TETANUS NEONATORUM
A. Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai
dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion
sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular
jungtion) dan saraf autonom. (Smarmo 2010).
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh tetonospamin yang di produksi oleh
clostridium tetani yang menginfeksi system urat saraf dan otot sehingga otot menjadi
kaku. (Gardjito, Widjoseno 2011).
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkanoleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di
dalamnyatetanus neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis loka. (Aru W. Sudoyo,
2011).
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium
tetanibermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot massater dan otot-otot rangka.
(Sjaifoellah Noer, 2013).
Klasifikasi menurut (Sudoyo Aru, 2011) tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu:
1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus
umum.
1
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk,
nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia.
Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit
dan terpisah oleh periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
Klasifikasi menurut (Sudoyo Aru, 2011) beratnya tetanus oleh albert yaitu:
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang,
spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat
ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia
ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥ 120.
4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan hipotensi
dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
B. Penyebab
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora
ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi) (Brennen U. 2012).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri,
botulisme) (Perlstein D. 2010).
Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis
2
dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan
patah tulang jari dan luka pada pembedahan (Parry CM, dkk. 2010).
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif.
Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui
peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat
tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari
toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi
kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis
(kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya
dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot
rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio
kematian sangatlah tinggi (Martinko JM, dkk. 2012).
3
5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya
terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena
sinar yang kuat.
6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang
terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia
dan kematian.
D. Patofisiologi
Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam
bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif yang
4
menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis jaringan
atau berkurangnya potensi oksigen.
Masa inkubasi dan beratnya penyakit terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratnya
penyakit terutama berhubungan dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta
jumlah toksin yang mencapai susunan saraf pusat. Faktor-faktor tersebut selain
ditentukan oleh kondisi luka, mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium tetani.
Pengetahuan tentang patofisiologi penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli
dalam 20 tahun terakhir ini, namun kebanyakan penelitian berdasarkan atas percobaan
pada hewan.
Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar dengan berbagai cara,
sebagai berikut :
1. Masuk ke dalam otot
Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau sekitar luka, kemudian ke
otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden melalui sinap ke dalam
susunan saraf pusat.
2. Penyebaran melalui sistem limfatik
Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus
limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah
sistemik.
3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah
Toksin masuk ke dalam pembuluh darah terutama melalui sistem limfatik, namun
dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar luka. Penyebaran melalui pembuluh
darah merupakan cara yang penting sekalipun tidak menentukan beratnya
penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin diabsorbsi ke dalam pembuluh
darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan dengan
pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.
Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena
sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin
bisa menyebar ke otot-otot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah,
sehingga secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke dalam susunan
saraf pusat.
5
4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP)
Toksin masuk kedalam SSP dengan penyebaran melalui serabut saraf, secara
retrograd toksin mencapai SSP melalui sistem saraf motorik, sensorik dan
autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior medula spinalis atau nukleus
motorik batang otak kemudian bergabung dengan reseptor presinaptik dan saraf
inhibitor. (Parry CM, dkk. 2013).
E. Diagnosis
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut
papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
3. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll.
F. Pemeriksaan Penunjang
- EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
- Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
- Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan
atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
G. Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus
barier darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium:
luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak,
6
luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang
dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU
ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh kuman
tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani
disekitar luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
- Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
- IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
- IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan Luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang
biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama
10 hari
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
3. Berantas Kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang / silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila
dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam:
mungkin 2-6 minggu
4. Terapi Suportif
7
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi.
Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk
mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin.
H. Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia
5. Fraktur dan robekan otot
I. Pencegahan
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntikan
a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.
Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.
8
J. Masalah Keperawatan
9
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
10
- Respon autonom Monitor penerimaan pasien
(seperti diaphoresis, tentang manajemen nyeri
perubahan tekanan darah,
perubahan nafas, nadi dan Analgesic Administration
dilatasi pupil) Tentukan lokasi, karakteristik,
- Perubahan autonomic kualitas, dan derajat nyeri sebelum
dalam tonus otot (mungkin pemberian obat
dalam rentang dari lemah ke Cek instruksi dokter tentang
kaku) jenis obat, dosis, dan frekuensi
- Tingkah laku ekspresif Cek riwayat alergi
(contoh : gelisah, merintih, Pilih analgesik yang diperlukan
menangis, waspada, iritabel, atau kombinasi dari analgesik
nafas panjang/berkeluh ketika pemberian lebih dari satu
kesah) Tentukan pilihan analgesik
- Perubahan dalam tergantung tipe dan beratnya nyeri
nafsu makan dan minum Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Faktor yang berhubungan : Pilih rute pemberian secara IV,
Agen injuri (biologi, kimia, IM untuk pengobatan nyeri secara
fisik, psikologis) teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
11
Elevasi bagian tubuh
atas
Penurunan tingkat
kesadaran
Adanya tracheostomy
atau selang endotrakheal
Keperluan pengobatan
Adanya kawat rahang
Peningkatan residu
lambung
Menurunnya fungsi
spingter esophagus
Gangguan menelan
NGT
Operasi, trauma
wajah, mulut, leher
Batuk, gag reflek
Penurunan motilitas
gastrointestinal
Lambatnya
pengosongan lambung.
12
- Nausea jelas dan sesuai dengan
- Distensi abdomen kemampuan
- Nyeri abdomen atau menunjukkan perhatian,
tidak terasa lunak konsentrasi dan orientasi
(tenderness) memproses informasi
Peripheral membuat keputusan
- Edema dengan benar
- Tanda Homan positif c. menunjukkan fungsi
- Perubahan sensori motori cranial yang
karakteristik kulit (rambut, utuh : tingkat kesadaran
kuku, air/kelembaban) mambaik, tidak ada gerakan
- Denyut nadi lemah gerakan involunter
atau tidak ada
- Diskolorisasi kulit
- Perubahan suhu kulit
- Perubahan sensasi
- Kebiru-biruan
- Perubahan tekanan
darah di ekstremitas
- Bruit
- Terlambat sembuh
- Pulsasi arterial
berkurang
- Warna kulit pucat
pada elevasi, warna tidak
kembali pada penurunan kaki
Cerebral
- Abnormalitas bicara
- Kelemahan
ekstremitas atau paralis
- Perubahan status
mental
- Perubahan pada
respon motorik
- Perubahan reaksi pupil
- Kesulitan untuk
menelan
- Perubahan kebiasaan
Kardiopulmonar
- Perubahan frekuensi
respirasi di luar batas
parameter
- Penggunaan otot
pernafasan tambahan
- Balikkan kapiler > 3
detik (Capillary refill)
13
- Abnormal gas darah
arteri
- Perasaan ”Impending
Doom” (Takdir terancam)
- Bronkospasme
- Dyspnea
- Aritmia
- Hidung kemerahan
- Retraksi dada
- Nyeri dada
Faktor-faktor yang
berhubungan :
- Hipovolemia
- Hipervolemia
- Aliran arteri terputus
- Exchange problems
- Aliran vena terputus
- Hipoventilasi
- Reduksi mekanik pada
vena dan atau aliran darah
arteri
- Kerusakan transport
oksigen melalui alveolar dan
atau membran kapiler
- Tidak sebanding
antara ventilasi dengan aliran
darah
- Keracunan enzim
- Perubahan
afinitas/ikatan O2 dengan Hb
- Penurunan konsentrasi
Hb dalam darah
14
Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu
ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang
cukup
Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien
dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan
dan penyebab penyakit.
15
perubahan sensasi rasa
- Perasaan ketidakmampuan Nutrition Monitoring
untuk mengunyah makanan BB pasien dalam batas normal
- Miskonsepsi Monitor adanya penurunan
- Kehilangan BB dengan berat badan
makanan cukup Monitor tipe dan jumlah
- Keengganan untuk makan aktivitas yang biasa dilakukan
- Kram pada abdomen Monitor interaksi anak atau
- Tonus otot jelek orangtua selama makan
- Nyeri abdominal dengan Monitor lingkungan selama
atau tanpa patologi makan
- Kurang berminat terhadap Jadwalkan pengobatan dan
makanan tindakan tidak selama jam makan
- Pembuluh darah kapiler Monitor kulit kering dan
mulai rapuh perubahan pigmentasi
- Diare dan atau steatorrhea Monitor turgor kulit
- Kehilangan rambut yang Monitor kekeringan, rambut
cukup banyak (rontok) kusam, dan mudah patah
- Suara usus hiperaktif Monitor mual dan muntah
- Kurangnya informasi, Monitor kadar albumin, total
misinformasi protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Faktor-faktor yang Monitor pertumbuhan dan
berhubungan : perkembangan
Ketidakmampuan pemasukan Monitor pucat, kemerahan, dan
atau mencerna makanan atau kekeringan jaringan konjungtiva
mengabsorpsi zat-zat gizi Monitor kalori dan intake
berhubungan dengan faktor nuntrisi
biologis, psikologis atau Catat adanya edema, hiperemik,
ekonomi. hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
16
dan peningkatan paparan penatalaksanaannya, antimikrobia untuk cuci tangan
lingkungan Menunjukkan Cuci tangan setiap sebelum
- Ruptur membran kemampuan untuk mencegah dan sesudah tindakan kperawtan
amnion timbulnya infeksi Gunakan baju, sarung
- Agen farmasi Jumlah leukosit dalam tangan sebagai alat pelindung
(imunosupresan) batas normal Pertahankan lingkungan
- Malnutrisi Menunjukkan perilaku aseptik selama pemasangan alat
- Peningkatan paparan hidup sehat Ganti letak IV perifer dan
lingkungan patogen line central dan dressing sesuai
- Imonusupresi dengan petunjuk umum
- Ketidakadekuatan Gunakan kateter intermiten
imum buatan untuk menurunkan infeksi kandung
- Tidak adekuat kencing
pertahanan sekunder Tingktkan intake nutrisi
(penurunan Hb, Leukopenia, Berikan terapi antibiotik
penekanan respon inflamasi) bila perlu
- Tidak adekuat
pertahanan tubuh primer Infection Protection (proteksi
(kulit tidak utuh, trauma terhadap infeksi)
jaringan, penurunan kerja Monitor tanda dan gejala
silia, cairan tubuh statis, infeksi sistemik dan lokal
perubahan sekresi pH, Monitor hitung granulosit,
perubahan peristaltik) WBC
- Penyakit kronik Monitor kerentanan
terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi
k/p
Berikan perawatan kuliat
pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi
bedah
Dorong masukkan nutrisi
yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan
17
keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari
infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
18
Bantu untuk mempertahankan
intake kalori dan cairan
Cek mulut adakah sisa
makanan
Berikan makanan yang lunak.
9 Perubahan pola defeksi : NOC: NIC: Constipation/ Impaction
konstipasi b/d proses Bowel elimination Management
peradangan pada dinding usus Hydration Monitor tanda dan gejala
halus, Kriteria Hasil : konstipasi
Mempertahankan bentuk Monior bising usus
feses lunak setiap 1-3 hari Monitor feses: frekuensi,
Bebas dari konsistensi dan volume
ketidaknyamanan dan Konsultasi dengan dokter
konstipasi tentang penurunan dan peningkatan
Mengidentifikasi bising usus
indicator untuk mencegah Mitor tanda dan gejala ruptur
konstipasi usus/peritonitis
Jelaskan etiologi dan
rasionalisasi tindakan terhadap
pasien
Identifikasi faktor penyebab
dan kontribusi konstipasi
Dukung intake cairan
Kolaborasikan pemberian
laksatif
10 Defisit perawatan diri b/d NOC : NIC :
kelemahan fisik Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
Daily Living (ADLs) Monitor kemempuan klien
Definisi : Kriteria Hasil : untuk perawatan diri yang mandiri.
Gangguan kemampuan untuk Klien terbebas dari bau Monitor kebutuhan klien untuk
melakukan ADL pada diri badan alat-alat bantu untuk kebersihan
Menyatakan kenyamanan diri, berpakaian, berhias, toileting
Batasan karakteristik : terhadap kemampuan untuk dan makan.
ketidakmampuan untuk melakukan ADLs Sediakan bantuan sampai klien
mandi, ketidakmampuan Dapat melakukan ADLS mampu secara utuh untuk
untuk berpakaian, dengan bantuan melakukan self-care.
ketidakmampuan untuk Dorong klien untuk melakukan
makan, ketidakmampuan aktivitas sehari-hari yang normal
untuk toileting sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan
Faktor yang berhubungan : secara mandiri, tapi beri bantuan
kelemahan, kerusakan ketika klien tidak mampu
kognitif atau perceptual, melakukannya.
kerusakan neuromuskular/ Ajarkan klien/ keluarga untuk
otot-otot saraf mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
19
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
20
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
21
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis& nanda nic
Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2010. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I,
Classification (NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis
Nanda, 2013, Nursing Diagnosis: Definitions & Classification 2012-2013, Ed-, United
States of America
Sudoyo Aru, dkk. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi keempat.
Sumarmo, herry. 2011. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI. Jakarta.
2015
22