Anda di halaman 1dari 11

MODEL KEPEMIMPINAN UNIVERSAL

“Transformasi dampak Konflik Secara Konstruktif bagi Mahasiswa


dalam Berorganisasi”

Disusun untuk melengkapi persyaratan Intermediate Training (LK II)

Oleh

Muhamad Kholil

INTERMEDIATE TRAINING (LK II)


HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM (HMI)
CABANG SUKABUMI
1442 H/ 2021 M
Transformasi dampak Konflik Secara Konstruktif bagi Mahasiswa dalam
Berorganisasi
Muhamad Kholil
Cabang Sukabumi
E-mail: mhmmdkholil69@gmail.com No.HP: 085794907998

ABSTRAK
Terjadinya konflik dan perselisihan dikalangan mahasiswa yang aktif
berorganisasi di perguruan tinggi dan pada umumnya ditengah-tengah
masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sudah tidak asing lagi untuk
didengar. Perselisihan dan konflik ini dapat terjadi kapanpun dan dimanapun.
Hal ini tidak dapat kita hindari, karena adanya perbedaan diantara individu
maupun suatu kelompok (organisasi) baik itu mengenai tujuan, kepentingan,
status, identitas, nilai, latar belakang, dan lain sebagainya. Konflik yang selama
ini biasanya dianggap negatif, namun nyatanya konflik juga memiliki
konsekuensi yang apabila ditransformasikan menggunakan manajemen
konflik yang baik akan menghasilkan banyak nilai positif dan dapat menunjang
keberlangsungan organisasi itu sendiri untuk dapat memajukan dan mencapai
tujuan organisasi tersebut. Bahkan selain itu juga dapat meminimalisir dampak
destruktif (negatif) dari konflik, hal itu dapat terjadi apabila masyarakat atau
individu (mahasiswa) dalam kelompoknya pandai memanajemen konflik yang
terjadi dengan baik, dari individu maupun kelompoknya (organisasi). Sehingga
pada akhirnya setiap individu mampu mencari solusi (problem solving) dari
setiap permasalahan yang ada dan lebih bijak lagi dalam menyikapi konflik
yang terjadi.
Kata Kunci : Konflik, Transformasi, Dampak Konstruktif (Positif).

I. PENDAHULUAN
Dalam perjalanan kehidupan setiap individu maupun kelompok yang
berada pada tempat atau pun suatu wadah yang sama, baik itu dalam ruang
lingkup masyarakat sekitar kita atau katakanlah tetangga kerabat kita, juga
dalam suatu institusi yang kita menjadi bagian didalamnya seperti
perusahaan tempat bekerja juga dalam berorganisasi pada suatu partai atau
organisasi tertentu, Dalam hal ini sudah lumrah dan mungkin biasanya kita
mendengar atau terjadi suatu percekcokan, perselisihan antar anggotanya
karena perbedaan cara pandang, perspektif dan keinginan sesama anggota
lainnya. Hal ini sering disebut dengan istilah konflik. Perihal konflik ini tidak
dapat kita hindari atau kita nafikan karena dalam kehidupan manusia sehari-
1
hari terlebih yang menjadi bagian dalam suatu institusi tertentu pasti pernah
dan akan mengalami hal yang demikian. Lantas apa yang melatar belakangi
kenapa dapat terjadi konflik tersebut, Bagaimana cara mengatasinya agar
mampu mengendalikan konflik tersebut dengan solusi yang tepat, dan yang
terakhir apa dampak dari terjadinya konflik dalam berorganisasi?
Tujuan penulisan artikel ini yaitu agar penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya dapat mengetahui dampak positif ataupun dampak
negatifnya dari pada konflik itu sendiri dalam berorganisasi khusunya bagi
mahasiswa dalam dunia perguruan tinggi, selain itu juga ekspektasi
kedepannya adalah memiliki pandangan positif terhadap suatu konflik yang
terjadi dan akan jauh lebih bijak lagi dalam menyikapi berbagai konflik yang
terjadi baik itu di internal maupun eksternal kampus.

TINJAUAN PUSTAKA DAN METODOLOGI


Tinjauan Pustaka
Penyusunan artikel ini mengacu pada sebuah karya Prof. Ekawarna
yang berjudul Manajemen konflik dan Stres (2018), dalam buku tersebut
dijelaskan secara eksplisit sehingga pemahaman serta sikap kita ketika
mendengar kata konflik atau terlintas hal-hal yang berkaitan dengan itu
tidak lagi tabu dan lebih bijak lagi dalam menyikapi perihal konflik tersebut.
Karena biasanya mungkin kata konflik sering dianggap negatif bagi
beberapa orang, namun nyatanya juga memiliki konsekuensi yang jika
dilihat dari beberapa sudut pandang terdapat banyak nilai positif nya 1.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik kualitatif
pengembangan, teknik pengumpulan data menggunakan sumber informasi
library atau kepustakaan, historis, dan survei lapangan. Menurut Creswell
(1998:14) penelitian kualitatif yang latar, tempat, dan waktunya bersifat
alamiah, dan peneliti merupakan instrumen pengumpul data dan kemudian
data dianalisis secara deduktif. Sedangkan pendekatan yang dilakukan
adalah studi kasus tentang aktivitas mahasiswa yang turut andil dalam
keaktifannya berorganisasi dikampus.
Selanjutnya, peneliti melakukan analisis kualitatif secara deduktif
terhadap fenomena -fenomena aktivitas mahasiswa aktif berorganisai yang
terjadi diperguruan tinggi berdasarkan survei lapangan. Adapun alat untuk
menganalisis penelitian ini adalah menggunakan Teori Minnery (1980: 220)
dan Howard Ross. Menurut Minnery (1980: 220) Manajemen konflik adalah
suatu proses rasional yang sifatnya iteratif, dimana proses tersebut terjadi
secara terus –menerus mengalami penyempurnaan hingga tercapai model
yang ideal dan representatif. Adapun teori lainnya yaitu menurut Howard

1
Ekawarna, Manajemen Konflik dan Stres, hal 63
2
Ross (1993) Mendefinisikan bahwa manajemen konflik sebagai langkah-
langkah yang diambil pelaku atau pihak ketiga yang bertujuan untuk
mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
menghasilkan akhir berupa penyelesaian konflik, dan mungkin tidak
menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat atau agresif.
Karena kembali pada konteks awal tentang konflik itu sendiri pada dasarnya
memiliki dampak positif dan negatifnya.

II. PEMBAHASAN
Pengertian Konflik
Terdapat dua arti kata konflik di Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) yang masuk kedalam kelas kata nomina (kata benda) dan susastra
(sastra). Konflik /kon-flik/
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata konflik memiliki dua
arti yaitu,
1. Nomina (kata benda) yang artinya percekcokan, perselisihan,
pertentangan.
2. Susastra (sastra) yang artinya ketegangan atau pertentangan di dalam
cerita rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan
dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh, dan sebagainya).
Contoh: Terjadi konflik antara suku dayak dan madura di Kalimantan.
Berbicara perihal konflik berikut ini pandangan para ahli mengenai
konflik itu sendiri. Menurut Rahim (1986), sebagian besar konflik memiliki
konotasi negatif, menimbulkan perasaan negatif, dan sering menyebabkan
kehancuran. Berdasarkan pandangan ini, setiap konflik harus dihindari.
Dengan demikian, perlu diketahui penyebab dari konflik dan terus
memperbaikinya dalam rangka perbaikan kinerja kelompok dan organisasi.
Selanjutnya menurut Leung (2009), berkonsentrasi hanya pada konflik
besar atau kritis memungkinkan orang untuk menyelesaikan konflik dengan
cara yang lebih baik dan lebih efektif. Berdasarkan pandangan ini konflik
dipandang sebagai hasil alami dan tak terelakkan dari orang-orang yang
bekerja bersama dalam kelompok dan tim.
Sumber Konflik
Dalam setiap konflik yang terjadi dalam ranah apapun pasti memiliki
latar belakang tersendiri kenapa konflik tersebut bisa terjadi, karena pada
dasarnya berbagai konflik yang terjadi pastinya memiliki sumber. Sumber
dari pada konflik itu teridentifikasi menjadi dua macam, yaitu sumber internal
dan sumber eksternal. Adapun sumber internal mengacu pada faktor-faktor
yang melekat dalam struktur suatu organisasi atau institusi. Fajana (2000)
menyatakan bahwa faktor utama sumber konflik internal adalah kepentingan
oposisi opposing interest dari pelaku suatu institusi atau organisasi.
Berangkat dari kepentingan ini akan banyak menimbulkan konflik sebagai
3
upaya kedua pihak dalam organisasi, untuk mencoba berbagi “kue”
(Ajibade, 2004). Pemaknaan kue disini mengacu pada suatu bentuk
kepentingan yang tadi dijelaskan sebelumnya, seperti sebuah tampuh
kekuasaan misalnya, dan suatu kursi jabatan tertentu dalam sebuah
organisasi atau institusi lainnya.
Adapun sumber konflik eksternal itu mengacu pada hal-hal atau
faktor-faktor yang berada diluar empat dinding organisasi. Misalnya ketika
pihak ketiga melakukan intervensi terhadap perselisihan hubungan
organisasi. Sebagai contohnya seperti ketika pemerintah sebagai pihak
ketiga dan pihak regulasi, mencoba membuat suatu rumusan kebijakan atau
undang-undang tertentu yang imbasnya dapat mengutungkan satu pihak
tertentu dan merugikan pihak lainnya. Hal tersebut tentunya kan
menimbulkan konflik. Selanjutnya yaitu menurut Mullins (2005), beberapa
faktor yang menjadikan sumber potensial konflik dalam organisasi adalah
sebagai berikut:
a. Perbedaan Persepsi
Perbedaan persepsi dapt menghasilkan perbendaan pendapat, dan
juga penilaian orang dalam memberi makna meanings terhadap suatu
stimulasi yang sama. Perbedaan persepsi ini merupakan suatu realitas
yang sangat potensial untuk menjadi sumber utama konflik.

b. Keterbatasan Sumber Daya


Dalam suatu institusi atau organisasi yang memiliki keterbatasan
sumber daya, individu, serta kelompok maka akan pula kepentingan
terhadap sumber daya tersebut (misalnya alokasi anggaran). Situasi
semacam ini biasanya menjadi pemicu konflik, yang akan mengakibatkan
penurunan kinerja organisasi. Jadi, semakin langka sumber daya dalam
organisasi maka semakin besar pula kesempatan atau peluang terjadinya
konflik. Karena berawal dari kelangkaan sumber daya dapat
menyebabkan konflik, karena setiap orang atau kelompok yang
membutuhkan sumber daya yang sama, terpaksa bersaing dengan orang
atau kelompok lain dalam rangka mencapai tujuan atau target mereka
sendiri. Sumber daya terbatas mencakup uang, persediaan, SDM, atau
informasi. Misalnya, perusahaan perangkat lunak yang berbasis di
Redmond mungkin mendominasibeberapa pasar, namun anggota
stafnya masih tidak setuju mengenai sumber daya yang terbatas.

c. Departementalisasi dan Spesialisali


Potensi konflik dapat meningkat secara substansial ketika
antardepartemen dalam organisasi memiliki tujuan yang berbeda atau
tidak selaras. Misalnya, tujuan seorang penjual komputer adalah menjual
komputer sebanyak-banyaknya dan secepat mungkin. Akan tetapi,
fasilitas manufaktur tidak mampu mendukungnya. Dalam kasus ini,
4
konflik dapat terjadi karena masing-masing departemen memiliki tujuan
yang berbeda. Sedangkan dalam spesialisasi, jika sebagian besar
karyawan dalam sebuah organisasi adalah spesialis, hal itu dapat
menyebabkan konflik karena mereka memiliki tanggungjawab pekerjaan
masing-masing. Misalnya, resepsionis di bengkel kamera yang
mengatakan bahwa kamera dapat diperbaiki dalam satu jam, meski
ternyata perbaikannya memakan waktu seminggu. Hal ini terjadi karena
resepsionis tidak hanya mengetahui tentang pekerjaan teknisi, dan
seharusnya tidak memberikan tenggang waktu yang tidak realistis.
Keadaaan ini nantinya dapat menimbulkan konflik antara resepsionis dan
teknisi.

d. Interdependensi
Konflik cenderung dapat meningkat karena interdependensi tugas.
Apabila seseorang harus bergantung pada orang lain untuk
menyelesaikan tugasnya, dan kemudian tugas tersebut tidak beres atau
mengalami keterlambatan maka mereka cenderung untuk menyalahkan
rekan kerjanya. Ketergantungan diantara anggota tim memang sering
tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, dibutuhkan saling pengertian
mengenai proses kerja masing-masing, dan menerima hasil yang
bergantung pada kinerja orang lain pula.

e. Hubungan Kewenangan
Dibanyak organisasi sering muncul ketegangan antara manajer dan
karyawan, karena sebagian orang tidak suka ditegur mengenai apa yang
harus mereka lakukan. Manajer biasanya memiliki hak istimewa
(misalnya jam fleksibel, panggilan jarak jauh pribadi gratis, dan waktu
istirahat yang lebih lama) sehingga menimbulkan kecemburuan sosial
yang menjadi sumber konflik. Pola kepemimpinan seorang manajer yang
sangat kaku sering kali memicu konflik dengan karyawan mereka.
Disamping itu, terkadang orang atau kelompok mencoba terlibat dalam
konflik, untuk meningkatkan kekuatan atau posisi tawar bargaining
position mereka dalam sebuah organisasi.

f. Peran dan Harapan


Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seorang karyawan. Setiap
karyawan memilliki satu atau lebih peran dalam organisasi. Peran ini
mencakup elemen seperti jenis pekerjaan deskripsi tugas, dan
kesepakatan antara karyawan dan organisasi. Konflik antara manajer-
bawahan dapat terjadi bila peran bawahan tidak ditentukan secara jelas,
dan masing-masing pihak memiliki pemahaman dan harapan yang
berbeda mengenai peran tersebut.

5
g. Ambiguitas Yurisdiksi
Apabila garis tanggungjawab atau koordinasi dalam sebuah organisasi
tidak pasti makaambiguitas yurisdiksi muncul. Karyawan memiliki
kecenderungan untuk melepaskan tanggung jawab yang tidak diinginkan
kepada orang lain, jika tanggungjawab dinyatakan secara jelas. Tujuan
yang ambigu, yurisdiksi, atau kriteria kinerja yang tidak jelas dapat
menyebabkan konflik. Dengan ambiguitas seperti itu, peraturan formal
dan informal yang mengatur interaksi terpecah. Yurisdiksi ambigu sering
terungkap saatsaat program baru diperkenalkan. Kriteria kinerja ambigu
adalah penyebab sering terjadinya konflik antara atasan dan bawahan.

Penyebab Konflik dalam Organisasi


Dalam berbagai literartur seringkali disebutkan terdapat enam
sumber utama konflik dalam organisasi, yaitu:
a. Perbedaan pendapat interpersonal yang muncul ketika seseorang
sedang mengalami stres;
b. Masalah yang dihasilkan dari konflik peran, suatu kondisi yang terjadi
ketika ada bentrokan alih peran seseorang dalam organisasi;
c. Perjuangan seseorang dan kelompok terhadap satu sama lain untuk
mencapai kepentingan mereka sendiri;
d. Kesalahpahaman dan perbedaan pendapat dari diferensiasi, yakni
bentrokan yang timbul karena orang-orang mendekati masalah yang
umum dari orientasi yang sangat berbeda;
e. Saling ketergantungan untuk kolaborasi yang tidak seimbang diantara
beberapa pihak, menjadi penyebab komunikasi dan interaksi yang
sulit sehingga akan menimbulkan konflik yang lebih intensif dan;
f. Intervensi dan tekanan eksternal, yaitu kekuatan-kekuatan luar yang
menekan sistem internal.

Dampak Konflik dalam Organisasi bagi Mahasiswa


Pada mulanya masyarakat memiliki pandangan terhadap semua
konflik dampak yang akan ditimbulkannya itu sama yakni mengacu pada
hal-hal yang tidak baik atau negatif. Ternyata pada dasarnya selain
dampak negatif yang ditimbulkan dari suatu konflik banyak hal positif juga
yang dapat kita ambil manfaat positifnya. Dampak yang terkandung dari
konflik itu sendiri memiliki dua sifat, berikut penjelasannya mengenai
kedua dampak konflik tersebut.
a. Dampak Fungsional atau Konflik Konstruktif
Awalnya setiap pandangan masyarakat tentang konflik itu tidak
baik. Namun sebaliknya, ada beberapa konflik yang menjadikan
6
pendukung suport system untuk tercapainya tujuan kelompok dan
memperbaiki kinerjanya. Hal ini kemudian disebut dengan konflik
yang berdampak fungsional, atau disebut juga dengan istilah bentuk
konstruktif dari pada konflik. Menurut Robin (2001) mengemukakan
bahwa konflik fungsional sebagai konflik yang dapat mendukung
tujuan kelompok untuk memperbaiki kinerjanya. Rasionalisasinya
adalah jika suatu konflik mengarah pada persaingan yang normal
antar kelompok, dan kelompok bekerja lebih keras dan menghasilkan
produk lebih banyak, hal semacam ini berarti menguntungkan bagi
kelompok dan organisasi. Demikian juga dipandang sebagai
konfrontasi antara dua ide, tujuan, dan pihak untuk meningkatkan
produktivitas karyawan dan kinerja organisasi. Hematnya hasil positif
dari konflik itu sendiri selain memiliki nilai motivasi juga memberikan
kesempatan kepada anggota dari organisasi untuk mengidentifikasi
masalah dan memanfaatkan peluang yang ada. Selain itu juga dapat
menginspirasi ide-ide baru, pembelajaran, dan pertumbuhan antar
individu (Kreitner & Kinicki, 2008).
Hemat penulis dari pelbagai literatur dan realita yang ada
dilapangan, mengemas beberapa dampak positif dari konflik yaitu
diantaranya. Memotivasi individu (anggota organisasi) untuk berbuat
lebih baik dan bekerja lebih keras lagi, menyediakan gagasan kreatif
dan inovatif, menambah warna atau variasi baru pada kehidupan
organisasi jika tidak maka kelangsungan kehidupan berorganisasi
akan membosankan karena tidak adanya dinamika yang
menggairahkan, memfasilitasi pemahaman tentang masalah serta
meningkatkan solidaritas dalam kelompok (organisasi), menginspirasi
kreatifitas, saling berbagi dan menghormati pendapat serta bekerja
sama untuk menyelesaikan konflik dengan anggota lainnya, dan
terakhir yaitu meningkatkan komunikasi dimasa depan. Singkatnya
konflik dapat membawa anggota kelompok untuk bersama, dan
membantu mereka untuk belajar lebih banyak satu sama lain.

b. Dampak Disfungsional atau Konflik Destruktif


Selain konflik konstruktif terdapat pula konflik yang dapat
menghambat kinerja kelompok. Konflik berbentuk disfungsional atau
disebut juga dengan istilah destruktif. Dalam proses berdinamika
dalam berorganisasi pastinya konflik tidak dapat terhindarkan sekecil
apapun itu pasti akan ada konflik yang terjadi, tetapi ketika kita tidak
mampu menanganinya dengan baik dan efektif maka konflik dapat
merusak hubungan. Dengan demikian, konflik akan mengganggu
pertukaran ide, informasi, serta sumber daya dalam kelompok
(organisasi) dan antar departemen. Sehingga konflik yang destruktif
atau disfungsional dapat menghalangi dan menghambat tercapainya
tujuan organisasi. Menurut Beru et al. (2015) dampak negatif dari

7
konflik organisasi terdiri dari berbagai bentuk termasuk: (a)
pemborosan waktu, (b) keputusan yang tertunda, (c) menghasilkan
kebuntuan, (d) regresi misalnya penarikan keahlian, pengalaman,
opini, dan lain-lain, (e) kinerja yang melambat, (f) pemogokan, (g)
penguncian, (h) tindakan bertahan, dan (i) sabotase. Menurut Rusell
& Jerome (1976) dampak konflik menjadi positif ketika dapat
mendorong kreativitas, penampilan baru, klarifikasi sudut pandang,
dan pengembangan kemampuan manusia untuk menangani
perbedaan interpersonal. Konflik dapat menjadi negatif ketika tercipta
suatu resistensi terhadap perubahan, munculnya gejolak antar
organisasi atau antar hubungan, menumbuhkan ketidakpercayaan,
membangun perasaan kekalahan, atau memperlebar jurang
kesalahpahaman.

III. KESIMPULAN
Konflik biasa terjadi ditengah-tengah masyarakat baik itu secara
organisasi atau kelompok bahkan dalam ruanglingkup yang lebih luas lagi
dari itu. Hal itu tidak dapat dihindari karena perbedaan yang ada diantara
individu atau suatu kelompok, baik mengenai kepentingan, identitas,
status, nilai, latar belakang, dan lain-lain.
Hemat penulis tatkala konflik ini tidak disikapi dan ditangani dengan baik
maka dampak negatif atau disfungsional dari konflik itu sendiri yang akan
mendominasi sehingga tidak menutup kemungkinan konflik akan
berkepanjangan dan tidak pernah terselesaikan dan pada akhirnya jelas
akan menghambat tercapainya tujuan serta kemajuan organisasi. Tetapi
pada kenyataannya konflik juga dapat ditransformasikan dan memiliki
konsekuensi yang positif, hal itu dapat terjadi karena adanya manajemen
konflik yang baik, dari individu maupun (organisasi) kelompok.

8
IV. DAFTAR PUSTAKA
Charles J. Keating, Kepemimpinan Dalam Manajemen, Rajawali Pers,
1955

Djafar, TB Massa. 2015. Krisis Politik dan Proposisi Demokratisasi


Perubahan Politik Orde Baru ke Reformasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Ekawarna. 2018. Manajemen Konflik dan Stres. Jakarta: Bumi Aksara.

Fisher, dkkk. 2002. Mengelola Konflik, Keterampilan Dan Strategi Untuk


Bertindak. The British Council

Gitosudamo, Indriyo. 2002. Menejemen Operasi. Edisi Kedua Yogyakarta


: BPFE.

Hasan, Muhammad Tholhah.2000. Prospek Islam Dalam Menghadapi


Tantangan Zaman. Jakarta: Lantabora Press.

Hakiem, Lukman. 2019. Biografi Muhammad Natsir Kepribadian,


Pemikiran, dan Perjuangan. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Handoko, T Hani. 2001. Manejemen Personalia dan Kepegawaian.


Yogyakarta : BPFE.

Hasibuan, Malayu. S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi


revisi. Jakarta : Bumi Aksara.

Hasibuan, Malayu. S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi


revisi. Jakarta : Bumi Aksara.

Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Lembaga Administrasi Negara Priyono, 2007. Pengantar Manajemen.


Sidoarjo : Zifatama Publishling.

Luthnas, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Cetakan Ke-10. Andi


Yogyakarta.

9
Mardianto, A. dkk. 2000. Penggunaan Manajemen Konflik Ditinjau Dari
Status Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan Pencinta Alam Di
Universitas Gajah mada. Jurnal Psikologi, No. 2

Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi Edisi Revisi. Remaja


Rosdakarya. Bandung, 1998.

Winardi. 1994. Manajemen Konflik ( Konflik Perubahan Dan


Pengembangan ). Bandung. Penerbit: CV Mandarmaju.

10

Anda mungkin juga menyukai