Anda di halaman 1dari 9

UNIVERSITAS BUDI LUHUR

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

PERTEMUAN 13
Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa

Capaian : Mahasiswa mengetahui dan memahami


beberapa konsep arbitrase dan alternatif
Pembelajaran penyelesaian sengketa yang penting bagi
akuntan forensik.
13.1 Arbitrase
Sub Pokok :
Bahasan 13.2 Alternatif Penyelesaian Sengekta
13.3 Kedudukan Putusan Arbitrase Nasional
dan Internasional

Daftar Pustaka : Theodorus, M. Tuanakotta, 2007. Akuntansi


Forensik & Audit Investigatif,.
Jakarta:Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
13.1 Arbitrase

Pengertian Arbitrase

Arbitrase adalah salah satu dari berbagai metode yang bisa digunakan dalam
penyelesaian sengketa. Dengan arbitrase nantinya akan memberikan alternatif untuk
mengajukan gugatan dan pergi ke pengadilan. Arbitrase pada dasarnya dirancang
untuk menjadi opsi yang bisa dipilih untuk menangani masalah hukum.

Untuk bisa melakukan arbitrase, diperkukan kesepakatan antara kedua pihak yang
bersengketa. Arbitrase hanya terjadi ketika dua pihak menyetujuinya, baik sebelum
atau setelah sengketa hukum muncul. Untuk alasan ini, perjanjian secara tertulis
harus dilakukan oleh kedua pihak sebelum arbitrase.

Tujuan Arbitrase

Arbitrase adalah proses menyelesaikan perselisihan di hadapan pihak ketiga yang


tidak berkepentingan memiliki kepentingan. Pihak ketiga, seorang arbiter,
mendengarkan bukti yang dibawa oleh kedua belah pihak dan membuat keputusan.
Arbiter bisa berperan sebagai penonton, saksi, atau pendengar.

Arbitrase adalah bentuk penyelesaian sengketa alternatif (ADR), yang digunakan


sebagai pengganti litigasi dengan harapan menyelesaikan sengketa tanpa biaya dan
waktu untuk pergi ke pengadilan. Litigasi adalah proses dalam pengadilan yang
melibatkan keputusan yang mengikat kedua belah pihak.

Arti arbitrase sering disamakan dengan mediasi, yang merupakan proses informal
dimana pihak ketiga akan menjadi penengah pihak-pihak yang berselisih untuk
membantu mereka menyelesaikan perselisihan. Mediator bertemu dengan para
pihak untuk berdiskusi. Mediator mencoba menyatukan para pihak melalui diskusi.
Jadi litigasi, arbitrasi, dan mediasi semuanya terlibat dalam menyelesaikan
perselisihan.
Jenis-Jenis Arbitrase

1. ARBITRASE INSTITUSIONAL

Arbitrase institusional adalah arbitrase di mana lembaga khusus ditunjuk dan


mengambil peran mengelola proses arbitrase / manajemen kasus. Setiap lembaga
memiliki seperangkat aturan sendiri yang berkaitan dengan kerangka kerja, seperti
jadwal pengajuan dokumen atau prosedur untuk membuat aplikasi dll untuk
membantu proses arbitrase.

Keuntungan dari arbitrase institusional adalah bantuan administratif yang diberikan


oleh institusi. Ketersediaan aturan yang ditetapkan juga membantu arbitrase agar
bisa selesai tepat waktu. Lembaga biasanya akan menagih persentase dari jumlah
yang disengketakan sebagai biaya mereka, yang kadang-kadang bisa sangat besar
dalam perselisihan besar.

2. ARBITRASE AD HOC

Arbitrase ad hoc adalah arbitrase yang tidak dikelola oleh suatu institusi. Para pihak
akan menentukan peran mereka sendiri dalam aspek arbitrase, seperti penunjukan
arbiter, aturan yang berlaku, dan jadwal waktu untuk mengajukan berbagai
dokumen.

Tanpa lembaga pengelola, para pihak dalam arbitrase ad hoc bebas untuk untuk
menggunakan prosedur pilihan mereka. Dalam kasus-kasus di mana tidak ada
aturan prosedural yang disepakati, majelis arbitrase akan mengelola arbitrase
dengan cara yang dianggapnya sesuai.

Arbitrase ad hoc juga dapat diubah menjadi arbitrase institusional. Jika pihak merasa
mereka memerlukan bantuan dari lembaga khusus untuk menangani kasus ini di
beberapa hal.
Manfaat Arbitrase

1. Arbitrase bersifat pribadi

Proses arbitrase termasuk persidangan ini tidak terbuka untuk umum. Para pihak
dan arbiter sering kali terikat oleh aturan kerahasiaan yang ketat. Dengan demikian,
rahasia bisnis dan informasi penting dapat dilindungi dari publik, media, dan atau
pesaing.

2. Arbiter adalah ahli

Para pihak dapat dengan bebas memilih arbiter selama mereka abiter yang dipilih
tidak memihak alias independen. Arbiter yang dipilih bisa berasal dari negara lain
atau bidang profesional. Hal ini akan menjamin arbiter memiliki keahlian profesional
dan mampu menangani peselisihan atau persengketaan.

3. Arbitrase Dapat Menghemat Waktu Dan Biaya

Prosedur yang dibuat khusus dan tidak adanya proses banding dan atau peninjauan
ulang memberikan peluang untuk proses arbitrase diselesaikan dalam waktu yang
relatif singkat. Biaya yang harus dikeluarkan dapat lebih hemat.

13.2 Alternatif Penyelesaian Sengekta


Alternative dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa (APS)
merupakan upaya penyelesaian sengketa di luar litigasi (non-litigasi). Dalam
ADR/APS terdapat beberapa bentuk penyelesaian sengketa. Bentuk-bentuk ADR/APS
menurut Suyud Margono (2000:28-31) adalah: (1) konsultasi; (2) negosiasi; (3)
mediasi; (4) konsiliasi; (5) arbitrase; (6) good offices; (7) mini trial; (8) summary
jury trial; (9) rent a judge; dan (10) med arb. Adapun Jacqueline M. Nolan-Haley
dalam bukunya yang berjudul “Alternative Dispute Resolution in A Nutshell,
menjelaskan bahwa ADR “is an umbrella term which refers generally to alternatives
to court adjudication of dispute such as negotiation, mediation, arbitration, mini trial
and summary jury trial”.
Bentuk ADR/APS dalam Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi
atau penilaian ahli. Tidak dijabarkan lebih lanjut pengertian dari masing-masing
bentuk ADR/APS tersebut dalam UU No.30/1999. Adapun, arbitrase dikeluarkan dari
lingkup ADR/APS dan diberikan definisi tersendiri dalam UU No.30/1999 yakni “ cara
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”.
Berikut pengertian umum dari bentuk-bentuk ADR/APS yang dirangkum dari
beberapa literatur sebagai berikut:

1. Konsultasi
Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak
tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, dimana pihak
konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan
kebutuhan kliennya. Marwan dan Jimmy P, menjelaskan arti konsultasi, sebagai
berikut: “Permohonan nasihat atau pendapat untuk menyelesaikan suatu sengketa
secara kekeluargaan yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa kepada pihak
ketiga”. Dengan demikian dapat disimpulan bahwa konsultasi adalah permintaan
pendapat kepada pihak ketiga (konsultan) terkait sengketa yang dihadapi.

2. Negosiasi
Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan
penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, sehingga tidak
ada prosedur baku, akan tetapi prosedur dan mekanismenya diserahkan kepada
kesepakatan para pihak yang bersengketa tersebut. Penyelesaian sengketa
sepenuhnya dikontrol oleh para pihak, sifatnya informal, yang dibahas adalah
berbagai aspek, tidak hanya persoalan hukum saja. Dalam praktik, negosiasi
dilakukan karena 2 (dua) alasan, yaitu: (1) untuk mencari sesuatu yang baru yang
tidak dapat dilakukannya sendiri, misalnya dalam transaksi jual beli, pihak penjual
dan pembeli saling memerlukan untuk menentukan harga, dalam hal ini tidak terjadi
sengketa; dan (2) untuk memecahkan perselisihan atau sengketa yang timbul di
antara para pihak. Dengan demikian, dalam negosiasi, penyelesaian sengketa
dilakukan sendiri oleh pihak yang bersengketa, tanpa melibatkan pihak ketiga
sebagai penengah.
3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian sengketa dengan intervensi pihak ketiga (konsiliator),
dimana konsiliator lebih bersifat aktif, dengan mengambil inisiatif menyusun dan
merumuskan langkah-langkah penyelesaian, yang selanjutnya ditawarkan kepada
para pihak yang bersengketa. Jika pihak yang bersengketa tidak mampu
merumuskan suatu kesepakatan, maka pihak ketiga mengajukan usulan jalan keluar
dari sengketa. Meskipun demikian konsiliator tidak berwenang membuat putusan,
tetapi hanya berwenang membuat rekomendasi, yang pelaksanaanya sangat
bergantung pada itikad baik para pihak yang bersengketa sendiri.

4. Mediasi
Pengertian mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan dibantu oleh pihak ketiga
(mediator) yang netral/tidak memihak. Peranan mediator adalah sebagai penengah
(yang pasif) yang memberikan bantuan berupa alternatif-alternatif penyelesaian
sengketa untuk selanjutnya ditetapkan sendiri oleh pihak yang bersengketa. Dalam
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan, mediasi diberikan arti sebagai cara penyelesaian sengketa melalui
proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh
mediator. Peran mediator membantu para pihak mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa dengan cara tidak memutus atau memaksakan pandangan
atau penilaian atas masalah-masalah selama proses mediasi berlangsung.

5. Penilaian Ahli
Pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis sesuai dengan bidang
keahliannya.

6. Arbitrase
Berbeda dengan bentuk ADR/APS lainnya, arbitrase memiliki karakteristik yang
hampir serupa dengan penyelesaian sengketa adjudikatif. Sengketa dalam arbitrase
diputus oleh arbiter atau majelis arbiter yang mana putusan arbitrase tersebut
bersifat final and binding. Namun demikian, suatu putusan arbitrase baru dapat
dilaksanakan apabila putusan tersebut telah didaftarkan ke Pengadilan Negeri (lihat
Pasal 59 ayat (1) dan (4) UU No.30/1999). Dalam hal para pihak sepakat untuk
penyelesaian sengketa melalui arbitrase, maka sengketa tidak dapat diselesaikan
melalui pengadilan.

13.3 Kedudukan Putusan Arbitrase Nasional dan Internasional


Pada dasarnya, penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan
dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau internasional berdasarkan
kesepakatan para pihak. Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase ini
dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan
lain oleh para pihak.
Undang-Undang Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (“UU Arbitrase”) menganut asas teritorial
dalam menentukan apakah suatu putusan arbitrase termasuk dalam putusan
arbitrase nasional atau internasional. Dalam Pasal 1 angka 9 UU Arbitrase, telah
ditentukan sebagai berikut:
Putusan arbitrase internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu
lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik
Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang
menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan
arbitrase internasional.
Dengan demikian maka menurut frase “di luar wilayah hukum Republik
Indonesia” tersebut, seluruh putusan arbitrase yang dijatuhkan di luar wilayah
Republik Indonesia kedudukannya menjadi Putusan Arbitrase Internasional.
Sehingga dalam pelaksanaannya, merujuk kepada ketentuan dalam Pasal 65 - Pasal
69 UU Arbitrase.
Sedangkan berdasarkan frase “yang menurut ketentuan hukum Republik
Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional”, hingga saat ini
belum ada ketentuan hukum Republik Indonesia yang mengatur mengenai hal
tersebut. Sehingga penentuan suatu putusan arbitrase dapat dikategorikan sebagai
putusan arbitrase Nasional atau Internasional, didasarkan pada di negara mana
putusan tersebut dijatuhkan.
Sebagai contoh, suatu perkara arbitrase antara perusahaan Indonesia
dengan perusahaan dari Australia, berdasarkan perjanjian yang telah disepakati
bersama, penyelesaian sengketa yang ada dilakukan di Singapore International
Arbitration Centre (“SIAC”). Dengan demikian, kedudukan Putusan SIAC tersebut
menurut UU Arbitrase termasuk dalam kategori putusan arbitrase internasional.

Namun kemudian timbul permasalahan, dimana putusan tidak dapat


dibacakan di negara tempat diselenggarakannya serangkaian proses pemeriksaan
arbitrase tersebut, yaitu di Singapura. Hal tersebut dikarenakan terjadinya sesuatu
hal di luar kekuasaan para pihak (force majeure). Atas dasar kesepakatan para pihak
tersebut, akhirnya ditentukan proses pembacaan putusan dilakukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia.
Dalam hal demikian, berdasarkan ketentuan dalam UU Arbitrase, dengan
adanya perpindahan lokasi pembacaan putusan di Indonesia, maka putusan
arbitrase tersebut menjadi putusan arbitrase nasional, bukan lagi arbitrase
internasional.
Selanjutnya, maka perlakuan dan pelaksanaan dari putusan arbitrase
tersebut, menggunakan aturan-aturan yang diperuntukkan bagi putusan arbitrase
nasional. Antara lain yaitu adanya kewajiban untuk mendaftarkan putusan tersebut
di Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum Termohon dalam kurun waktu 30 hari
sejak putusan dibacakan.[2] Serta dapat diberlakukannya aturan mengenai
pembatalan putusan arbitrase.[3]
Lain hal jika perkara arbitrase tersebut diperiksa dan diputus di dua negara
yang berbeda, di luar wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam hal demikian, maka
kedudukannya tetap sebagai putusan arbitrase internasional, yang mana baru dapat
dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh penetapan eksekuatur dari
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.[4] Anda dapat juga membaca Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional di Indonesia dan Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan
Arbitrase Internasional di Indonesia.
Rangkuman
Arbitrase adalah salah satu dari berbagai metode yang bisa digunakan dalam
penyelesaian sengketa. Dengan arbitrase nantinya akan memberikan alternatif untuk
mengajukan gugatan dan pergi ke pengadilan. Arbitrase pada dasarnya dirancang
untuk menjadi opsi yang bisa dipilih untuk menangani masalah hukum.
Alternative dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa (APS)
merupakan upaya penyelesaian sengketa di luar litigasi (non-litigasi). Dalam
ADR/APS terdapat beberapa bentuk penyelesaian sengketa. Bentuk-bentuk ADR/APS
menurut Suyud Margono (2000:28-31) adalah: (1) konsultasi; (2) negosiasi; (3)
mediasi; (4) konsiliasi; (5) arbitrase; (6) good offices; (7) mini trial; (8) summary
jury trial; (9) rent a judge; dan (10) med arb. Adapun Jacqueline M. Nolan-Haley
dalam bukunya yang berjudul “Alternative Dispute Resolution in A Nutshell,
menjelaskan bahwa ADR “is an umbrella term which refers generally to alternatives
to court adjudication of dispute such as negotiation, mediation, arbitration, mini trial
and summary jury trial”.

Latihan
1. Jelaskan pengertian dari arbitrase!
2. Sebutkan dan Jelaskan tujuan dari arbitrase
3. Sebutkan dan jelaskan manfaat dari arbitrase!
4. Apakah makna dari alternatif penyelesaian sengketa?
5. Sebutkan dan jelaskan pengertian umum dari bentuk-bentuk ADR/APS!

Anda mungkin juga menyukai