Anda di halaman 1dari 4

WIDI WIRANTI

21912043

Teori yang digunakan dalam kasus mafia tanah yaitu teori ajaran kausalitas. Ajaran
kausalitas adalah ajaran tentang sebab akibat. Untuk delik materil permasalahan sebab akibat
menjadi sangat penting. Kausalitas berlaku ketika suatu peraturan pidana tidak berbicara tentang
perbuatan atau tindak pidananya (yang dilakukan dengan sengaja), namun menekankan pada
hubungan antara kesalahan atau ketidaksengajaan (culpa) dengan akibat. Dengan demikian,
sebelum mengulas unsur kesalahan, hakim pertama-tama menetapkan ada tidaknya hubungan
kausal antara suatu tindakan dan akibat yang muncul. Jadi ajaran kausalitas menentukan
pertanggungjawaban untuk delik yang dirumuskan secara materil, mengingat akibat yang
ditimbulkan merupakan unsur dari delik itu sendiri. Seperti tindak pidana pemalsuan,
penggelapan dan penipuan serta penyertaan dan pembantuan seperti diatur Pasal 263, 266, 372,
dan 378 jo Pasal 55 serta Pasal 56 KUHP.
Penentuan sebab suatu akibat dalam hukum pidana merupakan suatumasalah yang sulit
dipecahkan. KUHP tidak memberikan petunjuk tentang cara penentuan suatu akibat yang
melahirkan delik. KUHP hanya menentukan dalam beberapa pasal, bahwa untuk delik-delik
tertentu diperlukan adaya suatu akibat tertentu guna menjatuhkan pidana terhadap pembuiatnya.
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan dengan melarang melakukan
tingkah laku tertentu, artinya dalam rumusan itu secara tegas disebutnya wujud perbuatan
tertentu yang terlarang. Perbuatan tertentu inilah yang menjadi pokok larangan dalam tindak
pidana formil. Dalam hubungannya dengan penyelesaian tindak pidana formil, kriterianya ialah
pada perbuatan yang dilarang tersebut. Apabila perbuatan terlarang tersebut selesai dilakukan,
maka selesai pula tindak pidana, tanpa melihat atau bergantung pada akibat apa dari perbuatan
itu. Contohnya Pencurian (362).

Delik materiil adalah delik yang dirumuskan dengan melarang menimbulkan akibat
tertentu disebut akibat terlarang. Titik beratnya larangan pada menimbulkan akibat terlarang
(unsur akibat konstitutif). Walaupun dalam rumusan delik disebut juga unsur tingkah laku
(misalnya menghilangkan nyawa pada pembunuhan; 338, atau menggerakkan pada penipuan;
378), namun untuk penyelesaian delik tidak bergantung pada selesainya mewujudkan tingkah
laku akan tetapi apakah dari wujud tingkah laku telah menimbulkan akibat terlarang ataukah
tidak, in casu pada pembunuhanhilangnya nyawa orang lain atau pada penipuan telah
menimbulkan akibat orang menyerahkan benda, membuat hutang dan atau menghapuskan
piutang.

TANAH merupakan sarana yang penting dalam pembangunan dan bagi kehidupan
manusia, baik dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun hukum. Semakin meningkat
pembangunan, maka kebutuhan akan tanah semakin meningkat, sedangkan persediaan tanah
sangat terbatas. Keadaan ini mengakibatkan harga tanah semakin tinggi. Tanah pun kian susah
didapatkan dan kejahatan di bidang pertanahan meningkat. Dengan merujuk pada kelompok
rahasia tertentu yang melakukantindak kejahatan terorganisasi, kegiatan mereka pun sulit dilacak
secara hukum. Atau persekongkolan, perselingkuhan atau orang jahat di antara para penegak
hukum dengan pencari keadilan. Pengertian lain menunjuk pada adanya ‘suasana’ yang
sedemikian rupa sehingga perilaku pelayanan, kebijaksanaan, maupun keputusan tertentu akan
terlihat secara kasatmata sebagai suatu yang berjalan sesuai dengan hukum. Padahal, sebetulnya
tidak karena mereka bisa berlindung di balik penegakan dan pelayanan hukum. Saat ini,
pemerintah telah membentuk sejumlah tim satgas pemberantasan mafia tanah sebagai hukum
kasus muara terminologi kejahatan.
Kasus mafia tanah dari 2018 hingga 2021 marak, berjumlah 185 (MI, 8 Maret 2021).
Modus yang dilakukan mafia tanah ialah dengan cara pemufakatan jahat sehingga menimbulkan
sengketa, konflik, dan perkara pertanahan, antara lain kepala desa membuat salinan girik,
membuat surat keterangan tidak sengketa, membuat surat keterangan penguasaan fisik. Atau,
membuat surat keterangan tanah lebih dari satu kepada beberapa pihak untuk bidang tanah yang
sama. Pemalsuan dokumen terkait tanah, seperti kartu eigendom, kikitir/girik, surat keterangan
tanah. Juga, memprovokasi masyarakat petani/penggarap untuk mengokupasi atau
mengusahakan tanah secara illegal di atas perkebunan HGU, baik yang akan berakhir maupun
yang masih berlaku. Di samping itu, mengubah/menggeser/menghilangkan patok tanda batas
tanah, atau mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang padahal sertifikat tidak
hilang dan masih dipegang oleh pemiliknya sehingga beredar dua sertifi kat di atas bidang tanah
yang sama.

Selanjutnya, menggunakan pengadilan untuk melegalkan kepemilikan atas tanah.


Caranya, pertama melakukan gugatan di pengadilan dengan menggunakan alas hak palsu
sehingga data palsu itu menjadi legal dengan adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Kedua, melakukan gugatan rekayasa di pengadilan untuk mendapatkan hak atas
tanah, padahal baik penggugat maupun tergugat merupakan bagian dari kelompok mafia
tersebut, dan pemilik tanah yang sebenarnya tidak dilibatkan sebagai pihak.
Ketiga, membeli tanah-tanah yang sedang beperkara di pengadilan dan memberikan suap kepada
penegak hukum sehingga putusan berpihak kepada kelompoknya. Keempat, melakukan gugatan
tiada akhir dan menimbulkan banyaknya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap, yang isi putusannya bertentangan satu sama lain, sehingga putusan tersebut tidak dapat
dijalankan/dieksekusi dan tanah menjadi tidak dapat dimanfaatkan.

Tindakan signifikan Pemerintah telah membentuk sejumlah satgas pemberantas


mafia tanah untuk mengatasi mafia tanah. Namun, mengapa para mafia tanah yang
mempermainkan tanah masih belum ditemukan? Salah satu penyebabnya ialah bahwa mafia
tanah dapat beraksi karena tidak akuratnya data-data kepemilikan tanah. Ini dilakukan dengan
persengkokolan jahat sehingga menimbulkan sengketa serta perkara pertanahan di masyarakat
dan pemerintah. Kelemahan ini terjadi karena adanya celah pendataan tanah-tanah di Indonesia
yang belum akurat sehingga terjadi tumpang-tindih kepemilikan tanah dan sebagainya. Dengan
demikian, pemerintah harus mengadakan pembenahan serta pemetaan tanah-tanah di seluruh
Indonesia secara valid. Oleh karena itu, perlu tindakan dan upaya yang signifikan
terkait penyempurnaan peraturannya, juga memperbaiki hal-hal di luar peraturan.
Penyempurnaan peraturan perlu segera dilakukan, dalam hal ini segera melaksanakan perintah
Tap MPR No IX/MPR/2001 sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Tap MPR tersebut, yakni
menyempurnakan kajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor.

Selain itu, melakukan harmonisasi hukum di bidang agraria dengan bertitik tolak pada
UUPA sebagai ketentuan dasar penyelenggaraan keagrariaan Indonesia. Strategi yang jitu Upaya
yang harus dilakukan negara dalam penegakan hukum terhadap kasus praktik mafia tanah ialah
bahwa pemerintah sudah terlihat dari political will memberikan keseriusan dalam menegakkan
hukum terhadap mafia tanah. Oleh karena itu, tidak cukup saja political will karena begitu
banyak masalah yang dihadapi oleh pemerintah, dan sangat kompleks. Maka, yang dibutuhkan
adalah strategi yang jitu, yaitu dengan cara aktifkan semua lembaga yang berkaitan dengan
masalah-masalah pertanahan dengan seefektif mungkin serta keseriusan dalam penegakan
hukum melalui perda untuk dilaksanakan. Oleh sebab itu, aparat hukum harus bertindak cepat
dengan konsep penanggulangan secara terpadu dari semua elemen yang terkait, yaitu
keterpaduan dalam penegakan hukum. Perlu dilakukan edukasi bagi masyarakat agar melek
hukum tanah dengan prinsip kehati-hatian dan penghormatan kepada pemegang hak tanah.
Pemberantasan mafia tanah harus menggunakan cara-cara yang luar biasa (extraordinary).
Ketentuan pidana dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Mafia Tanah bisa mengadopsi dari
KUHP dan UU terkait. Akhir-akhir ini, praktik mafia tanah makin marak yang sangat merugikan
masyarakat dan pemerintah. Persoalan ini mendapat perhatian serius Presiden Jokowi dan
sejumlah lembaga terkait. Bahkan, Presiden Jokowi telah menekankan agar pemerintah
berkomitmen memberantas mafia tanah dan memerintahkan aparat penegak hukum bertindak
tegas.  

Dosen sekaligus Peneliti Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Jenderal Sudirman,
Purwokerto, Kuat Puji Prayitno, mengatakan praktik mafia tanah mencederai semangat luhur
bangsa Indonesia. Dia menyebut Pasal 33 ayat (3) UUD RI Tahun 1945 memandatkan bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Praktik mafia tanah tergolong kriminal dan kasusnya tidak
mudah diungkap.

Praktik mafia tanah ini merugikan masyarakat dan pemerintah. Misalnya mengeksploitasi
atau merusak sumber daya nonfisik, pembangunan berkelanjutan, kualitas kehidupan, dan
merusak kepercayaan masyarakat. Kuat melihat instrumen hukum pidana bisa digunakan untuk
menjerat mafia tanah, misalnya delik pemalsuan, penggelapan dan penipuan serta penyertaan dan
pembantuan seperti diatur Pasal 263, 266, 372, dan 378 jo Pasal 55 serta Pasal 56 KUHP. Tapi
hal ini membutuhkan kerja sama dan komitmen kuat dari berbagai lembaga dan kementerian
terkait dalam penanganan kasus mafia tanah, seperti ATR/BPN, kepolisian, dan kejaksaan.
Selain itu, aparat penegak hukum harus memiliki integritas yang tinggi. Kualitas penegakan
hukum ditentukan oleh kualitas orang yang menegakan hukum itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai