Anda di halaman 1dari 3

PTAYQ

Pondok pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus sebagai salah satu lembaga pendidikan


bagi penghafal al-Qur’an di Indonesia, sudahlah tidak asing lagi. Nama besar pendiri
pondok tersebut yaitu KH Arwani Amin, sudah sangat masyhur. Apalagi selain
sebagai ahli al-Qur’an, ia juga dikenalseorang mursyid Thariqoh Naqsabandiyyah
Kholidiyyah Kwanaran Kudus.

Yanbu’ul Qur’an sendiri adalah salah satu dari pesantren untuk mengahafal al-
Qur’an yang ada di Negeri ini. Namun pesantren yang mendidik anak-anak untuk
menghafal al-Qur’an, tidaklah banyak. Yanbu’ul Qur’an adalah salah satu pesantren
yang tidak hanya memberikan ruang untuk menghafal al-Qur’an bagi orang dewasa
saja, tetapi juga untuk anak-anak.

Keberadaan pondok Yanbu’ul Qur’an sebagai wadah menghafal al-Qur’an bagi anak-
anak, terbilang sangat menarik dan layak mendapatkan perhatian tersendiri. Sebuah
prestasi yang sangat luar biasa, karena tidak banyak lembaga pendidikan yang
mengkhususkan pendidikan untuk menyiapkan anak-anak untuk menghafal al-
Qur’an di negeri ini.

Ide Awal

Dari manakah ide untuk mendirikan pondok tahfidz (untuk menghafal) al-Qur’an
untuk anak-anak?

Ini bermula ketika KH Mc. Ulinnuha Arwani (putera KH Arwani Amin) pergi haji. Di
sana, beliau mendapati sebuah lembaga pendidikan untuk menghafal al-Qur’an
untuk anak-anak. Beliau sangat tertarik melihatnya dan tergerak untuk
menerapkannya di pondok Yanbu’ul Qur’an yang telah dirintis oleh Ayahandanya;
KH Arwani Amin.

Hal lain yang melatari pendirian pondok tahfidz Yanbu'ul Qur'an Anak-Anak, adalah
adanya keinginan masyarakat Kudus pada lembaga pendidikan yang mampu
menampung dan memberikan pendidikan lanjutan bagi anak-anak mereka yang
telah menyelesaikan pendidikan Al Qur'an di pondok Manba'ul Hisan Sedayu, Gresik,
Jawa Timur.
Keinginan masyarakat tersebut disampaikan kepada para pengurus/ pengasuh
pondok Yanbu'ul Qur'an, yang memang lebih mengkhususkan pada pendidikan  Al
Qur'an, khususnya tahfidz (menghafal) Al-Qur’an.

Keinginan masyarakat itu pun laksana gayung bersambut. KH. Mc. Ulinnuha atas
nama pengurus pondok Yanbu'ul Qur'an merespon positif keinginan masyarakat.
Maka dengan dibantu para Ulama' dan agniya di kota Kudus, didirikanlah lembaga
Pendidikan Al Qur'an sebagai lanjutan pendidikan pra sekolah pada tahun 1986.

Berawal dari lima orang wali santri dari asuhan pondok anak-anak Gresik Jawa
Timur yang berniat meneruskan pelajaran pengembangan baca al-Qur’an, KH. Mc.
Ulinnuha Arwani pun menampung 6 santri tamatan pondok anak-anak Manba'ul
Hisan Gresik sebagai “bibit” santri pondok tahfdih Yanbu’ul Qur’an anak-anak Kudus.

Untuk menunjang kegiatan belajar anak-anak tersebut, dibangunlah dua kamar


santri di komplek Pondok Thoriqoh di Desa Kwanaran pada tahun 1986. Tiga tahun
kemudian, disiapkan pembangunan di tanah seluas + 6000 m2 dari wakaf muslimin
dan muslimat yang berlokasi di Desa Krandon.

Setahun kemudian, sewaktu KH. Mc. Ulinnuha pulang dari menunaikan ibadah haji,
beliau menginginkan agar santri-santri Pondok tersebut menghafal Al-Qur’an 30 juz
sebagaimana pondok tahfidh Al-Qur’an yang beliau temui di Makkah, setelah
sebelumnya bermusyawarah dengan adiknya; KH. M. Ulil Albab.

Semakin lama, perkembangan pondok tahfidz anak-anak Yanbu’ul Qur’an semakin


pesat. Pondok ini telah meluluskan ratusan penghafal al-Qur’an, yang tak sedikit
diantaranya melanjutkan ke perguruan tinggi/universitas baik di dalam negeri
maupun luar negeri seperti Malaysia, Ummul Qurra Makkah dan Al-Azhar (Mesir).

Metode

Mengajar anak-anak menghafal al-Qur’an tentu bukan hal mudah. Butuh kesabaran
dan ketelitian ekstra dari para asatidz (guru-guru) sehingga pelajaran bisa diterima
anak didik dengan baik, karena santri di pondok tahfidz anak-anak yanbu’ul qur’an
ini usianya antara 6-12 tahun. 
Para santri tidak sekedar diharuskan hafal al-Qur’an, tetapi harus memahami tajwid
beserta kandungan maknanya agar bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Nah, diwajibkannya santri tinggal di dalam pondok adalah untuk memudahkan
asatidz dalam membimbing para santri para santri tersebut.

Metode apakah yang digunakan asatidz dalam membimbing santri untuk menghafal
al-Qur’an?

Dalam hal ini, Yanbu’ul Qur’an menerapkan beberapa metode bagi anak (santri)
dalam menghafal al-Qur’an. Yaitu metode musyafahah (face to face), metode
resitasi, metode takrir, mudarrosah,  dan metode test.

Berbagai metode ini, adalah dalam rangka mencapai tujuan terlaksananya


pembelajaran al-Qur’an dan menghafal al-Qur’an yang sistematis dan terprogram.
Program pembelajaran dan menghafal al-Qur’an yang memang secara ketat
diberlakukan itu, akhirnya membuahkan hasil. Selain ratusan hafidz (penghafal al-
Qur’an) yang telah lulus, banyak para alumninya yang mendapatkan beasiswa
belajar dari berbagai perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri.

Selain itu, beberapa di antaranya mendapatkan hadiah dari pemerintah berupa


umroh ke tanah suci Makkah. Hadiah umroh gratis dari Hai’ah Ighotsan Al-
Islamiyyah atas prestasi dan kesungguhan dalam menghafal al-Qur’an itu
diantaranya diterima oleh santri asal Cirebon Mudzakir Amin pada tahun 2003 atas
keberhasilannya menghafal al-Qur’an dalam waktu Cuma 2 tahun 10 bulan dan
Sholihin Hidayat, santri asal Pati, pada tahun 2004, atas keberhasilannya menghafal
al-Qur’an dalam waktu 2 tahun 6 bulan.

Keberhasilan demi keberhasilan dan prestasi yang diraih oleh santri-santri pondoh
tahfidz anak-anak yanbu’ul qur’an ini, tentunya tidak terlepas dari upaya para kyai
dan agniya yang memprakarsasi berdirinya pondok tersebut.

KH. Mc. Ulinnuha didampingi adiknya, KH. Ulil Albab Arwani, layak mendapatkan


apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas kiprahnya mendidik anak bangsa dalam
rangka menyiapkan generasi yang cerdas dan berakhlakul karimah. Semoga amal
baik beliau diterima dan mendapatkan ridlo-Nya.

Anda mungkin juga menyukai