathiyyah. Hal ini diketahui secara terus menerus sejak dari masa Rasulullah Sa hingga saat
ini, Pengetahuan yang demikian memang sudah meyakinkan dan tidak perlu lagi interpretasi.
Macam-macam Ijtihad

1. Ijma’
Ijma’ yaitu kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal mengenai hukum syara’ dari
suatu peristiwa setelah wafatnya Rasul.
2. Qiyas
Qiyas yaitu menyamakan,membandingkan atau menetapkan hukum suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan yang telah ditetapkan hukunya berdasarkan
nash.
3. Ihtisan
Ihtisan yaitu menunggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau
kejadian yang diteapkan berdasarkan dalil dan syara’
4. Maslahah
mursalah Adalah suatu kemaslahatan.
5. Urf
Kebiasaan yang dikenal orang banyak dan menjadi tradisi.
6. Istishab
Menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada dalil
yang menyebut perubahan tersebut.

Macam-macam Ujtihad menurut tingkatannya yaitu :

1. Ijtihad Muthalaq
Dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma dan kaidah yang dipergunakan sebagai
sistem/metode bagi seorang mujtahid
2. Ijtihad Muntasib
Dilakukan seorang mujtahid dengan cara mempergunakan norma dan kaidah istinbath
imamnya
3. Ijtihad Mazhab atau Fatwa
Yaitu Ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan mazhab tertentu.
4. Ijtihad dibidang tarjih
Yaitu ijtihad dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada dalam satu
lingkungan mazhab tertentu maupun dari berbagai mazhab.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses pemilihan alternatif terbaik
sebagai solusi dari setiap permasalahan yang kita hadapi. Kita dapat melakukan
pengambilan keputusan dengan pendekatan apapun. Tidak salah jika kita menggunakan
human judgement dalam proses pemilihan keputusan karena terdapat ilmu yang
mengatur hal tersebut, namun yang terpenting adalah bahwa kita harus selalu
melibatkan Allah dalam setiap usaha pencarian solusi kita. Sebagai seorang muslim kita
meyakini bahwa setiap masalah datang dari Allah, dan harusnya kepada-Nya lah kita
mengembalikan segala keputusan.
Konsisten terhadap hukum adalah ketetapan dan kemantapan (dalam bertindak); dari
pengertian tersebut maka dapat disimpulkan secara singkat bahwa tidaklah mudah
dalam membangun sebuah konsistensi, dibutuhkan komitmen yang tinggi, pengulangan
yang dilakukan berulang akan suatu hal sehingga menjadikan hukum konsistensi itu
bekerja sesuai dengan tujuan akhir yang diharapkan.
Musyawarah merupakan satu di antara hal yang amat penting bagi kehidupan manusia,
bukan saja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan dalam kehidupan
berumah tangga dan lain-lainnya.
Ijtihad yaitu mencurahkan semua kemampuan untuk mencari hukum syara yang bersifat
dhanni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan kemampuannya
itu.

B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kesempurnaan. Tentunya kami akan terus memperbaiki makalah ini dengan
mengacu pada sumber yang dapat di pertanggung jawab kan nanti nya. Oleh karna itu
kami sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan
makalah di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Tahir Azhary, Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinisp Dilihat
Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah Dan Masa
Kini, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010,

Nawawi, H. (1993). Kepemimpinan Menurut Islam. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press

T.M.Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam, II, Jakarta: Bulan Bintang, 1977

https://www.scribd.com/doc/83712170/MAKALAH-IJTIHAD

https://m.merdeka.com/jabar/ketahui-pengertian-ijtihad-rukun-beserta-
fungsinya-kln.html

https://m.bola.com/ragam/read/4514123/pengertian-musyawarah-ciri-ciri-
tujuan-manfaat-prinsip-dan-contoh-yang-perlu-dipahami

https://id.scribd.com/doc/231667080/makalah-musyawarah

Anda mungkin juga menyukai