Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN SEMINAR

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN MANAJEMEN BENCANA


DENGAN ATRIAL FIBRILASI DIRUANG ICCU RS. PALEMBANG BARI

PEMBIMBING KLINIK :
…………
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 3
Dhava Titania Auli R. (P0.71.20.1.19.018)
Dhona Novia Rizki (P0.71.20.1.19.019)
Dian Setia Gusti (P0.71.20.1.19.020)
Dita Febriyanti (P0.71.20.1.19.021)
Doniarafik (P0.71.20.1.19.022)
Dwi Dhia Afriliani (P0.71.20.1.19.023)
Dwi Indriani (P0.71.20.1.19.024)
Egi Diah Safitri (P0.71.20.1.19.025)

DIII KEPERAWATAN PALEMBANG


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Atrial Fibrilasi (AF) adalah takiaritmia supraventricular yang khas, dengan


aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi sehingga fungsi mekanis atrium
menjadi buruk. Ciri atrial fibrilasi adalah tidak adanya gambaran gelombang P
yang jelas, pola interval RR yang ireguler pada elektrokardiogram. Pada atrial
fibrilasi interval antara dua gelombang aktivasi atrium umumnya
kecepatannya melebihi 450x/menit (PERKI, 2014).

Atrial Fibrilasi merupakan aritmia jantung yang paling umum terjadi,


prevalensinya mencapai 1 – 2% dari populasi umum. Di benua Eropa, lebih
dari 6 juta orang menderita atrial fibrilasi, dan pervalensinya diperkirakan
akan meningkat sekitar dua kali lipat dalam 50 tahun ke depan seiring
bertambahnya populasi (ESC, 2016).

Dalam studi observasional (multinational monitoring of trend and


determinant in cardiovascular disease) pada populasi urban Jakarta ditemukan
angka kejadian atrial fibrilasi sebesar 0,2%. Angka kejadian atrial fibrilasi di
Indonesia akan meningkat secara signifikan, hal ini dikarenakan adanya
peningkatan persentasi populasi usia lanjut di tahun 2000 – 2005 sebesar
7,74%. Pada tahun 2017 terdapat 3.046 juta kasus baru atrial fibrilasi di dunia.
Prevalensi atrial fibrilasi di seluruh dunia adalah 37.574 juta kasus atau
sebanyak 0,51% dari populasi dunia, dan meningkat sebanyak 33% selama 20
tahun terakhir (Lippi, et al., 2020)

Atrial Fibrilasi dapat menimbulkan banyak permasalahan. Pasien dengan


diagnosa atrial fibrilasi memiliki resiko penyakit stroke, gagal jantung.
Menurut ACC/AHA pasien dengan diagnosa atrial fibrilasi dapat
meningkatkan resiko penyakit stroke hingga lima kali lipat, resiko untuk
mengalami gagal jantung meningkat tiga kali lipat dan resiko untuk
mengalamai demensia serta kematian meningkat dua kali lipat (ACC/AHA,
2014). Penyebab atrial fibrilasi masih menjadi perdebatan, tetapi dalam
banyak kasus penyebabnya adalah beberapa gelombang eksitasi reentrant yang
bersirkulasi secara bersamaan di kedua atrium (Dipiro, 2015).

Perubahan morfologi dari atrial miokardium atau proses penyakit lain juga
dapat menyebabkan atrial fibrilasi. Penyakit - penyakit yang dapat
menyebabkan pelebaran dan perubahan strukur dari miokardium, yaitu
perubahan vaskular sinus dan atrioventrikular node, inflamasi akut dan kronik
akibat nekrosis, infilter seluler, metamorphosis lemak, dan fibrosis (PERKI,
2014).

Pendeteksian AF dapat dilakukan menggunakan alat deteksi aktivitas


kelistrikan jantung, Elektrokardiogram (EKG) dengan cara mengidentifikasi
dan menginterpretasikan sinyal hasil pengukuran EKG (Surtono, Widodo and
Tjokronagoro, 2012). Namun identifikasi dan interpretasi sinyal hasil
pengukuran EKG hanya bisa dilakukan oleh dokter spesialis saja, sehingga
hasil identifikasinya masih bersifat subjektif. Untuk mengurangi risiko
kesalahan mengidentifikasi sinyal EKG dan mempercepat proses deteksi,
diperlukan otomatisasi dalam melakukan klasifikasi terhadap diagnosis AF
menggunakan sistem pengolahan informasi (Farosi, 2017).

Penatalaksanaan terapi untuk pasien atrial fibrilasi dapat dikategorikan


dalam tiga konsep yaitu terapi dengan memperlambat denyut jantung (rate
control), terapi mengembalikan irama jantung kembali normal (rhythm
control) dan pencegahan terjadinya tromboembolisme. Metode untuk tujuan
terapi AF tergantung onset dan tingkat keparahan gejala. Gejala yang parah
dengan onset yang sering digunakan DCC (Direct Current Cardiovertion)
untuk segera mengembalikan irama sinus jantung ke normal. Pada gejala yang
masih dapat ditolelir, terapi awal adalah obat yang memperlambat konduksi
dan meningkatkan refractoriness pada AV node (DiPiro, 2015).

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang Atrial Fibrilasi di Rumah Sakit


Palembang Bari maka, kami melakukan pengkajian lebih mendetail dan
melakukan asuhan keperawatan dengan membuat rumusan masalah
"Bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Atrial Fibrilasi di Ruang Intensive Cardiovascular Care Unit
(ICCU) Rumah Sakit Palembang Bari”.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui dan mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa Atrial Fibrilasi di Ruang
intesive cardiovascular care unit (ICCU) Rumah Sakit Palembang Bari.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengkaji pasien dengan diagnosa medis Atrial Fibrilasi.
2. Menegakan diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Atrial Fibrilasi.
3. Melakukan perencanaan pada pasien dengan diagnosa medis Atrial
Fibrilasi.
4. Melakukan implementasi pada pasien dengan diagnosa medis
Atrial Fibrilasi.
5. Mengevaluasi hasil implementasi pada pasien dengan diagnosa
medis Atrial Fibrilasi.
6. Mendokumentasikan segala tindakan yang dilakukan pada pasien
dengan diagnosa medis Atrial Fibrilasi.

1.4 Manfaat
1.4.1 Penulis
Menjadi salah satu referensi rujukan bagi penulis selanjutnya
yang akan melakukan studi dengan kasus Atrial Fibrilasi.
1.4.2 Bidang Akademis
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dalam hal asuhan
keperawatan pada pasien Atrial Fibrilasi terkhusus untuk mahasiswa
DIII Keperawatan Palembang Poltekkes Kemenkes Palembang.
1.4.3 Masyarakat Umum di Rumah Sakit
Pengetahuan serta masukan bagi masyarakat awam tentang
pelayanan di rumah sakit pada pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Profil RSUD PALEMBANG BARI


2.1.1 Selayang Pandang
Rumah Sakit umum Daerah palembang BARI merupakan unsur
penunjang pemerintah daerah di bidang kota pelayanan kesehatan yang
merupakan satu – satunya Rumah sakit milik pemerintah kota palembang
BARI terletak di jalan panca usaha No.1 Kelurahan 5 Ulu Kecamatan
seberang Ulu 1 dan berdiri diatas tanah seluas 4,5 H.
Bangunan berada lebih kurang 800 meter dari jalan raya jurusan
Kertapati.Sejak tahun 2001, dibuat jalan alternatif dari Jakabaring menuju
RSUD Palembang BARI dari jalan poros Jakabaring.

2.1.2 Visi, Misi, Motto dan Tujuan


Visi
Menjadi Rumah Sakit unggul, Amanah dan Terpercaya di Indonesia
Misi
1) Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yg berorientasi pada
keselamatan dan ketepatan sesuai standar mutu yang berdasarkan pada
etika dan profesionalisme yang menjangkau seluruh lapisan
masyarakat.
2) Meningkatkan mutu manejement sumber daya kesehatan
3) Menjadikan RSUD Palembang BARI sebagai Rumah Sakit
pendidikan dan pelatihan di Indonesia
Motto
Kesembuhan dan Kepuasan pelanggan adalah kebahagiaan kami
Tujuan
1) Mengoptimalkan pelayanan yang efektif dan efisien sesuai standar
mutu.
2) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjangkau yang
menjangkau seluruh lapisan masyarakat
2.1.3 Sejarah
2.1.3.1 Sejarah Berdirinya
1) Pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1994 Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI merupakan geduang Poliklinik atau
Puskesmas Panca Usaha.
2) Pada tanggal 19 Juni 1995 di resmikan menjadi Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI. Maka dengan SK Depkes
Nomor 1326/Menkes/SK/XI/1997, tanggal 10 November 1997 di
tetapkan menjadi Rumah Sakit Umum kelas C.
3) Kepmenkes RI Nomor: HK.00.06.2.2.4646 tentang pemberian
status akreditas penuh tingkat dasar kepada Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI, tanggal 07 November 2003.
4) Kepmenkes RI Nomor: YM.01.10/III/334/08 tentang pemberian
status akreditasi penuh tingkat lanjut kepada Rumah Sakit Umum
Daerah Palembang BARI, tanggal 05 Februari 2008.
5) Kepmenkes RI Nomro: 241/MENKES/SK/IV/2009 tentang
peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI
menjadi kelas B, tanggal 02 April 2009.
6) Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD Rumah Sakit Umum Daerah
palembang BARI berdasarkan keputusan wali kota Palembang
No. 915 B tahun 2008 tentang penetapan RSUD Palembang
BARI sebagai SKPD Palembang yang menerapkan pola
pengelolaan keuangan BLUD (PPK-BLUD) secara penuh.
7) KARS-SERT/363/1/2012 tentang status akreditas lulus tingkat
lengkap kepada Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI,
tanggal 25 Januari 2012.

2.1.3.2 Sejarah Pemegang Jabatan Direktur


1) Tahun 1985 s.d 1995: dr. Jane Lidya Titahelu sebagai Kepala
Poliklinik atau Puskesmas Panca Usaha.
2) Tanggal 1 Juli 1995 s.d 2000: dr. Eddy Zarkary Monasir, SpOG
sebagai Direktur RSUD Palembang BARI
3) Bulan Juli 2000 s.d November 2000: Pelaksana Tugas dr. H.
Dahlan Abbas, SpB
4) Bulan Desember 2000 sampai dengan Februari 2001: Pelaksana
Tugas dr. M. Faisal Soleh, SpPD.
5) Tanggal 14 November 2000 s.d Februari 2012: dr. Hj. Indah
Puspita, H. A, MARS sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.
6) Bulan Februari tahun 2012 s.d sekarang: dr. Hj. Makiani, MM
sebagai Direktur RSUD Palembang BARI.

2.1.4 Fasilitas dan Pelayanan


2.1.4.1 Fasilitas
1) Instalasi Rawat Darurat (IRD) 24 Jam
2) Farmasi atau Apotek 24 Jam
3) Rawat Jalan atau Poliklinik Spesialis
4) Bedah Sentral
5) Central Sterilized Suplay Separtemen (CSSD)
6) Unit Rawan Intensif (ICU, NICU)
7) Rehabilitation Medik
8) Radiologi 24 jam
9) Laboratorium Klinik 24 Jam
10) Patologi Anatomi
11) Bank Darah
12) Hemodialisa
13) Medical Check Up
14) ECG dan EEG
15) USG 4 Dimensi
16) Endoskopi
17) Kamar Jenazah
18) Ct Scan 64 Slides
2.1.4.2 Pelayanan
Pelayanan Rawat Jalan (Spesialis)
1) Poliklinik Spesialis Penyakit dalam
2) Poliklinik Spesialis Bedah
3) Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4) Poliklinik Spesialis Anak
5) Poliklinik Spesialis Mata
6) Poliklinik Spesialis THT
7) Poliklinik Spesialis Syaraf
8) Poliklinik Spesialis Kulit dan kelamin
9) Poliklinik Spesialis Jiwa
10) Poliklinik Jantung
11) Poliklinik Gigi
12) Poliklinik Psikologi
13) Poliklinik Terpadu
14) Poliklinik Akupuntur
15) Poliklinik Rehabilitasi Medik
2.1.4.3 Pelayanan Rawat Inap
1) Rawat Inap VIP dan VVIP
2) Rawat Inap Kelas I, II, dan III
3) Rawat Inap Penyakit Dalam Perempuan
4) Rawat Inap Penyakit Dalam Laki-Laki
5) Perawatan Anak
6) Perawatan Bedan
7) Perawatan ICU
8) Perawatan Kebidanan
9) Perawatan Neonatus/Nicu/PICU
2.1.4.4 Instalasi Gawat Darurat
1) Dokter jaga 24 jam
2) Ambulans 24 Jam
2.1.4.5 Pelayanan Penunjang
1) Instalasi Laboratorium Klinik
2) Instalasi Radiologi
3) Instalasi Farmasi
4) Instalasi Bedah Sentral
5) Instalasi Gizi
6) Bank Darah
7) Instalasi Pemulasan Jenazah
8) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit
9) Instalasi Laundry
10) Central Sterilized Suplay Departement (CSSD)
11) Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS)
12) Kasir
13) Hemodialisa
2.1.4.6 Fasilitas Kendaraan Operasional
1) Ambulance 118
2) Ambulance Bangsal
3) Ambulance Siaga
4) Ambulance Trauma Center
5) Mobil Jenazah

2.2 ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER


2.2.1 Anatomi Jantung
Jantung adalah organ
berongga, berotot,
yang terletak di tengah
toraks, dan ia
menempati rongga
antara paru dan
diafragma. Beratnya
sekitar 300 g (10,6 oz),
meskipun berat dan
ukurannya dipengaruhi
oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan
penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan,
menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida
dan sampah hasil metabolisme( Brunner & Suddarth, 2002). Jantung terletak
di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum atau tulang dada
di sebelah anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior
(Sherwood, Lauralee, 2001). Bagian depan dibatasi oleh sternum dan costae
3,4, dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis
median sternum. Jantung terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan
apex cordis berada paling depan dalam rongga thorax. Apex cordis dapat
diraba pada ruang intercostal 4-5 dekat garis medio-clavicular kiri. Batas
cranial jantung dibentuk oleh aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena
cava superior (Aurum, 2007). Pada dewasa, rata-rata panjangnya kira-kira 12
cm, dan lebar 9 cm, dengan berat 300 sampai 400 gram (Setiadi, 2007).

1. Ruang Jantung

Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki empat bilik
(ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya. Bilik-bilik atas,
atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan
memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari
jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi otot
kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung.
Pemisahan ini sangat penting, karena separuh kanan jantung menerima dan
memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan
memompa darah beroksigen tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001).

a. Atrium Dextra
Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan
dibandingkan ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian antero-
superior terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga
yang disebut Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak sama. Posterior
dan septal licin dan rata. Lateral dan auricle kasar dan tersusun dari
serabut-serabut otot yang berjalan paralel yang disebut Otot Pectinatus.
Atrium Dextra merupakan muara dari vena cava. Vena cava superior
bermuara pada dinding supero-posterior. Vena cava inferior bermuara
pada dinding infero-latero-posterior pada muara vena cava inferior ini
terdapat lipatan katup rudimenter yang disebut Katup Eustachii. Pada
dinding medial atrium dextra bagian postero-inferior terdapat Septum
Inter-Atrialis.
Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal
berbentuk lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang mempunyai lipatan
tetap di bagian anterior dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara
muara vena cava inferior dan katup tricuspidalis terdapat Sinus
Coronarius, yang menampung darah vena dari dinding jantung dan
bermuara pada atrium dextra. Pada muara sinus coronaries terdapat
lipatan jaringan ikat rudimenter yang disebut Katup Thebesii. Pada
dinding atrium dextra terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus
Sino-Atrial terletak di pinggir lateral pertemuan muara vena cava
superior dengan auricle, tepat di bawah Sulcus Terminalis. Nodus Atri-
Ventricular terletak pada antero-medial muara sinus coronaries, di bawah
katup tricuspidalis. Fungsi atrium dextra adalah tempat penyimpanan dan
penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel
dextra dan kemudian ke paru-paru.
Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan
katup atau pita otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan
atrium dextra akibat bendungan darah di bagian kanan jantung, akan
dikembalikan ke dalam vena sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik
vena ke dalam atrium dextra akan mengalir secara pasif ke dalam
ventrikel dxtra melalui katup tricuspidalisalis. 20% sisanya akan mengisi
ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara aktif ini disebut
Atrial Kick. Hilangnya atrial kick pada Disaritmia dapat mengurangi
curah ventrikel.
b. Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada
foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm,
sedikit lebih tebal daripada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin
dan otot pectinatus hanya ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah
yang sudah dioksigenasi dari 4 vena pumonalis yang bermuara pada
dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang
vena dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak
terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan dalam atrium
sinistra membalik retrograde ke dalam pembuluh darah paru.
Peningkatan tekanan atrium sinistra yang akut akan menyebabkan
bendungan pada paru. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel
sinistra melalui katup mitralis.
c. Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di
bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan
depan ventrikel sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra
berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm.
Bentuk ventrikel kanan seperti ini guna menghasilkan kontraksi
bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria
pulmonalis. Sirkulasi pulmonar merupakan sistem aliran darah
bertekanan rendah, dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap
aliran darah dari ventrikel dextra, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi
sistemik terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja
dari ventrikel kanan jauh lebih ringan daripada ventrikel kiri. Oleh karena
itu, tebal dinding ventrikel dextra hanya sepertiga dari tebal dinding
ventrikel sinistra. Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah bulatan ini
juga merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar
daripada tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara fungsional,
septum lebih berperan pada ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi
gerakan lebih mengikuti gerakan ventrikel sinistra.
Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut
otot yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk
persilangan satu sama lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel
dextra berukuran besar yang disebut Trabeculae Septomarginal
(Moderator Band). Secara fungsional, ventrikel dextra dapat dibagi
dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk ventrikel dextra
(Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi oleh katup tricupidalis, trabekel
anterior, dan dinding inferior ventrikel dextra. Alur keluar ventrikel
dextra (Right Ventricular Outflow Tract) berbentuk tabung atau corong,
berdinding licin, terletak di bagian superior ventrikel dextra yang disebut
Infundibulum atau Conus Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel
dextra dipisahkan oleh Krista Supraventrikularis yang terletak tepat di
atas daun anterior katup tricuspidalis.
Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara
perlahan-lahan, seperti pada kasus hipertensi pulmonar progresif, maka
sel otot ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya
pompa agar dapat mengatasi peningkatan resistensi pulmonary, dan dapat
mengosongkan ventrikel. Tetapi pada kasus dimana resistensi pulmonar
meningkat secara akut (seperti pada emboli pulmonary massif) maka
kemampuan ventrikel dextra untuk memompa darah tidak cukup kuat,
sehingga seringkali diakhiri dengan kematian.
d. Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya
mengarah ke antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar
ventrikel tersebut adalah Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel
sinistra 2-3x lipat tebal dinding ventrikel dextra, sehingga menempati
75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel sinistra saat diastole
adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra harus menghasilkan tekanan yang
cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sitemik, dan
mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Sehingga
keberadaan otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai
lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel
berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa septum interventrikulare
yang memisahkan ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra. Rentangan
septum ini berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada
daerah katup aorta.
Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian
Muskulare (menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian
Membraneus. Pada dua pertiga dinding septum terdapat serabut otot
Trabeculae Carnae dan sepertiga bagian endocardiumnya licin. Septum
interventrikularis ini membantu memperkuat tekanan yang ditimbulkan
oleh seluruh ventrikel pada saat kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan di
ventrikel sinistra meningkat sekitar 5x lebih tinggi daripada tekanan di
ventrikel dextra; bila ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel
(seperti pada kasus robeknya septum pasca infark miokardium), maka
darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut.
Akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke
dalam aorta akan berkurang.

2. Katup Jantung
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui
bilik-bilik jantung (Aurum, 2007). Setiap katup berespon terhadap
perubahan tekanan (Setiadi, 2007). Katup – katup terletak sedemikian
rupa, sehingga mereka membuka dan menutup secara pasif karena
perbedaan tekanan, serupa dengan pintu satu arah Sherwood, Lauralee,
2001). Katup jantung dibagi dalam dua jenis, yaitu katup atrioventrikuler
dan katup semilunar.
a. Katup Atrioventrikuler
Letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup
atrioventrikular. Katup yang terletak di antara atrium kanan dan
ventrikel kanan mempunyai 3 buah katup disebut katup trikuspid
(Setiadi, 2007). Terdiri dari 3 otot yang tidak sama, yaitu: 1)
Anterior, yang merupakan paling tebal, dan melekat dari daerah
Infundibuler ke arah kaudal menuju infero-lateral dinding ventrikel
dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua bagian septum muskuler
maupun membraneus. Sering menutupi VSD kecil tipe alur keluar. 3)
Posterior, yang merupakan paling kecil, Melekat pada cincin
tricuspidalis pada sisi postero-inferior (Aurum, 2007).Sedangkan
katup yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai 2 daun katup disebut katup mitral (Setiadi, 2007). Terdiri
dari 2 bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior. Daun
katup anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai
dari basal ventrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga
membagi ruang aliran menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum,
2007).
b. Katup Semilunar
Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari 3 daun
katup, yang masing-masing mirip dengan kantung mirip bulan
separuh (Sherwood, Lauralee, 2007). Katup semilunar memisahkan
ventrikel dengan arteri yang berhubungan. Katup pulmonal terletak
pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel
kanan. Katup aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya
katup semilunar ini memungkinkan darah mengalir dari masing-
masing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta selama systole
ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole ventrikel
(Setiadi, 2007).

3. Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang
tersusun secara spiral dan saling berhubungan  melalui diskus
interkalatus (Sherwood, Lauralee, 2001). Dinding jantung terdiri dari tiga
lapisan berbeda, yaitu:

a. Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini
adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung.
Terdiri dari dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):
1) Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang
membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum
tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar
merekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
2) Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering
disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk
mempermudah pergerakan jantung.
b. Miokardium
Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot
jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot
ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood,
Lauralee, 2001). Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari
arteri koroner (Setiadi, 2007).
c. Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium.Suatu
jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem
sirkulasi (Sherwood, Lauralee, 2007).
4. Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Kecepatan denyut
jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA.
Jantung dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat
memodifikasi kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, walaupun untuk
memulai kontraksi tidak memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis
ke jantung, yaitu saraf vagus, terutama mempersarafi atrium, terutama
nodus SA dan AV. Saraf-saraf simpatis jantung juga mempersarafi
atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta banyak mempersarafi ventrikel
(Sherwood, Lauralee, 2001).
5. Vaskularisasi Jantung(Pembuluh Darah)
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah. Secara
garis besar peredaran darah dibedakan menjadi dua, yaitu peredaran
darah besar yaitu dari jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung
(sirkulasi sistemik), dan peredaran darah kecil, yaitu dari jantung ke
paru-paru, kembali ke jantung (sirkulasi pulmonal).
1) Arteri
Suplai darah ke miokardium berasal dari dua arteri koroner besar
yang berasal dari aorta tepat di bawah katub aorta. Arteri koroner
kiri memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, dan arteri koroner
kanan memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan (Setiadi, 2007).
a) Arteri Koroner Kanan
Berjalan ke sisi kanan  jantung, pada sulkus atrioventrikuler
kanan. Pada dasarnya arteri koronarian kanan memberi makan
pada atrium kanan, ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam
dari ventrikel kiri. Bercabang menjadi Arteri Atrium Anterior
Dextra (RAAB = Right Atrial Anterior Branch) dan Arteri
Coronaria Descendens Posterior (PDCA = Posterior Descending
Coronary Artery). RAAB memberikan aliran darah untuk Nodus
Sino-Atrial. PDCA memberikan aliran darah untuk Nodus
Atrio-Ventrikular (Aurum, 2007).
b) Arteri Koroner Kiri
Berjalan di belakang arteria pulmonalis sebagai arteri
coronaria sinistra utama (LMCA = Left Main Coronary Artery)
sepanjang 1-2 cm. Bercabang menjadi Arteri Circumflexa (LCx
= Left Circumflex Artery) dan Arteri Descendens Anterior
Sinistra (LAD = Left Anterior Descendens Artery). LCx
berjalan pada Sulcus Atrio-Ventrcular mengelilingi permukaan
posterior jantung. LAD berjalan pada Sulcus Interventricular
sampai ke Apex. Kedua pembuluh darah ini bercabang-cabang
dan memberikan aliran darah diantara kedua sulcus tersebut
(Aurum, 2007).
2) Vena
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi
arteri koroner. Sistem vena jantung mempunyai 3 bagian, yaitu
(Setiadi, 2007):
a) Vena tabesian, merupakan sistem terkecil yang menyalurkan
sebagian darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel
kanan.
b) Vena kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti
mengosongkan sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke
atrium kanan.
c) Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang
paling besar dan paling penting, berfungsi menyalurkan
pengembalian darah vena miokard ke dalam atrium kanan
melalui ostinum sinus koronaruis yang bermuara di samping
vena kava inferior.

2.2.2 FISIOLOGI JANTUNG


1. Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia
untuk berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolisme asam
lemak dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama
laktat dan glukosa. Proses metabolisme jantung adalah aerobic yang
membutuhkan oksigen.

2. Pengaruh Ion pada Jantung


a. Pengaruh ion kalium : Kelebihan ion kalium pada CES
menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
b. Pengaruh ion kalsium: Kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung
berkontraksi spastis.
c. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.

3. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung


Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas
membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan
potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika,
dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:
1) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi) dan
bagian luar bermuatan positif.
2) Fase depolarisasi (cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas
membran terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke
dalam.
3) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan
positif dalam sel menjadi berkurang.
4) Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil
agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
5) Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur
tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
4. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
a. SA node: Tumpukan jaringan neuromuskular yang kecil berada di
dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam
septum atrium dekat muara sinus koronari.
c. Bundle atrioventrikuler: Dari bundle AV berjalan ke arah depan pada
tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
d. Serabut penghubung terminal(Purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.

5. Curah Jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama
besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit
disebut curah jantung (cardiac output). Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi otot jantung yaitu:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung

Periode pekerjaan jantung yaitu:

1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat

6. Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : Dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
d. Bunyi keempat: Terkadang dapat didengar segera sebelum bunyi
pertama

2.2.3 DEFINISI ATRIAL FIBRILASI (AF)


Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium
berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi
ventrikel menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium
mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada
kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan
keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi
peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).
Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,
menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi.
Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium
(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal.
Aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium
bekerja terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon
ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik
dan umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun  (Berry and Padgett, 2012).

2.2.4 ETIOLOGI ATRIAL FIBRILASI (AF)


1. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a. Penyakit jantung iskemik
b. Hipertensi kronis
c. Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d. Perikarditis
e. Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
f. Tumor intracardiac
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis
- Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
- Emboli paru
- Pneumonia
- PPOM
- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

2.2.4 KLASIFIKASI
Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa
hal diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi,
berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir
berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa
sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti:
1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
a. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari
100 kali permenit.
b. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang
dari 60 kali permenit.
c. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-
100 kali permenit.
2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau
infark miokard akut).
b. AF dengan hemodinamik stabil.
3. Klasifikasi menurut AmericanHeartAssociation(AHA), atrialfibriasi (AF)
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari.
Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama
sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang
episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.
c. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk
mengembalikan ke irama sinus.
d. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7
hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke
irama sinus (resisten).

2.2.5 PATOFISIOLOGI
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan pencetus
AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron,
namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat
menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered.
Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan
inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of
reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada
banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan
gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang
rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium
yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam
atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan
adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan
terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.
Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik
(electrical remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen.
Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen
seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun
demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam
ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 –
30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi
ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh
daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak
memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk
memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium
kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan
resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut
mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor
terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah
peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan
fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi trombosit,
koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.

pathway
2.2.6 MANIFESTASI KLINIS
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
“berdebar” dalam dada).
2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
3. Sesak napas/dispnea.
4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat
peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National


Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk
dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi
atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstremitas
sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan
stroke (Philip and Jeremy, 2007).

2.2.7 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah, dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial
fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial
fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika
>100x/menit disebut  atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi
cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor
pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.

2.2.8 PENATALAKSANAAN
AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan
pada kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang
persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba
mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan
laju denyut ventrikular (rate control) saja.Terdapat 3 kategori tujuan
perawatan AF yaitu :
1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.
Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM)
RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:

1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal.Diberikan anti-aritmia gol. I
(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat
diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi
dengan DC shock.
b. Rate control.Rate control bertujuan untuk mengembalikan /
menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang
bekerja pada AV node seperti :digitalis, verapamil, dan obat penyekat
beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai
untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli.Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan
AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk
mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan
pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.
Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan
antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3
minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat
emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan
transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan
ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu
jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian
menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),
terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu
jantung kamar tunggal (single chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-
vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu
jantung permanen.
2.2.9 KOMPLIKASI
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN


2.3.1 Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan
berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah
dan denyut jantung saa aktivitas.
b. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %
mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi,
kardiomiopati, dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi
cepat/lambat/tidak teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi hipotensi
atau hipertensi selama episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut
berkurang.Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara
ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis,pucat, sianosis.Edema
dependen, distensi vena jugularis,penurunan urine output.
c. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik :
status mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan
pola bicara,stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi;
reaksi pupil berubah.Reflek tendon dalam hilang menggambarkan
disritmia yang mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau
bradikardia berat).
d. Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang
dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
e. Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat
penyakit paru,riwayat merokok.Temuan fisik perubahan pola nafas
selam periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem
paru atau fenomena thromboemboli paru.

f. Cairan dan Nutrisi


Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah.Temuan
fisik berupa tidak nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan
kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
g. Apakah ada riwayat pengguna alkohol.
h. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
i. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan
mudah tersinggung.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
kontraktilitas.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal
jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta
dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

No Intervensi Rasional
.
1. Auskultasi nadi apical ; Biasanya terjadi takikardi
Kaji frekuensi, irama (meskipun pada saat istirahat)
jantung. untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas
ventrikel.

Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah


karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah keserambi yang distensi.
Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis
dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse
Pantau TD alternatif.

Pada GJK dini, sedang atau


kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi
Kaji kulit terhadap pucat mengkompensasi danhipotensi
dan sianosis tidak dapat normal lagi.

Pucat menunjukkan menurunnya


perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit
Berikan oksigen tambahan sering berwarna biru atau belang
dengan kanula karena peningkatan kongesti
nasal/masker dan obat vena.
sesuai indikasi (kolaborasi)
Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


kapiler-alveolus.
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi
adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
No Intervensi Rasional
.
2. Pantau bunyi nafas, catat Menyatakan adanya kongesti
krekles. paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
Ajarkan/anjurkan klien
batuk efektif, nafas dalam. Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
Dorong perubahan posisi.
Membantu mencegah atelektasis
dan pneumonia.
Kolaborasi dalam
Pantau/gambarkan seri
GDA, nadi oksimetri.
Hipoksemia dapat terjadi berat
selama edema paru.
Berikan obat/oksigen
tambahan sesuai indikasi.
Membantu dalam mengurangi
edema dan memudah jalan nafas.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

No Intervensi Rasional
.
3. Selidiki keluhan nyeri dada, Nyeri secara khas terletak
perhatikan awitan dan factor substernal dan dapat menyebar
pemberat dan keleher dan punggung. Namun
penurun.Perhatikan petunjuk ini berbeda dari iskemia infark
nonverbal ketidak-nyamanan. miokard. Pada nyeri ini dapat
memburuk pada inspirasi
dalam, gerakan atau berbaring
dan hilang dengan duduk
tegak/membungkuk.
Lingkungan yang tenang dan
tindakan kenyamanan mis: Untuk menurunkan
perubahan posisi, masasage ketidaknyamanan fisik dan
punggung,kompres hangat emosional pasien.
dingin, dukungan emosional.

Berikan aktivitas hiburan


yang tepat. Mengarahkan perhatian,
memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.
Berikan obat-obatan sesuai
indikasi nyeri. Untuk menghilangkan nyeri
dan respon inflamasi.

4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan.


Tujuan : Klien akan berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan
dan kelelahan.

No Intervensi Rasional
.
4. Periksa tanda vital Hipotensi ortostatik dapat terjadi
sebelum dan segera dengan aktivitas karena efek obat
setelah aktivitas, (vasodilasi), perpindahan cairan
khususnya bila klien (diuretic) atau pengaruh fungsi
menggunakan jantung.
vasodilator,diuretic dan
penyekat beta.

Catat respons Penurunan/ketidakmampuan


kardiopulmonal terhadap miokardium untuk meningkatkan
aktivitas, catat takikardi, volume sekuncup selama aktivitas
diritmia, dispnea dapat menyebabkan peningkatan
berkeringat dan pucat. segera frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan
kelemahan.

Evaluasi peningkatan Dapat menunjukkan peningkatan


intoleran aktivitas. dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.

Implementasi program
Peningkatan bertahap pada
rehabilitasi
jantung/aktivitas aktivitas menghindari kerja
(kolaborasi) jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali.

5. Discharge Planning
a. Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa
memperburuk keadaan selama di rawat.
b. Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang
dapat memperlambat proses penyembuhan selama dirawat.
c. Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di
rumah.
d. Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan
minum di rumah.
e. Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum
beralkohol kalau pasien seorang perokok atau peminum.
f. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan
sesuai dosis.
2.3.3 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat menerapkan/
melaksanakan rencana tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan
kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal (Nursalam, 2011).
2.3.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Pada tahap
evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan.

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
Hari/Tanggal: Jum’at/ 24 Desember 2021
Jam : 10.00 WIB
Tempat : Ruang Intesive Cardiovascular Care Unit RSUD Palembang
Bari
Metode : Observasi dan Wawancara
Sumber Data : Keluarga Pasiendan Rekam Medis Pasien

3.1.1 Identitas
Nama : Ny. I
Tempat/Tanggal Lahir : Palembang, 16 Juni 1964
Umur : 57 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat : Karya Jaya RT.03 RW.04 Kertapati
Status Perkawinan : Sudah Menikah
Suku : Palembang
Tanggal Masuk RS : 23 Desember 2021
Tanggal Masuk ICCU : 24 Desember 2021
Tanggal Pengkajian : 24 Desember 2021
No. RM : 61.58.03
Diagnosa Medis : Atrial Fibrilasi

3.1.2 Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. N
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Hubungan : Suami

3.1.3 Pengkajian Primary Survay

3.1.3.1 Airway
3.1.3.2 Breathing

Pengembangan dada simetris, Dispneu RR : 21 x/menit, terpasang


alat bantu pernapasan nasal kanul.

3.1.3.3 Circulation

N : 102 x/menit dengan irama jantung irregular, nadi teraba cepat


dan kuat, akral dingin, tidak terdapat edema, tidak ada sianosis, T :
36,5 º C, TD : 120/70 mmHg, CRT < 2 detik.

3.1.3.4 Disability

Keadaan umum : Lemah, Kesadaran : Compos Mentis E : 4 M : 6


V:5

3.1.4 Pengkajian Secondary Survey

3.1.4.1 Status Kesehatan Saat Ini

a. Keluhan Utama
Sesak nafas dan nyeri di bagian perut
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Saat dilakukan pengkajian tanggal 24 Desember 2021 Klien
mengatakan sesak nafas dan perut terasa sakit.
c. Faktor Pencetus
Ny. I mengatakan ia merasa sesak nafas dan sakit di bagian perut
saat sedang beraktivitas.
d. Lama Keluhan
Ny. I merasakan keluhan tersebut

3.1.5 Riwayat Penyakit Dahulu

Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit


yang sama dengan klien.
3.1.6 Riwayat Kesehatan Keluarga

3.1.6.1 Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga Ny. I tidak ada riwayat penyakit.

3.1.6.2 Genogram

3.1.7 Data Aktivitas Sehari-Hari

NO Aktivitas Dirmah Dirumah Sakit

1.

3.1.8 Pola Aktivitas dan Latihan

Keluarga mengatakn saat dirumah klien melakukan aktivitas sendiri. Klien


jarang melakukan olahraga karena dari badan klien tidak sebugar dulu lagi.
Ketika dirumah sakit semua aktivitas klien dibantu oleh perawat dan
keluarga.

1.3.9 Pemeriksaan Fisik

Pengkajian fisik umum

a) Tingkat Kesadaran : Compos Mentis, GCS : E : 4 M : 6 V: 5


b) Keadaan Umum : Lemah
c) Tanda-Tanda Vital
TD : 120/70
T : 36,5ºC
N : 102 x/menit
RR : 20 x/ menit

Pemeriksaan Head to toe


a) Kepala : Bentuk simetris, tidak ada luka atau jejas, tidak ada
hematoma, tidak ada perdarahan.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor,
tidak terdapat secret pada hidung, tidak ada epitasis dan bentuk telinga
simetris.
b) Leher
Tidak ada benjolan
c) Dada/Paru-paru
 Bentuk dada : simetris
 Retraksi dinding dada : tidak ada
 Respirasi : Memakai alat bantu O₂
 Frekuensi nafas 20 x/menit
Bunyi jantung : irregular
d) Abdomen
I : Tidak ada jejas atau luka , bentuk simetris dan tidak ada hematom

A : Bising usus 9 x/menit

P : Timpani

P : Ada nyeri tekan

e) Genetalia
Klien berjenis kelamin perempuan dan tidak ada kelainan pada
genetalia.
f) Ekstermitas
Normal, pergerakan sedikit terbatas, tidak ada sianosi, tidak ada edema
di ekstermitas atas terpasang infuse Ringer Laktat 20 tpm.
g) Integumen
Turgor kulit : Elastis,tidak ada edema, CRT < 2 detik, akral dingin.

3.1.10 Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksan Laboratorium

Nama test Hasil Satuan Nilai Rujukan

Hematologi
Hemoglobin 9.1 g/dL 12-14

Eritrosit 3.26 Juta/uL 4.0-5.0

Leukosit 8.6 Ribu/uL 5-10

Trombosit 175 Ribu/mm3 150-400

Hematokrit 28 % 35-47

Basofili 0 % 0-1

Eosinofili 1 % 1-3

Batang 2 % 2-6

Segmen 69 % 50-70

Limfosit 24 % 20-40

Monosit 4 % 2-8

b) Terapi/Obat-obatan

ANALISA DATA

NO Data Masalah Etiologi


1. DS : Dispnea Pola nafas tidak
efektif
 Klien mengatakan
nafasnya terasa
sesak

DO :

 Klien tampak sesak


 Klien terpasang O₂
 RR : 20 x/menit
 Posisi tidur pasien
semi fowler

2. DS : Kelemahan Intoleransi
Aktivitas
 Klien mengatakan
badannya terasa letih

DO :

 Klien tampak lemah


 Klien tampak
bedrest
 Semua aktivitas
klien dibantu
keluarga dan
perawat
 TD : 120/70 mmHg
 N : 102 x/m
 T : 36,5ºC
 RR : 20 x/m

3.2 DIAGNOSA

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Dispnea


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3.3 INTERVENSI

N Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi


O

1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas


efektif b.d tindakan keperawatan Tindakan
Dispnea selama 2x24 jam,  Observasi
diharapkan pola nafas 1. Monitor pola nafas
membaik. (frekuensi, kedalaman,
KH : usaha nafas)
1.Dipsnea 2. Monitor bunyi nafas
menurun tambahan (mis. Gurgling,
2. Penggunaan otot mengi, wheezing, ronkhi
bantu nafas kering)
menurun 3. Monitor sputum (jumlah,
3. Frekuensi nafas warna, aroma)
membaik
 Teraupetik
1. Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw
thrust jika dicurigai
trauma servikal)
2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada,
jika perlu
5. Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
6. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7. Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forcep McGill
8. Berikan oksigen

 Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/ hari . jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk
efektif

 Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

2. Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi


aktivitas b.d tindakan keeprawatan Tindakan
kelemahan selama 2x24 jam,  Observasi
diharapkan toleransi 1. Identifikasi gangguan
aktivitas meningkat. fungsi tubuh yang
KH : mengakibatkan kelahan
1. Frekuensi nadi 2. Monitor kelelahan fisik
meningkat dan emosional
2. Keluhan lelah 3. Monitor pola dan jam
menurun tidur
3. Dipsnea saat 4. Monitor lokasi dan
aktivitas menurun. ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas

 Terapeutik
1. Sediakkan lingkungan
nyaman dan rendah
stimulus (mis, cahaya,
suara, kunjungan)
2. Lakukan latihan rentang
gerak pasif dan atau aktif
3. Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
4. Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur,jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

 Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
3. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan
 Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
3.4 Catatan Perkembangan
No Hari/tanggal Diagnosa Implementasi Evaluasi
/jam
1. Jum’at, Pola nafas 1. Observasi TTV Jam 20.00 WIB
24-12- 2021 tidak 2. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, S:
15.00 WIB efektif b.d usaha nafas) Klien mengatakan sesak nafak dan badannya lemas
fatigue 3. Monitor Ventilator O:
4. Posisikan semi fowler atau fowler  Klien tampak lemah
5. Berikan minum hangat  Kesadaran CM
6. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/ hari, jika  TTV
tidak kontraindikasi TD : 126/57 mmHg
7. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam RR : 12 x/menit
N : 74 x/menit
S : 36 °C
SPO2 : 98%
A : Masalah pola nafas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
2 Jum’at, Intoleransi 1. Monitor TTV Jam 20.00 WIB
24-12-2021 aktivitas 2. Monitor pola dan jam tidur S:
16.00 WIB berhubung 3. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan  Klien mengatakan sesak nafas berkurang,
an dengan atau aktif badannya masih terasa lemas
kelemahan 4. Anjurkan melakukan aktivitas secara O :
bertahap  Klien tampak lemah
 Kesadaran CM
 TTV
TD : 122/60 mmHg
RR : 19 x/menit
N : 74 x/menit
S : 36 °C
SPO2 : 99%
A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

3. Sabtu, Pola nafas 1. Observasi TTV Jam 19.00 WIB


25-12- 2021 tidak 2. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
S:
15.00 WIB efektif b.d usaha nafas) Klien mengatakan badannya lemas
fatigue 3. Monitor Ventilator O:
4. Posisikan semi fowler atau fowler  Klien tampak lemah
5. Berikan minum hangat  Kesadaran CM
6. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/ hari, jika
 TTV
tidak kontraindikasi TD : 135/75 mmHg
7. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam RR : 20 x/menit
N : 96 x/menit
S : 36 °C
SPO2 : 100%
A : Masalah pola nafas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
4. Sabtu, Intoleransi 5. Monitor TTV Jam 20.00 WIB
25-12-2021 aktivitas 6. Monitor pola dan jam tidur S:
16.00 WIB berhubung 7. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan  Klien mengatakan badannya lemah.
an dengan atau aktif O:
kelemahan Anjurkan melakukan aktivitas secara  Klien tampak lemah
bertahap  Kesadaran CM
 TTV
TD : 130/81 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 86 x/menit
S : 36 °C
SPO2 : 100%
A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.

Jakarta: EGC

Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:

EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC

Dharma, Surya. 2012.Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :

EGC

Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC

Muttaqin,Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan

sistemkardiovaskuler. . Jakarta. Penerbit: Salemba Medika

Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing

Syaifuddin,H.2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan

dankebidanan.Jakarta.Penerbit: EKG

Syaifuddin,Haji.2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta.

Penerbit:EKG

Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.

Jakarta Penerbit: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai