Anda di halaman 1dari 6

A.

UU 32 Tahun 2002

UU 32 tahun 2002 tentang Penyiaran menggantikan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997


tentang Penyiaran. Dengan berlakunya UU 32 tahun 2002 tentang Penyiaran maka Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran dinyatakan tidak berlaku lagi. Penyiaran
diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati
diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan
kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan
sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Proses penyelesaian revisi UU
Nomor 32/2002 tentang Penyiaran hingga saat ini masih tetap berjalan atau tidak dihentikan
untuk sementara waktu, walaupun Komisi I DPR masih fokus menyelesaikan RUU Perlindungan
Data Pribadi (PDP). Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Christina Aryani
mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih fokus menyelesaikan RUU PDP yang sangat
mendesak dan harus segera disahkan. Oleh karena itu, bisa dipastikan bahwa pengesahan revisi
UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran belum akan dilakukan dalam waktu dekat. “Setiap komisi
hanya dapat membahas satu RUU dalam satu Prolegnas [Program Legislasi Nasional] prioritas
tahunan. Ketika RUU tersebut selesai dibahas, baru bisa diajukan RUU lainnya. Komisi I DPR
masih berproses membahas RUU PDP, sehingga belum bisa masuk ke RUU lainnya,” katanya
kepada Bisnis belum lama ini. Walaupun demikian, Christina memastikan pembahasan revisi
UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran tidak akan mandek di tengah jalan. Pasalnya, beleid
tersebut dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas Jangka Menengah 2020–2024 atau harus
dirampungkan sebelum masa jabatan DPR saat ini berakhir. “Saat ini Tim Ahli dari Komisi I
DPR sedang menyusun draf revisi UU Penyiaran yang akan menjadi usulan inisiatif DPR. Sudah
pernah dipresentasikan satu kali ke anggota, dan kami memberikan banyak masukan. Masih
proses internal pematangan draf,” jelasnya Lebih lanjut, Christina menjelaskan, usulan inisiatif
DPR terkait dengan revisi UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran akan berbeda dengan usulan
dari pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemkominfo). Usulan tersebut disusun berdasarkan temuan di lapangan dan masukan dari
asosiasi atau komunitas terkait. “Yang pasti apa yang sudah direvisi melalui UU Nomor 11/2020
Cipta Kerja tidak boleh dinegasikan. Saya sendiri memberikan beberapa masukan dalam rapat,
antara lain model penyelenggaraan siaran secara digital, kepemilikan perusahaan media,
kewajiban konten lokal, penguatan peran KPI [Komisi Penyiaran Indonesia],” tuturnya. Christina
menambahkan, pihaknya mendapatkan informasi bahwa Badan Legislasi (Baleg) DPR berencana
untuk melakukan evaluasi Prolegnas Prioritas 2021 dalam waktu dekat. Rencana tersebut
tentunya bisa digunakan untuk mempercepat proses penyelesaian revisi UU Nomor 32/2002
tentang Penyiaran. “Saya dengan Baleg DPR merencanakan evaluasi Prolegnas Prioritas 2021.
Ini jadi jalan agar RUU Penyiaran bisa masuk, sebelum masa reses di Oktober 2021,” tutupnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid optimistis revisi UU Nomor 32/2002 tentang
Penyiaran bisa dirampungkan dan disahkan akhir tahun ini seiring dengan migrasi televisi analog
ke digital atau Analog Switch-Off (ASO). Harapannya, pembahasan beleid tersebut bisa berjalan
dengan baik didukung oleh UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja yang sudah menjawab
sejumlah persoalan terkait digitalisasi, khususnya ASO.

B. UU No.19 Tahun 2016

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang 11 Tahun


2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak
pidana kesusilaan. Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan peraturan perundang-
undangan (, statute approach Pendekatan konseptual (statute approach), Pendekatan Analitis
(Analytical Approach) dan Pendekatan Kasus (Case Approach).

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Penerapan Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik di dalam praktek penegakan hukum
di wilayah hukum Polres Mataram selalu melihat perbuatan pelaku telah memenuhi unsur-unsur
yang terdapat di dalam Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik atau tidak berdasarkan keterangan hasil pemeriksaan dan
bukti-bukti yang cukup dan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana kesusilaan Pasal
27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
dapat dijatuhkan baik dalam kapasitasnya sebagai orang perorangan maupun sebagai korporasi
dengan pidana penjara dan/atau denda.

Perkembangan teknologi membuat manusia menikmati segala sesuatu dalam mendapatkan


informasi yang mudah, bahkan untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dalam penjualan
membeli tanpa bertemu langsung dengan penjual bahkan sampai antar negara. Hal ini dapat
dilakukan dengan transaksi jual beli online melalui media elektronik yaitu hanya menggunakan
telepin genggam atau sekarang disebut dengan Android. Jual beli online berkembang sesuai
dengan zamannya dilakukan dengan Blackberry Messanger dan sekarang berkembang dengan
aplikasi jual beli online yang ada di Android, dengan menggunakan jaringan internet sesuai
dengan penyedia sellular masing-masing pengguna. Dalam melakukan jual beli online mengatur
dalam Undang-undang No 19 tahun 2016 perubahan Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik serta mengatur juga dalam pasal 1320 KUHPerdata. Dalam
pelaksanaan jual beli Online tidak dapat menghindari pula dari tindakan nakal Penjual bahkan
Pembeli, dalam perilaku wanprestasi.

Kebebasan berpendapat merupakan hak setiap individu sejak dilahirkan yang dijamin oleh
konstiusi. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum dan demokratis berwenang untuk
mengatur dan melindungi pelaksanaannya. Kebebasan berpendapat di era teknologi ini
cenderung menyampaikan pendapat yang sebebasnya tanpa batas. Sehingga menimbulkan
dampak negatif seperti tindak pidana penghinaan atau hate speech (ujaran kebencian) yang harus
ditangani dengan baik agar tidak terjadi kesalahpahaman yang merugikan masyarakat. Hal ini
sejalan dengan Hukum Islam, bahwa dalam Islam dilarang menghina atau menghasut sesama
muslim. Penerapan peraturan hate speech bisa sejalan dengan Hukum Islam agar dapat
meminimalkan kasus-kasus hate speech.Permasalahan yang diteliti dalam penulisan ini yakni
bagaimana penerapan UU ITE No. 19 Tahun 2016 tentang hate speech dan bagaimana prespektif
hukum Islam terhadap penerapan UU ITE No. 19 Tahun 2016 tentang hate speech.

dalam penerapan penanganan ujaran kebencian di media sosial terhadap para pelaku hate speech
cenderung represif (penggunaan kekuasaan di luar koridor hukum), penanganan ujaran
kebencian melalui pihak kepolisian sebaiknya sebelum ke arah pemidanaan dilakukan beberapa
tindakan terlebih dahulu dengan menggunakan tindakan preventif dan apabila sudah dilakukan
namun masalah masih belum terselesaikan dan semakin menjadi rumit, maka dilakukan tindakan
represif.

namun apabila dalam langkah penanganan awal tidak bisa menanggulangi kejahatan maka
dilakukan tindakan pemidanaan dengan menjerat pelaku dengan sumber hukum rujukan yang
tercantum dalam Undang-Undang dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan
menurut prespektif hukum Islam UU ITE No. 19 Tahun 2016 sudah sesuai dengan hukum Islam
karena didalam sumber agama yaitu Al-Qur‟an dan Hadis, melarang orang lain untuk menghina
dan menghasut sesama muslim.

perspektif hukum Islam terhadap penerapan Undang-Undang ITE No. 19 Tahun 2016 tentang
hate speech, penerapan yang mencakup kategori tindak pidana ujaran kebencian yang di
antaranya adalah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan,
provokasi, dan penyebaran berita bohong, termasuk dalam kategori jarimah ta‟zir karena tidak
ditentukan dalam Alquran maupun hadis.

C. UU ITE No.11 Tahun 2008 Tentang Pencemaran Nama Baik dalam KUHP

Setiap orang memiliki rasa harga diri mengenai kehormatan dan rasa harga diri mengenai nama
baik. Tindak pidana penghinaan (beleediging) yang dibentuk oleh pembentuk undang-undang,
baik yang bersifat umum, maupun yang bersifat khusus, ditujukan untuk memberi perlindungan
bagi kepentingan hukum mengenai rasa semacam ini. Tentang tindak pidana penghinaan
(pencemaran nama baik), ada yang merupakan penghinaan umum dan ada penghinaan khusus
yang diatur dalam KUHP. Sementara penghinaan khusus diluar KUHP yang kini terdapat dalam
perundang-undangan kita, ialah penghinaan khusus (pencemaran nama baik) dalam Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini
merupakan suatu penelitian yuridis normatif.

dengan demikian obyek yang dianalisis yaitu norma hukum, baik dalam peraturan perundang-
undangan maupun yang sudah secara konkrit ditetapkan oleh hakim dalam kasus-kasus yang
diputuskan di pengadilan. Hasil penelitian menunjukkan tentang bagaimana bentuk pencemaran
nama baik menurut KUHP serta bagaimana bentuk pencemaran nama baik dalam dunia internet
menurutUU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pencemaran Nama Baik hanya diucapkan (menista dengan lisan), maka perbuatan itu tergolong
dalam Pasa1 310 ayat (1) KUHP. Namun, apabila unsur-unsur tersebut dilakukan dengan surat
atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan (menista dengan surat), maka
pelaku dapat dijerat atau terkena sanksi hukum Pasal 310 ayat (2) KUHP, dengan menggunakan
pasal-pasal KUHP untuk menjerat pelaku Pencemaran Nama Baik melalui internet, oleh
sebagian ahli hukum dinyatakan KUHP tak dapat diterapkan, namun sebagian ahli hukum lain
menganggapnya KUHP dapat menjangkaunya.

Mahkamah Konstitusi ketika memberikan putusan terhadap permohonan judicial review Pasal 27
ayat 3 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dalam pertimbangan
hukumnya menyatakan: secara harfiah bahwa unsur di muka umum, diketahui umum, atau
disiarkan dalam Pasal 310 ayat (2) KUHP tidak dapat diterapkan dalam dunia maya, sehingga
memerlukan unsur ekstensif yaitu mendistribusikan dan/atau mentransmisikan, dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik.
TUGAS FILSAFAT KOMUNIKASI

OLEH :

NAMA : BUNGA LISTIAWATI. MR

NIM : C1D320036

KELAS : GENAP (B)

JURUSAN JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021

Anda mungkin juga menyukai