Anda di halaman 1dari 79

METODE PEMBELAJARAN TAHFIDZ

AL QURÁN DI PONDOK PESANTREN


DI INDONESIA STUDY ANALISIS DESKRIPTIF

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Akhir


Guna Memperoleh Gelar Doktor Pendidikan Agama Islam

OLEH :
Ali Sodikin
NPM: 5318006

PROGRAM DOKTOR
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM JAKARTA
2020 M/1441 H
DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG MASALAH........................................................3
B. PERMASALAHAN...............................................................................15
1. Identifikasi Masalah........................................................................15
2. Pembatasan Masalah.......................................................................16
3. Perumusan Masalah........................................................................16
C. TUJUAN PENELITIAN........................................................................17
D. SIGNIFIKANSI / MANFAAT PENELITIAN.....................................17
E. PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN..............................17
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR.......................20
1. METODE PEMBELAJARAN TAHFIDZ............................................20
a) Pengertian Metode Pembelajaran Tahfidz.....................................20
b) Metode-Metode Pembelajaran Tahfidz.........................................21
2. MANAJEMEN PEMBELAJARAN & HALAQOH TAHFIDZ....43
a) Pengertian manajemen pembelajaran............................................43
b) Fungsi-fungsi Manajemen Pembelajaran dan Halaqoh Tahfidz..43
c) Metode Pembelajaran Dalam Halaqoh Tahfidz............................47
3. MUSRIF (PEMBIMBING TAHFIDZ) KRITERIA DAN
KEPRIBADIANNYA.......................................................................................50
a) Pengertian Musrif............................................................................50
b) Macam-Macam Musrif....................................................................50
c) Sifat dan Karakteristik Musrif........................................................52
4. SANTRI DAN MEDIA PEMBELAJARAN TAHFIDZ.....................54
1) Mushaf Pojok...................................................................................57
2) Buku Mutaba’ah..............................................................................58
3) Media Digital...................................................................................59
4) Ruang Halaqoh................................................................................59
5. ADAB SANTRI PENGHAFAL AL-QURAN.....................................60

1
6. PERKEMBANGAN DAN PEMBELAJARAN TAHFID ALQURAN
DI INDONESIA...............................................................................................62
BAB III.................................................................................................................66
METODELOGI PENELITIAN..........................................................................66
A. Pendekatan Penelitian............................................................................66
B. Lokasi Penelitian....................................................................................67
C. Bentuk dan Strategi Penelitian..............................................................68
D. Kegiatan Penelitian................................................................................68
E. Prosedur Penelitian................................................................................69
1. Persiapan..........................................................................................69
2. Mengumpulkan Data.......................................................................69
3. Menganalisis data............................................................................69
4. Penyusunan laporan penelitian.......................................................70
F. Sumber Data...........................................................................................70
G. Tehnik Pengumpulan Data....................................................................71
1. Wawancara Mendalam....................................................................71
2. Observasi Partisipan........................................................................72
3. Studi Dokumentasi..........................................................................72
H. Tehnik Cuplikan.....................................................................................72
I. Teknik Analisis Data..............................................................................73
J. Keabsahan Data......................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................76

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Al-Qur’an merupakan intisari dan sumber pokok dari ajaran islam
yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW kepada ummatnya.
Tugas nabi Muhammad disamping mengajarkan tauhid juga
mengajarkan Al-Qur’an kepada umatnya, agar secara utuh dan
sempurna menjadi milik umatnya, yang selanjutnya akan menjadi
warisan ajaran secara turun temurun, dan menjadi pegangan dan
pedoman hidup bagi kaum muslimin sepanjang zaman.

Ada beberapa faktor yang memungkinkan nabi Muhammad SAW


mengajarkan Al-Qur’an dengan baik dan sempurna. Masyarakat bangsa
arab pada waktu itu di kenal sebagai masyarakat yang ummi yang pada
umumnya tidak dapat membaca dan menulis hanya beberapa orang saja
yang bisa membaca dan menulis.

Pada masa permulaan Nabi Muhammad SAW mengajarkan islam


di Mekkah, telah ada beberapa orang dikalangan masyarakatnya yang
pandai baca tulis. Mereka adalah: Umar bin Khattab, Ali bin Abi
Thalib, Utsman bin Affan, Abu Ubaidah bin Aljarrah, Thalha, Yazid
bin Abu Sufyan, Abu Huzaifah bin Utbah, Abu Sofyan bin Harb,
Muawiyah bin Abu Sufyan, dan lain lain. Bahkan dari kalangan kaum
wanita, terdapat nama – nama, Hafsah binti Umar istri Nabi
Muhammad SAW, Ummu Kultsum binti Uqbah, Aisyah binti Sa’ad,
Al-syfak binti Abdullah al- Adawiyah, dan Karimah binti al Miqdad.

Tradisi bangsa arab masa itu lebih banyak mengunakan tradisi


budaya lisan, warisan budaya mereka diwariskan secara lisan dengan
metode menghafal (tahfidz). Mereka banyak menghafal syair – syair
dan puisi yang indah, bahkan nasab keturunan mereka hafal secara
beruntut. Mereka mewariskan tradisi tersebut secara lisan/hafalan
sehingga kepandaian membaca dan menulis tidak merupakan hal yang

3
penting dalam tradisi budaya mereka. Mereka terkenal sebagai orang –
orang yang kuat hafalan.

Pada masa permulaan turunya Al-Qur’an sewaktu nabi Muhammad


SAW mengajarkan islam secara sirriyah (sembunyi – sembunyi) para
sahabat diajarkan Al-Qur’an melalui metode talqin. Hal ini diajarkan
melalui wasilah malaikat Jibril, ketika wahyu dari Allah turun beliau
segera menghafalnya sambil menggerak gerakkan kedua bibir dan lidah
beliau mengikuti malaikat jibril, inilah yang di sebut talqin, yaitu
seorang guru membacakan atau mendiktekan qiroah sedangkan para
murid mendengarkanya kemudian mengikuti bacaanya dengan cara
membaca secara berulang – ulang ayat atau surat yang hendak di hafal
jumlah pengulanganya di sesuaikan dengan kemampuannya menghafal
masing – masing murid. Ada yang menempuh cara mendengarkan
berulang – ulang suatu ayat atau surat yang hendak di hafal adakalanya
diawali dengan memahami terlebih dahulu suatu ayat atau surat yang
hendak di hafal.

Kemudian pembelajaran Al-Qur’an, Rasulullah ajarkan dirumah


seorang sahabat yang bernama Arqom bin Abi Al-arqom, mereka
berkumpul membaca Al-Qur’an memahami kandungan setiap ayat
yang di turunkan Allah dengan jalan bermudarosah dan bertadarus.
Nabi Muhammad SAW selalu menganjurkan kepada para sahabatnya
agar Al-Qur’an dihafal, selalu dibaca, dan diwajibkan membacanya
dalam solat, sehingga kebiasaan membaca dan menghafal Al-Qur’an
tersebut merupakan bagian dari kehidupan mereka sehari – hari dengan
menggantikan kebiasaaan menghafalkan syair – syair indah pada masa
sebelum islam. Untuk menjaga agar Al-Qur’an tidak tercampur dengan
hal – hal lain maka nabi Muhammad SAW memberikan perintah untuk
menghafalnya dan juga menulisnya.

Pengajaran Al-Qur’an tersebut berlangsung terus sampai dengan


nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya hijrah ke madinah.
Sejalan dengan itu pusat pengajaran Al-Qur’an pindah ke madinah.
Pengafalan dan penulisan Al-Qur’an berjalan terus sampai dengan

4
masa akhir turunya Al-Qur’an. Dengan demikian Al-Qur’an menjadi
bagian kehidupan para sahabat, baik dalam bentuk hafalan maupun
dalam bentuk tulisan.

Untuk memantapkan hafalan Al-Qur’an nabi Muhammad SAW


sering mengadakan murojaah (mengulang hafalan) terhadap hafalan
para sahabat. Beliau menyuruh para sahabat untuk membacakan ayat –
ayat di hadapan beliau, kemudian rasul memperbaiki dan membetulkan
hafalan dan bacaan para sahabat jika terjadi kekeliruan atau kesalahan.
Nabi Muhammad SAW wafat, sementara Al-Qur’an telah lengkap
diturunkan dan sempurna diajarkan dan disampaikan kepada umatnya,
telah banyak dihafal oleh para sahabat dan semua ayat – ayat dari
setiap surat telah disusun pula menurut tertib urut yang ditunjukan
sendiri oleh nabi Muhammad SAW.

Demikianlah pengajaran Al-Qur’an yang di laksanakan oleh nabi


Muhammad SAW sehingga benar – benar menjadi bacaan umatnya
yang lengkap, baik sebagai bacaaan dalam arti hafalan maupun bacaan
dari bentuknya yang tertulis.

Suatu kebijaksanaan nabi Muhammad SAW yang patut dicatat


dalam menghadapi keberagaman dialek dari suku – suku bangsa Arab
yang ada pada masa itu adalah ketetapannya dalam memperbolehkan
Al-Qur’an dibaca dalam tujuh huruf. Yang dimaksud dengan tujuh
huruf adalah cara membaca atau mengucapkan huruf – huruf tertentu
yang berbeda antara suku bangsa yang satu dengan yang lainnya. Dan
tujuh huruf yang di maksudkan adalah dialek – dialek yang berlaku
pada suku – suku bangsa Arab pada masa itu. Diperkenankan nabi
Muhammad SAW untuk membacakan Al-Qur’an dengan tujuh huruf
tersebut adalah pada waktu setelah hijrah ke madinah sedangkan pada
waktu sebelumnya Al-Qur’an dibacakannya hanya dengan dialek
Quraisy karena Al-Qur’an pada masa itu hanya diajarkan terbatas pada
sebagian suku bangsa quraisy yang mengikuti ajaran islam. Setelah di
madinah, ajaran islam diterima oleh berbagai macam suku bangsa Arab
yang mempunyai dialek yang berbeda dengan dialek Quraisy, maka

5
nabi Muhammad SAW memperkenankan membaca Al-Qur’an menurut
dialek masing – masing, supaya tidak mengalami kesukaran membaca
Al-Qur’an, asal tidak mengubah kalimatnya dengan susunan yang
sudah pasti sebagaimana diajarkan oleh rosul, sehingga tidak pula
mengubah arti dan tujuannya.

Kebijaksanaan tersebut tentunya sesuai betul dengan tujuan dan


sasaran diturunkannya Al-Qur’an oleh Allah, yang bukan saja untuk
suku Quraisy, atau untuk suku – suku bangsa Arab lainnya saja, tetapi
bahkan untuk seluruh umat manusia. Nash Al-Qur’an yang sampai
pada kita sekarang ini tidak saja melalui riwayat dari seseorang ke
seseorang, atau dari dua orang ke dua orang atau ketiga orang ke tiga
orang. Akan tetapi Al-Qur’an sampai kepada kita melalui jalur yang
mutawwatir. Artinya, Al-Qur’an itu diriwayatkan dari sekian banyak
orang kepada sekian banyak orang pada setiap generasi dari zaman ke
zaman, sejak dari sumber pertama yaitu Rasulullah SAW hingga
sampai kepada kita dan generasi mendatang.

Dengan demikian, tidak mungkin jumlah yang begitu banyak


secara bersama–sama sepakat melakukan kedustaan. Hal ini
menunjukan keabsahan riwayat yang mereka bawa bahwa Al-Qur’an
yang sampai kepada kita sekarang ini persis seperti yang diambil oleh
generasi pertama (para sahabat) dari baginda nabi Muhammad SAW.

Terdapat dua bentuk metode atau cara penyampaian nash Al-


Qur’an secara mutawwatir dari rasulullah SAW hingga sampai kepada
kita dan hingga sampai kegenerasi selanjutnya, yaitu:

1) Talaqqi syafahi (pengajaran atau penyampaian secara lisan);dan


2) Tadwin (penulisan atau pembukuan).

1) Talaqqi Syafahi
Nash Al-Qur’an itu datang dari Allah dan diterima oleh
Rasulullah SAW melalui malaikat jibril. Kemudian beliau
menyampaikannya dan diterima oleh para sahabat. Selanjutnya, para
sahabat menyampaikan dan mengajarkannya kepada generasi

6
selanjutnya yaitu para tabiin, dan seterusnya. Cara penyampaian,
pengajaran, dan penerimaan (talaqqi) Al-Qur’an itu dikenal dengan
cara setoran langsung (al-‘ardh al-mubaasir) dan ada yang secara lisan
tanpa setoran (syafahan bighairi ‘ardh).
Setoran langsung merupakan cara paling kuat dalam hal
penyampaian dan pengajaran Al-Qur’an dikalangan umat ini dari
generasi kegenerasi. Dimulai dari generasi sahabat yang melakukan
setoran – setoran langsung kepada Rasulullah SAW. adapun yang
dimaksud setoran langsung adalah bahwa para sahabat tersebut
membacakan setoran hafalan Al-Qur’anya kepada nabi SAW
sebagaimana yang pernah dibacakan dan diajarkan oleh beliau kepada
mereka untuk mengecek kesesuaian hafalan dan kebenaran bacaannya.
Kemudian metode ini dilanjutkan oleh generasi selanjutnya.
Prosesnya adalah pertama – tama nabi SAW mengajakan bacaan Al-
Qur’an kepada para sahabat kemudian mereka memperhatikannya
dengan seksama dan menghafalnya. Selanjutnya para sahabat tersebut
membacakan kepada Rasulullah SAW apa yang pernah didengar dan
telah dihafal dari beliau.
Proses penyampaian nash Al-Qur’an yang seperti ini dengan jelas
diceritakan dalam hadist sebagaimana yang disebutkan oleh imam
Muslim dari sahabat Umar Bin Khatab bahwa ia berkata demikian;

‫ب ع َْن عُرْ َوةَ ْب ِن‬Tٍ ‫ك ع َْن ا ْب ِن ِشهَا‬ Tٍ ِ‫ َمال‬T‫ت َعلَى‬ Tُ ‫ل قَ َر ْأ‬Tَ ‫ قَا‬T‫َح َّدثَنَا يَحْ يَى ب ُْن يَحْ يَى‬
ِ ‫ت ُع َم َر ْبنَ ْال َخطَّا‬
‫ يَقُواُل‬T‫ب‬ ُ ‫ل َس ِم ْع‬Tَ ‫ي قَا‬ ِ َ‫ن ْب ِن َع ْب ٍد ْالق‬Tِ ‫الزبَي ِْر ع َْن َع ْب ِد الرَّحْ َم‬
Tِّ ‫ار‬ ُّ
‫ أَ ْق َر ُؤهَا‬T‫ْر َما‬ Tِ ‫ن َعلَى َغي‬Tِ ‫ ْالفُرْ قَا‬Tَ‫ سُو َرة‬Tُ‫ت ِه َشا َم ْبنَ َح ِك ِيم ْب ِن ِح َز ٍام يَ ْق َرأ‬ ُ ‫َس ِم ْع‬
Tُ‫ل َعلَ ْي ِه ثُ َّم أَ ْمهَ ْلتُه‬Tَ ‫ت أَ ْن أَ ْع َج‬
ُ ‫ه َو َسلَّ َم أَ ْق َرأَنِيهَا فَ ِك ْد‬Tِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬
َ ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬Tَ ‫َو َك‬
Tُ ‫ه َو َسلَّ َم فَقُ ْل‬Tِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬
‫ت‬ َ ِ ‫ه َرسُو َل هَّللا‬Tِ ِ‫ت ب‬ ُ ‫ه فَ ِج ْئ‬Tِ ِ‫ بِ ِردَائ‬Tُ‫ص َرفَ ثُ َّم لَبَّ ْبتُه‬َ ‫ ا ْن‬T‫َحتَّى‬
‫ل‬Tَ ‫ أَ ْق َر ْأتَنِيهَا فَقَا‬T‫ْر َما‬ Tِ ‫ن َعلَى َغي‬Tِ ‫ ْالفُرْ قَا‬Tَ‫ سُو َرة‬Tُ‫ت هَ َذا يَ ْق َرأ‬ Tُ ‫يَا َرسُو َل هَّللا ِ إِنِّي َس ِم ْع‬
‫ل‬Tَ ‫ فَقَا‬Tُ‫ الَّتِي َس ِم ْعتُهُ يَ ْق َرأ‬Tَ‫ ْالقِ َرا َءة‬Tَ‫ فَقَ َرأ‬T‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَرْ ِس ْلهُ ا ْق َر ْأ‬ َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
‫ل هَ َك َذا‬Tَ ‫ت فَقَا‬ Tُ ‫ فَقَ َر ْأ‬T‫ل لِي ا ْق َر ْأ‬Tَ ‫ت ثُ َّم قَا‬Tْ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم هَ َك َذا أ ُ ْن ِزل‬ َ ِ ‫َرسُو ُل هَّللا‬
T‫ر ِم ْنهُ و َح َّدثَنِي‬Tَ ‫س‬ َّ َ‫ َما تَي‬T‫ُف فَا ْق َر ُءوا‬ Tٍ ‫آن أ ُ ْن ِز َل َعلَى َس ْب َع ِة أَحْ ر‬ Tَ ْ‫ ْالقُر‬T‫ت إِ َّن هَ َذا‬ ْ َ‫أ ُ ْن ِزل‬

7
‫ب أَ ْخبَ َرنِي‬
ٍ ‫ يُونُسُ ع َْن ا ْب ِن ِشهَا‬T‫ب أَ ْخبَ َرنِي‬ ٍ ‫ اب ُْن َو ْه‬T‫ ب ُْن يَحْ يَى أَ ْخبَ َرنَا‬Tُ‫َحرْ َملَة‬
ُ‫ي أَ ْخبَ َراه‬ ِ َ‫ن ْبنَ َع ْب ٍد ْالق‬Tِ ‫ َو َع ْب َد الرَّحْ َم‬Tَ‫الزبَي ِْر أَ َّن ْال ِم ْس َو َر ْبنَ َم َخ َر َمة‬
Tَّ ‫ار‬ ُّ ‫ ب ُْن‬Tُ‫عُرْ َوة‬
‫ن‬Tِ ‫ ْالفُرْ قَا‬Tَ‫ سُو َرة‬Tُ‫ت ِه َشا َم ْبنَ َح ِك ٍيم يَ ْق َرأ‬ Tِ ‫ َس ِم َعا ُع َم َر ْبنَ ْال َخطَّا‬T‫أَنَّهُ َما‬
ُ ‫ب يَقُواُل َس ِم ْع‬
ُ ‫ه َو َزا َد فَ ِك ْد‬Tِ ِ‫يث بِ ِم ْثل‬
‫ت‬ َ ‫ق ْال َح ِد‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َو َسا‬
َ ِ ‫ة َرسُو ِل هَّللا‬Tِ ‫ َحيَا‬T‫فِي‬
Tُ ‫ إِ ْس َح‬T‫ َسلَّ َم َح َّدثَنَا‬T‫ت َحتَّى‬
‫ق ب ُْن إِ ْب َرا ِهي َم َو َع ْب ُد ب ُْن‬ ُ ْ‫صبَّر‬َ َ‫ة فَت‬Tِ ‫صاَل‬ ِ ‫أ ُ َس‬
َّ ‫ ال‬T‫ فِي‬Tُ‫او ُره‬
َ ُ‫ة يُون‬Tِ َ‫ي َك ِر َواي‬
‫س‬ ُّ ‫ر ع َْن‬Tٌ ‫ َم ْع َم‬T‫اق أَ ْخبَ َرنَا‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬ Tِ ‫ َع ْب ُد ال َّر َّز‬T‫ُح َم ْي ٍد قَااَل أَ ْخبَ َرنَا‬
T‫بِإ ِ ْسنَا ِد ِه‬

“Aku pernah mendengar hisyam bin hakim bin hizam membaca


surat al-furqon ketika nabi SAW masih hidup.aku dengarkan dengan
sekasma ayat – ayat yang dibacanya namun, ternyata ia membacanya
dengn variasi bacaan yang belum pernah dibacakan kepadaku oleh
rasulullah, hampir – hampir saja aku pegang kepalanya, kalau saja
kami tidak sedang dalam keadaan mengerjakan solat. Maka, aku
tunggu sampai mengucap salam sesudah itu segera aku pegang
bajunya dan aku angkat ke lehernya seraya aku katakan ya,’’siapa
yang mengajarkan bacaan surat yang baru saja engkau baca ?’’ ia
menjawab ‘’ rosulullah Saw yang mengajariku membacanya seperti
itu’’ aku katakan kepadanya ‘’engkau dusta! sungguh rosulullah SAW
telah mengajariku membaca surat yang baru saja aku dengar dari
mu!’’lantas aku bawa hisyam menghadap Rasulullah SAW ‘’wahai
rasulullah aku telah mendengar sahabat kau ini membaca surat al-
furqon dengan huruf – huruf atau cara baca yang belum pernah
baginda ajarkan kepadaku. Sedangkan baginda telah membacakan
kepadaku surat al-furqon’’ kataku kepada beliau. Lantas beliau
memerintahkan, hisyam, bacalah surat al-furqon!’’ ia pun
membacanya dengan bacaan yang persis seperti yang telah aku
dengar darinya. Kemudian, beliau bersabda ‘’memang seperti itu lah
surat itu diturunkan. Kemudian beliau kembali memerintahkan,’’umar
sekarang giliran kamu membacanya!’’ aku pun membacakan
sebagaimana yang pernah beliau ajarkan kepadaku. Rasulullah SAW

8
lantas bersabda,’’seperti inilah ia diturunkan ‘’ kemudian beliau
bersabda sesungguhnya Al-Qur’an itu diturunkan dalam tujuh huruf
(ragam bacaan) pilihlah bacaan yamg mudah darinya!’’ (H.R
Muslim) 1
Melalui riwayat di atas, kita dapat manyimpulkan bahwa
Rasulullah SAW sama – sama mengajarkan bacaan surat Al-Furqon
kepada Umar bin Khatab dan Hisyam bin Hakim sehingga keduanya
sama – sama hafal surat tersebut secara akurat. Buktinya Hisyam bin
Hakim ketika membacanya dihadapan Rasulullah SAW tidak berbeda
dengan bacaan yang dibawakanya dihadapan umar bin Khatab pada
kali pertama.
Hal tersebut menunjukan bahwa Hisyam benar – benar hafal.
Kalu saja ia membacanya dihadapan Rasulullah SAW dengan bacaan
yang berbeda dengan bacaan yang sebelumnya didengar oleh umar
tentulah umar akan memberikan bantahan bahwa yang sebelumnya
dibacanya tidak demikian, begitu juga halnya dengan bacaan yang
dibawakan oleh umar ketika membacakannya dihadapan nabi SAW.
Terdapat pula riwayat sohih yang menyebutkan bahwa Rasulullah
SAW biasa meminta sebagaian sahabat untuk setoran hafalan AlQur’an
kepada beliau, seperti yang disebutkan dalam riwayat Abdullah bin
Mas’ud yang dibawakan oleh imam Bukhori. Para sahabat yang
sebelumnya belajar Al-Qur’an dan menghafalnya dari baginda Nabi
SAW, kemudian mengajarkan hal yang sama kepada para tabiin.
Demikian seterusnya hingga sampai kepada kita melalui periwayatan
yang mutawwatir. Jumlah yang meriwayatkanya sangat banyak.
Bahkan, boleh dikata tidak terhitung jumlahnya semuanya bersambung
sampai kepada Rasulullah SAW. Rasulullah menerimanya dari Jibril
sedangkan Jibril membawakanya dari robb yang maha mulia Allah
SWT.
Pengajaran, penyampaian, dan hafalan Al-Qur’an dari Rasulullah
SAW juga melalui metode lisan tanpa setoran (syafahan bighairi
‘ardh). Maksudnya Rasulullah SAW mengajarkan bacaan Al-Qur’an
1

9
kepada sekian banyak sahabat tetapi mereka tidak menyetorkanya
kepada beliau. Bentuknya bisa bermacam – macam. Misalnya,
Rasulullah SAW memperdengarkan bacaannya kepada sahabat yang
hadir di majelis beliau atau beliau bacakan dihadapan orang yang
beliau ajak untuk masuk islam atau beliau bacakan dihadapan jamaah
di masjid atau ketika mengerjakan solat atau ketika menyampaikan
khotbah dan seterusnya.
Hal tersebut merupakan sarana pokok untuk menyampaikan Al-
Qur’an kepada umat. Juga menjadi jaminan atas keaslian Al-Qur’an
dari segala bentuk penyimpangan dan penambahan, sebab Al-Qur’an
itu dihafal dan diajarkan oleh sekian banyak orang sejak generasi awal
dan dilanjutkan oleh generasi ke generasi berikutnya tanpa putus.

2) Tadwin
Keterjagaan Al-Qur’an bukan saja melalui hafalan yang berawal
dari pengajaran (talqin) yang disampaikan oleh Rasullullah SAW
selain dihafal Al-Qur’an juga ditulis sejak awal mulai wahyu itu
diturunkan. Dalam hal ini Rasulullah SAW memiliki para juru tulis
wahyu, jumlahnya pun cukup banyak tercatat ada 43 penulis wahyu
dari kalangan Muhajirin dan Anshor. Diantara mereka adalah empat
Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali), Abu Sufyan dan kedua
putranya yaitu Muawiyah dan Yazid, Zubair bin Awam, Thalhah bin
Ubaidillah, Sa’ad bin Abi Waqqosh, Abdullah bin Ruwahah, Ubay bin
Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan Abdullah bin Abi Sa’id bin Abi Sarh yang
merupakan orang pertama yang menuliskan wahyu untuk Rasulullah
SAW di mekkah. Sementara itu, sahabat yang paling banyak menulis
wahyu adalah Zaid Bin Tsabit dan Ali Bin Abi Thalib.
Setiap kali wahyu itu turun kepada Rasulullah beliau segera
memerintahkan para penulis wahyu itu untuk menuliskanya. Oleh
karena itu, Qhodi Abu Bakar Al-Baqilani mengatakan, ‘’sesungguhnya
baginda nabi SAW sendiri yang mencontohkan, mengajarkan
pembukuan dan penulisan teks Alquran”.2 Adapun media yang
digunakan untuk menuliskan Al-Qur’an ketika itu masih sangat
2

10
sederhana mengunakan pelepah kurma, kulit binatang, dan batu atau
yang disebut dengan shuhuf (lembaran-lembaran).
Dengan demikian sejak awal Al-Qur’an diturunkan langsung
mendapatkan penjagaan dan pemeliharaan sehingga tidak terjadi
kesalahan, apalagi penyimpangan. Penjagan tersebut dilakukan melalui
hafalan para huffaz (penghafal Alquran) yang terus bersambung dari
generasi ke generasi serta melalui penulisan dalam mushaf ketika
wahyu diturunkan.
Adalah tidak mengherankan karena memang Allah telah
menyatakan akan selalu menjaga dan memelihara Al-Qur’an. Allah
SWT berfirman dalam surat Al-Hijr ayat 9 :

‫اِنَّا نَحْ ُن نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َواِنَّا لَهٗ لَ ٰحفِظُ ْو َن‬


Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Adz-Dzikir ( Al-
Qur’an ) dan kami pula yang menjaganya . 3

Keterjagaan ini berlaku sepanjang zaman: sejak dari Al-Lahul


Mahfudzh, lalu turun ke langit dunia, terus di turunkan secara bertahap
ke dunia, sampai sekarang ini hingga kiamat dan bakda kiamat nanti
masih akan tetap abadi.
Di sisi lain, Allah sendiri menyatakan telah memudahkan
AlQur’an untuk di ingat dan di hapal sebagaimana Allah berfirman
dalam surat AlQomar ayat 17:

T‫ ٍر‬T‫ ِك‬T‫ َّد‬T‫ ُّم‬T‫ن‬Tْ T‫ ِم‬T‫ل‬Tْ Tَ‫ه‬Tَ‫ ف‬T‫ ِر‬T‫ ْك‬T‫ ِّذ‬T‫ل‬Tِ‫ ل‬T‫ن‬Tَ T‫ا‬TٰT‫ر‬Tْ Tُ‫ق‬T‫ ْل‬T‫ ا‬T‫ا‬Tَ‫ن‬T‫ر‬Tْ T‫ َّس‬Tَ‫ ي‬T‫ ْد‬Tَ‫ق‬Tَ‫ل‬T‫و‬Tَ
Sesungguhnya Kami telah memudahkan Al-Qur’an untuk di ingat
, maka adakah yang mau mengambil pelajaran ? 4
Alqur’an adalah kitab yang tersimpan di dalam dada orang orang
yang di anugrahi ilmu oleh Allah. Sebagaimana Allah berfirman dalam
surat Al-Ankabut ayat 49 :

3
4

11
T‫ٓا‬Tَ‫ن‬Tِ‫ت‬T‫ ٰي‬T‫ ٰا‬Tِ‫ ب‬T‫ ُد‬T‫ح‬Tَ T‫ج‬Tْ Tَ‫ ي‬T‫ا‬T‫ َم‬T‫ َو‬T‫ َم‬TۗT‫ ْل‬T‫ ِع‬T‫ ْل‬T‫ ا‬T‫ا‬T‫و‬Tُ‫ت‬T‫و‬Tْ Tُ‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ْي‬T‫ ِذ‬Tَّ‫ل‬T‫ ا‬T‫ ِر‬T‫و‬Tْ T‫ ُد‬T‫ص‬ Tٌ T‫ن‬TٰTِّ‫ي‬Tَ‫ ب‬T‫ت‬
ُ T‫ي‬Tْ Tِ‫ ف‬T‫ت‬ TٌTۢ T‫ ٰي‬T‫ ٰا‬T‫ َو‬Tُ‫ ه‬T‫ل‬Tْ Tَ‫ب‬
ّ Tٰ T‫ل‬T‫اَّل ا‬Tِ‫ا‬
T‫ن‬Tَ T‫و‬Tْ T‫ ُم‬Tِ‫ل‬T‫ظ‬
“Sebenarnya AlQur’an itu adalah ayat ayat nyata yang terdapat di
dalam dada orang orang yang di beri ilmu. Tidak ada yang mengingkari
ayat ayat Kami kecuali orang orang yang zhalim. 5

Dr. Raghib As-Sirjani mengemukakan bahwa menghafal Al-


Qur’an adalah mukjizat, karena kita mendapatkan ribuan bahkan jutaan
umat islam yang telah menghafalnya, padahal jumlah surat dan ayatnya
begitu banyak. Tidak ada satupun kitab samawi maupun non samawi
yang bisa dihafal oleh banyak orang seperti halnya Al-Qur’an. Kita
lebih kagum lagi ketika banyak anak kecil di bawah umur 10 tahun
bahkan terkadang dibawah 7 tahun mampu menghafal Al-Qur’an. 6
Padahal sebagaian besar anak kecil itu belum memahami maknanya.
Kita dapatkan juga banyak orang yang buta huruf tidak dapat membaca
dan menulis tapi mampu menghafalkan Al-Qur’an. Kita dapatkan pula
orang buta yang dapat mampu menghafal dan memahami Al-Qur’an,
bahkan kadang lebih kuat hafalanya dari pada orang yang bisa melihat.
Yang lebih membuat kagum lagi, berapa banyak yang tidak paham
bahasa Arab namun mereka mampu menghafal kitab suci ini bahkan
mampu membacanya dengan tartil yang indah. Semua ini menunjukan
bahwa menghafal Al-Qur’an adalah suatu mukjizat. Satu hal yang
sangat potensial dimana Al-Qur’an ini dapat dihafal dan menancap
tajam dalam hati kaum muslimin, baik itu laki-laki, perempuan maupun
anak kecil.
Imam Bukhori meriwayatkan dari Jabir dari Abdullah ra.
bahwasanya Rasulullah SAW mengumpulkan 2 orang laki – laki dari
syuhada perang uhud, kemudin beliau berkata ‘’siapa diantara mereka
berdua yang paling banyak hafalan Al-Qur’anya. Maka setelah

5
6

12
ditunjukan salah satu dari mereka beliau mendahulukan yang lebih
banyak hafalanya kelubang kubur’’ 7
Ada satu hal yang lebih sepesial lagi bagi penghafal Qur’an, yaitu
adanya penghormatan dari Allah SWT kepada mereka bahwa
memuliakan mereka termasuk satu bentuk memuliakan Allah SWT.
Diriwayatkan dari Abu Musa Al Asary bahwa Rasulullah SAW
bersabda ‘’diantara bentuk penghormatan kepada Allah adalah
menghormati orang muslim yang sudah beruban (orang tua) dan para
penghafal Al-Qur’an (dengan tidak bersikap berlebihan dan tidak pula
meremehkannya) serta menghormati pemimpin yang adil.’’ (HR. Abu
Daud, Al Baihaki, dan Al Bukhori). 8

Jadi, menghapalkan Al-Qur;an merupakan tradisi salafus shalih


yang terus diwariskan sampai zaman kita sekarang ini hingga zaman
yang akan datang. Semangat harus terus di gelorakan di tengah tengah
umat islam melalui lembanga lembaga tahfidz seperti pondok
pesantren.
Para ulama terdahulu mereka mulai menghapal pada Usia balita
karena usia balita adalah usia golden age bagi anak untuk
pertumbuhan, baik dari motorik maupun kongitif menurut Dr. Daniel
W. Bloom pertumbuhan sel otak manusia sekitar 50% pada usia 0-5
tahun, 30% pada usia 5-8 tahun dan 20% pada usia 8-50 tahun. Melatih
anak untuk menghafal Al-Qur’an pada usia balita lebih dapat melekat
di otak dan tahan lama dibanding menghafal pada usia dewasa. Hal ini
juga selaras dengan ajaran islam yang menganjurkan untuk
mengajarkan ilmu agama islam sejak kecil terutama menghafal Al-
Qur’an.
Dalam menghapal Al-Qur’an banyak sekali metode metode yang
telah di temukan. Namun metode yang sering banyak digunakan
adalah metode tikrar. Metode dengan cara membaca mengulang
ngulang ayat sebanyak mungkin sampai ayat yang hendak di hapal

7
8

13
terbayang. Dan pada akhirnya hapal di luar kepala. Metode demikian
masih banyak diterapkan pada lembaga lembaga pendidikan tahfidz.
Penelitian ini di titik beratkan di tiga pesantren tahfidz di
Indonesia antaranya : 1) Pesantren Tahfidz Almunawwir Jogjakarta 2)
Pesantren Tahfidz Yanbu’ul Qur’an Kudus Jateng 3) Pesantren
Tahfidz Sulaymania Pusat Jakarta .
Ketiga pesantren ini mempunyai methode yang berbeda beda
semisal Pesantren Tahfidz Almunawwir jogjakarta menerapkan metode
menghapal yang di sesuaikan dengan tingkat kemampuan santri, ada
yang hanya menghapal saja sampai hatam murojaah nya setelahnya.
Ada yang menghapal sampai lima juz, setelah itu murojaah dari juz
satu sampai juz lima kemudian di ujikan, jika ada kesalahan lebih dari
sepuluh kesalahan, maka tidak di izinkan naik ke juz berikutnya.
Berbeda dengan Pesantren Huffadz Yanbu’ul Qur’an Kudus Jateng,
metode yang di terapkan sebelum menghapal adalah santri di wajibkan
tadarus alqur,an terlebih dahulu sampai hatam dan metode tadarus ini
di bagi menjadi tiga tingkatan yaitu tingkatan Alqur’an murni juz 1-10,
tingkatan Gharib Juz 11-12 dan tingkatan akhir yaitu dengan Tajwid
juz 21-30. Sementara metode yang di terapkan di Pesantren Tahfidz
Sulaimaniyyah adalah metode Turki Utsmani, merupakan metode urut
mundur, yang memulai menghapal Alqur’an dari halaman terakhir tiap
juznya. Penerapan metode Turki Ustmani berjalan sesuai dengan
peraturan dan prosedur yang telah di tetapkan yaitu menempuh tiga
tahapan. Tahap pertama yang di sebut dengan Pra Tahfidz, tahap
kedua yang di sebut Tahfidz dan tahap ketiga Tadris. Pra tahfidz
adalah persiapan untuk menghapal di mulai dengan perbaikan bacaan
dari juz Amma atau Juz 30. Tahfidz program hapalan di mulai dari
lembar terakhir juz satu dan pindah ke lembar terakhir juz dua dan
seterusnya. Tadris adalah pemberian materi ilmu ilmu keislaman
seperti fiqih, aqidah, akhlak, sirah nabawi dan juga pendalaman bahasa
turki
Oleh karena itu berdasarkan dari latar belakang masalah di atas,
maka perlu adanya penelitian tentang metode pembelajaran tahfidz

14
alqur’an di pondok pesantren di Indonesia yang memiliki model dan
metode yang beraneka ragam dengan segala kekurangan dan
kelebihannya.

B. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini akan diuraikan
pada beberapa bagian sebagai berikut.

1. Identifikasi Masalah
Judul penelitian “metode Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di
Pondok Pesantren di Indonesia studi analisis deskriptif”. Ini
merupakan bahan kajian yang sangat luas. Judul tersebut setidaknya
meliputi lima tema bahasan penting, yakni:
1). Metode Pembelajaran Tahfidz 2). Manajemen Pembelajaran dan
Halaqoh Tahfidz, 3) Musrif dan Karakteristiknya. 4). Santri Tahfidz,
5). Pesantren tahfidz sejarah dan perkembangannya
Tema pesantren tahfidz misalnya, merupakan lembaga
pendidikan islam yang konsentrasinya kepada penghapalan Alqur’an.
Lahan kajian yang amat luas yang meliputi beberapa model, metode
dan kemajuan pencapaian keberhasilan dan kegagalan dalam
pembelajaran.
Istilah metode pembelajaran juga wilayah garapan yang luas
meliputi definisi, konsep dan model serta mencangkup inovasi yang
beragam baik secara teori dan peraktek kelebihan atau keunggulan dan
juga kelemahan.
Manajemen Pembelajaraan dan Halaqoh Tahfidz juga bagian
terpenting pendukung program tahfidz yang harus di perhatikan,
karena salah satu bagian penting pendukung keberhasilan dan
kesuksesan program tahfidz.
Istilah Musrif dalam pesantren tahfidz adalah seorang guru atau
ustadz yang membimbing dan mengajarkan Alqur’an kepada murid
muridnya dengan memiliki karakter dan kriteria serta syarat syarat
tertentu.

15
Kemudian Santri Tahfidz , istilah santri tahfidz dikhususkan bagi
murid yang belajar di pondok pesantren tahfidz istilah ini juga
merupakan panggilan khusus dan mempunyai makna sekelompok
peserta atau murid sebuah pendidikan pesantren berbasis tahfidz.
Demikianlah, dari identifikasi masalah terhadap tema – tema
yang terdapat pada judul penelitian ini menjadi jelas bahwa
cangkupan dan lingkup penelitian ini sangat luas. Oleh sebab itu,
perlu ada pembatasan masalah seperti diuraikan di bawah ini.

2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi di atas, maka masalah
dalam penelitian ini dibatasi, hanya akan membahas metode
pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di pondok pesantren di Indonesia
sebagai sebuah analisis deskriptif dengan segala macam metode yang
telah ditemukan dan dipakai di pondok – pondok tersebut.
Batasan yang kedua karena banyaknya pondok pesantren tahfidz
di Indonesia maka peneliti hanya mengambil sampel beberapa pondok
pesantren diantaranya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an krapyak,
Yogyakarta, Pondok Pesantren Huffadz Yanbu’u Qur’an Kudus, Jawa
Tengah, dan Pondok Pesantren Sulaimaniyah, Jakarta dengan beberapa
kriteria: 1). Pondok pesantren tahfidz Al-Qur’an tersebut tertua di
Indonesia dengan metodenya yang dikembangkan. 2). Pondok
pesantren tahfidz Al-Qur’an tersebut menggunakan metode sendiri. 3).
Pondok pesantren yang menggunakan metode yang mengadopsi dari
luar seperti sulaimaniyah Turky.
Batasan yang ketiga peneliti akan memaparkan pembelajaran
tahfidz Al-Qur’an, cara dan metode – metodenya di pondok pesantren
di Indonesia. Kemudian melihat presentase keberhasilannya melalui
field riset secara langsung.

3. Perumusan Masalah
Masalah utama yang dikaji dalam penelitian ini adalah
Penganalisis metode pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di pondok

16
pesantren di indonesia. Dari masalah utama itu dirumuskan beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah pengembangan pesantren tahfidz Al-Qur’an di
Indonesia?
2. Bagaimana metode – metode pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di
pondok pesantren di Indonesia?
3. Bagaimana keefektifan dan keefesienan metode – metode yang
telah ditemukan?
4. Metode apa saja yang digunakan dalam pembelajaran tahfidz
al-qur’an dipesantren tahfidz diindonesia?
5. Bagaimana keberhasilan metode pembelajaran tahfidz al-qur’an
yang dicapai oleh santri-santri dipondok pesantren tersebut?
6. Apa saja faktor pendukung dan penghambat pembelajaran tahfidz
al-qur’an dipesantren tahfidz tersebut?

C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan (1) untuk menggambarkan dan
menganalisis sosial historis (sejarah) pengembangan pembelajaran
tahfidz Al-Qur’an di pondok pesantren di Indonesia dengan
menceritakan secara detail pondok – pondok pesantren tahfidz Al-
Qur’an mulai pondok pesantren yang paling tertua dengan metode yang
digunakannya, pesantren tahfidz Al-Qur’an yang jumlah santrinya
ribuan dan pesantren tahfidz Al-Qur’an yang metodenya mengadopsi
dari luar. (2) untuk mengetahui model pengembangan metode
pembelajaran tahfidzul Qur’an di pondok pesantren di Indonesia. (3)
untuk mengetahui keefektifan dan keefesienan metode – metode
pembelajaran tahfidzul Qur’an yang telah ditemukan.
D. SIGNIFIKANSI / MANFAAT PENELITIAN
Signifikansi/manfaat penelitian ini terletak pada kenyataan bahwa
sumber yang pembahas tentang pengembangan pembelajaran
pesantren tahfidz Al-Qur’an di pondok pesanttren di Indonesia sangat
terbatas. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan menambah
sumber dan khazanah dibidang ini sekaligus sebagai acuan untuk
mengadakan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan
pembelajaran tahfidz Al-Qur’an di Indonesia.

17
E. PENELITIAN TERDAHULU YANG RELEVAN
Berdasarkan hasil penelusuran penulis, penelitian tentang
“Pengembangan Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di Pondok
Pesantren di Indonesia”, sejauh ini penulis belum menemukan
penelitian yang lebih fokus atau sesuai dengan apa yang diteliti.
Seperti yang pernah diteliti Tri Ratna Dewi dalam tesis S2 nya di UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017 meneliti tentang “Pengembangan
Metode Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di MI Maarif Bego
Maguwaharjo Sleman Yogjakarta”. Penelitiannya bertujuan untuk: (1)
Mendiskripsikan dan menganalisis masalah proses pembelajraan
tahfidz Al-Qur’an di MI Maarif Bego dan analisis metode
pembelajaran yang digunakan di MI Maarif Bego, (2) Melakukan
pengembangan metode pembelajaran tahfidz Al-Qur’an untuk MI
Ma’arif Bego, (3) Uji Validitasi terhadap metode yang dikembangkan.
Tri Ratna Dewi menggunakan penelitiannya dengan metode research
and development (R&D) dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Rahmat Solihin 2018 meneliti tentang “Pengembangan Media
Pembelajaran Tahfidz al Quran Juz Amma untuk meningkatkan
kualitas hafalan siswa di sekolah dasar islam Muhammad Hatta kota
Malang”. Penelitian dan pengembangannya bertujuan untuk 1)
mengetahui bagaimana proses pengembangan media pembelajaran
tahfidz Al-Qur’an juz amma di SDI Muhammad Hatta kota Malang; 2)
mengetahui bagaiman kevalidan, kemenarikan, dan keefektifan dari
media pembelajaran tahfidz Al-Qur’an juz amma untuk meningkatkan
kualitas hafalan siswa di SDI Muhammad Hatta kota Malang,
kemudian Ahmad Ma’sum dalam penelitiannya IAIN Purwokerto 2016
meneliti tentang “Pembelajaran Tahfidz al Quran di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an Darul Quro Sidareja Cilacap” penelitian
ini bertujuan mengetahui sejauhmana tingkat kesuksesan dan
kegagalan santri dalam menghafal Al-Qur’an 30 juz di Ponpes
Tahfidzul Qur’an Darul Quro Sidareja, jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian itu menggunakan teknik lapangan dengan jenis
penelitiannya deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya

18
menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan
teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah teknik analisis
kualitatif yaitu data reduction, data display dan conclusion.
Shofwatin Ni’mah dalam skripsinya di UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta meneliti tentang “Pengembangan Kurikulum Tahfidz al
Quran di komplek 2 Pondok Pesantren Sunan Pandanaran
Yogyakarta” penelitiannya merupakan penelitian kualitatif dengan
objek pengembangan kurikulum tahfidz Al-Qur’an komplek 2 Ponpes
Sunan Pandanaran Yogyakarta dengan menggunakan design Subject
Matercurriculum atau Subject Centeret design dalam temuan
penelitiannya untuk mengambangkan kurikulum di pesantren tersebut.
Sedangkan materinya adalah Juz – juz dalam Al-Qur’an. Waktu untuk
menyelesaikan materi hafalan Al-Qur’an 30 juz adalah selama enam
tahun. Sedangkan langkah pengembangan kurikulumnya menggunakan
model Harold B. Alberty. Tahapan langkahnya dimulai dari
menentukan falsaafah dan tujuan, menentukan ruang lingkup materi
pembelajaran, menentukan kegiatan pembelajaran, menentukan sumber
belajar, menentukan evaluasi, dan terakhir menyusun petunjuk tentang
cara penggunaan unit sumber.
Berdasarkan temuan penelitian di atas, penelitian yang akan
dilakukan memiliki perbedaan yang mendasar dengan penelitian
sebelumnya, antara lain tempat dan objek yang memfokuskan pada
“Pengembangan Pembelajaran Tahfidzul Qur’an di Pondok Pesantren
di Indonesia”. Oleh karena itu penelitian ini termasuk penelitian
terbaru.

19
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

1. METODE PEMBELAJARAN TAHFIDZ


a) Pengertian Metode Pembelajaran Tahfidz
Metode dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Thoriqoh yang
berarti langkah – langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan
suatu pekerjaan.
Metode juga bisa didefinisikan sebagai cara yang paling tepat dan
cepat dalam melakukan sesuatu 9
Sedangkan bila ditinjau dari segi istilah atau terminologis, metode
dapat dimaknai sebagai “jalan yang ditempuh oleh seseorang supaya
sampai pada tujuan tertentu, baik dalam kaitan lingkungan maupun
dalam kaitan ilmu pengetahuan dan lainnya”. 10
Zuhairi mengartikan metode berasal dari bahasa Yuanani (Greek)
yaitu dari kata “metha” dan “hodos”. Metha berarti melalui atau
melewati, sedangkan hodos berarti jalan atau cara yang harus dilalui
atau dilewati untuk mencapai tujuan tertentu. Zuhairi menyebutkan
bahwa metode dapat diartikan sebagai cara yang tepat dan cepat dalam
menerapkan metode menghafal dalam pengajaran. Metode ini tidak
boleh dilupakan begitu saja, karena metode inilah yang berpengaruh
pada tujuan pengajaran. 11
Tahfidz berasal dari bahasa Arab yaitu hafiza, yahfazu, hifzan,
yang artinya memelihara, menjaga, menghafal. Dalam Kamus Besar

9
Ahmad Tafsir, Pengajaran Agama Islam,(Bandung;Remaja Rosda Karya,2007), hlm.9.
10
Rama Yulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam,(Jakarta; Kalam Mulia, 2015), hlm.3.
11
Zuhairi, Metodologi Penelitian Agama Islam, (Solo: Ramadani, 1993), 66.

20
Bahasa Indonesia menghafal merupakan telah berusaha meresapkan
kedalam pikiran agar selalu ingat (tanpa melihat buku atau catetan
lainnya). 12 Secara istilah, ada beberapa pengertian menghafal menurut
para ahli, diantaranya :
1) Baharuddin, Menghafal adalah menanamkan asosiasi ke dalam
jiwa.
2) Syaiful Bahri Djamarah, menghafal adalah kemampuan jiwa
untuk memasukan (learning), menyimpan (retention), dan
menimbulkan kembali (remembering), hal-hal yang telah
lampau.
3) Abdul Qoyyum, menghafal adalah menyampaikan ucapan di
luar kepala (tanpa melihat teks), mengokohkan dan
menguatkannya di dalam dada, sehingga mampu mendirikan
ilmu itu kapan pun dikehendaki. 13

Pembelajaran tahfidz diartikan sebagai suatu aktifitas untuk


mentransformasikan bahan pelajaran yang bersumber dari al-quran
kepada santri/siswa.

Dengan melihat penjelasan diatas yang dimaksud metode


pembelajaran tahfidz disini adalah suatu cara atau tekhnik yang
digunakan oleh seorang musrif (guru tahfidz) dalam menyampaikan
materi tahfidz yang bertujuan agar dapat dipahami, dimengerti dan
diterima oleh seorang santri/siswa secara maksimal.

b) Metode-Metode Pembelajaran Tahfidz


Proses pembelajaran tahfidz merupakan interaksi yang
dilakukan antara seorang musrif (guru tahfidz) dengan
santri/siswa untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan dan
keberhasilan yang diinginkan. Berbagai pendekatan yang
dipergunakan dalam pembelajaran tahfidz harus dijabarkan dan

12
Anwar, Desy, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2003), hlm. 117
13
Abdul Qoyyum bin Muhammad bin Nashir As Sahaibani dan Muhammad Taqiyul Islam
Qaary, Keajaiban Hafalan, Bimbingan bagi yang ingin Menghafal al-Qur‟an (Jogjakarta:
Pustaka Al Haura‟, 2009), hlm.12.

21
diimplementasikan kedalam metode pembelajaran yang bersifat
prosedural dan mengikat, dalam artian sebagai bahan rujukan
tingkat keberhasilan dan kegagalan pembelajaran tahfidz.
Dalam hal ini penulis akan memaparkan beberapa metode
tahfidz yang sedang berkembang di antaranya :

1. Metode Talqin
Al-Qur’an adalah kitab yang diajarkan, bukan dipelajari sendiri.
Cara membacanya dipelajari dari guru yang sebelumnya juga belajar
dari seorang guru. Begitu seterusnya sampai bersambung atau bersanad
kepada gurunya para guru yakni Rasulullah SAW. Allah lah yang
mengajarkan Alquran kepada beliau melalui malaikat jibril.
Secara harfiyah, kata talqin (at-talqin) merupakan bentuk masdar
dari laqqona-yulaqqinu-talqinan. Artinya mendiktekan atau
mencontohkan untuk ditirukan. Dalam Al-mu’jam al wasid disebutkan
ungkapan laqqana al-kalam (mentalqinkan ucapan), artinya: al-qaahu
ilaihi liyu’iidahu (menyampaikan ucapan itu kepadanya agar ia dapat
mengulang/menirukannya). Orang yang melakukan talqin disebut
mulaqqin sedang yang ditalqin disebut mulaqqon.
Talqin merupakan sebuah metode yang sejak dahulu telah
digunakan untuk mengajarkan Al-Qur’an oleh setiap guru kepada
muridnya. Metode tersebut merupakan metode pertama dalam
pengajaran Al-Qur’an dikalangan umat islam bahkan, pengajaran talqin
itu lebih dahulu diterapkan dari pada baca tulis. Adalah malaikat jibril
mentalqinkan Al-Qur’an kepada Rasulullah Saw lalu beliau
membacakannya kembali (setoran hafalan) kepada jibril. Selanjutnya
Rasulullah SAW mentalqinkan Al-Qur’an kepada para sahabat mereka
menyetorkan bacaan dan hafalannya kepada beliau. Begitulah
seterusnya yang terjadi dalam proses pengajaran Al-Qur’an, dari
generasi ke generasi Al-Qur’an dipelajari oleh murid melalui guru. Hal
ini disebut dengan istilah Talaqqi.

22
Rasulullah Saw sendiri mendorong para sahabat agar berguru
(talaqqi) kepada orang yang memiliki bacaan Al-Qur’an yang bagus
dan benar. Talaqqi Al-Qur’an kepada guru dilakukan dengan cara sang
guru membacakan atau mencontohkan bacaan Al-Qur’an sedangkan
murid mendengarkannya dengan seksama lalu menggikutinya persis
seperti yang dibacakan kepadanya. Setelah itu, murid membacakan Al-
Qur’an dihadapan guru, sedangkan guru memperhatikan bacaannya dan
meluruskanya (manakala terjadi kekeliruan), sehingga bacaan yang
dihasilkan sesuai dengan kaidah yang benar. Oleh karena itu langkah
yang harus dilalui oleh seseorang agar bacaan Al-Qur’an akurat adalah
berguru kepada orang yang memiliki bacaan Al-Qur’an yang akurat.
Imam Ibnul Jazari dalam kitab An-Nasyr mengatakan ‘’saya tidak
mengetahui adanya penyebab yang mengantarkan seseorang sampai
kepada puncak akurasi bacaan dan tajwid Al-Qur’an serta mampu
membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar selain melatih lidahnya
dan mengulang-ulangnya dengan digurukan (talaqqi) kepada orang
yang bagus bacaanya.’’
Sebenarnya talqin merupakan salah satu cara terpenting bagi
seorang guru untuk meluruskan bacaan murid manakala terjadi
kekeliruan dalam melafalkan huruf atau kalimat Al-Qur’an. Dengan
mentalqinkan bacaan yang benar keadaannya. Ia akan menirukan dan
mengucapkan bacaan yang benar pula, yang penting bacaan guru benar
jangan sampai bacaan guru dalam mentalqin masih keliru.
Kekeliruannya boleh jadi akan diikuti pula oleh muridnya. Untuk itu
seorang pentalqin haruslah memiliki kemampuan untuk mengajarkan
bacaan Al-Qur’an. Sebelum mengajar tentu ia harus terlebih dahulu
memiliki pengalaman belajar (talaqqi) dari gurunya yang memiliki ilmu
tentang kaidah baca Al-Qur’an. Banyak yang telah berhasil menjadi
hafidz Al-Qur’an dalam usia balita secara sempurna melalui metode
talqin, biasanya dari kalangan yang mengalami keterbatasan
penglihatan atau tuna netra metode yang digunakan adalah metode
talqin.

23
Salafuddun As menyebutkan Terdapat 3 unsur penting dalam
penerapan metode talqin, yaitu pentalqin (mulaqqin), orang yang
ditalqin (mulaqqan), atau orang yang belajar melalui talqin
(mutalaqqin) dan bacaan ayat/surat yang ditalqinkan. Pentalqin
mencontohkan bacaan kepada pihak yang ditalqin, lalu yang ditalqin
menirukan bacaan persis seperti yang ditalqinkan kepadanya. Jika
terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian antara bacaan orang yang
ditalqin dengan bacaan yang ditalqinkan oleh pentalqin kepadanya
maka pentalqin harus segera meluruskanya.
Disini pentalqin melakukan koreksi sehingga orang yang ditalqin
benar – benar berhasil menirukan bacaan sesuai dengan yang
ditalqinkan kepadanya. Agar dapat ditangkap dengan baik ayat – ayat
yang ditalqinkan dan agar mudah ditirukan. Mula – mula pembacaanya
dilakukan secara perlahan. Juga dipenggal menjadi beberapa potongan
baru kemudian disatukan. ketika orang yang ditalqin benar – benar
sudah dapat menirukan secara tepat, tinggal melakukan pengulangan
tertentu sampai akhirnya hafal.
Biasanya, kebanyakan dari kita kesulitan untuk menirukan kalimat
Al-Qur’an yang ditalqinkan jika kalimat ayat itu panjang. bahkan, satu
baris saja terasa panjang untuk diikuti dan ditirukan sekaligus. Terlebih
jika kalimat itu terbilang jarang terdengar oleh orang yang hendak
menghafalnya untuk memudahkan orang yang ditalqin agar bisa
menirukan kalimat yang dibacakan kepadanya secara baik dan benar,
perlu dilakukan pemengalan ayat bisa menjadi dua bagian atau lebih.
Setelah itu barulah digabung menjadi satu setiap pengalan ayat
dibacakan (ditalqinkan) dengan jumlah pengulangan tertentu. Lalu,
dilanjutkan kepenggalan ayat berikutnya dengan pengulangan yang
serupa. Kemudian kedua atau ketiga penggalan ayat itu digabung dan
ditalqinkan sekaligus secara berulang.
Berapakali pengulanganya? Tidak ada patokan baku berapakali
sebuah kalimat itu diulang sehingga seseorang berhasil hafal. Misalnya,
bagi orang yang sama untuk berhasil menghafal penggalan suatu ayat
atau ayat secara utuh diperlukan lima kali pengulangan. Sementara

24
untuk ayat yang lain diperlukan tujuh kali pengulangan atau lebih.
Secara garis besar, ayat yang kalimatnya sudah akrab di telinga dan
lidah seseorang dapat lebih cepat dihafal. Sebaliknya, ayat yang
kalimatnya masih terbilang asing bagi mulaqqon membutuhkan
pengulangan yang lebih banyak lagi agar berhasil dihafal. Ada cara
talqin metode ustadz salafuddin yang terilhami oleh ungkapan tujuh
yang berulang, yang disebutkan dalam Al-Qur’an:

T‫ َم‬T‫ي‬TۡT‫ ِظ‬T‫ َع‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ٰا‬T‫ر‬Tۡ Tُ‫ـق‬T‫ل‬TۡT‫ا‬T‫ َو‬T‫ى‬Tۡ Tِ‫ن‬T‫ا‬Tَ‫ـث‬TT‫ َم‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِّم‬T‫ا‬T‫ ًع‬T‫ب‬TۡT‫ َس‬T‫ك‬
َ T‫ ٰن‬T‫ي‬TۡTَ‫ت‬T‫ ٰا‬T‫د‬TۡTَ‫ـق‬TTَ‫ل‬T‫و‬Tَ
‘’sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu tujuh yang
dibaca berulang-ulang dan Alquran yang agung’’(QS Al Hijr: 87)

Yang dimaksud dengan tujuh yang dibaca berulang-ulang adalah


surat Al Fatehah yang terdiri atas tujuh ayat. Karena terus diulang,
surat ini betul-betul dihafal oleh umat islam.

Metode Talqin

(3 penggalan)

Ayat / penggalan I > baca 7x

Ayat / penggalan II > baca 7x gabung > baca 7 x

Ayat / penggalan III > baca 7x

Ayat / penggalan IV > baca 7x 3 -7x

Ayat / penggalan V > baca 7x gabung > baca 7 x

Ayat / penggalan VI > baca 7x

Praktek Metode Talqin


(3 penggalan)

25
T‫ َم‬T‫ي‬TۡT‫ظ‬Tِ T‫ َع‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ا‬TٰT‫ر‬Tۡ Tُ‫ـق‬T‫ل‬TۡT‫ا‬T‫و‬Tَ T‫ى‬Tۡ Tِ‫ن‬T‫ا‬Tَ‫ـث‬TT‫ َم‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِّم‬T‫ا‬T‫ ًع‬T‫ب‬TۡT‫ َس‬T‫ك‬
َ T‫ن‬TٰT‫ي‬TۡTَ‫ت‬T‫ا‬Tٰ T‫د‬TۡTَ‫ـق‬TَT‫ل‬T‫َو‬

I َ T‫ ٰن‬T‫ي‬TۡTَ‫ت‬T‫ ٰا‬T‫د‬TۡTَ‫ـق‬TTَ‫ل‬T‫و‬Tَ
T‫ك‬ baca 7x >

GabungII> baca Tَ‫ـث‬TT‫ َم‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِّم‬T‫ا‬T‫ ًع‬T‫ب‬TۡT‫َس‬


T‫ى‬Tۡ Tِ‫ن‬T‫ا‬7x baca 7x >

III T‫ َم‬T‫ي‬TۡT‫ظ‬ ِ T‫ َع‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ٰا‬T‫ر‬Tۡ Tُ‫ـق‬T‫ل‬TۡT‫ا‬T‫َو‬ baca 7x >

T‫ َم‬T‫ي‬TۡT‫ظ‬Tِ T‫ َع‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ا‬TٰT‫ر‬Tۡ Tُ‫ـق‬T‫ل‬TۡT‫ا‬T‫و‬Tَ T‫ى‬Tۡ Tِ‫ن‬T‫ا‬Tَ‫ـث‬TT‫ َم‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِّم‬T‫ا‬T‫ ًع‬T‫ب‬TۡT‫ َس‬T‫ك‬
َ T‫ن‬TٰT‫ي‬TۡTَ‫ت‬T‫ا‬Tٰ T‫د‬TۡTَ‫ـق‬TَT‫ل‬T‫َو‬
Setiap penggalan ayat, atau ayat secara utuh jika ayatnya pendek,
ditalqinkan sebanyak tujuh kali lalu, pengalan berikutnya ditalqinkan
tujuh kali pula begitu juga yang ketiga, jika misalnya dilakukan tiga
pemenggalan ayat. Lalu, kedua atau ketiga penggalan yang merupakan
satuan ayat secara utuh itu dibaca ulang sebanyak tujuh kali.

Beberapa (dua atau tiga) ayat yang berhasil dihafal dengan pola
seperti diatas kemudian disatukan pengulanganya. Katakanlah sebagai
sebuah “ikatan kecil”. Beberapa ikatan yang sudah dihafal ini
kemudian disatukan menjadi – katakanlah – sebuah alenia.

Untuk menentukan alenia, perhatikan rangakaian makna dari


beberapa ayat yang ada. Lalu, kesemuanya diulang sekaligus sebanyak
tujuh kali pula (atau boleh juga dengan hitungan pengulangan yang
berbeda yang penting jumlah pengulangan tersebut sudah
memungkinkan bagi seseorang untuk mampu menyatukan ayat-ayat
tersebut hingga berhasil dihafal sekaligus).

Ikatan demi ikatan itu kemudian disatukan menjadi “ikatan besar”


yang terdiri atas beberapa alenia. Begitu seterusnys sehingga berhasil
hafal per-setengah halaman, perhalaman, dan antar halaman.

Dalam memenggal kalimat suatu ayat dan mentalqinnya


hendaklah diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

26
1) Kalimat yang dipenggal hendaklah utuh. Memiliki kesatuan makna.
Jangan memenggal atau memisahkan- misalnya –antara mudhof dan
mudhof ilaih, atau antara na’t dan man’ut. Perhatikan contoh ayat 8
surat al-baqoroh berikut :

2) ‌TT‫ َن‬Tۘ T‫ي‬TۡTِ‫ن‬T‫ ِم‬T‫ؤ‬Tۡ T‫ ُم‬Tِ‫ ب‬T‫م‬TۡTُ‫ ه‬T‫ا‬T‫ َم‬T‫ َو‬T‫ ِر‬T‫خ‬Tِ Tٰ ‫اۡل‬T‫ ا‬T‫م‬Tِ T‫و‬TۡTَ‫ي‬T‫ل‬TۡT‫ا‬Tِ‫ب‬T‫و‬Tَ Tِ ‫هّٰلل‬T‫ا‬Tِ‫ ب‬T‫ا‬Tَّ‫ن‬T‫ َم‬T‫ ٰا‬T‫ ُل‬T‫و‬TۡTُ‫ق‬Tَّ‫ ي‬T‫ن‬Tۡ T‫ َم‬T‫س‬
ِ T‫ا‬Tَّ‫ن‬T‫ل‬T‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِم‬T‫و‬Tَ
Jangan memenggal antara kata bil-yaumi dan al-akhiri karena
merupakan na’t dan man’ut.

Cara membuat penggalan ayat ini, dalam bentuk penggalan pendek


adalah sebagai berikut :

َ T‫ي‬TۡTِ‫ن‬T‫ ِم‬T‫ؤ‬Tۡ T‫ ُم‬Tِ‫ب‬


7x ‌TT‫ن‬
) ( T‫م‬TۡTُ‫ ه‬T‫ا‬T‫ َم‬T‫و‬Tَ 7x T‫ر‬T‫ ِخ‬Tٰ ‫اۡل‬T‫ ا‬7x T‫ ِم‬T‫و‬TۡTَ‫ي‬T‫ل‬TۡT‫ا‬Tِ‫ب‬T‫و‬Tَ Tِ ‫هّٰلل‬T‫ا‬Tِ‫ ب‬T‫ا‬Tَّ‫ن‬T‫ َم‬T‫ ٰا‬7x T‫ل‬T‫و‬TۡTُ‫ق‬Tَّ‫ ي‬T‫ن‬Tۡ T‫ َم‬7x T‫س‬
) ( ) ( ) (
ِ T‫ا‬Tَّ‫ن‬T‫ل‬T‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِم‬T‫و‬Tَ
) (

Atau dalam bentuk penggalan sedang:

) َ T‫ي‬TۡTِ‫ن‬T‫ ِم‬T‫ؤ‬Tۡ T‫ ُم‬Tِ‫ب‬


7x ‌TT‫ن‬ ( T‫م‬TۡTُ‫ ه‬T‫ا‬T‫ َم‬T‫ َو‬7x T‫ر‬T‫خ‬Tِ Tٰ ‫اۡل‬T‫ ا‬T‫م‬Tِ T‫و‬TۡTَ‫ي‬T‫ل‬TۡT‫ا‬Tِ‫ب‬T‫و‬Tَ Tِ ‫هّٰلل‬T‫ا‬Tِ‫ ب‬7x T‫ا‬Tَّ‫ن‬T‫ َم‬T‫ ٰا‬T‫ل‬T‫و‬TۡTُ‫ق‬Tَّ‫ ي‬T‫ن‬Tۡ T‫ َم‬7x T‫س‬
) ( ) (
ِ T‫ا‬Tَّ‫ن‬T‫ل‬T‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِم‬T‫و‬Tَ
) (

Atau dalam bentuk penggalan yang agak panjang:

َ T‫ي‬TۡTِ‫ن‬T‫ ِم‬T‫ؤ‬Tۡ T‫ ُم‬Tِ‫ب‬


7x ‌TT‫ن‬
) ( T‫م‬TۡTُ‫ ه‬T‫ا‬T‫ َم‬T‫ َو‬7x T‫ر‬T‫خ‬Tِ Tٰ ‫اۡل‬T‫ ا‬T‫م‬Tِ T‫و‬TۡTَ‫ي‬T‫ل‬TۡT‫ا‬Tِ‫ب‬T‫و‬Tَ Tِ ‫هّٰلل‬T‫ا‬Tِ‫ ب‬T‫ا‬Tَّ‫ن‬T‫ َم‬T‫ا‬Tٰ 7x T‫ل‬T‫و‬TۡTُ‫ق‬Tَّ‫ ي‬T‫ن‬Tۡ T‫ َم‬T‫س‬
) ( ) (

ِ T‫ا‬Tَّ‫ن‬T‫ل‬T‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِم‬T‫و‬Tَ


Panjang pendeknya penggalan bisa disesuaikan dengan kemampuan
murid yang ditalqin .

2) Jangan memenggal kalimat yang memiliki keterkaitan hukum tajwid


dengan kalimat selanjutnya misalnya ada pengaruh idgham, iqlab, atau
ikhfa. Sebab, ketika kalimat itu di penggal dan di baca secara terpisah
maka pengaruh hukum tajwid menjadi tidakada. Pengaruhnya baru
terjadi ketika ia dibaca bersambung dengan kalimat selanjutnya.

Misalnya pada ayat berikut:

T‫ا‬Tً‫ب‬T‫ا‬T‫ َر‬T‫ اَل َش‬T‫ َّو‬T‫ا‬T‫ ًد‬T‫ر‬Tۡ Tَ‫ ب‬T‫ا‬Tَ‫ه‬T‫ي‬TۡTِ‫ ف‬T‫ن‬Tَ T‫و‬TۡTُ‫ق‬T‫و‬Tۡ T‫ ُذ‬Tَ‫اَل ي‬

Jangan memenggalnya pada:

T‫ا‬T‫ ًد‬T‫ر‬Tۡ Tَ‫ ب‬T‫ا‬Tَ‫ه‬T‫ي‬TۡTِ‫ ف‬T‫ن‬Tَ T‫و‬TۡTُ‫ق‬T‫و‬Tۡ T‫ ُذ‬Tَ‫اَل ي‬


Karena terdapat idgham terhadap huruf pada kalimat berikutnya.
Jika ayat diatas kita penggal menjadi dua,

27
pemenggalannya adalah:

Tَ T‫َش‬
)7x(T‫ا‬Tً‫ب‬T‫ا‬T‫ر‬ ‫ اَل‬T‫ َّو‬T‫ا‬T‫ ًد‬T‫ر‬Tۡ Tَ‫)ب‬7x( T‫ا‬Tَ‫ه‬T‫ي‬TۡTِ‫ ف‬T‫ن‬Tَ T‫و‬TۡTُ‫ق‬T‫و‬Tۡ T‫ ُذ‬Tَ‫اَل ي‬
Baru kemudian disatukan dan dibaca ulang.

َ T‫َش‬
)7x( T‫ا‬Tً‫ب‬T‫ا‬T‫ر‬ ‫ اَل‬T‫ َّو‬T‫ا‬T‫ ًد‬T‫ر‬Tۡ Tَ‫ ب‬T‫ا‬Tَ‫ه‬T‫ي‬TۡTِ‫ ف‬T‫ن‬Tَ T‫و‬TۡTُ‫ق‬T‫و‬Tۡ T‫ ُذ‬Tَ‫اَل ي‬
3) Setiap penggalan kalimat, dibaca (ditalqinkan) dengan harokat apa
adanya. Tidak dibaca waqof. Kecuali jika memang penggalan itu pada
posisi waqof. Sebab, kita hendak menyambungkannya dengan
penggalan berikutnya. Jika penggalan itu dibaca waqof kemudian saat
menyambungkanya dengan kalimat berikutnya baru dibaca washal, hal
itu akan menyulitkan orang yang di talqin karena bacaan yang kedua
akan berbeda dengan bacaan yang pertama.

Misalnya dalam pemenggalan ayat berikut :

T‫ َم‬T‫ي‬TۡT‫ ِظ‬T‫ َع‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ٰا‬T‫ر‬Tۡ Tُ‫ـق‬T‫ل‬TۡT‫ا‬T‫ َو‬T‫ى‬Tۡ Tِ‫ن‬T‫ا‬Tَ‫ـث‬TT‫ َم‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِّم‬T‫ا‬T‫ ًع‬T‫ب‬TۡT‫ َس‬T‫ك‬
َ T‫ ٰن‬T‫ي‬TۡTَ‫ت‬T‫ ٰا‬T‫د‬TۡTَ‫ـق‬TTَ‫ل‬T‫و‬Tَ

َ T‫ن‬TٰT‫ي‬TۡTَ‫ت‬T‫ا‬Tٰ T‫د‬TۡTَ‫ـق‬TَT‫ل‬T‫ ( ) َو‬T‫ى‬Tۡ Tِ‫ن‬T‫ا‬Tَ‫ـث‬TT‫ َم‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ِّم‬T‫ا‬T‫ ًع‬T‫ب‬TۡT‫ ( ) َس‬T‫ َم‬T‫ي‬TۡT‫ظ‬Tِ T‫ َع‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ن‬Tَ T‫ ٰا‬T‫ر‬Tۡ Tُ‫ـق‬T‫ل‬TۡT‫ا‬T‫و‬Tَ
T‫ك‬

Pada kalimat wa laqood atainaka di atas kata atainaka kita baca apa
adanya seperti itu huruf kaf-nya tetap dibaca fathah. Tidak di-waqofkan
menjadi atainak. Karena ia akan disambungkan dengan kalimat
selanjutnya. Kalimat yang ditalqinkan dengan bacaan waqof hanya
pada kata azim di akhir ayat.

4) Dalam mentalqin, upayakan untuk membacakan secara alami saja.


Tidak mengunakan lagu atau nada tertentu. Hal itu akan membuat
orang yang di talqin terpaku dengan gaya tertentu. Juga bisa
menyulitkanya jika nantinya ia membawakan hafalan dengan lagu atau
nada yang berbeda. Upayakan pula mentalqin dengan tingkat
kecepatan tawassut ( sedang ) bukan hard ( cepat) dan bukan tahqiq
(berlahan). Bacaan tahqiq dilakukan oleh pentalqin saat pertama-tama
memberikan contoh adapun saat praktek talqin hendaknya mengunakan
bacaan tingkat tawassuth.

28
5) Hendaklah diperhatikan jika terjadi kesamaan dan kemiripan kata,
kalimat atau ayat dalam satu halaman, atau dalam sebuah surat, atau
antar surat. Supaya tidak terjadi kebingunggan ketika ada penambahan
hafalan dengan ayat-ayat halaman, atau surat lainnya. Caranya adalah
dengan memberikan penekanan khusus mengenai persamaan,
kemiripan, atau perbedaan yang ada. Ada juga kalimat atau ayat yang
sama pada dua atau lebih ayat dilain tempat tetapi kalimat atau ayat
kelanjutannya yang berbeda.

Lihat perbedaan huruf pada kalimat terakhir pada kedua ayat berikut
yang terdapat pada surat an-naba’ ayat 20 dan 24 :

(an-naba ayat 20) T‫ا‬Tً‫ب‬T‫ا‬T‫ر‬


Tَ T‫َس‬ T‫ت‬Tۡ Tَ‫ن‬T‫ا‬T‫ َك‬Tَ‫ ف‬T‫ ُل‬T‫ا‬Tَ‫ب‬T‫ج‬Tِ T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫ت‬
ِ T‫ َر‬Tِّ‫ي‬T‫ ُس‬T‫َّو‬
َ T‫َش‬
(an-naba ayat 24)T‫ا‬Tً‫ب‬T‫ا‬T‫ر‬ ‫ اَل‬T‫ َّو‬T‫ا‬T‫ ًد‬T‫ر‬Tۡ Tَ‫ ب‬T‫ا‬Tَ‫ه‬T‫ي‬TۡTِ‫ ف‬T‫ن‬Tَ T‫و‬TۡTُ‫ق‬T‫و‬Tۡ T‫ ُذ‬Tَ‫اَل ي‬
Atau perbedaan harakat (i’rob) seperti pada kedua ayat berikut yang
terdapat pada surat ar-Rahman ayat 27 dan 78:

Tَ T‫ك‬Tۡ Tِ ‫اۡل‬T‫ا‬T‫َو‬
(Ar-Rahman ayat 27) T‫ ِم‬T‫ا‬T‫ر‬ T‫ ِل‬T‫ ٰل‬T‫ َج‬T‫ل‬TۡT‫ ا‬T‫و‬T‫ ُذ‬T‫ك‬
Tَ Tِّ‫ب‬T‫ َر‬Tُ‫ه‬T‫ج‬Tۡ T‫و‬Tَ T‫ى‬T‫ ٰق‬T‫ب‬TۡTَ‫ ي‬T‫َّو‬

‫ِّك ِذ ى ْال َج ٰل ِل َو ااْل‬


ِ ‫ِ ْك َر‬
(Ar-Rahman ayat 78) ‫ام‬ َ ‫َت ٰب َر‬
َ ‫ك اسْ ُم َر ب‬
Atau perbedaan tipis antara ayat ke 25 surat al-Insyiqoq dan ayat ke 6
surat at-Tiin:

(Al-Insyiqaq;25) ‫ت َل ه ُْم اَجْ ٌر َغ ْي ُر َم ْم ُن ْو ٍن‬ ّ ٰ ‫ِا اَّل الَّ ِذ ْي َن ٰا َم ُن ْو ا َو َع ِم لُوا‬


ِ ‫الص ل ِٰح‬
‫ت َف َل ه ُْم اَجْ ٌر َغ ْي ُر‬ ِ ‫الص ل ِٰح‬ّ ٰ ‫ِا اَّل الَّ ِذ ْي َن ٰا َم ُن ْو ا َو َع ِم لُ وا‬
)At-Tiin;6 ( ‫ن‬ ٍ ۗ ‫َم مْ ُن ْو‬
Atau persamaan ayat dengan kelanjutan yang berbeda, seperti antara
ayat 15-16 surat al-Qolam dan ayat 13-14 surat al-Muthoffifin.

Tَ T‫ي‬TۡTِ‫ ل‬T‫ َّو‬Tَ


(al-qolam;15) T‫ن‬ ‫اۡل‬T‫ ا‬T‫ ُر‬T‫ي‬TۡT‫ط‬Tِ T‫ا‬T‫ َس‬Tَ‫ ا‬T‫ل‬Tَ T‫ا‬Tَ‫ ق‬T‫ا‬Tَ‫ن‬Tُ‫ت‬T‫ي‬TٰT‫ا‬Tٰ T‫ ِه‬T‫ي‬TۡTَ‫ل‬T‫ َع‬T‫ى‬T‫ ٰل‬T‫ت‬TۡTُ‫ ت‬T‫ا‬T‫ َذ‬Tِ‫ا‬

ُ T‫ل‬TۡT‫ا‬
(al-qolam;16) T‫ ِم‬T‫و‬Tۡ Tُ‫ط‬T‫ر‬Tۡ ‫ـ‬TT‫خ‬ T‫ى‬Tَ‫ل‬T‫ َع‬T‫ه‬Tٗ T‫ ُم‬T‫س‬Tِ Tَ‫ن‬T‫َس‬

29
Tَ T‫ي‬TۡTِ‫ ل‬T‫ َّو‬Tَ
(al-muthoffifin;13) TؕT‫ن‬ ‫اۡل‬T‫ ا‬T‫ ُر‬T‫ي‬TۡT‫ط‬Tِ T‫ا‬T‫ َس‬Tَ‫ ا‬T‫ل‬Tَ T‫ا‬Tَ‫ ق‬T‫ا‬Tَ‫ن‬Tُ‫ت‬T‫ي‬TٰT‫ا‬Tٰ T‫ ِه‬T‫ي‬TۡTَ‫ل‬T‫ َع‬T‫ى‬T‫ ٰل‬T‫ت‬TۡTُ‫ ت‬T‫ا‬T‫ َذ‬Tِ‫ا‬

Tَ T‫و‬TۡTُ‫ب‬T‫س‬Tِ T‫ك‬Tۡ Tَ‫ي‬


(al-muthoffifin;14) T‫ن‬ T‫ا‬T‫و‬TۡTُ‫ن‬T‫ا‬T‫ َك‬T‫ ا‬T‫ َّم‬T‫م‬TۡT‫ ِه‬Tِ‫ب‬T‫و‬TۡTُ‫ل‬Tُ‫ ق‬T‫ى‬T‫ ٰل‬T‫ َع‬T‫ن‬Tَ T‫ا‬T‫ر‬Tَ Tۜ T‫ل‬Tۡ Tَ‫اَّل ‌ ب‬T‫َك‬
Juga seperti yang banyak terdapat dalam surat ar-Rahman
setelah ayat fa-bi ayialaa irobikuma tukadzdzibaan yang berulang
sebanyak 31 kali perbedaanya adalah pada ayat selanjutnya.

Angka tujuh dalam pola pengulangan ini bukanlah suatu yang


baku. Hanya sebagai patokan saja sifatnya fleksibel. Tidak harus tujuh
tergantung ayat yang diulang dan tergantung penghafal yang
melakukan ayat ini. Jika ayat yang dihafal terdiri atas kalimat yang
sudah cukup familiar, sering didengar, dan sering diucapkan maka tidak
sampai tujuh kali pengulangan pun seseorang sudah berhasil
menghafal. Sebaliknya, kalimat yang terbilang masih asing ditelinga
dan lidah orang yang sedang menghafalnya, terkadang pengulanganya
perlu ditambah lagi sehingga lebih dari tujuh kali. Tujuh kalih
pengulangan adalah setandar normal bahwa seseorang khususnya
masyarakat kita berhasil menghafal dengan jumlah pengulangan
tersebut. Terutama mereka yang sudah memiliki bacaan alQuran yang
baik dan lancar. Seorang guru tahfidz yang sedang mentalqinkan
hafalan kepada muridnya bisa melakukan penyesuaian dan
pengembangan sendiri dengan memperhatikan ayat yang ditalqinkan
serta mempertimbangkan murid yang ditalqin.

Jadi metode talqin adalah sebuah solusi bagi yang ingin hafal
ayat-ayat atau surat-surat alQuran tanpa didahului oleh kemahiran
dalam membaca tulisan Alquran. Sebab, ia tinggal menirukan guru
tahfidz yang mentalqinkan bacaan Alquran kepadanya.

2. Metode Tabarak
Metode ini ditemukan oleh Dr. kamil el-laboody ketika ingin
mengajarkan Al-Qur’an kepada buah hatinya. Metode ini mudah sekali
kita praktikan, yaitu dengan cara mentalqinkan kepada anak tersebut
surat yang akan di hapal setelah selesai talqin lalu anak
diperdengarkan melalui CD sebanyak 20 kali dari qori-qori ternama

30
seperti halnya syaikh al Hushari, al Minsyawi, Abdul Basith,
Muhammad Ayyub dan lain sebagainya.
Metode tabarak terdiri dari satu paket hafalan Al-Qur’an yang
terdiri dari 7 level pembelajaran dan masing masing level mempunyai
pembagian jam pembelajaran sebagaimana beriku

Level Jam Materi Ujian Tour Forum ortu

I 180 Juz ‘amma 2 kali 1 kali Setelah


+ huruf (pertengahan (pertengahan) ujian
dengan & akhir) pertengahan
harokat semester
dan
tanwin
II 300 Juz 2 kali 1 kali Setelah
tabarok + (pertengahan (pertengahan) ujian
belajar & akhir) pertengahan
membaca semester
III 300 Surat Al- 2 kali 1 kali Setelah
Baqoroh (pertengahan (pertengahan) ujian
& Ali & akhir) pertengahan
Imran semester
IV 300 Surat An- 2 kali 1 kali Setelah
Nisa –Al (pertengahan (pertengahan) ujian
Anfal & akhir) pertengahan
semester
V 300 Surat Al- 2 kali 1 kali Setelah
Taubah – (pertengahan (pertengahan) ujian
Tooha & akhir) pertengahan
semester
VI 300 Surat Al- 2 kali 1 kali Setelah
Ambiya – (pertengahan (pertengahan) ujian
Fathir & akhir) pertengahan
semester
VII 320 Surat 2 kali 1 kali Setelah
Yasin – (pertengahan (pertengahan) ujian

31
At-Tahrim & akhir) pertengahan
semester
Setiap level rata-rata dibutuhkan waktu 4 bulan untuk
menyelesaikannya sehingga kalau ingin menghatamkan Al-Qur’an
membutuhkan waktu 2,5 tahun jika anak memilih progam intensif
ditambah progam penguatan hafalan berupa murojaah dari awal jika
sudah mencapai 10 juz.

Setiap harinya terdiri dari 4 jam pelajaran. Yang pertama dimulai


dengan Al-fatihah kemudian dilanjutkan muroja’ah atas ayat-ayat yang
sudah dihafal kemarin.

Jam kedua persiapan untuk menghafal ayat-ayat baru dan makan


pagi berupa susu dan roti/kurma. Jam ketiga sesi penguatan hafalan
hari ini disertai latihan olahraga ringan sesuai kebutuhan. Jam
keempat pengenalan untuk materi esok hari diakhiri dengan doa dan
membaca pelajaran hari ini secara berjamaah dan perorangan setelah
doa selesai. Semua itu dipandu oleh seorang guru per anak didik
melalui media elektronik dan ditayangkan lewat layar monitor selama
proses belajar berlangsung. Sebelum memulai setiap level, keluarga
anak itu mendapatkan satu paket pembelajaran yang dapat membantu
hafalan selama dirumah. Paket penunjang dirumah ini terdiri dari:

1. Nasehat dan pengarahan kepada orang tua khususnya pada level


dasar.
2. Buku cerita bergambar yang berisi tentang kisah-kisah edukatif.
3. CD pembelajaran Alquran khusus pada setiap level.
4. CD tema dipelajari sebelum mulai level yang berisi tayangan
sugesti bagi anak dan orang tua.
5. CD film kartun kisah para nabi (sebagai media reward bagi anak
ketika berhasil menghafal dan sebagai penganti dari film kartun
yang tidak mendidik).

a) Langkah Sebelum Menghafal Metode Tabarak


1. Niat ikhlas mencari ridho allah swt; berlindung kepadanya;
memohon pertolonganya agar anak dapat menghafal kitabnya

32
yang mulia dengan sempurna. Berikan penjelasan kepada anak
tentang pentingnya hal tersebut untuk sepanjang hidupnya
dengan gambaran yang bisa di pahaminya.
2. Berdoa pada waktu-waktu mustajab seperti hari jumat, waktu
turunya hujan, waktu antara azan dan iqomah, waktu
seperempat malam setelah khatam Al-Qur’an dan lain
sebagainya.
3. Menentukan jadwal harian untuk menghafal bersama anak-anak
dengan memasang alarm di handphone yang wktunya sama pada
setiap harinya. Sebaiknya waktu tersebut tidak berdekatan
dengan kegiatan pokok lainnya bisa juga sebelumnya. Dan
setiap harinya dianjurkan untk mengkonsumsi makanan dan
minuman seperti kurma, susu, madu, roti dan lain sebagainya.
Penting sekali bagi orang tua ikut menemani anak dalam
menghafal sehingga segala kegiatan untuk sementara harus
diberhentikan seperti menyalakan hape berfacebookria
membaca koran dan lain sebagainya.
4. Menyiapkan kotak hadiah yang dibungkus dengan warna
menarik dan ditulisi “hadiah Al-Qur’an” kotak ini terdiri dari
hadiah yang disukai anak yang terdiri dari 3 macam (hadiah
yang paling disukai, hadiah yang disukai hadiah yang biasa) lalu
diletakan di tempat yang terlihat dan agak tinggi serta jauh dari
jangkauan anak-anak, mereka tidak bisa melihat isinya sama
sekali namun mereka akan mendapat hak hadiah itu jika mereka
berhasil menghafal satu surat

b) Langkah Ketika Menghafal


1. Setelah menyediakan tempat yang cocok dimana anak bisa
berkonsentrasi dan jauh dari gangguan, ketika alarm tanda
belajar tiba pengajar, ayah dan ibu duduk bersama anak
kemudian memulai pelajaran. Pertama dengan cara
menyaksikan dan mendengarkan rekaman CD murottal imam
qori dengan mengulang-ulang paling tidak sebanyak 20 kali.

33
2. Memulai hafalan dari surat an Naba’. Semua sesuai
kemampuannya, tapi mereka harus punya target hafalan
sempurna dan bertambah setiap minggunya secara berurutan.
Kemudian anak menyimak dan berbeda sesuai kemampuan
bicara dan umumnya kadang guru menjumpai kesulitan
menghubungkan antar ayat dengan mengikuti rekaman sebagai
mana disebutkan pada langkah seperti diatas. Untuk mengatasi
hal tersebut adalah dengan menyaksikan dan mendengarkan
rekaman CD Al-Qur’an murottal yang lebih cepat seperti bacaan
Syaikh Sudais, Syaikh Suraim, dan Syaikh al Gomidi sehungga
tersambung kembali antara yang terputus dengan ayat yang di
pelajari pada hari itu.

c) Langkah Setelah Menghafal


1 Memberikan hadiah kepada anak setelah 3X untuk membangun
motivasi dan di iringi penjelasan tentang urgensi dan ganjaran
menghafal Alquran baik didunia maupun diakherat dengan
penyampaian yang tidak memberatkan, membangun kecintaan
dan bukan menakut-nakuti. Kemudian mengajar berdoa agar
diberi kemantapan hafalan dan keduanya diberi kemampuan
mengamalkan apa yang terkandung dalam kitabullah berupa
perintah dan menjauhi larangan Allah. Lalu anak-anak
mengaminkan dengan ucapan “amin”.

d) Kegiatan Belajar Mengajar Metode TABARAK


Dalam kegiatan belajar mengajar mengunakan metode tabarak
diantaranya adalah:

1. Doa diawal dan diakhir pembelajaran


Sebelum memulai materi, sang guru memandu mereka
membaca alfatehah kemudian sebelum ditutup mereka berdoa
bersama-sama agar diberi kemudahan dalam menghafal Alquran
dan mampu memahami. Doa-doa yang dibaca itupun dari
bersumber doa-doa yang ma’tsur. Sebelum mengakhiri

34
pelajaranpun anak-anak berdoa bersama dengan dipandu oleh
sang guru.
2. Buku penghubung (qurrosah al mutabbah)
Buku ini adalah catatan hariah anak mulai dari level 1-7
sebelum memulai pengajaran anak-anak wajib menyerahkan
buku penghubung atau qurrosah mutabbaah kepada musrif/
musrifah yang ada. Fungsi buku penghubung atau qurrosah
mutabaah ini sangatlah penting karena sang guru akan menulis
ayat dan surat yang telah dipelajari dan sebagai media target
pencapaian hafalan sianak. Ada beberapa kriteria penilaan
seperti mumtaz (istimewa), jayyid jiddan (sangat bagus), jayyid
(bagus), dhaif (lemah).
Dan mereka pun dihadiahkan stiker sebagai bentuk
penghargaan bagi mereka yang mendapatkan nilai mumtaz
dalam setiap setoran mereka untuk di tempel di buku
penghubungnya. Buku penghubung ini akan dibawa pulang
kepada anak sehingga kedua orang tua bisa melihat dan
mengetahui apa yang telah dicapai oleh anaknya pada hari itu.
Melalui buku penghubung ini jejak rekam prestasi anak akan
bisa diikuti terus oleh pihak guru dan orang tua selama satu
semester sehingga wali murid bisa memperbaiki serta
menambah pada hal-hal yang kurang dikuasai oleh anak.
3. Budaya antri (thobuur)
Ketika proses pembelajaran berlangsung setelah satu atau dua
jam maka sang musyrif/musyrifah akan membagikan jatah
makanan berupa susu dan roti atau kurma. Cara mendapatkanya
harus dengan cara antri. Mereka berbaris secara rapi dibagian
depan, sang musyrif/ musyrifah membagikan kepada anak yang
didepan lalu meneruskan kebagian belakngnya sampai dengan
yang terakhir. Sambil mereka makan dan minum
diperdengarkan bacaan murotaal para syaikh ternama lewat CD.
Selesai makan dan minum semua anak dalam level itu diminta

35
untuk bersama-sama membereskan sisa-sisa makanan dan
membersihkannya.
4. Olahraga
Dalam kegiatan belajar mengajar model metode tabarok sang
guru wajib mengajak anak didik melakukan olahraga ringan
sebagai sarana untuk menyehatkan badan anak-anak dan juga
menghilangkan rasa ngantuk, bosan karena duduk yang terlalu
lama anak-anak di minta untuk berdiri melingkar atau berbaris
dengan dipandu oleh satu orang musyrif. Mereka mengikuti
intruksi dari sang musyrif dengan mengerakan tangan atau kaki
sesuai dengan gaya senam ringan bagi anak. Tujuanya agar
mereka istirahat sambil refresing sebelum menghafal ayat
selanjutnya. Mereka melakukan olahraga pun sambil tetap
diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an sehingga dalam berbagai
aktifitas mereka tetap tidak melepas dari Al-Qur’an.
5. Penghargaan dan hukuman
Metode pemberian penghargaan bagi anak yang mampu dan
beradab serta memberi hukuman bagi anak yang tidak mampu
atau yang nakal diterapkan dalam model metode tabarak. Cara
inilah yang dapat memberikan motivasi bagi anak agar
meningkatkan kualitas hafalan mereka. penghargan yang
diberikan itu pun sangat beragam. Terkadang jika ada anak yang
bagus bacaanya, maka sang musyrif/musyrifah memandu teman-
teman yang lainnya untuk memberikan tepuk tangan untuknya
atau dengan mengucapkan ahsanta (kamu bagus). Adapun jika
ada anak yang nakal atau melanggar aturan dalam model metode
tabarak maka sang musyrif atau musyrifah akan memberikan
hukuman yang edukatif, contohnya disuruh membaca sambil
berdiri, disuruh berdiri didepan pintu, diingatkan bahwa
perbuatannya tidak baik dan dihimbau untuk tidak
melakukannya lagi.
6. Ujian

36
Sebelum anak itu masuk ke level berikutnya dia harus diuji
terlebih dahulu dalam proses muqobalah atau interview dengan
orang tuanya ujian model metode tabarak diadakan sebanyak
dua kali dalam satu level, pertama ketika pertengahan dan
kedua diakhir pembelajaran, ketika anak menyelesaikan hafalan
surat Al baqoroh pada level ketiga dia di uji terlebih dahulu
sebelum memasuki hafalan surat selanjutnya (ali
imran).demikian pula ketika anak menyelesaikan hafalan surat
an nisa, ia akan diuji terlebih dahulu sebelum masuk surat al
maidah. Diakhir pembelajaran anak diuji sebuah materi yang
ditetapkan pada semester itu, dan hasilnya diumumkan melalui
sms/WA yang dikirim ke masing-masing orang tua apakah anak
itu berhak naik kelevel selanjutnya atau dia harus mengulang
level itu. Setiap anak diuji satu persatu oleh sang musyrif/
musyrifah dengan cara ujian terperinci atau acak. Ketika proses
ujian akhir semester para wali murid di persilahkan untuk
datang agar mereka bisa mengetahui langsung pencapaian
anaknya dalam level itu.
7. Tour
Setiap satu level pembelajaran dalam model metode tabarak
diadakan tour kebeberapa tempat wisata, baik itu berada
didalam kota maupun diluar. Tour ini juga melibatkan semua
santri, diikuti oleh wali murid mereka. Tour ini diadakan pada
pertengahan setiap level dengan tujuan untuk memberikan
waktu kepada para santri untuk refresing dan tadabur alam. Hal
ini memang penting bagi anak dalam menghafal Al-Qur’an.
Namun acara ini diformat tidak hanya wisata santai, tapi juga
ada muatan edukasi dalam menunjang hafalan anak.
8. Forum wali murid
Dalam model metode tabarok adanya konsolidasi orang tua atau
wali murid tujuanya adalah untuk melaporkan hasil capaian
masing-masing santri dalam menghafal pada tiap levelnya.
Dalam forum ini seluruh wali murid dihimbau untuk tetap

37
memantau anaknya masing-masing karena untuk mencapai
hafalan yang baik, harus ada monitoring perhatian dari pihak
orang tua.

3. Metode Kauny Quantum Memori


Metode kauny quantum memory adalah metode menghafal
Al-Qur’an dengan mengambil moto “menghafal Al-Qur’an
semudah tersenyum” metode ini dikenalkan pada tahun 2011 oleh
kauny center yang dipelopori oleh ust Bobby Herwibowo alumni
Ponpes Almahbubiyah Jakarta dan Fakultas. Syariah Al-Azhar
University Cairo Mesir, alasan yang melatar belakangi munculnya
metode ini adalah banyaknya keluhan dari umat islam yang merasa
kesulitan menghafal Al-Qur’an dan merasa cepat lupa, kesadaran
dan kebutuhan umat islam untuk belajar menghafal Al-Qur’an
semakin meningkat serta ingin memasyarakatkan selogan bahwa
menghafal Al-Qur’an itu mudah, praktis dan menyenangkan.
Metode kauny quantum memory dapat digunakan pada semua
level penghafal Al-Qur’an baik dalam tingkatan usia tempat
belajar, setatus sosial, dan ekonomi, jenis kesibukan pekerjaan dan
jenjang pendidikan. Metode ini dapat digunakan bagi yang sudah
bisa membaca Al-Qur’an maupun yang buta huruf. Selain itu
metode kauny quantum memory akan lebih optimal lagi jika
diterapkan untuk anak-anak, karena kemampuan menghafal saat
usia anak-anak, daya memori sangat kuat dan tidak mudah hilang
karena tidak terganggu dengan problematika hidup.
Pada mulanya bekal yang harus di miliki untuk menghafal
Alquran adalaha harus mampu membaca Al-Qur’an terlebih
dahulu, dengan mampu menmbaca Al-Qur’an maka proses
menghafal akan semakin mudah. Dan tempatnya pun harus khusus
seperti pesantren dan juga harus dibimbing dengan guru tertentu.
Dan kebanyakan individu dalam menghafal hanya mengunakan
kemampuan kemampuan menghafal otak kiri, yaitu lebih kepada
logika matematis, rasio, dan empirik. Namun jarang individu yang

38
lebih mengoktimalkan kemampuan menghafal otak kanan yaitu
mengedepankan cita rasa emosi, spiritual, dan insting.
Untuk melakukan kegiatan menghapal Al-Qur’an, otak kanan
(non-verbal) lebih baik dalam hal kreativitas, imajinasi, dan
inspirasi. Namun, sebenarnya masalah terbesar dalam kegiatan
menghapal Al-Qur’an adalah kemalasan. Menghapal Al-Qur’an
menggunakan otak kanan memudahkan siapapun untuk menghapal.
Kemunculan menghafal metode kauny quantum memory
yaitu untuk mengubah cara pandang lama seperti yang telah
dipaparkan diatas dengan cara pandang yang baru yaitu bagi
individu yang belum mampu menghafal Al-Qur’an, maka dapat
dibacakan bacaan ayat-ayat Alquran lalu menirukan bacaan yang
telah didengarkan secara talaqqi. Kemudian mengartikan setiap
kata, sambil melakukan gerakan tangan sesuai visualisasi arti ayat
tersebut, kemudian dibuatkan ilustrasui dari ayat Al-Qur’an yang
telah dihafal untuk menyambungkan ayat 1 dengan yanglainya.
Pada intinya metode kauny quantum memory adalah membuat
hafalan semakin berkesan, membangun kecintaan terhadap alquran
dan ikatan memori kuat.
Tim kauny quantum memory adalah yang bertugas
mendesain progam pelatihan dan modul pelatihan adapun yang
diajarkan dalam pelatihan tersebut adalah setiap peserta diajarkan
untuk menghafal setiap ayat beserta maknanya oleh instruktur lalu
diikuti oleh peserta pelatihan dengan perasaaan senyum, senang,
cinta dan bergairah. Lalu mereka diajak membaca berulang-ulang
seperti dalam metode talaqqi. Kemudian diberikan ilustrasi berupa
gambar dan cerita yang diselipkan penjelasan makna cerita
berdasarkan ayat yang dibaca. Setiap ayat dirangkai dengan cerita
unik, menarik, dan kadang jenaka yang fungsinya untuk
memperkuat daya ingat dan memudahkan menghafal. Adapun
tehnik menghafal metode kauny quantum memory adalah sebagai
berikut.:

39
a) Baby reading

Merupakan metode menghafalkan Al-Qur’an yang pertama


kali digunakan oleh Rasulullah Saw saat menerima wahyu melalui
malaikat jibril selama 23 tahun, sedangkan beliau merupakan
seorang ummi yang tidak bisa membaca dan menulis cara yang
dilakukan dengan menunjukan secara langsung bacaan atau
membacakan kata demi kata. Demikian juga para sahabat, mereka
hanya mendengar langsung ayat ayat tersebut berulang ulang
hingga mereka menyerap dan menghapalnya dengan mudah.
Rasulullah SAW dan para sahabat tidak menganggap Al-
Qur’an sebagai beban berat dan menyulitkan untuk dihafal ketika
ayat – ayatnya diturunkan. Mereka selalu senang, gembira, dan
selalu merindukan kedatangannya. Para sahabat memiliki antusias
tinggi untuk mengetahui arti dan maknanya. Sangat bergairah
untuk bertanya ketika ada sesuatu yang tidak di fahaminya.
Sehingga Al-Qur’an benar benar begitu penting di hati mereka. Al-
Qur’an benar benar hadir sebagai sesuatu yang di rindukan
kedatangannya, selalu menjadi obat dahaga bagi jiwa, selalu
menjadi pedoman hidup dan petunjuk yang mereka junjung
tinggi. 14
Teknik semacem ini sangat membantu bagi anak anak yang
belum mengenal hurup arab dan juga orang dewasa yang waktu
kecilnya mereka belum pernah mengaji. sistem baby reading
mempunyai dua bentuk

1) Auditori
Seseorang yang memiliki kecerdasan auditori (cerdas
pendengaran) dalam menghafal sebaiknya menghafal dengan
cara mendengar. Anak mendengar ayat-ayat yang akan
dihafal dari bacaan sang guru. Ini dapat dilakukan terutama
bagi anak-anak usia dini. Dalam hal seperti ini guru dituntut

14
boby, kauny hlm xxi................................................................

40
berperan aktif, sabar, dan teliti dalam membacakan dan
membimbing siswa, karena guru akan membacakan perkata
ayat-ayat yang akan dihafal
2) Murottal
Pengaruh media sangat membantu anak-anak dalam
menghafal Al-Qur’an. Anak akan dapat mudah menghafal
Al-Qur’an dengan sering mendengarkan dan melatih lisan
untuk mengucapkan huruf-huruf Al-Qur’an sehingga lisan
terbiasa dan lentur karena sudah akrab ditelinga mereka.
Di era sekarang, peran guru dapat digantikan dengan
cara mendengar murotal yang telah direkam dalam kaset, CD
atau DVD murottal kemudian kaset CD atau DVD diputar
sesuai dengan ayat yang akan dihafal untuk didengarkan
sambil mengikuti berlahan-lahan setelah itu diulang lagi dan
diulang lagi sampai ayat-ayat tersebut betul betul hafal diluar
kepala.

b) Membuat alur sekenario

membuat alur cerita yang unik dan menarik dilakukan untuk


mengikat memori karena banyaknya informasi yang ada dan
menumpuk-numpuk cerita mempunyai kesan apabila menyentuh
perasaan, unik, atau jenaka, lebih personal sangat pribadi dan dekat
dengan dirinya, agar menjadi pengait antara hafalan dengan
pemahaman dirinya. Cerita juga dapat mengembangkan
kemampuan kreatifitas dan imajinasi yang tinggi.

c) Tehnik mind mapping

tehnik ini ialah metode berpikir kreatif dengan


mengembangkan daya belajar visual. Menempatkan dan
mengelompokkan informasi kedalam ruang khusus yang suatu-
waktu dapat diakses dengan mudah. Tehnik ini memberikan jalan
alternative agar mudah, dibaca, dan diingat.

41
d) Jembatan kaitan kata (assosiasi kata)

Mengkaitkan antara bacaan hafalan Al-Qur’an dan kata-kata


yang mempunyai kesa maan konsonan. Teknik ini disebut dengan
mnemonik yang digunakan untuk menyimbolkan dan
mengassosiasikan bunyi yang menarik dengan nama-nama benda
atau apapun dalam bentuk cerita untuk menautkan ayat satu dengan
yang lain.
Tehnik ini sangat baik untuk meningkatkan ingatan terutama
pada hal-hal yang penting diingat berdasarkan urutan. Tehnik ini
juga dapat diterapkan untuk memudahkan mengingat ayat-ayat
yang sama terutama yang berkali-kali disebut dalam satu surat atau
yang letaknya berdekatan dengan titian ingatan membantu para
penghafal untuk mengingat urutan-urutan tanpa tertukar-tukar
dengan materi yang sama atau serupa tapi tak sama. Model –model
seperti ini dapat dibuat sendiri tergntung mana yang mudah
memberi pengingatan pada masing-masing indifidu.

e) Visualisasi
Melakukan visualisasi dengan bantuan cerita, gambar,
sensasi dan imajinasi yang digunakan untuk memberikan
kesempatan bagi seluruh indra (melihat, mendengar, melakukan)
dan emosi (merasakan) untuk menghafalkan setiap ayat. Selain itu
mampu mengilustrasikan dengan menggambarkan makna suatu
ayat dalam suatu media tertentu. Selain itu makna ayat dapat
divisualisasikan dalam bentuk gerakan tangan yang mampu
mewakili makna ayat yang dibaca.
Menghafal sambil melakukan suatu gerakan sangat mampu
mengaktifkan memori. Otak kita memiliki satu pusat kecerdasan
yang disebut bodily-kinesthetyc-intellegence kecerdasan gerak
dengan melakukan gerakan tertentu akan memicu pusat kecerdasan
ini aktif.

42
f) Berpikir positif (positife thingking)

Mengaktifkan kemampuan bawah sadar bahwa menghafal Al-


Qur’an itu mudah selain itu memberikan persepsi dan sikap positif
dengan berkata-kata positif karena untuk melalui proses menghafal
harus dilakukan dengan perasaan yang senang, bergairah, cinta dan
gembira.
Model metode kauny quantum memory secara singkat dapat
disimpulkan yaitu dengan mengunakan teknik menghafal baby
reading (talaqqi), membuat alur (sekenario), mind mapping,
jembatan kaitan kata, visualisasi dan berpikir positif. Sehingga
dapat dikatakan metode kauny quantum memory merupakan
metode gabungan antara kecerdasan otak kanan dan otak kiri
(brain power) dengan metode menghafal yang telah diajarkan oleh
Rasulullah SAW.

2. MANAJEMEN PEMBELAJARAN & HALAQOH


TAHFIDZ

a) Pengertian manajemen pembelajaran


Manajemen pembelajaran terdiri dari dua kata, yaitu
manajemen dan pembelajaran. Secara etimologi atau bahasa
manajemen berasal dari kata kerja “to manaage” yang berarti
mengatur 15
Adapun menurut istilah atau terminologi terdapat banyak
pendapat mengenai pengertian manajemen, salah satunya menurut
George R. Terry manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri
atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai
tujuan melalui pemanfaatan SDM dan Sumber Daya lainnya. 16
Sedangkan pembelajaran berasal dari kata “Instruction” yang
berarti “pengajaran”. Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu

15
Malayu, S.P.Hasibuan, manajemen;dasar,pengertian dan masalah,(Jakarta:PT Bumi
Aksara,2007), hlm,1.
16
Malayu, S.P.Hasibuan, manajemen;dasar,pengertian dan masalah,(Jakarta:PT Bumi
Aksara,2007), hlm,2-3.

43
proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber
belajar, dan anak dengan pendidik. 17
Dari pengertian diatas dapat dijabarkan bahwa manajemen
pembelajaran merupakan usaha untuk mengelola pembelajaran
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran guna mencapai tujuan pembelajaran secara efektif
dan efesien.

b) Fungsi-fungsi Manajemen Pembelajaran dan Halaqoh Tahfidz

1. At-Takhtid Addirosi (Perencanaan pembelajaran )


At-Takhtid atau perencanaan adalah proses penetapan dan
pemanfaatan sumber daya secara terpadu yang diharapkan dapat
menunjang kegiatan-kegiatan dan upaya-upaya yang akan
dilaksanakan secara efesien dan efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran dan halaqoh tahfidz, seperti proses penyusunan
target hafalan, penggunaan media pembelajaran, penggunaan
metode pembelajaran tahfidz dan penilaian tingkat keberhasilan
dan kegagalan tahfidz.
At-Takhtid atau perencanaan dapat bermanfaat bagi para musrif
(pembimbing tahfidz) sebagai referensi dan controling agar dapat
memperbaiki cara pengajarannya.
Ada beberapa komponen perangkat At-Takhtid atau perencanaan
pembelajaran tahfidz, antara lain:
1) Menentukan jadwal tahfidz dan ahad efektif
Menentukan jadwal tahfidz pada hakekatnya adalah menetukan
ahad efektif dalam setiap fasl (semester) pada satu tahun ajaran.
Rencana penjadwalan berfungsi untuk mengetahui berapa jam
waktu efektif yang tersedia untuk dimanfaatkan dalam proses
pembelajaran tahfidz dalam satu tahun ajaran.
Hal ini diperlukan untuk menyesuaikan standard pencapaian atau
kompetensi program tahfidz.
2) Menyusun program tahunan (Prota)
17
Mansur,Muslich, KTSP/Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstektual,(Jakarta; PT
Bumi Aksara,2007), hlm.163.

44
Program tahunan (Prota) merupakan takhtid barnamij pembelajaran
tahfidz untuk setiap halaqoh, yang dikembangkan oleh musrif
(pembimbing tahfidz) yang bersangkutan, yakni dengan
menetapkan alokasi dalam waktu satu tahun untuk mencapai target
hafalan yang telah ditentukan.
Program ini perlu diketahui, dipersiapkan, dan dikembangkan oleh
musrif (pembimbing tahfidz) sebelum tahun ajaran, karena
merupakan pedoman bagi pengembangan program-program tahfidz
berikutnya.
3) Menyusun program semesteran (Promes)
Program semester (Promes) merupakan penjabaran dari program
tahunan. Kalau program tahunan disusun untuk menentukan
jumlah jam yang diperlukan untuk mencapai kompetensi target
hafalan, maka dalam program semester diarahkan untuk menjawab
ahad keberapa santri itu agar mencapai kompetensi hafalannya.
4) Menyusun silabus pembelajaran tahfidz
Silabus tahfidz adalah bentuk pengembangan dan penjabaran
kurikulum, menjadi rencana pembelajaran atau susunan materi
pembelajaran tahfidz yang teratur pada setiap halaqoh quran.
Bagian-bagian dalam menyusun silabus pembelajaran tahfidz
memuat antara lain: tema pelajaran, misalnya tajwid, tahsin al-
quran, tadabur ayat, fahmul ma’na (memahami ayat), dan tafsir.
Standard kompetensi (SK), pencapaian kompetensi, penilaian,
kegiatan pembelajaran, alokasi waktu dan sumber belajar.
5) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tahfidz (RPPQ)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Tahfidz (RPPQ) disusun dan
dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Komponen-
komponen dalam menyususn RPPQ meliputi:
a) Identitas mata pelajaran;
b) Indikator tujuan pembelajaran
c) Materi ajar;
d) Metode pembelajaran
e) Sarana dan sumber belajar

45
f) Penilaian.
Dalam fungsi perencanaan tugas mudir ma’had (kepala pesantren
tahfidz) sebagai manajer mengawasi dan mengecek perangkat yang
dibuat oleh musrif tahfidz, apakah sesuai dengan pedoman
kurikulum ataukah belum. Melalui Takhtid Addirosah
(perencanaan pembelajaran) yang bagus musrif tahfidz dapat
mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh santri dalam
belajar.

2. Al-Mutaaba’ah Ad-Dirosiyah (Pelaksanaan Pembelajaran)


Al-Mutaaba’ah Ad-Dirosiyah merupakan proses berlangsungnya
belajar mengajar pada halaqoh quran dikelas yang merupakan inti
dari kegiatan pembelajaran tahfidz, dan interaksi musrif dengan
santri dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran dan menyimak
hafalan santri untuk mencapai tujuan pengajaran.

3. Taqyiim wa Taqwim (Evaluasi dan tindak lanjut)


Tahap ini bertujuan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran
tahfidz dengan mengadakan ujian hafalan atau materi per tiga
bulan sekali umtuk mengukur sejauh mana kelancaran dan
kekuatan hafalan santri dan penguasaan “maadah” (materi
pembelajaran), seperti tajwid, tahsin, tafsir, dan tadabur ayat al-
quran.
Syekh DR.Yahya bin Abdur Rozzaq Al-Gautsani membagi ‘At-
Taqyim wa Taqwim’, (evaluasi dan tindak lanjut) menjadi dua
bagian:
1. Taqyim wa Taqwim As-sanawi (evaluasi dan tindak lanjut
pertahun) dengan tujuan:
a) Memotivasi para santri dalam menjaga dan memuroja’ah
hafalan.

46
b) Mendorong semua musrif untuk selalu menjaga dan
memuroja’ah hafalannya.
c) Menganjurkan kepada seluruh santri untuk mengerahkan
segala kemampuannya, memperbaiki dan memperbagus
hafalannya.
d) Evaluasi pelaksanaan halaqoh untuk mengetahui sisi-sisi
kelemahan dan kekuatan halaqoh.
e) Memotivasi para orang tua santri agar mengikuti
perkembangan hafalan anak-anak mereka bekerjasama
dengan para musrif.
2. Taqyim wa Taqwim As-sahri (evaluasi dan tindak lanjut perbulan )
Bagi para musrif agar melaksanakan Taqyim wa Taqwim As-sahri
(evaluasi dan tindak lanjut bulanan) bagi para santrinya sebagai
barometer mutqin nya hafalan santri dan pencapaian maadah
(materi pelajaran) yang telah diajarkan, dan lebih khususnya setip
bulan diadakan al-ikhtibar(ujian perholaqoh) dengan tujuan
keseimbangan perbaikan dalam holaqoh. 18

c) Metode Pembelajaran Dalam Halaqoh Tahfidz


Untuk mencapai tujuan pembelajaran tahfidz dan keberhasilan-
nya maka setiap halaqoh mempunyai metode pembelajaran
sebagaimana yang dirumuskan oleh Mu’assasah Al-Muntada Al-
Islami, Al-Madaaris wal Katatib Al-Qur’aniyah,19 ada dua metode
yang banyak digunakan dalam halaqoh-halaqoh tahfidz,
diantaranya yaitu:

a. At-Thoriqoh Al-Jama’i (Metode Jama’i)


Musrif menetapkan jumlah ayat yang akan dihafal oleh seluruh
santri halaqoh. Pertama kali, musrif membacakan ayat-ayat
tersebut kepada santri. Selanjutnya, tiap-tiap santri membaca satu
persatu dihadapannya. Kemudian, para santri ditugasi

18
Yahya bin Abdur Rozaq Al-Gautsani, fanul isrofi a’alal halaqoti wal muatsasatil qur’ani,
(Damaskus; Darul Goutsani, 2000), hlm.219-220.
19
Mu’assasah Al-Muntada Al-Islami, Al-Madaaris wal Katatib Al-Qur’aniyah, (Riyadh,
Maktabah Malik Fahat Al-Watoniyyah 1417 H), hlm.23-27.

47
menghafalnya sampai musrif membacakan seluruh target hafalan
kepada mereka dikemudian hari.
Metode ini memiliki banyak sisi positif dan negatif. Diantara sisi
positifnya:
1) Meningkatkan kualitas bacaan dan perhatian kepada hukum-hukum
tajwid, karena seluruh santri hanya diam dan mendengarkan
bacaan sang musrif.
2) Mengurangi kesalahan bacaan (lahn) baik lahn jali (kesalahan
nyata) maupun lahn kahfi (kesalahan samar), karena setiap
kesalahan baca langsung diperbaiki sang musrif.
3) Menumbuhkan semangat dan motivasi santri yang lambat
hafalannya dalam hal muroja’ah dan menambah hafalan.
4) Memudahkan santri menghafal ayat-ayat karena seringnya
pengulangan sesuai dengan jumlah santri.
5) Memudahkan sang musrif menjelaskan makna-makna kalimat yang
samar seputar ayat-ayat yang dibaca.

Kemudian sisi negatifnya:

1) Perbedaan kemampuan tiap-tiap santri tidak terperhatikan, karena


santri yang cerdas tidak bisa segera menambah bacaan dan hafalan
mendahului santri yang berkemampuan menengah dan lemah.
2) Tidak memungkinkan santri baru ikut serta setelah halaqoh
dimulai; karena musrif tidak mampu mengajar dilebih dari satu
kelompok pada waktu bersamaan.
3) Membutuhkan lebih banyak musrif dan materi juga tempat sesuai
dengan jumlah halaqoh-halaqoh yang ada.
4) Dampak tidak hadiran santri dalam metode seperti ini sangat
terasa.karena pilihan yang harus diambil adalah antara
memperlambat program halaqoh untuk menyesuaikan dengan
santri yang tidak hadir atau santri tersebut melakukan lompatan
dengan menghafal bagian ayat yang dihafal oleh santri lain, ini
menyebabkan penumpukan hafalan ayat sebelumnya, jika tidak

48
kuat akan menyebabkan santri tersebut frustasi karena tidak
mampu mengejar hafalan teman-temannya.

b. At-Thoriqoh Al-Fardiyah (Metode Individu)


Seorang musrif membuka kesempatan kepada santri untuk
berlomba membaca dan menghafal Al-Qur’an. Semua menghafal
sesuai dengan kemampuan dan waktu serta usaha yang dia
curahkan untuk merealisasikan hafalannya dibawah bimbingan
sang musrif.
At-Thoriqoh Al-Fardiyah memiliki banyak sisi positif dan negatif,
sisi positifnya :
1) Mengakomodasi perbedaan individu santri dan memberikan ruang
yang luas bagi santri yang memiliki kemampuan menghafal bagus
untuk maju.
2) Menambah motivasi santri dalam menghafal sehingga kuantitas
hafalan mereka pun bertambah.
3) Penghematan dalam sarana prasarana, karena metode ini
membutuhkan lebih sedikit jumlah musrif dan banyak tempat yang
bisa dipakai untuk penggunaan metode ini.
4) Sang musrif bisa memanfaatkan santri yang hafalannya menonjol
untuk mengajari teman-temannya yang kemampuan hafalannya
lemah pada waktu halaqoh, setelah dia menyelesaikan hafalannya
terlebih dahulu sekaligus menjadi bahan latihan awal untuk
mengajar.
5) Sang musrif bisa menerima santri baru yang ingin bergabung
dengan halaqoh, kapan pun mereka datang tanpa mengganggu
perjalanan dan ketertiban halaqoh.

Sedangkan sisi negatifnya :

1) Beberapa santri yang lalai mungkin menghabiskan waktu yang


lama untuk menghafal surah-surah, dan juga memungkinkan santri
tersebut tidak dapat menyetorkan hafalannya karena didahului oleh
santri-santri yang lain yang hafalannya lebih cepat, sementara
waktu musrif halaqoh terbatas.

49
2) Lemahnya kualitas setoran hafalan santri dengan banyaknya
kesalahan lahn (kesalahan baca) baik jalli maupun khafi, karena
banyaknya santri yang ingin menyetorkan hafalannya sementara
waktu terbatas.
3) Lemahnya kualitas pemantauan musrif kepada santrinya, yang
berkaitan dengan hafalan, setoran hafalan, kedisiplinan, maupun
etikannya.
4) Perasaan gagal santri yang lemah hafalannya karena tidak bisa
mengejar dan mengimbangi teman-temannya yang cepat
hafalannya, sehingga menurunkan semangat mereka pada halaqoh
itu.

Gunakanlah dalam proses pembelajaran model pembelajaran


edutaimente dalam artian pengajaran atau pendidikan yang
menyenangkan, sehingga para santri dapat dengan mudah
menangkap esensi dari pembelajaran itu sendiri tanpa merasa
bahwa mereka tengah belajar.

Edutaiment lebih menekankan pada tataran metode, strategi,


dan taktik. Strategi biasanya berkaitan dengan taktik, sedangkan
taktik sendiri adalah segala cara dan daya untuk menghadapi
sasaran dan kondisi tertentu, agar memperoleh hasil yang
diharapkan secara maksimal. Namaun,dalam proses pendidikan,
yang lazim digunakan bukan taktik, melainkan metode atau
tekhnik. 20

3. MUSRIF (PEMBIMBING TAHFIDZ) KRITERIA DAN


KEPRIBADIANNYA

a) Pengertian Musrif
Al-Musrif dalam kamus besar Al-Munawwir, Arab-Indonesia
diartikan sebagai pengawas atau pembimbing. 21

20
Sholeh Hamid, Metode Edutaiment,(Yogyakarta; diva press, 2014), hlm.20.
21
Ahmad Marson Munawwir, Kamus Besar Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya;
Pustaka Progresif,1997), hlm.713.

50
Menurut Syekh Yahya bin Abdul Rozak Al-Gautsani
mengartikan bahwa musrif adalah seseorang yang mempunyai inovasi,
kreatifitas, metode, dan sarana yang efektif dalam menyebarkan Al-
Qur’an, menguasai rumusan tujuan dan bekerja untuk
merealisasikannya,dan membantu santri untuk menjalankan tugasnya
dengan sebaik mungkin. 22
Sedangkan yang penulis maksudkan disini Musrif adalah
seseorang yang berperan membimbing, mengarahkan, mengkontroling,
memotivasi dan mengevaluasi dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya dalam halaqoh quran agar mencapai tujuan.

Kepribadian musrif berperan penting bagi kesuksesan halaqoh


serta realisasi tujuan-tujuan nya baik dalam aspek keilmuan maupun
pendidikan.

b) Macam-Macam Musrif
Musrif dalam pelaksanaan tugasnya diberikan amanah yang ditunjuk
langsung dari pimpinan pesantren. Dalam pemberian amanah tersebut,
pimpinan pesantren memberikan standart khusus dalam memilih
seorang musrif, dan khususnya pada halaqoh tahfidz al-quran,
diantaranya:
1) Senioritas dari para santri.
2) Sudah menghatamkan hafalannya dan mutqin.
3) Mengedepankan nilai-nilai keikhlasan dan pengabdian.

Prof.Dr. Syamsul Nizar memberikan beberapa pendapat diantaranya:

1) Antara musrif, dan santri memiliki hubungan akrab, dimana musrif


sangat memperhatikan segala aktifitas santri.
2) Musrif dituntut untuk dapat memberikan contoh atau teladan yang
baik terhadap santri, baik dari prilku ibadah maupun budi pekerti.
3) Memiliki tingkat kolektifitas yang kuat.
4) Memiliki pola disiplin yang diterapkan.

22
Yahya bin Abdur Rozaq Al-Gautsani, fanul isrofi a’alal halaqoti wal muatsasatil qur’ani,
(Damaskus; Darul Goutsani, 2000), hlm.231.

51
5) Memiliki kesabaran dalam mengatasi segala kesulitan dan
permasalahan santri. 23

Syekh Yahya Al-Gautsani membagi musrif menjadi empat


macam,yaitu :
1) Musrif Mahalli (Pembimbing Regional)
Musrif Mahalli yaitu orang yang melaksanakan bimbingan halaqoh-
halaqoh quran hanya sebatas ditempatnya saja, seperti dipesantren
tempatnya mengajar atau dimasjid-masjid kampung.
2) Musrif Iqlimi (Pembimbing Nasional)
Musrif Iqlimi adalah seseorang yang membimbing halaqoh-halaqoh
quran tingkat provinsi, dan dikenal khalayak ramai.
3) Musrif Dauliy (Pembimbing Internasional)
Musrif Dauliy yaitu seseorang yang membimbing halaqoh-halaqoh
tahfidz di beberapa negara.
4) Musrif Al’an (Pembimbing Umum)
Musrif Al’an yaitu orang yang membimbing para musrif-musrif,
dan memberikan pengarahan, motivasi, sharing pendapat.

c) Sifat dan Karakteristik Musrif


Bahwasannya seorang musrif pada halaqoh-halaqoh tahfidz quran
diletakkan dipundaknya kepentingan yang besar, dan dibebani dengan
tanggung jawab-tanggung jawab dan membawa amanah yang berat
yang akan dipertanggung jawabkan pada hari kiamat, oleh karena itu
ada beberapa sifat dan kriteria bagi seorang musrif tahfidz;
1) Sifat dan kriteria keimanan dan akhlak
Bagi seorang musrif tahfidz harus memulai dirinya dengan sifat-
sifat keimanan dan akhlak yang baik, yang selalu menghiasi
dirinya, diantaranya:
a) Agar selalu memperbaiki niat dan ikhlas menjalankannya hanya
kepada Allah semata, bukan untuk mencari populeritas atau
harta atau jabatan.
23
Syamsul Nizar, Sejarah Sosial dan Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantar,
(Jakarta ; Kencana Prenada Media Group,2013), hlm.119.

52
b) Agar mengerahkan seluruh usahanya dalam menjalankan,
membantu halaqoh-halaqoh dan penyebaran quran diantara
manusia.
c) Mengutamakan quran dan mengamalkannya untuk memperbaiki
diri, dan tidak mencari kemuliaan kecuali dengan al-quran.
d) Agar selalu ber-iltizam dengan aqidah ahlus sunnah wal
jama’ah, dan berpegang teguh dengan fardu-fardu dan
kewajiban, dan menjaga perkara-perkara yang sunah
sekemampuannya dan menjauhkan perkara-perkara yang
diharamkan, dan perkara-perkara yang dibenci, dari perkataan,
perbuatan baik zahir maupun batin.
e) Agar selalu merasa diawasi dengan tuhannya baik secara
sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan hanya berharap
pahala dari-NYA, takut akan siksa-NYA, selalu bermuhasabah
akan diri-NYA, menjaga akan kebaikan agama-NYA, dan selalu
memperbaiki kesalahannya.
f) Agar mengetahui kemampuan dirinya, dan tidak tertipu dengan
pujian manusia, dan membebaskan diri dari sifat ujub, dan
menipu.
g) Agar senantiasa mengedepankan akhlak yang mulia, berpegang
teguh kepada suluk yang terpuji.
h) Zuhud terhadap dunia dan tidak selalu bergantung kepada
kesenangan dan kenikmatan dunia. Hanya mengambil sesuai
kebutuhan yang urgen dalam hidup, dan kebutuhan yang
seimbang dengan tanpa bergantung dengan dunia.
i) Selalu menjaga efektivitas waktu, hanya mempergunakan
waktunya kepada sesuatu yang bermanfaat, seperti tilawah al-
quran dan mendengarkannya, zikir, do’a, tahajud, dan mencari
ilmu dan berda’wah dijala nallah, dan amar ma’ruf nahi
munkar, dan mencari usaha yang halal.

53
j) Khidmat dan membantu kepada manusia dengan penuh
kelembutan dan ketawadu’an, seperti mendidik dan mengajar
masyarakat. 24
2) Sifat dan Kriteria Kepribadian
Seorang musrif harus memiliki sifat dan kepribadian sebagai
berikut:
a) Berbadan sehat, tidak mengidap penyakit menular atau
membahayakn orang lain.
b) Tidak memiliki cacat yang dapat menghalanginya
melaksanakan tugas, seperti bisu atau buta atau pelo (tidak bisa
berbicara dengan sempurna).
c) Memiliki suara yang jelas, tidak terbata-bata, gagap atau terlalu
pelan.
d) Memperhatikan penampilan lahiriah; rapih, sederhana, tidak
berlebihan dalam berpakain dan tidak terlalu pelit, dan memakai
wewangian bila mampu. 25
3) Sifat dan kriteria keilmuan dan seni mengajar
Sifat dan kriteria seorang musrif seyogyanya memiliki dalam
mengajar, diantaranya:
a) Agar mempunyai spesialisasi yang tinggi dalam ilmu-ilmu al-
quran, seperti hafidz Al-Qur’an yang sanadnya bersambung
kepada nabi SAW, mengetahui ilmu qira’at, menguasai ilmu
tajwid.
b) Memiliki minat mengajar, tidak dengan perasaan terpaksa
c) Memiliki karakter kuat sebagai pengajar, seperti pikiran yang
sehat, jernih, cerdas, wawasan luas, serta memiliki kepekaan
terhadap problem-problem santri, dan pandai mengontrol diri
dan orang lain.
d) Mengenali lingkungan halaqoh dengan baik, dan mengerti
psikologi santri, dengan memilih kata yang tepat saat berbicaa.

24
Yahya bin Abdur Rozaq Al-Gautsani, fanul isrofi a’alal halaqoti wal muatsasatil qur’ani,
(Damaskus; Darul Goutsani, 2000), hlm.234-235.
25
Mu’assasah Al-Muntada Al-Islami, Al-Madaaris wal Katatib Al-Qur’aniyah, (Riyadh,
Maktabah Malik Fahat Al-Watoniyyah 1417 H), hlm.18.

54
e) Mengenal dengan baik santri-santrinya, baik dari sisi
intelektual, kematangan berpikir, kemampuan menghafal dan
belajar.
f) Mampu memanagement holaqoh, mengarahkan santri dan bisa
mengambil keputusan yang tepat dari problem-problem yang
timbul.
g) Menguasai berbagai metode pengajaran dan menguasai syarat-
syarat penyampaian materi yang benar.
h) Selalu disiplin menepati jadwal halaqoh, berusaha datang
sebelum halaqoh dimulai, dan keluar terakhir dari halaqoh agar
bisa membuka-tutup tempat halaqoh.

4. SANTRI DAN MEDIA PEMBELAJARAN TAHFIDZ


Santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti
pendidikan agama islam di pesantren, biasanya menetap ditempat
tersebut hingga pendidikannya selesai. Menurut bahasa, istilah santri
berasal dari bahasa sansekerta, “shastri” yang memiliki akar kata yang
sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama, dan
pengetahuan. 26
Sementara menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata “santri”
setidaknya mengandung dua makna. Arti pertama adalah orang yang
mendalami agama islam, dan pemaknaan ke-dua adalah orang yang
beribadah dengan sungguh-sungguh atau orang yang shaleh. 27
Sementara menurut Nur Cholis Madjid menuliskan bahwa kata “santri”
bisa pula berasal dari bahasa jawa, yakni cantrik, yang bermakna
“orang atau murid yang selalu mengikuti gurunya”. 28
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah
berarti ‘tengah’ perantara atau ‘penganter’. Dalam bahasa arab media

26
https://id.m.wikipedia.org
27
..............................................................
28
Nur Cholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, (Jakarta;paramadina, 2010), hlm.6.

55
adalah perantara (wasaiil) atau penganter pesan dari pengirim kepada
penerima pesan. 29
Secara umum media merupakan kata jamak dari “medium” yang
berarti perantara atau pengantar. Kata media berlaku untuk berbagai
kegiatan atau usaha, seperti media dalam menyampaikan pesan, media
penganter magnet atau panas dalam bidang teknik. Istilah media di
gunakan juga dalam bidang pengajaran atau pendidikan sehingga
istilahnya menjadi media pendidikan atau pembelajaraan.
Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media
pembelajaran. Rosssi dan Breidle dalam wina sanjaya 30 mengemukakan
bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat di
pakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti, radio, televisi, buku,
Koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi alat alat semacem radio
dan televisi kalau di gunakan dan diprogram untuk pendidikan maka
merupakan media pembelajaran.
Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja,
akan terapi hal hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh
pengetahuan. Menurut Gerlach secara umum media itu meliputi orang,
bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang
memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Jadi, dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara
seperti TV, radio, slide, CD, Vidio, bahan cetak, tetapi meliputi orang
atau manusaia sebagai sumber belajaran.
Prof. Dr Azhar Arsyad MA mengemukakan batasan tentang media
serta ciri cirinya secara umum 31 :
1. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini
dikenal sebagai hardware (perangkat keras), yaitu sesuatu
benda yang dapat di lihat, di dengar, atau diraba dengan
pancaindera.
2. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik yang di kenal
sebagai software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan
29

30
31

56
yang terdapat dalam perangkat keras yang merupakan isi
yang ingin di sampaikan kepada siswa.
3. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audio.
4. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses
belajar baik di dalam maupun di luar kelas.
5. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan
interaksi guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
6. Media pendidikan dapat digunakan secara missal (mislnya:
radio, televise), kelompok besar dan kelompok kecil
(misalnya film, slide, video, OHP) atau perorangan
(misalnya: modul, computer, radio tape/kaset, video
recorder)
7. Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang
berhubungan dengan penerapan suatu ilmu.

Menurut penulis media pembelajaran tahfidz adalah suatu alat atau


benda baik hardware maupun software yang digunakan dalam
proses pembelajaran untuk mempermudah santri sehingga
tercapainya tujuan pembelajaran.

Ada beberapa media-media pembelajaran tahfidz, diantaranya


adalah:

1) Mushaf Pojok
Mushaf pojok merupakan dua kata yang terdiri dari bahasa arab
dan bahasa jawa, mushaf sebutan lain dari al-quran, sementara
pojok merupakan bahasa jawa yang berarti sudut. Istilah
mushaf pojok digunakan oleh para santri penghafal al-quran,
untuk menyebut mushaf al-quran yang disetiap sudut atau
pojok lembarnya berupa akhir ayat tertentu, dan dilembar
selanjutnya dilanjutkan dengan ayat setelahnya disudut atas
lembaran mushaf.
Model mushaf pojok pada mulanya dikenal dengan sebutan
Mushaf Bahriyah, disebabkan model seperti itu yang banyak

57
beredar diindonesia adalah mushaf al-quran bahriyah istanbul,
turki.32
Nama lain dari al-quran pojok disebut al-quran standart adalah
al-quran yang dicetak dengan Rosm ustmani (mengikuti model
penulisan khalifah Ustman r.a) dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Satu juz terdiri atas sepuluh lembar atau dua puluh halaman
(kecuali juz satu dan juz tiga puluh).
b) Satu lembar terdiri atas lima belas baris
c) Pada setiap halaman selalu diawali dengan awal ayat.
d) Pada setiap halaman selalu diakhiri dengan akhir ayat.
(ditandai dengan nomor ayat).

Penyebutan al-quran pojok adalah untuk menggambarkan


penulisan pada setiap halamannya yang selalu menampilkan
ayat secara utuh, tidak terpotong ke halaman berikutnya. Jadi,
pojok awalnya (kanan atas), selalu diawali dengan awal ayat,
dan setiap pojok akhrinya (kiri bawah) selalu diakhiri dengan
akhir ayat. 33

Disebut al-quran standart karena secara umum cetakan al-quran


ini selalu standart yaitu: 20 halaman (atau 10 lembar) per juz,
15 baris perlembar, selalu diawali dengan awal ayat dan
diakhiri dengan akhir ayat, kecuali juz 1 dicetak standart 21
halaman, karena surat al-fatehah dicetak pada halaman
tersendiri, dan surat al-baqoroh ayat 1-5 juga dicetak dalam
halaman tersendiri. Begitu juga juz 30 dicetak standart 23
halaman, karena jumlah suratnya terlalu banyak (37 surat),
sehingga penulisan basmalah juga bertambah, dan selalu
tercetak 30 juz al-quran sebanyak 604 halaman atau 302
lembar.

32
www.almunawwir.com
33
https://binaalquran.wordpress.com

58
2) Buku Mutaba’ah.
Mutaba’ah berasal dari bahasa arab yang berarti evaluasi.
Evaluasi merupakan proses perbandingan, penilaian antara
standarisasi dengan fakta dilapangan dengan hasil analisisnya.
Dari penjelasan diatas, maka dapat diambil pengertian bahwa
buku mutaba’ah adalah sebuah hasil dari pikiran tentang
evaluasi suatu program yang hasilnya itu terwujud dalam
sebuah karya berupa lembaran-lembaran yang disusun menjadi
satu-kesatuan. Buku mutaba’ah ini digunakan musrif tahfidz
untuk mengevaluasi hafalan santri dengan penilaian tertentu,
sesuai dengan kemampuan hafalan santri.
Buku Mutaba’ah adalah sebuah buku yang dicetak untuk
memonitoring dan mengevaluasi perkembangan hafalan santri.
Terdapat tiga jenis buku mutaba’ah sesuai dengan juz yang
dihafalkan santri yakni: buku mutaba’ah hafalan juz 30, 29, 28,
27, dan buku mutaba’ah hafalan 30 juz, yang isinya terdiri
nama santri, kelas, tanggal, bulan dan tahun, ayat dan surat
yang dihafal kemudian nilai hafalan dan tanda tangan musrif.
Dalam melaksanakan program tahfidz al-quran, mengevaluasi
dan memonitoring hafalan al-quran santri yang dicatat dalam
buku mutaba’ah merupakan hal yang penting karena suatu
program tidak akan berjalan dengan baik ketika tidak adanya
suatu pemantauan. Dengan buku mutaba’ah ini musrif tahfidz
dapat mengevaluasi hafalan santri dengan penilaian tertentu
sesuai kemampuan hafalan santri.

3) Media Digital
Media Digital adalah media yang dikodekan dalam format yang
dapat dibaca oleh mesin.
Dalam era modern media digital juga merupakan sarana
pembelajaran sebagai alat informasi dan komunikasi, hal ini
dapat membantu musrif tafidz untuk mendistribusi materi agar
lebih mudah dipahami oleh santri. Bahkan media digital atau
yang lebih dikenal dengan multimedia bisa menambah minat

59
belajar dan menghafal santri, karena media ini bisa berbentuk
audio, video, dan animasi. 34

4) Ruang Halaqoh
Ruang Halaqoh merupakan hal yang sangat penting untuk
diperhatikan, karena akan mempengaruhi suasana
pembelajaran. Dalam hal ini sang musrif pandai mengatur
posisi tempat duduk santri sesuai dengan metode dan cara
pembelajarannya.
Ruang halaqoh mempengaruhi kemampuan santri untuk fokus
dan menyerap hafalan. Bila suasana dan kondisi didalam ruang
halaqoh berantakan, kumuh, kotor, dan tidak menarik bagi para
santri, maka mereka akan menganggap bahwa belajar tidak
nyaman, melelahkan, dan membuat stres, serta membosankan.
Sebaliknya bila ruang halaqoh ditata dengan baik, bersih, sehat,
dan nyaman, serta mampu mendukung pembelajaran, maka
santri memiliki pandangan, bahwa belajar itu menyenangkan
dan mengasikkan.
Lingkungan atau alam terbuka bisa dijadikan ruang halaqoh,
karena desiran suara angin dan pepohonan dapat memberikan
terapi kenyamanan dalam menghafal. Karena tumbuh-
tumbuhan dan tanaman mampu menyediakan oksigen. Dalam
hal ini, otak berkembang karena oksigen. Semakin banyk
oksigen yang didapat, akan semakin baik pula kinerja otak. Jika
kinerja otak semakin baik maka para santri/siswa akan mampu
mengikuti dan mencerna hafalan atau pelajaran yang diberikan
oleh sang musrif.

5. ADAB SANTRI PENGHAFAL AL-QURAN


1. Tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai suatu mata pencaharian
Termasuk hal yang paling penting yang diperintahkan,
hendaknya ia sangat berhati-hati agar jangan sampai menjadikan
34
www.wikipedia.org

60
Al-Qur’an sebagai sarana mencari nafkah. Diriwayatkan dari
Abdurrahman bin sibl ia berkata, rosulullah SAW bersabda:
“bacalah Al-Qur’an, dan janganlah makan hasil darinya dan
jangan melalaikannya dan jangan pula berlebih-lebihan
terhadapnya.”
Diriwayatkan dari jabir ra dari Nabi Saw ……..“bacalah Al-
Qur’an sebelum datang kaum yang menegakannya seperti
tegaknya anak panah, mereka menyegerakan upahnya dan tidak
menundanya.”
Adapun mengenai upah dalam mengajarkan Al-Qur’an ada
prebedaan pendapat dikalangan ulama.
Imam Abu Sulaim Al Khatabbi mengatakan sebagaian ulama
melarangnya, diantaranya: az zuhri, dan Abu Hanifah sebagian lagi
membolehkanya jika tidak menjadi syarat, sebagimana pendapat
Hasan Al basri, Asya’bi, dan Ibnu Sirrin adapun Atha’ Malik,
Syafii dan lainnya membolehkanya jika ia menjadikannya sebagai
syarat dan meminta upah dengan upah yang benar, hal ini
berdasarkan hadist-hadist shohih yang membolehkanya. Para
ulama yang melarangnya, berdalih dengan hadist ubadah bin
shamit bahwa ia mengajarkan Al-Qur’an pada seorang laki-laki
ahlushufah kemudian orang tersebut menghadiahinya busur. Maka
bersabdalah Nabi SAW…….“jika kamu suka dikalungi kalung
dari api maka trima” (Hr Abu daud)
Ulama yang membolehkanya memberikan dua jawaban
berkaitan hadist ubadah:
Pertama, ada yang diperbincangkan pada sanadnya. Kedua,
bahwasanya ubadah mengajarinya dengan suka rela sehingga ia
tidak berhak menerima sesuatupun yang diberikan kepadanaya
sebagai kompensasi. Ia juga tidak boleh mengambilnya karena
menyelisihi perjanjian sebelum proses mengajar berkenaan dengan
upah.
2. Membiasakan diri membaca dan memurojaahkannya

61
Hendaknya sang hafidz membiasakan dan memperbanyak
membaca Al-Qur’an dan memurojaahkanya. Para salaf mempunyai
kebiasaan menghatamkan Al-Qur’an ada yang setiap 2 bulan
sekali, sebulan sekali, ada yang sepuluh hari sekali, delapan hari
sekali, dan lebih banyaknya tujuh hari sekali bahkan ada pula yang
menghatamkan 2 hari sekali.
Ustman bin Affan, Tamim Addari, Said bin Zubair, mujahid,
dan Imam Syafi’i menghatamkian Al-Qur’an sehari semalam.
Thalhah bin Musyrif, seorang tabiin yang mulia ia berkata:
“barangsiapa yang menghatamkan Al-Qur’an kapanpun pada
waktusiang, para malaikat memohonkan ampun untuknya hingga
petang hari dan siapa yang menghatamkan Al-Qur’an kapan pun
pada waktu malam, para malaikat memohonkan ampun baginya
hingga pagi hari”.
3. Membiasakan qiroah malam
Hendaknya sang hafidz memperhatikan qiroah pada malam
hari, terlebih pada solat malam imam tabrani dan lainnya
meriwayatkan dari sahl bin saad dari Rasulullah SAW bersabda:
……“kemuliaan seorang mukmin terdapat pada qiamullail”
Bacaan Al-Qur’an dalam sholat malam lebih menyatukan
hati, menjauhkanya dari kesibukan-kesibukan dan memikirkan
kebutuhan dunia, lebih menjaga dari riya’ dan semacamnya yang
menjadikan amalan sia-sia.
4. Mengulang Al-Qur’an dan menghindari lupa
Diriwayatkan dari abu musa Al asary ia berkata Rasulullah
SAW ………“ulang-ulanglah Al-Qur’an ini. Demi dzat yang jiwa
Muhammad berada ditangannya ia lebih cepat lepas daripada
unta dalam ikatan” HR bukhori muslim
Diriwayatkan dari ibnu umar RA bahwa Rasulullah SAW
bersabda :…….“sungguh, permisalan orang yang hafal Al-Qur’an
itu ibarat pemilik unta yang diikat; jika ia selalu menjaganya
niscaya bisa mempertahankannya; tetapi jika ia melepaskanya
niscaya unta itu akan pergi;” HR bukhori muslim.

62
5. Menjauhkan maksiat
Dan sesuatu yang paling agung bagi seorang hafidz selalu
takut kepada Allah dan meerasa diawasi, selalu mengerjakan
perointahnya dan menjauhi ma’siatnya.
Apabila seoranh hafidz bergaul dengan ahlul maasyi dan ahlu
dholam karena akan menyebabkan lupa. Ditanyakan sufyan bin
uyaiyah dengan apa kamu menguatkan hafalan Sufyan bin Uyainah
menjawab dengan meninggalkan maksiat.
Berkata Imam Dhohak bin Mazahim “tidaklah seseorang
menghafal Al-Qur’an kemudian lupa kecuali penyebab dosa yang
terjadi kepadanya”.

6. PERKEMBANGAN DAN PEMBELAJARAN TAHFID


ALQURAN DI INDONESIA
Pada dekade 80-an saat rezim sekuler di Indonesia sedang
gencar-gencarnya melakukan sekulerisasi dan menjauhkan umat islam
dari pedoman hidup Alqiran dan Assunnah beberapa ulama dan tokoh
islam muncul ke permukaan untuk menuntut umat islam. Para ulama
dan tokoh tersebut menyusun, mengajarkan dan mempopulerkan
metode-metode baru untuk memberantas buta huruf Al-Qur’an. Mereka
memunculkan beberapa metode baru sebagai panduan agar umat islam
mampu menguasai baca tulis alquran secara cepat dan benar. Lahirlah
metide Qiroati, Albarqi dan Iqro’ sebagai pionir gerakan baca tulis Al-
Qur’an mengantikan metode klasik Alqoidah Albagdadiyah.
Penemuan dan pengajaran metode-metode cepat dan tepat
mambaca Al-Qur’an tersebut telah mengentaskan ribuan, bahkan
ratusan ribu anak-anak dan pelajar dari penyakit buta Al-Qur’an.
Penemuan dan pengajaran metode-metode cepat baca tulis Al-
Qur’an tersebut kemudian disusul oleh gerakan TPA/TPQ atau Taman
Pendidikan Al-Qur’an di masjid-masjid, mushola-mushola, dan
madrasah-madrasah dihampir seluruh penjuru dunia. Atas karunia allah
semata gerakan TPA/TPQ sukses mengantarkan jutaan anak-anak dan
pelajar muslim di Indonesia dari buta huruf Al-Qur’an. Kemudian

63
dilanjutkan oleh para pendidik islam dengan menemukan metode-
metode cepat baca tulis Al-Qur’an untuk kalangan dewasa dan orang
tua yang sibuk beraktivitas. Maka lahirlah metode Tsaqifa, An-nur,
Asy-syafii, syabana dan yang lainnya pada dekade 90-an. Ribuan
ratusan ribu bahkan jutaan berhasil membaca Al-Qur’an melalui
wasilah metode-metode tersebut.
Sekitar tahun 2000-an, umat islam Indonesia semakin dekat dan
akrab dengan Al-Qur’an. Kebutuhan umat islam terhadap Al-Qur’an
meningkat pesat. Maka gerakan penertiban mushaf Al-Qur’an, mushaf
Al-Qur’an dan terjemah, serta buku tafsir Al-Qur’an punmenemukan
momentumnya ditengah masyarakat penerbit-penerbit islam dan
penerbit-penerbit umum berlomba-lomba menerbitkan jutaan mushaf
alquran, mushaf Alquran dan terjemahnya, serta tafsir Alquran.
Sambutan dan kerinduan umat islam Indonesia terhadap alquran
ternyata tidak berhenti sampai disana, Alhamdulillah. Fenomena positif
tersebut selama sepuluh tahun terakhir ini diikuti oleh semarak
kegiatan tahfidz, yaitu menghafal Alquran. Jika seebelum tahun 2000-
an kegiatan tahfidz Alquran menjadi ciri khas pondok-pondok
pesantren tahfidz, maka mulai tahun 2000-an ke atas gerakan tahfidz
Alquran mulai menjamur kepada hampir semua kalangan umat islam.
Ya, gerakan menghafal Alquran telah menjadifenomena positif
baru pada dekade pertama dan kedua abad 21ini. Bukti-bukti dari hal
itu sangat banyak diantaranya:
1. Tahfidz Alquran menjadi mata pelajaran wajib di sekolah-sekolah
islam terpadu, baik SDIT, SMPIT, maupun SMAIT.
2. Tahfidz Alquran menjadi mata pelajaran wajib di perguruan-
perguruan tinggi islam, baik perguruan tinggi negeri maupun
perguruan tinggi swasta.
3. Tahfidz Alquran menjadi mata pelajaran wajib di pondok-pondok
pesantren umum, selain pondok pesantren khusus tahfidz Alquran.
4. Tahfidz Alquran menjadi mata pelajaran wajib di madrasah-madrasah
diniyah.

64
5. pondok-pondok pesantren khusus tahfidz Alquran semakin bayak
didirikan di berbagai daerah.
6. setiap tahun musabaqoh tahfidz alquran semakin bayak diadakan,
baik dalam level kecamatan, kabupaten, provinsi maupun nasional.
Jumlah para peserta lomba tahfiz setiap tahun mengalami
peningkatan.
7. Tahfidz Alquran menjadi menu wajib pembinaan pada sebagaian
halaqoh-halaqoh taklim di kota-kota besar dan kampus-kampus.
8. buku-buku tentang metode dan panduan menghafal Alquran semakin
banyak beredar di tengah masyarakat, baik karyapara penulis
Indonesia sendiri maupun terjemah dairi karya para ulama timur
tengah.
9. bedah buku, pelatihan, seminar, dan workshop tentang menghafal
Alquran semakin marak ditengah masyarakat. Penyelengaraanya
beragam, mulai dari pengurus (takmir) masjid, sekolah islam,
perkantoran swasta, hingga instansi pemerintahan.
10. beberapa perguruan tinggi islam, perguruan tinggi umum negeri
maupun perguruan tinggi swasta memberikan beasiswa pendidikan
bagi para penghafal alquran.
11. para penghafal Alquran semakin mendapatkan tempat di tengah
masyarakat muslim. Kemuliaan dan peran vital mereka semakin di
apresiasikan oleh kaum muslimin. Para penghafal Alquran diangkat
menjadi imam tetap di masjid-masjid raya, khususnya di wilayah
perkotaan dan perkantoran.
12. tahfidz alquran dan panduan tahfidz alquran menjadi bagian dari
acara siaran rohani di berbagai setasiun TV umum di tanah air.
13. berbagai setasiun Tv islam menepetken tilawah murottal Alquran para
hafidz internasional dan nasional sebagai menu utama mereka,
mdengan presentasi yang sangat besar.
14. hafalan Alquran dan bacaan murottal para imam masjid timur tengah
yangdiakui keakuratan hafalanya dan keindahan suaranya disetel oleh
ribuan umat islam, melalui handpone, laptop, computer, VCD/DVD
player, dan perangkat-perangkat lainya.

65
Inilah sebagaian yang indikasi dari semarak gerakan menghafal
Alquran ditanah air khususnya selama satu dekade terakhir, fenomena
positif yang menjadi trend baru umat islam ditanah air ini sejatinya
adalah kelanjutan dari fenomena serupa yang telah lebih dahulu marak
diarab Saudi, mesir, kuait, palestina, dan Negara-negara arab lainya.
Para penghafal quran berusia balita dikawasan timur tengah menjadi
semangat membara halaqoh halaqoh tahfidz alquran untuk anak-anak
di mesjid-mesjid, sekolah-sekolah islam terpadu dan pondok pesantren
di Indonesia.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan kualitatif dengan menggunakan
metode pendekatan teoretisasi data (grounded theory). Menurut Strauss
dan Corbin (2003) pendekatan teoretisasi data (grounded theory) ialah

66
metode penelitian kualitatif yang menggunakan sejumlah prosedur
sistematis guna mengembangkan teori grounded, yang disusun secara
induktif, tentang suatu fenomena. Temuan penelitiannya merupakan
rumusan teori tentang realitas yang diteliti, bukan sekedar sederet
angka atau sekedar tema yang kurang berkaitan. Melalui metodologi
ini, tidak hanya dihasilkan konsep – konsep dan hubungan antar
konsep, namun juga dilakukan pengujian sementara terhadap konsep
ini. Tujuan metode teoretisasi data (grounded theory) adalah menyusun
teori yang sesuai dengan dan menjelaskan tentang bidang yang diteliti.
Pendekatan teoretisasi data (grounded theory) memberikan kontribusi
antara lain: (a) perlunya memasuki lapangan jika ingin mengetahui apa
yang terjadi, (b) pentingnya teori, yang berdasrkan kenyataan, bagi
pengembangan suatu disiplin, (c) sifat terus berlanjut pengalaman masa
lalu ke masa kini, (d) peranan aktif manusia dalam membentuk dunia
yang mereka tempati, (e) penekanan pada proses dan perubahan,
keragaman serta kompleksitas hidup, (f) hubungan timbal balik antara
kondisi, makna, dan tindakan. Komponen penting lainnya dalam
metode teoretisasi data ialah kreativitas. Prosedur ini mengharuskan
peneliti untuk menguraikan beberapa asumsi dan menciptakan
susunannya yang baru. Kreativitas mewujud pada kemampuan peneliti
dalam menyebutkan kategori dengan tepat dan dalam menimbulkan
asosiasi bebas yang diperlukan untuk mendapatkan pertanyaan –
pertanyaan pancingan dan untuk melakukan pembandingan agar
memperoleh temuan. Dengan pembandingan tersebut, peneliti menjadi
peka, sehingga mampu mengenali kategori – kategori yang potensial
dan mengidenfikasi kondisi serta konsekuensi yang releven bila
keduanya muncul pada data. Karena untuk menyusun teori yang efektif
diperlukan kreativitas, peneliti harus selalu menetapkan kategori dan
hubungan antar ketegori secara kreatif melalui seluruh proses
penelitian. (2003: 15)

67
B. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan fokus yang telah ditetapkan, maka penelitian ini
akan di lakukan di beberapa Pesantren Tahfidz Al-Qur’an, Di
antaranya PonPes Tahfidz Al-Qur’an krapyak Jogjakarta, PonPes
Tahfidz Al-Qur’an yamba’u kudus dan Ponpes Tahfidz alqur’an
sulaymania alasan:
a. Kedua Pondok ini Ponpes tahfidz Al-Qur’an Krapyak Jogjakarta dan
ponpes yamba’u kudus adalah salah satu Ponpes tahfidz tertua di
Indonesia
b. Ponpes tahfidz sulaimaniyah adalah salah satu pondok yang
mengadopsi dari turkey yang di kembangkan di Indonesia yang
menggunakan dan mengembangkan model pembelajaran tahfidz Al-
Qur’an dengan metode yang berbeda.
c. Kedua pesantren ini sudah menunjukan keberhasilannya ditandai
dengan banyaknya alumni nya yang mendirikan pesantren dengan
metode yang sama
d. Ponpes sulaymaniya ini sudah memiliki 34 cabang diseluruh
Indonesia memunjukan animo mayarakat yang begitu kuat
e. Kedua Ponpes ini memiliki sarana dan prasarana yang menunjang
serta pembelajaran tahfidz yang menunjukan keberhasilan peserta
didik atau santri.
f. Tenaga pendidiknya memiliki sanad yang bersambung pada
rasullallah SAW.

C. Bentuk dan Strategi Penelitian


Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini yang
menekankan pada fenomena – fenomena maka bentuk penelitian dan
strategi yang terbaik adalah penelitian kualitatif eksplanatif. Karena
Penelitian jenis ini bersifat menerangkan, yaitu penelitian yang dapat
dilakukan kalau pengetahuan tentang masalahnya sudah cukup, artinya
sudah ada beberapa teori tertentu dan sudah ada berbagai penelitian
empiris yang menguji berbagai hipotesa tertentu sehingga terkumpul
berbagai generalisasi empiris. Tujuan penelitian kualitatif eksplanatif

68
menguji berbagai hipotesa tertentu dengan maksud membenarkan atau
memperkuat hipotesa itu, mencari sebab musabab dari suatu gejala dan
menentukan sifat dari hubungan antara satu atau lebih gejala atau
variabel terikat dengan satu atau lebih variabel bebas. 35
Strategi penelitian adalah studi kasus. Hal ini dipilih karena
penelitian telah dibentuk variabel pokok yang akan dijadikan pusat
kajian. Adapun pusat kajian itu adalah tentang Pengembangan
Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an di Pondok Pesantren di
Indonesia.

D. Kegiatan Penelitian
Menurut Moleong (2002), kegiatan kualitatif meliputi 3 tahap
yaitu: (1) pra-lapangan, (2) kegiatan lapangan, (3) analisis intensif.
Tahap pra-lapangan meliputi menyusun persiapan, mengurus perizinan,
menjajaki dan menilai keadaan lapangan, menjajaki informasi,
menyiapkan perlengkapan penelitian, menjajaki etika. Tahap kegiatan
lapangan meliputi: Memahami latar penelitian dan persiapan diri,
memasuki lapangan, berperan serta sambil mengumpulkan data. Tahap
analisis intensif adalah pengorganisasian dan mengurutan data ke
dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan pola hubungan.

E. Prosedur Penelitian
Kegiatan penelitian ini seluruhnya meliputi

1. Persiapan
a. Mengurus perizinan.
b. Observasi awal di lokasi, untuk memperoleh informasi yang
tepat.
c. Menyusun desain penelitian dan merencanakan jadwal
penelitian serta menyusun instrument penelitian.

35
yhoen-yulia.blogspot.com

69
2. Mengumpulkan Data
a. Mengumpulakn data di lokasi dengan melakukan
observasi,wawancara, analisis dokumen dan menyebarkan
kuesioner.
b. Membuat deskripsi dan refleksi data.
c. Menentukan strategi mengumpulkan data berikutnya serta
mempersiapkan analisis dokumen awal.
d. Melanjutkan pengumpulan data yang telah terfokus.
e. Mereduksi data.

3. Menganalisis data
a. Melakukan analisis awal.
b. Menyajikan data dengan mengatur matrik bagi keperluan
analisis.
c. Melakukan analisis unit data dengan menyadur temuan analisis
untuk mengembangkan matriks selanjutnya.
d. Melakukan analisis antar unit untuk disatukan menjadi analisis
akhir.
e. Membuat kesimpulan sementara
f. Mengayaan dan pendalaman catatan, jika ada data yang kurang
lengkap.
g. Melakukan diskusi dengan orang lain guna menghindari dari
unsur subjektifitas.
h. Merumuskan kesimpulan akhir sebagai temuan penelitian.
i. Merumuskan implikasi kebijakan guna mengembangkan saran
laporan penelitian.

4. Penyusunan laporan penelitian


a. Menyusun laporan awal/sementara.
b. Review terhadap laporan penelitian.
c. Perbaikan laporan penelitian sementara.
d. Memperbanyak laporan.

70
F. Sumber Data
Untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan
permasalahan penelitian ini maka peneliti menentukan dahulu
informan yang berasal dari pihak internal Pondok Pesantren Tahfidz
Alqur’an krapyak, Pondok Pesantren yambu’u kudus jawa tengah dan
pondok pesantren tahfidz alqur’an sulaymaniyah, yang dinilai
kompeten dan memiliki banyak sumber informasi dalam proses
penelitian. Dalam proses pemilihan informan, peneliti membuat acuan
dan pertimbangan sebagai berikut:
1. Orang yang bersangkutan menguasai perkembangan
pembelajaran tahfidz Qur’an di pondok tersebut.
2. Orang yang bersangkutan memiliki pengalaman, pemahaman
sesuai dengan permasalahan yang sedang diteliti.
3. Orang yang bersangkutan sangat menguasai metode
pembelajaran tahfidz Qur’an di pondok tersebut.
4. Orang yang bersangkutan memiliki posisi jabatan penting
yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

Pengumpulan data berdasarkan tekniknya, yaitu melalui


wawancara, observasi, angket (kuesioner). studi kepustakaan atau
literature
1. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dengan
melakukan Tanya jawab atas pertanyaan yang berkaitan
dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
2. Observasi, yaitu melakukan pengamatan dengan melibatkan
diri dalam kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati
atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian.
3. Angket (Kuesioner), yaitu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.
4. Studi Kepustakaan dan literature yaitu teknik mengumpulkan
data yang dilakukan guna menghimpun informasi yang

71
relevan dengan topik masalah yang menjadi objek penelitian
dengan mencari literatur-literatur. 36

G. Tehnik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data secara holistik dan intregatif serta
releven dengan fokus dan tujuan penelitian, maka di dalam penelitian
ini digunakan tehnik pengumpulan data yaitu: (1) wawancara
mendalam, (2) observasi partisipan, (3) studi dokumentasi.

1. Wawancara Mendalam
Wawancara merupakan tehnik dalam penelitian ini, tehnik
wawancara digunakan untuk menangkap makna secara mendasar
dalam interaksi yang spesifik, tehnik wawancara yang digunakan
adalah tehnik wawancara semi structural. Esterberg (2002),
menyatakan wawancara semi structural seringkali disebut
wawancara mendalam (in-defth interviews), tidak seketat
wawancara stuktural. Tujuan wawancara semi structural adalah
untuk menggali sebuah topic secara terbuka dan memungkinkan
responden mengungkapkan pendapat dan ide mereka dengan kata –
kata sendiri.
Wawancara semi structural dipilih agar proses wawancara
dapat dilakukan secara lebih personal yang memungkinkan
diperoleh informasi sebanyak banyaknya. Wawancara semi
structural juga memungkinkan dicatat respon yang tampak selama
wawancara berlangsung. Apabila diperkenankan oleh informan dan
bila dibutuhkan, peneliti menggunakan alat bantu berupa buku
catatan, alat perekam, dan pengambilan foto.

2. Observasi Partisipan
Tehnik observasi partisipan digunakan untuk melengkapi
hasil wawancara yang diberikan oleh informan. Observasi partisipan
dilakukan dalam 3 tahap, dimulai dari observasi deskriptif secara
luas dengan melukiskan situasi sosial yang terjadi di pondok

36
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABETA,2012), hlm. 399.

72
pesantren yang akan di teliti. Selanjutnya dilakukan observasi
terfokus untuk menemukan katagori-katagori seperti aktivitas dan
kegiatan pembelajaran tahfidz yang dilakukan di lingkungan pondok
pesantren dan pola-pola perilaku pendukung pada akhirnya diadakan
penyempitan dengan melakukann observasi selektif dengan mencari
perbedaan diantara katagori-katagori, seperti aktivitas dan kegiatan
pola-pola perilaku dan hal-hal yang berkaitan dengan
pengembangan pembelajaran tahfidz Alqur’an para santri. Semua
hasil pengamatan dicatat sebagai pengamatan lapangan (field notes).

3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi dalam hal ini digunakan untuk
mengumpulkan data dari sumber-sumber seperti arsip, dokumen,
dan rekaman sumber informasi yang stabil, akurat dan dapat
dianalisis kembali serta merupakan pernyataan legal yang memenuhi
akuntabilitas. Dokumen-dokumen yang dianalis untuk menunjang,
pengembangan pembelajaran tahfidz Alqur’an mencakup: (1) data
santri, jumlah kelas, jumlah pendaftar pertahun, sarana dan
prasarana pendukung, buku mutabaah (buku laporan hapalan santri),
(2) data tenaga kependidikan, (3) kurikulum pelengkap, denah lokasi
dan fasilitas pendukung seperti (4) keorganisasian, (5) pedoman,
peraturan dan program kerja (6) proses belajar mengajar dan lainnya
sebagainnya.

H. Tehnik Cuplikan
Karena penelitian itu merupakan penelitian kualitatif, maka
tehnik cuplikan yang digunakan bersifat selektif dengan menggunakan
pertimbangan berdasarkan konsep teoritis yang digunakan,
keingintahuan pribadi, karekteristik empiris yang diarahkan bagi usaha
generalisasi teroritis untuk tehnik cuplikan yang digunakan adalah
tehnik purposive sampling. Sutopo (1999) teknik ini memungkinkan
peneliti memilih informan yang dipandang paling tahu dan dapat
dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Pemilihan

73
informan kemungkinan akan dapat berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data, disamping
untuk memperoleh kedalaman stadi dalam kontek tertentu.

I. Teknik Analisis Data


Walcott (2002) menyatakan “Analysis, used in this narrower
sense, follows standard procedures for observing measuring, and
communicating.” (analisis data adalah menguji data dengan
menggunakan prosedur yang standar dalam observasi, pengukuran, dan
berkomuikasi).
Proses analisis data yang digunakan peneliti mengikuti analsis
data yang dikemukakan oleh Miles & Huberman. Menurut Miles dan
Huberman (2004). Setelah data terkumpul dilakukan analisis data
dengan cara mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan
sekeligus verifikasi. Reduksi data adalah proses menyeleksi
memfokuskan, meyederhanakan, mengabstraksikan, dan
mentransformsikan data lapangan. Reduksi data ini dilakukan secara
terus menerus selama penelitian dilakukan. Penyajian data merupakan
penyampaian sekumpulan informasi agar dapat ditarik kesimpulan.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi merupakan dua kegiatan yang
tidak dapat dipisahkan. Analisis data model Miles dan Huberman ini
dapat dilihat pada gambar berikut ini. 37

Pengumpulan data

Penyajian data

Reduksi data
37
Miles dan Huberman. Qualitative Data Analysis, (London; Sage publication, 1994),
hlm.10.

74
Penarikan kesimpulan
& Verifikasi

J. Keabsahan Data
Pengecekan keabsahan data pada dasarnya merupakan bagian
yang sangat penting dan tidak terpisahkan dari penelitian kualitatif.
Menurut moleong (2002), Pelaksanaan pengecekan keabsahan data
didasarkan pada tempat kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibility),
keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan
kepastian (confirmatibility).

1. Kredibilitas
Peneliti sebagai instrument sangat dimungkinkan terjadi
kecondongan prasangka (bias). Untuk menghindari hal tersebut, data
yang diperoleh perlu diuji kredibilitasnya (derajat kepercayaan).
Pengecekan kredibiltas atau derajat kepercayaan data perlu
diperlukan untuk membuktikan sesuatu yang diamati oleh peneliti
benar – benar telah sesuai dengan keadaan dilapangan. Derajat
kepercyaan data dalam penelitian kualitatif menurut Wolcott terletak
pada prosedur yang digunakan. Ia menyatakan “The reability (in
any sanse of the word) of such procedures deerivers from the
standard dezation of procedures, not their rightness or wrongness,
nor even their appropriateness.” Suatu relibilitas (dalam beberapa
kata) menggunakan prosedur yang telah berstandar, bukan pada
kebenaran, kesalahan atau bahkan kecocokannya.
Untuk memperoleh kepercayaan data, peneliti menggunakan
teknik pengecekan data melalui, (1) triagulasi (triangulation)
sumber data, dan metode peneliti, (2) konfirmasi data pada
informan.

75
2. Transferabilitas
Transferabilitas atau keteralihan dalam penelitian kualitatif
dapat dicapai dengan cara “uraian rinci”. Untuk kepentingan ini
peneliti berusaha melaporkan hasil penelitiannya secara rinci.
Uraian laporan diusahakan dapat mengungkap secara khusus segala
yang diperlukan oleh pembaca, agar para pembaca dapat memahami
temuan – temuan yang diperoleh.

3. Depandabilitas
Depandabilitas atau ketergantungan dilakukan untuk
menanggulangi kesalahan – kesalahan dalam konseptualisasi
rencana penelitian, pengumpulan dana, interpretasi temuan, dan
pelaporan hasil penelitian. Untuk itu diperlukan dependent auditor.
Sebagai dependent auditor dalam penelitian ini adalah para
pembimbing.

4. Konfirmabilitas
Konfirmabilitas atau kepastian dan diperlakukan untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh obyektif atau tidak. Hal ini
bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan,
pendapat, dan penemuan seseorang.

76
DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung. Penerbit


Alfabeta.

Ramayulis. 2018. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kalam Mulia.

Sanjaya, Wina. 2016. Strategi Pembelajaran. Jakarta. Prenamedia Group.

Arsyad, Azhar. 2017. Media Pembelajaran. Jakarta. PT RajaGrafindo


Persada.

Syafaruddin. 2008. Efektifitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta. Rineka


Cipta.

Dimyati & Mudjiono. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. Rineka


Cipta.

Surachim, Ahim. 2016. Efektifitas Pembelajaran. Bandung. Penerbit


Alfabeta

Mas Ghufron, Fadhil. 2018. Sekolah Menyenangkan. Jakarta. Yayasan


Bhakti Suratto.

Bobbi De Porter & Mike Hernacki. 2013. Quantum Learning. Bandung.


Kaifa Learning

Al-Hilali, Majdi. 2008. Power Of The Qur’an. Jakarta. Maghfirah Pustaka

Alamsyah Said & Andi Budimanjaya. 2016. 95 Strategi Mengajar.


Jakarta. Kencana.

Herwibowo, Bobby. 2012. Kauny Quantum Memory. Jakarta Selatan.


Zaytuna.

H.A Fauzan Yayan, Masagus. 2015. Quantum Tahfidz. Jakarta. Penerbit


Erlangga.

An-Nawawi. 2014. Adab Menghafal Al quran. Solo. Al Qowam

Salafuddin. 2018. Ngaji Metal. Jakarta Selatan, Wali Pustaka.

Abu Ammar & Abu Fatiah Al-Adnani. 2018. Negeri Negeri Penghafal
Al-Qur’an. Solo. Al-Wafi.

Fathin Masyhud & Ida Husnur Rahmawati. 2016. Rahasia Sukses 3


Hafizh Qur’an Cilik Mengguncang Dunia. Jakarta Timur. Zikrul
Hakim.

77
Ubaid Al-HAfizh, Majdi. 2014. 9 Langkah Mudah Menghafal Al-Qur’an.
Solo. Aqwam.

Tanzil Khairul Akbar & Ardi Gunawan. 2018. Menghafal Dengan Otak
Kanan. Jakarta. PT Alex Media Kumpotindo.

Daim Al-Kahil, Abdul. 2011. Menghafal Al-Quran Tanpa Guru.


Surakarta. Mumtaza.

Qosim, Amjad. 2008. Hafal Al-Quran Dalam Sebulan. Solo. Qiblat Press.

Tim Yayasan Muntada Islami. 2017. Panduan Mengelola Sekolah


Tahfidz. Sukoharjo. Al-Qowam.

Kamil El-Laboody. 2018. Materi Pelatihan Tahfidz Balita Metode Tabarok.

78

Anda mungkin juga menyukai