Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN KRITIS

“ ASUHAN KEPERAWATAN CHF ”

Dosen Pembimbing :

Ns. Debby hatmalyakin, M.Kep

Disusun Oleh:

Muhammad Fatha Maulana Al Mufry (821181008)

Nurhillah (821181009)

Zumardi azzra (821181012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YARSI PONTIANAK

TAHUN AJARAN

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan CHF (Congestive
Health Failure)” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah ini mungkin
ada hambatan, namun berkat bantuan serta dukungan dari teman-teman dan bimbingan dari dosen
pembimbing. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Dengan adanya
makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan
bagi para pembaca. kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, atas bantuan serta
dukungan dan doa nya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini dan
dapat mengetahui tentang profesi keperawatan. kami mohon maaf apabila makalah ini mempunyai
banyak kekurangan, karena keterbatasan penulis yang masih dalam tahap pembelajaran. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun, sangat diharapkan dalam
pembuatan makalah selanjutnya. Semoga makalah sederhana ini bermanfaat bagi pembaca.

Pontianak, 30 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................3
C. Tujuan .....................................................................................................................3
D. Manfaat....................................................................................................................4
BAB II KONSEP TEORI ..............................................................................................6
A. Definisi .................................................................................................................6
B. Etiologi..................................................................................................................7
C. Manifestasi Klinis ................................................................................................8
D. Klasifikasi .............................................................................................................8
E. Patofisiologi .........................................................................................................9
F. Pathway ................................................................................................................11
G. Pemeriksaan Fisik.................................................................................................11
H. Pemeriksaan Penunjang ........................................................................................11
I. Penatalaksanaan....................................................................................................12
J. Komplikasi ...........................................................................................................13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ...........................................................................14


BAB IV PENUTUP............................................................................................................22
A. Kesimpulan ............................................................................................................22
B . Saran.......................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jantung memiliki sebutan lain yaitu kardio, maka kita sering mendengar istilah
kardiovaskuler. Kardiovaskuler adalah sistem pompa darah dan saluran-salurannya (sampai
ukuran mikro). Sistem ini membawa makanan serta oksigen dalam darah keseluruh tubuh
(Russel, 2011).
Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat ruang yang terletak di rongga dada,
di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah kiri sternum. Jantung terdapat disebuah
kantung longgar berisi cairan disebut perikardium. Keempat ruang jantung tersebut adalah
atrium kiri dan kanan serta ventrikel kiri dan kanan. Atrium terletak di atas ventrikel dan
saling berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan satu dari yang lain oleh katup satu
arah. Sisi kiri dan kanan jantung dipisahkan oleh sebuah dinding jaringan yang disebut
septum. Dalam keadaan normal tidak terjadi pencampuran darah antara kedua atrium
kecuali pada masa janin, dan tidak pernah terjadi pencampuran darah antara kedua ventrikel
pada jantung yang sehat. Semua ruang tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat. Jantung
mendapat suplai persarafan yang halus. Dua sirkulasi sistem kardiovaskuler yaitu sisi kiri
jantung memompa darah ke seluruh sel tubuh kecuali sel-sel yang berperan dalam
pertukaran gas di paru. Ini disebut sirkulasi sistemik. Sisi kanan jantung memompa darah ke
paru untuk mendapat oksigen. Ini disebut sirkulasi paru (pulmoner). (Bety Semara
Lakhsmi , Fadjar Herianto, 2018).
Penyakit Jantung adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan fungsi jantung dan
pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit jantung, tetapi yang paling umum adalah
penyakit jantung koroner dan stroke, namun pada beberapa kasus ditemukan adanya
penyakit kegagalan pada sistem kardiovaskuler ( Homenta, 2014)
Gagal jantung kronik (CHF) merupakan salah satu sindrom penyakit yang dapat
menurunkan kualitas hidup. Prevalensi CHF meningkat 10% pada lanjut usia. Perbedaan
kualitas hidup dapat terjadi pada ras yang berbeda. (Nadia P , I Dewa P, Zullies I, 2015)
Penyakit jantung merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang menjadi penyebab
kematian nomer satu didunia yang di perkirakan akan terus meningkat hingga mencapai
23,3 juta pada tahun 2030. Di Indonesia penyakit tidak menular menjadi penyebab terbesar
kematian dini. Jumlah penderita penyakit jantung di Indonesia terus meningkat. Setiap
tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit tidak menular (PTM) (63%
dari seluruh kematian) dan 90% dari kematian dini terjadi di negara yang berpenghasilan
rendah dan menengah (Pusdatin Kemenkes RI (2014)).
Menurut data dari Riskesdas (2018), menyebutkan bahwa prevalensi penyakit jantung
menurut karakteristik umur pada tahun 2018, angka tertinggi ada pada usia lansia yang

4
umurnya > 75 tahun (4.7%) dan terendah ada pada usia < 1 tahun (0,1%). Kemudian
pervalensi menurut jenis kelamin pada tahun 2018, menunjukan angka tertinggi pada
perempuan yaitu, perempuan ada 1,6 % dan laki-laki ada 1,3 %. (Evy A A, Bambang S,
Dwi A M W, 2020).
Penyakit Congestive Heart Failure (CHF) merupakan penyakit pembunuh urutan ke
delapan di Indonesia. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pola makan atau diet pasien yang
kurang diperhatikan sehingga mengakibatkan penurunan kinerja jantung. (Lestari, Putri
Ayu 2019).
Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit gagal jantung berhubungan erat
dengan hipertensi. Perempuan lebih beresiko mengalami hipertensi dibanding laki-laki.
Dalam tubuh perempuan hormonal lebih besar hingga menyebabkan peningkatan lemak
dalam tubuh atau obesitas. Selain itu obesitas perempuan juga dapat disebabkan karena
kurangnya aktivitas dan banyaknya waktu untuk bersantai di rumah. (Muhammad D P,
Azelia N, 2020).
Penyakit gagal jantung merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Sekitar
5,1 juta orang di Amerika Serikat mengalami gagal jantung. Sekitar setengah dari orang-
orang yang menderita gagal jantung meninggal dalam waktu 5 tahun setelah didiagnosi.
(Muhammad D P, Azelia N, 2020).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang terurai di atas maka dapat disimpulkan rumusan
masalahnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian CHF?
2. Bagaimana patofisilogi CHF?
3. Bagaimana Askep Kritis CHF?
C. Tujuan
1. Tujuan Utama
Mahasiswa/I mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan CHF
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep dasar CHF
b. Mampu memahami Asuhan Keperawatan CHF
D. Manfaat
1. Manfaat teoritis:
Penyusan makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai Asuhan
keperawatan pada pasien CHF
2. Manfaat praktis:
Manfaat bagi kelompok:
a) Sebagai salah satu syarat kelulusan dalam mata kuliah keperawatan kritis

5
b) Menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan stroke hemoragik
3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai
asuhan keperawatan CHF serta memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang keperawatan.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. CHF (Congestive Heart Failure)


1. Definisi
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal. Kondisi ini disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal. Gagal jantung kongestif menunjukkan adalah ketidakmampuan
jantung untuk untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
(Muhammad D P, Azelia N, 2020).
Gagal jantung merupakan sindroma klinis kompleks yang disebabkan gangguan
struktur dan fungsi jantung sehingga mempengaruhi kemampuan jantung untuk
memompakan darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. ( Fabbela K, Dian I A, 2017).
Gagal Jantung (Congestive Heart Failure/CHF) penderita CHF adalah individu
yang berusia lebih dari 60 tahun. kondisi ini didefinisikan sebagai kongesti atau
hambatan sistem sirkulasi akibat malfungsi jantung. Penyebab utama CHF pada lansia
adalah hipertensi, pengapuran katup jantung, IMA, hipertropi jantung aritmia, penyakit
tiroid, dan anemia. Episode akut CHF juga dapat terjadi akibat pengobatan suatu kondisi
patologis. Misalnya terapi cairan agresif (pemberian cairan telalu cepat, terlalu banyak)
atau pengobatan dengan menggunakan agen beta blocker (propanolol). Gejala seperti
dispnea dan sering terbangun pada malam hari dapat menyebabkan kelelahan dan
penurunan aktivitas. (Sofia rhosma dewi, 2014. Hal 77).
Gagal jantung kongestif merupakan problem penting pada usia lanjut karena
prevalensinya cukup tinggi dengan prognosis buruk. Prognosis CHF tergantung derajat
disfungsi miokardium. Yang paling sering menjadi faktor terjadinya CHF adalah
penyakit jantung koroner (PJK) dan hipertensi. Sindroma CHF terdiri atas disfungsi
ventrikel, aritmia kordis, intoleransi latihan dan kongesti (sistemik/paru). Manifestasi
klinik CHF paling menonjol ialah: dyspneu d'effort,adyspneu, ortopneu, paroxysmal
nocturnal dyspneu (asma kardiale) retensi natrium, edema, berat badan naik, nokturia,
dan keluhan gastrointestinal. Diagnosis gagal jantung (CHF) pada lansia sulit ditegakkan
karena manifestasi klinik tidak khas. (Dwi sarbini dkk, 2019. Hal 127-128).
Prevalensi gagal jantung cenderung mengikuti pola eksponensial seiring usia,
karena bertambahnya usia seseorang akan mengakibatkan penuruan fungsi jantung. Usia
merupakan faktor resiko utama terhadap penyakit jantung dan penyakit kronis lainnya
termasuk gagal jantung. Pertambahan umur dikarakteristikkan dengan disfungsi progresif

7
dari organ tubuh dan berefek pada kemampuan mempertahankan homeostasis.
(Muhammad D P, Azelia N, 2020).
Tujuan penanganan medis pada CHF adalah untuk menurunkan kerja jantung dan
membantu jantung memompa darah dengan lebih baik. Lansia dapat mempertahakan
output jantung normal, kecuali mereka mengalami kondisi stres fisik dan emosional.
CHF merupakan kondisi patologis yang dapat menurunkan cardiac output Medikasi
dengan menggunakan digoksin masih merupakan tindakan penanganan utama. Digoksin
digunakan bila terjadi kondisi seperti fibrilasi atrium pada CHE Beberapa lansia
mengkonsumsi digoksin selama bertahun-tähun. Untuk kondisi ini diperlukan perlu
dilakukan pemeriksaan darah periodik untuk mencegah toksisitas dan untuk memastikan
apakah lansia masih perlu mengkonsumsi digoksim. Agen obat lain yang digunakan
adalah golongan druertik dan obat vang dapat meningkatkan vasodilatası. Obat-obatan
ini memiliki efek samping menyebabkan jatuh, akibat penurunan tekanan darah saat
terjadi perubahan posisi (ortopnea). (Sofia rhosma dewi, 2014. Hal 77).
2. Etiologi
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh karena
penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis (kekakuan arteri),
penimbunan lemak atau plak pada dinding arteri koroner, maupun yang sudah terjadi
penyumbatan oleh bekuan darah, baikyang disertai gejala klinis atau tanpa gejala
sekalipun. (Ikke Ajeng Arum Sari Sinaga , 2017)
Secara umum penyebab gagal jantung dikelompokkan sebagai berikut : (Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic overload).
1) Volume : defek septum atrial, defek septum ventrikel, duktus arteriosus paten
2) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal, koarktasi aorta
3) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic overload) d. Peningkatan
kebutuhan metabolik (demand oveload) Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah, gagal jantung disebabkan dengan berbagai keadaan
seperti :
1) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya
kardiomiopati. Peradangan dan penyakit miocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun .

8
2) Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Infark miokardium menyebabkan
pengurangan kontraktilitas, menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan
mengubah daya kembang ruang jantung .
3) Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung
melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi
ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan
meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk
terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara langsung
mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran
darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif atau stenosis
AV), peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral dan aorta menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menyebabkan beban tekanan (after load)
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam, tirotoksikosis).
Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat menurunkan
kontraktilitas jantung.
3. Manifestasi Klinis
CHF mengakibatkan kegagalan fungi pulmonal sehingga terjadi penimbunan cairan
di alveoli, hal ini menyebabkan jantung tidak dapat berfungsi dengan maksimal dalam
memompa darah. Apabila CHF tidak segera di tangani dapat muncul masalah lain
diantaranya: Edema paru, Syok Kardiogenik, efusi perkardial dan tanponade jantung.
(Tri Wahyuni Ismoyowati dkk, 2021).
CHF menimbulkan berbagai gejala klinis diantaranya; dipsnea, ortopnea, pernapasan
Cheyne-Strokes, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND), ansietas, piting edema, berat
badan meningkat, dan gejala yang paling sering di jumpai adalah sesak nafas pada
malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan penderita terbangun

9
Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien gagal jantung tersebut akan menimbulkan
masalah keperawatan dan menggangu kebutuhan dasar manusia salah satu di antaranya
seperti adanya nyeri dada pada aktivitas, dypnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan
gangguan tidur. (Tri Wahyuni Ismoyowati dkk, 2021)
4. Klasifikasi Gagal Jantung

Kelas 1 Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak


menyebabkan dipsnea napas, palpitasi atau keletihan
berlebihan
Kelas 2 Gangguan aktivitas ringan : merasa nyaman ketika
beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan
keletihan dan palpitasi
Kelas 3 Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa
nyaman ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang
kurang dari biasa dapat menimbulkan gejala
Kelas 4 Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa
merasa tidak nyaman : gejala gagal jantung kongestif
ditemukan bahkan pada saat istirahat dan
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika
melakukan aktifitas fisik apapun
Sumber: (Aspiani,2016)

5. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak mencukupi dalam memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai
organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal jantung. Pada tingkat awal
disfungsi komponen pompa dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung
normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis tertentu pada penurunan
curah jantung. Semua respon ini menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan
perfusi organ vital normal. Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga
mekanisme respon primer yaitu meningkatnya aktivitas adrenergik simpatis,
meningkatnya beban awal akibat aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel.
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung
pada tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini pada keadaan
normal. (Ikke Ajeng Arum Sari Sinaga , 2017)
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan kontraktilitas jantung yang
menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup
yang harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa
10
pada setiap kontraksi, yang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah
yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel yang berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriol). Apabila salah satu komponen itu terganggu maka curah jantung akan
menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu alirannya darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik atau
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara
terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
brpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.

11
6. Pathway

7. Pemeriksaan fisik
a) Auskultasi nadi apikal biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam keadaan
beristirahat)
b) Bunyi jantung S1 dan S2 mungkin melemah karena menurunnya kerja pompa.
Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke atrium yang
distensi. Murmur dapat menunjukan inkompetensi atau stenosis katup.
c) Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak terartur untuk dipalpasi
dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin ada.
d) Tekanan darahmeningkat(130/90mmHg) Pemeriksaan kulit: kulit pucat (karena
penurunan perfusi perifer sekunder) dan sianosis (terjadi sebagai refraktori gagal
jantung kronis). Area yang sakit sering berwarna biru / belang karena peningkatan
kongesti vena. (Majid, 2016).
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus gagal jantung
kongestive di antaranya sebagai berikut :
a. Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis,
iskemia, disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.

12
b. Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif yang bertujuan untuk menentukan
kemungkinan iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
c. Ekokardiografi
1) Ekokardiografi model M (berguna untuk mengevaluasi volume balik dan
kelainan regional, model M paling sering diapakai dan ditanyakan bersama
EKG)
2) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
3) Ekokardiografi dopoler (memberikan pencitraan dan pendekatan transesofageal
terhadap jantung)
d. Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu
membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan stenosis katup atau insufisiensi
e. Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
abnormal
f. Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal
terapi diuretik
g. Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal jantung
kongestif akut menjadi kronis.
h. Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratory ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
i. Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN menunjukkan
penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi
j. Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung
9. penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi yaitu sebagai berikut :
a. Terapi farmakologi :
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan diuretik, angiotensin converting
enzym inhibitor (ACEI), beta bloker, angiotensin receptor blocker (ARB), glikosida
jantung , antagonis aldosteron, serta pemberian laksarasia pada pasien dengan
keluhan konstipasi. (Muhammad D P, Azelia N, 2020)
b. Terapi non farmakologi :
1) Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah baring, perubahan gaya hidup,
pendidikan kesehatan mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta
pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol faktor. (Muhammad D P,
Azelia N, 2020)
2) Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta
upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.

13
3) Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta
rehabilitasi.
4) Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol
5) Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba
6) Mengurangi berat badan pada pasien obesitas.
7) Hentikan kebiasaan merokok
8) Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
memerlukan perhatian khusus.
9) Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat
tertentu (Sudoyo, 2006 dalam Ikke Ajeng Arum Sari Sinaga , 2017).
10. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada CHF sebagai berikut (Stiwell, 2011) dalam
[ CITATION Ama20 \l 1033 ]:
a. Edema paru
b. Infark miokardium akut
c. Syok kardiogenik
d. Emboli limpa
e. Gangguan motoric
f. Perubahan penglihatan

14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS CHF

A. Pengkajian
2. Keluhan utama
Keluhan klien dengan CHF adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
3. Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien Secara PQRST, yaitu:
a. Provoking Incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan
sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung
b. Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang
dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan
sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu pernapasan)
c. Region radiation, relief
d. Severity (scale) of pain: kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun
sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
e. Time: sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas biasanya
setiap saat, baik saat istiahat maupun saat beraktivitas.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus, dan
hiperpidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obat ini meliputi diuretik,
nitrat, penghambat beta, dan antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi
di masa lalu, alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali
klien menafsirkan suatu alergi dengan efek samping obat.
4. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga, anggota
keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab kematiannya.
Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan
faktor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
5. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi klien bekerja dan lingkungannya. Menanyakan
kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan

15
merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama,
berapa batang perhari, dan jenis rokok.
6. Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang tak perlu, khawatir dengan
keluarga, pekerjaan dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak,
menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus
pada diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan
biaya ekonomi, kesulitan koping dengan stressor yang ada. Kegelisahan dan
kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan
bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan
lebih lanjut dari curah jantung dapat ditandai dengan insomnia atau tampak
kebinggungan.
7. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik atau
compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi system saraf pusat
a. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos metis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat.
b. B1 (Breathing)
1) Kongesti Vaskular Pulmonal
Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea
noktural paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.
2) Dispnea
Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal, dan keadaan
yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara yang cukup, yang
menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya insomnia, gelisah, atau
kelemahan, yang disebabkan oleh dispnea.
3) Ortopnea
Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar karena dispnea,
adalah keluhan umum lain dari gagal vertikel kiri yang berhubungan dengan
kongesti vaskular pulmonal. Perawat harus menetukan apakah ortopnea
benar-benar berhubungan dengan penyakit jantung atau apakah peninggian
kepala saat tidur adalah kebiasaan klien. Sebagai contoh bila klien
menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur. Tetapi,
perawat harus menenyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga

16
bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai
tidur dengan ketinggian ini dan telah dilakukan sejak sebelum mempunyai
gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat dianggap sebagai ortopnea.
4) Batuk
Batuk iritatif adalah salah satu gejala kongesti vascular pulmonal yang
sering terlewatkan, tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk ini dapat
produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Gejala ini dihubungkan
dengan kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan peningkatan
produksi mukus.
5) Edema pulmonal
Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi dihubungkan
dengan kongesti vascular pulmonal. Ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal
melebihi tekanan yang cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran
vaskular (kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, terdapat transduksi
cairan ke dalam alveoli, yang sebaliknya menurunkan tersediannya area
untuk transport normal oksigen dan karbondioksida masuk dan keluar dari
darah dalam kapiler pulmonar. Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea
hebat, batuk, ortopnea, ansietas dalam, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi
pernapasan, sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah mudah,
dan berbusa dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan harus
ditangani.
b. B2 (Blood)
1) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, dan
adanya edema ekstermitas
2) Palpasi Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan volume sekucup.
Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila
penyebab gagal jantung adalah kelainan katup
4) Perkusi Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali)
5) Penurunan Curah Jantung
Selain gejala-gejala yang diakibatkan gagal ventrikel kiri dan kongesti
vascular pulmonal, kegagalan ventrikel kiri juga dihubungkan dengan gejala
tidak spesifik yang berhubungan dengan penurunan curah jantung. Klien
dapat mengeluh lemah, mudah lelah, apatis letargi, kesulitan berkonsentrasi,
defisit memori, atau penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul

17
pada tingkat curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien.
curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien.Namun,
gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis atau
keluhan fungsional.
6) Bunyi Jantung dan Crackles
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan vertikel kiri yang dapat dikenali
dengan mudah adalah adanya bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) dan
crakles pada paru-paru. S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan
mengikuti konstraksi atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop
yang ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung.
Klien diminta untuk berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan
bunyi. Bunyi S4 ini terdengar sebelum bunyi jantung petama (S1) dan tidak
selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi bunyi jantung
pertama (S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif,
tetapi dapat menunjukkan adanya penurunan complains (peningkatan
kekakuan) miokardium.Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien dengan
infark miokardium akut. S3 terdengar pada awak diastolik setelah bunyi
jantung kedua (S2) dan berkaitan dengan periode pengisian ventrikel pasif
yang cepat. Suara ini juga terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang
diletakkan tepat apeks, akan lebih baik dengan posisi klien berbaring miring
kiri, dan pada akhir ekspirasi.
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar posterior
paru dan sering dikenali sebagai bukti gagal vertikel kiri. Sebelum crackles
ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien harus diinstruksikan untuk
batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli basilaris yang mungkin
mengalami kompresi karena berada di bawah diafragma.
7) Disritmia
Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal jantung terhadap
stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering ditemukan pada
pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain yang
berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi konstraksi atrium prematur,
takikardia atrium proksimal, dan denyut vertikel prematur. Kapan pun
abnormalitas irama terdeteksi, seseorang harus berupaya untuk menemukan
mekanisme dasar patofisiologisnya, kemudian terapi dapat direncanakan dan
diberikan dengan tepat.
8) Distensi Vena Jugularis
Bila vertikel kanan tidak mampu berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi
ruang, peningkatan volume dan tekanan pada diastolik akhir vertikel kanan,

18
tahanan untuk mengisi vertikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium
kanan. Peningkatan tekanan ini sebaiknya memantulkan ke hulu vena kava
dan dapat diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis. Klien
diinstruksikan untuk berbaring ditempat tidur dengan kepala tempat tidur
ditinggikan antara 30 sampai 60 derajat, kolom darah di vena-vena jugularis
eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa millimeter di
atas batas atas klavikula, namun pada klien gagal vertikel kanan akan tampak
sangat jelas dan berkisar 1 sampai 2 cm.
9) Kulit dingin
Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada ventrikel kiri
menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya perfusi ke organ-
organ. Karena darah dialihkan dari organ-organ nonvital ke organ-organ vital
seperti jantung dan otak untuk mempertahankan perfusi organ-organ seperti
kulit dan otot-otot rangka. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena
pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin
yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
10) Perubahan nadi
Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung menunjukkan denyut yang
cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan
respons terhadap perangsangan saraf simpatis. Penurunan yang bemakna dari
curah sekuncup dan adanya vasokonstriksi perifer mengurangi tekanan nadi
(perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik), sehingga menghasilkan
denyut yang lemah atau theready pulse. Hipotensi sistolik ditemukan pada
gagal jantung yang lebih berat. Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat
dapat timbul pulsus alternans (suatu perubahan kekuatan denyut arteri).
Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang berat dengan
berulangnya variasi denyut ke denyut pada curah sekuncup.
c. B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah meringis,
menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok
kardiogenik. Adanya edema ekstermitas menandakan adanya retensi cairan yang
parah.
e. B5 (Bowel)
1) Hepatomegali

19
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam
pembuluh portal meningkat, sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen,
yaitu suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga
abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafargma dan distress
pernapasan.
2) Anoreksia
Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena
dan statis vena di dalam rongga abdomen.
f. B6 (Bone)
1) Edema
Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung ditandai dengan
gagal vertikel kanan . Akibat ini terutama lansia yang menghabiskan waktu
mereka untuk duduk di kursi dengan kaki tergantung sehingga terjadi
penurunan tugor jaringan subkutan yang berhubungan dengan usia lanjut, dan
mungkin penyakit vena pimer seperti varikositis, edema pergelangan kaki dapat
terjadi yang mewakili faktor ini daripada kegagalan ventrikel kanan. Bila
edema tampak dan berhubungan dengan kegagalan di vertikel kanan,
bergantung pada lokasinya.
Bila klien berdiri atau bangun, edema akan ditemukan secara primer pada
pegelangan kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas tungkai bila kegagalan
makin buruk. Bila klien berbaring di tempat tidur, bagian yang bergantung
adalah area sacrum. Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstermitas
bawah (edema dependen), yang biasanya merupakan piting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena
leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritoneum), anoreksia dan
mual, nokturia, serta kelemahan.Edema sakral sering jarang terjadi pada klien
yang berbaring lama. Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung
bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat
setelah terjadi retensi cairan minimal 4,5 kg.
2) Mudah lelah
Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini terjadi akibat curah
jantung yang berkurang yang dapat menghambat sirkulasi normal dan suplai
oksigen ke jaringan dan menghambat pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas dan
insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk. Perfusi yang
kurang pada otot-otot rangka menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala-

20
gejala ini dapat dipicu oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau
anoreksia.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri,
perubahan frekuensi, irama, konduki ektrikal.
2. Nyeri dada b.d kurangnya suplai darah ke miokardium, perubahan metabolisme,
peningkatan produksi asam laktat
3. Resiko tinggi gangguan perfusi perifer b.d menurunnya curah jantung

C. Intervensi / Rencana Keperawatan

No Dx. Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Prf


1. Resiko tinggi Tujuan: a. Kaji dan lapor tanda
penurunan curah Setelah dilakukan penurunan curah jantung
jantung b.d intervesi 3x24 jam b. Periksa keadaan klien
penurunan penurunan curah jantung dengan mengauskultasi
kontraktilitas dapat teratasi dan tanda nadi apical, kaji frekuensi,
ventrikel kiri, vital dalam batas yang irama jantung
perubahan frekuensi, diterima dengan c. Kaji bunyi jantung
irama, konduki KH: d. Palpasi nadi perifer
ektrikal. a. Penurunan dipsneu e. Pantau adanya output
b. Tekanan darah dalam urine, catat jumlah dan
batas normal kepekatan/ konsentrasi
c. Tidak terjadi aritmia urine
d. Denyut jantung dan f. Istirahatkan klien dengan
irama jantung teratur tirah baring optimal
e. CRT <3 detik g. Atur posisi tirah baring
yang ideal.
2. Nyeri dada b.d Tujuan: a. Berikan oksigen dengan
kurangnya suplai Setelah dilakukan konsentrasi 6liter/menit
darah ke intervensi 3x24 jam tidak b. Pantau saturasi oksimetri,
miokardium, ada keluhan sesak napas Ph, Be, HCO3 dengan
perubahan atau terdapat penurunan analisa gas darah
metabolisme, respon sesak napas dengan c. Pantau keseimbangan
peningkatan KH: asam basah
produksi asam laktat a. Napas membaik d. Berikan batuk efektif dan
b. TTV normal napas dalam
c. Tidak menggunakan otot e. Kolaborasi pemberian
bantu napas obat jika perlu

21
d. Analisa gas darah
normal
3. Resiko tinggi Tujuan : a. Auskultasi TD
gangguan perfusi Setelah dilakukan b. Kaji warna kulit, suhu,
perifer b.d intervensi 3x24 jam, sianosis, nadi/perifer,
menurunnya curah perfusi perifer meningkat dan diaphoresis
jantung dengan c. Kaji peristaltic, jika
KH: perlu pasang selang
a. pusing menurun nasogastric
b. tanda vital dalam batas d. Pantau output urine
normal e. Kaji frekuensi jantung
c. CRT <3 detik dan irama
d. Urine >600ml/hari f. Kolaborasi jika perlu

D. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang diterapkan.
Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru
[ CITATION Nik13 \l 1057 ].
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung
1. Bebas dari nyeri
2. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
a. Tanda-tanda vital kembali normal
b. Terhindar dari risiko penurunan perfusi perifer
c. Tidak terjadi kelebihan volume cairan
d. Tidak sesak
e. Edema ekstermitas tidak terjadi
3. Menunjukkan peningkatan curah jantung
4. Menunjukkan penurunan kecemasan
5. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya`
a. Mematuhi semua aturan medis
b. Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap atau sifatnya
berubah.
c. Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda bebas dari
komplikasi

22
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Jantung memiliki sebutan lain yaitu kardio, maka kita sering mendengar istilah
kardiovaskuler. Kardiovaskuler adalah sistem pompa darah dan saluran-salurannya
(sampai ukuran mikro). Sistem ini membawa makanan serta oksigen dalam darah
keseluruh tubuh (Russel, 2011). Penyakit Jantung adalah penyakit yang disebabkan oleh
gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah. Ada banyak macam penyakit jantung,
tetapi yang paling umum adalah penyakit jantung koroner dan stroke, namun pada
beberapa kasus ditemukan adanya penyakit kegagalan pada sistem kardiovaskuler
( Homenta, 2014).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolik secara abnormal. Kondisi ini disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal. Gagal jantung kongestif menunjukkan adalah ketidakmampuan
jantung untuk untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
(Muhammad D P, Azelia N, 2020).
B. Saran
Berdasarkan hasil penerapan proses keperawatan yang telah di lakukan maka
kelompok dapat memberikan saran yang mungkin berguna bagi para pembaca. Saran-
saran tersebut antara lain : Walaupun sudah di lakukan pengkajian sebaik mungkin,
namun masih perlu di tingkatkan di masa yang akan datang, di samping itu di harapkan
keluarga bersikap lebih terbuka dalam memberikan informasi yang sangat berguna untuk
melakukan rencana tindakan, di harapkan dalam melakukan tindakan keperawatan
mahasiswa dan perawat ruangan dapat mengembangkan teori-teori atau menggunakan
sumber yang terbaru yang dapat di terapkan dengan baik, sebagai perawat yang
profesional di tuntut untuk lebih cermat dalam mengevaluasi suatu keadaan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Bety Semara Lakhsmi , Fadjar Herianto, 2018. “Komunikasi Informasi Edukasi Penyakit
Jantung Pada Remaja Obesitas”. Jurnal Solma Vol. 07, No. 1

Nadia P , I Dewa P, Zullies I, 2015. ‘Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien
Gagal Jantung Kronik. Jurnal Manajemen Dan Pelayanan Farmasi’. Volume 5 Nomor 4

Evy A A, Bambang S, Dwi A M W, 2020. “Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Jantung


Kongestif: Studi Kasus”. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, Volume 16, No.1

Muhammad D P, Azelia N, 2020. ‘’Penatalaksanaan Holistik Penyakit Congestive Heart Failure


Pada Wanita Lanjut Usia Melalui Pendekatan Kedokteran Keluarga”. Majority Volume
9 Nomor 1

Aspiani, R. Y. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular Aplikasi
NIC & NOC. (EGC, Ed.). Jakarta

Lestari, Putri Ayu 2019. “Hubungan Antara Pola Makan Dan Derajat Congestive Heart Failure
(Chf) (Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang Periode 2018/2019)”. Undergraduate
Thesis : Universitas Islam Sultan Agung

Fabbela K, Dian I A, 2017.”Congestive Heart Failure Nyha Iv Et Causapenyakit Jantung


Rematik Dengan Hipertensi Grade Ii Dangizi Kurang”. Majority Volume 6 Nomor 2

Sofia Rhosma Dewi, 2014. “Buku Ajar Keperawatan Gerontik”. Yogyakarta :Cv Budi Utama

Dwi Sarbini Dkk, 2019. “Gizi Geriatri”. Surakarta : Muhammadiyah University Press

Tri Wahyuni Ismoyowati Dkk, 2021. Manajemen Nyeri Untuk Congestive Heart Failure. Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume 12 Nomor 1,

Ikke Ajeng Arum Sari Sinaga , 2017. “Gambaran Faktor -Faktor Penyebab Congestive Heart
Failure Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sumatera Utara
Periode April 2016-April 2017”. Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan 2017

Utami, A. Y. (2020). Gambaran Tingkat Pengetahuan Pasien Tentang Pencegahan Komplikasi


CHF. Jurnal Ners Indonesia, 98-107.

Walid, N. R. (2013). PROSES KEPERAWATAN : TEORI & APLIKASI. Yogyakarta: AR-RUZZ


MEDIA.

24

Anda mungkin juga menyukai