PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan merupakan pedoman bagi kehidupan masyarakat, merupakan
perangkat-perangkat acuan yang berlaku umum dan menyeluruh dalam
menghadapi lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan warga
masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.1 Dalam kebudayaan terdapat
perangkat-perangkat dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh pendukung
kebudayaan tersebut. Adapun tradisi keagamaan merupakan pranata primer dari
kebudayaan memang sulit berubah karena keberadaannya didukung oleh
kesadaran bahwa pranata tersebut menyangkut kehormatan harga diri, dan jati diri
masyarakat pendukungnya.2 Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengaruh
kebudayaan khususnya tradisi keagamaan terhadap jiwa keagamaan pada era
globalisasi. Pada era globalisasi itu menunjukan bahwa kebudayaan (bidang
material) sangat berpengaruh terhadap jiwa keagamaan. Sehingga memuncukan
kecenderungan-kecenderungan yang membawa konsekuensi tersendiri bagi
penganut agama tertentu, apa kecenderungan yang positif atau negatif yang lebih
bersifat destruktif. Pada kondisi itu kondisi kejiwaan penganut agama tersebut
haruslah menunjukkan jati diri sebagai penganut agama yang tetap tidak tergerus
oleh nilai-nilai yang sekuer meskipun kemajuan iptek berpengaruh pesat ditengah
arus global. Hendaknya mereka menganggap globalisasi sebagai tantangan yang
harus dihadapi sekaligus menjadikan globaisasi sebagai ancaman bila tidak
mampu menunjukan jati dirinya, karena globalisasi merupakan puncak peradaban
manusia.
1
Jaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 195
2
Ibid., hal. 198
1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan tradisi keagamaan dan kebudayaan itu?
2. Bagaimanakah hubungan antara tradisi keagamaan dan sikap keagamaan?
3. Bagaimana pengaruh eksistensi kebudayaan di era globalisasi terhadap jiwa
keagamaan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian tradisi keagamaan dan kebudayaan.
2. Untuk mengetahui hubungan antara tradisi keagamaan dan sikap keagamaan.
3. Untuk mengetahui pengaruh eksistensi kebudayaan di era globalisasi terhadap
jiwa keagamaan.
2
BAB II
PENGARUH KEBUDAYAAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN
3
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2007), hal. 70
4
Ibid., hal. 71
5
Ibid., hal. 70
3
Pranata ini merupakan pranata yang dapat dengan mudah
diubah struktur dan peran hubungan antar peranannya maupun dengan
norma-norma yang berkaitan dengan perhitungan rasional yang
menguntungkan dan dihadapi sehari-hari. Pranata ini bersifat
fleksibel, mudah berubah, sesuai dengan situasi yang diinginkan oleh
pendukungnya. Contohnya; pranata politik, pranata pemerintahan,
pranata ekonomi, dan pasar, berbagai pranata hukum dan keterkaitan
sosial dalam masyarakat.
b. Pranata Primer
Pranata ini merupakan kerangka acuan norma yang mendasar
dan hakiki dalam kehidupan manusia. Pranata ini berhubungan
dengan kehormatan dan harga diri, jati diri serta kelestarian
masyarakat, dan pranata ini bersifat mudah dapat berubah begitu saja.
Adapun titik tekan pranata primer adalah menekankan pada
pentingnya keyakinan dan kebersamaan serta bersifat tertutup atau
pribadi. Contohnya; pranata keluarga kekerabatan, keagamaan (tradisi
keagamaan), pertemanan, atau persahabatan.
Bila dihubungakan dengan tradisi maka tradisi (agama
Samawi) bersumber dari norma-norma yang termuat dalam kitab
suci.6 Adapun tradisi keagamaan (agama Samawi) merupakan
kontradiksi asli, yakni tradisi yang sudah ada dimasa lalu, bukan
merupakan tradisi buatan, yakni tradisi yang khayalan atau pemikiran
masa lalu.7
4
norma dan nilai yang kita anut kini serta dalam benda yang diciptakan di
masa lalu. Tradisi (tradisi keagamaan) pun menyediakan fragmen warisan
historis yang kita pandang bermanfaat. Tradisi-tradisi keagamaan seperti
gagasan dan material yang dapat digunakan orang dalam tindakan kini
dan untuk membangun masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu.
Tradisi menyediakan cetak biru untuk bertindak. Dalam arti ia
menyediakan mereka (orang) blok bangunan yang sudah siap untuk
membentuk dunia mereka.
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan, pranata
dan aturan semuanya itu memerlukan pembenaran agar dapat mengikat
anggotanya.
3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan, memperkuat
loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan kelompok.
4. Membantu menyediakan tempat pelarian dan keluhan, ketidak puasan dan
kekecewaan modern. Tradisi (tradisi keagamaan) yang mengesankan
masa lalu yang lebih bahagia menyediakan sumber pengganti kebanggaan
bila masyarakat dalam masa krisis.
C. Pengertian Kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang
merupakan bentuk jamak kata “buddhi” yang berarti budi dan akal.
Kebudayaan diadakan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan
akal. Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa asing yang sama
artinya dengan kebudayaan, berasal dari bahasa Latin colere. Artinya
mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah bertani. Dari asal arti
tersebut yaitu colere kemudian culture, diartikan sebagai daya dan kegiatan
manusia untuk mengubah dan mengolah alam.9
Adapun beberapa ahli merumuskan kebudayaan antara lain;10
9
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), hal.
188
10
Ibid., hal. 188-189
5
1. E. B Tylor (1871)
Menurut E.B Tylor, kebudayaan adalah komplek yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat, istiadat dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh
manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
Menurut tokoh ini, kebudayaan sebagai suatu hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
- Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebedaan
atau masyarakat.
- Kasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segaa kaidah dan nilai-nilai
sosial yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan
dalam arti yang kuat, didalamnya termasuk agama ideologi,
kebatinan, kesenian, dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi
jiwa manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat.
- Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berfikir orang-
orang yang hidup bermasyarakat yang antara lain menghasilkan
filsafat serta ilmu pengetahuan cipta bisa terwujud murni, maupun
yang telah disusun untuk berlangsung diamalkan dalam kehidupan
masyarakat.
D. Fungsi Kebudayaan
Fungsi kebudayaan sangat besar bagi manusia dan masyarakat:11
1. Manusia dan masyarakat memerlukan kepuasan, baik di bidang spiritual
maupun materiil. Kebutuhan ini sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan
yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
2. Hasil karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan
mempunyai kegunaan utama di dalam melindungi masyarakat terhadap
lingkungan dalamnya.
11
Ibid., hal. 194-195
6
3. Karsa masyarakat mewujudkan norma dan nilai-nilai sosial yang sangat
perlu untuk mengadakan tata tertib dalam pergaulan kemasyarakatan. Jadi
fungsi kebudayaan disini agar manusia dapat mengerti bagaimana
seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya kalau berhubungan
dengan orang lain.
12
Jaluddin, Psikologi Agama…, hal. 198-203
7
Benda-benda budaya atau kebudayaan fisik atau kebudayaan material
merupakan hasil tingkah laku dan karya pemangku kebudayaan yang
bersangkutan.
Adapun isi kebudayaan menurut Koentharaningrat terdiri atas tujuh unsur,
yaitu; bahasa, sistem pengetahuan religi dan kesenian. Dengan demikian dilihat
dari bentuk dan isi. Kebudayaan merupakan lingkungan yang terbentuk oleh
norma-norma dan nilai-nilai yang dipelihara oleh masyarakat pendukungnya.
Nilai-nilai dan norma-norma menjadi pedoman hidup itu berkembang dalam
berbagai kebutuhan masyarakat, sehingga terbentuk dalam suatu sistem sosial.
Contohnya; sistem ini selanjutnya terwujud pula benda-benda kebudayaan dan
bentuk benda fisik. Contohnya adalah penyebaran agama, kenusantara yang
sampai saat ini mempengaruhi sikap keagamaan masyarakat Indonesia.
Khususnya pengaruh tradisi keagamaan masa lalu ikit mempengaruhi sikap
keagamaan masyarakat.
Menurut Robert Monk hubungan antara sikap keagamaan dan tradisi
keagamaan adalah sikap keagamaan perorangan dalam masyarakat yang
menganur suatu keyakinan agama merupakan unsur penopang bagi terbentuknya
tradisi keagamaan. Tradisi keagamaan menurut Monk menunjukan kepada
kompleksitas pola-pola tingkah laku (sikap-sikap kepercayaan atau keyakinan
yang berfungsi untuk menolak atau menanti suatu nilai penting (nilai-nilai) oleh
sekelompok orang yang dipelihara dan diteruskan secara berkesinambungan
selama periode-periode tertentu.
Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan saling mempengaruhi sikap-
sikap keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut memberi nbilai-nilai,
norma-norma tingkah-laku keagamaan kepada sesamanya. Dengan demikian
tradisi keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan
kesadaran agama. Sehingga terbentuk daam sikap keagamaan pada diri seseorang
yang hidup dalam lingkungan tradisi keagamaan tertentu.
Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan merupakan
bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan agama yang
8
dianutnya. Sikap keagamaan ini akan ikut mempengaruhi cara berfikir, cita, rasa
atau penilaian seseorang terhadap segaa sesuatu yang berkaitan dengan agama.
Tradisi keagamaan daam pandangannya. Robert C Monk memiliki dua fungsi
utama. Pertama adalah sebagai kekuatan yang mampu membuat kesetabilan dan
keterpaduan masyarakat maupun individu. Kedua, tradisi keagamaan berfungsi
sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau individu.
9
4. Privatisasi dan pembentukan pasar bebas.
10
kehidupan psikologi manusia. Pada kondisi ini manusia akan mencari
ketentraman batin antara lain agama.
Era global bertepatan dengan millennium III ditandai dengan
kemajuan iptek terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi. Serta
terjadinya lintas budaya. Selain itu dampak dan mobilitas manusia semakin
tinggi menyebabkan apa yang terjadi disuatu tempat diwilayah tertentu
dengan mudah dan cepat tersebar dan diketahui masyarakat dunia hampir tak
ada yang tersembunyi. Pengaruh ini ikut malahirkan pandangan yang serba
boleh (perssiviness) apa yang sebelumnya dianggap tabu, seanjutnya dapat
diterima.
Sementara itu nilai-nilai tradisional mengalami pengerusan mulai
kehilangan pegangan hidup yang bersumber dari tradisi masyarakat, termasuk
kedalam sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama. Dipihak lain manusia
juga dihadapkan pada upaya untuk mempertahankan sistem nilai yang mereka
anut sementara itu era global menawarkan alternatif baru (kekaguman dari
hasil rekayasa iptek) yang menawarkan kenikmatan duniawi. Hal ini
menimbulkan keraguan dan kecemasan kemanusiaan (human anxiety) adapun
kemungkinan yang terjadi pada manusia adalah; pertama, mereka yang tidak
ikut larut alam pengaguman yang berlebihan terhadap teknologi dan tetap
berpegang teguh pada nilai-nilai kegamaan, kemungkinan akan lebih
meyakini kebenaran agama. Kedua, golongan yang longgar dari nilai-nilai
ajaran agama akan kekosongan jiwa. Golongan kedua ini di era global akan
diperkirakan memuncukan tiga kecenderungan agama, yaitu;
1. Kecenderungan berupa arus kembali ke tradisi agama yang liberal
2. Kecenderungan ke tradisi keagamaan pada aspek mistis
3. Kecenderungan munculnya gerakan sempalan yang mengatas namakan
agama.
Gerakan yang dilakukan golongan ini, pada hakikatnya merupakan
tindakan kompensatif. Mereka mengalami kesendirian kekosongan nilai-nilai
ruhaniyah. Dalam kondisi kesendirian kekosongan itu terasa menyakitkan
11
hingga mereka merasa perlu mengajak orang lain secara bersama sama larut
dalam upacara yang mereka rekayasa.
Sebagai umat beragama, khususnya umat Islam dalam era globalisasi
hendaknya;16
1. Menumbuhkan kesadaran tentang tujuan hidup menurut agama baik
sebagai hamba Allah maupun sebagai khalalifah Allah. Tetap dalam
kontek mengabdi kepada Allah dan berusaha memperoleh ridhanya dan
keselamatan di dunia dan akhirat. Disini peran iman dan taqwa sangat
penting hidup di era gobalisasi.
2. Menumbuhkan kesadaaran dalam bertanggungjawab karena kita akan
mempertanggungjawabkan apa yang diperbuat di dunia, baik formalitas
administratif sesuai yang ada di dunia sendiri maupun hakiki menurut
yang mempunyai konsekuensi akhirat kelak. Ketika kita menceburkan diri
dalam kehidupan globalisasi amka kita juga selalu sadar akan tanggung
jawab terhadap apa yang kita perbuat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
16
A. Qodri Azizy, Melawan Globalisasi…, hal. 32-33
12
Tradisi keagamaan sebagai pranata primer dari kebudayaan memang sulit
berubah, karena pranata tersebut disadari sebagai suatu yang penting, karena
menyangkut kehormatan, harga diri, dan jati diri masyarakat pendukungnya.
Adapun hubungan antara tradisi tersebut dan sikap keagamaan adalah tradisi
keagamaan memberi pengaruh dalam membentuk pengalaman dan kesadaran
agama sehingga terbentuk dalam sikap keagamaan pada diri seseorang yang
hidup dalam kehidupan tradisi keagamaan tertentu.
Istilah globalisasi sering digunakan untuk menggambarkan penyebaran
dan keterkaitan produksi, komunikasi dan teknologi diseluruh dunia. Penyebaran
itu menunjukkan kompleksitas kegiatan ekonomi dan budaya. Adapun pengaruh
kebudayaan dalam era gobalisasi terhadap jiwa keagamaanadalah apabila tidak
terjadi ketidak seimbangan antara kemajuan iptek dengan kemampuan individu
yang beragama daam mengahasilkan kebudayaan terutama kebudayaan materi.
Maka individu tersebut akan mengalami kekosongan rohani dan kegoncangan
batin. Hal ini mempengaruhi kehidupan psikologisnya sehingga ia akan
memerlukan agama. Adapun kemungkinan yang dapat dimungkinkan pada orang
tersebut antara lain;
1. Menyakini kebenaran agamannya
2. Golongan yang longgar terhadap nilai-nilai ajaran agama, yang meliputi
a. Orang yang cenderung kembali ke tradisi keagamaan yang liberal
b. Orang yang cenderung kembali kedalam tradisi keagamaan yang mistis
c. Orang yang cenderung memunculkan gerakan sempalan yang mengatas
namakan agama.
DAFTAR PUSTAKA
13
Azizy, A. Qodry, Melawan Globalisasi Reinterpretasi Ajaran Islam (Persiapan SDM
Yang Terciptanya Masyarakat Madani), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
14