Anda di halaman 1dari 10

1.

Jelaskan hakikat manusia menurut QS Al-Mukminun (23): 12-24, QS As-Sajdah


(32):7, QS At-Tin (95):4, QS. Asy-Syam (91):8, QS. Faathir (35:11) dan
hubungannya dengan QS. Adz-Dzaariyaat (51):56. 

 Dari pembahasan Q.S. al-Mu’minūn/ 23: 12-14 melalui analisis tahlili


menjelaskan bahwa proses penciptaan manusia diawali dari saripati makanan
yang dikonsumsi yang bersumber dari tanah kemudian dijadikan nutfah yang
bercampur (nuṭfah amsyāj) yang disimpan dalam tempat yang kokoh yakni
rahim yang memiliki struktur yang mampu melindungi janin. Kemudian
nutfah yang bercampur itu dijadikan segumpal darah yang mirip kecebong
yang menempel pada dinding rahim, lalu segumpal darah itu dijadikan
segumpal daging yang ukurannya kecil sehingga bisa dikunyah, dan segumpal
daging itu dijadikan tulang belulang lengkap dengan urat-urat syarafnya, lalu
tulang belulang itu dibungkus dengan daging, kemudian disempurnakan
penciptaannya dengan ditiupkan roh ke dalamnya sehingga menjadi makhluk
yang berbentuk lain yakni manusia yang memiliki karakterkarakter istimewa
dibanding makhluk yang lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik dari para pencipta yang lain.
 QS As-Sajdah (32):7 ; Ayat ini menjelaskan bahwa manusia terbuat dari tanah
diciptakan dengan sebaik-baiknya.
 QS At-Tiin (95) : 4; Ayat ini menjelaskan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling baik dan rupa yang
paling sempurna, tegak jalannya dan sempurna, lagi baik semua anggota
tubuhnya.
 QS Asy-Syam (91) : 8; Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menerangkan
kepadanya jalan kefasikan dan ketakwaan, kemudian memberinya petunjuk.
 QS Faathir (35) : 11, Ayat ini menjelaskan bahwa Allah menciptakan kamu
dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu
berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun
mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-
Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang
dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab
(Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.

Menurut quran surah tersebut di atas menjelaskan bahwa hakikat manusia yaitu:
a. sebagai bani adam
Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam agar tidak terjadi
kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil evolusi kera sebagaimana yang
disebutkan oleh Charles Darwin. Islam memandang manusia sebagai bani Adam
untuk menghormati nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat.
Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan dalam
al- Qur’an yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan bukan
berasal dari hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh
Charles Darwin. Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan kepada
nilainilai kemanusiaan. Konsep ini menitikbertakan pembinaan hubungan
persaudaraan antar sesama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia
berasal dari keturunan yang sama. Dengan demikian manusia dengan latar
belakang sosia kultural, agama, bangsa dan bahasa yang berbeda tetaplah bernilai
sama, dan harus diperlakukan dengan sama. Dalam surah al- A’raf dijelaskan:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah
yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan
Allah, semoga mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, …” (QS
: 7; 26-27).
b. sebagai al-insan
Tidak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur’an manusia juga disebut sebagai
Al insan merujuk pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan
serta kemampuannya untuk berbicara dan melakukan hal lainnya. Manusia disebut
al- insan dalam al- Qur’an mengacu pada potensi yang diberikan Tuhan
kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara (QS:55:4),
kemampuan menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu (QS:6:4-5), dan
lain-lain. Namun selain memiliki potensi positif ini, manusia sebagai al- insan
juga mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa). Misalnya dijelaskan
dalam surah Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat,
kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi
tidak berterima kasih.” (QS: 11:9).
c. sebagai al-nas
alam al- Qur’an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al nas dalam Alquran
cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya dengan manusia
lain atau dalam masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu
pengetahuan, adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan
manusia lainnya.
d. sebagai hamba Allah
Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT. Sebagai
seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara
menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai hamba
Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku Pencipta karena
adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan.9 Bentuk pengabdian
manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan
saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan hati, seperti yang diperintahkan
dalam surah Bayyinah: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang
lurus …,” (QS:98:5). Dalam surah adz- Dzariyat Allah menjelaskan: “Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.”
(QS51:56). Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah akan menjadi
manusia yang taat, patuh dan mampu melakoni perannya sebagai hamba yang
hanya mengharapkan ridha Allah.
e. sebagai Khalifah Allah
Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada hakikatnya,
manusia diciptakan oleh Allah SWt sebagai khlaifah atau pemimpin di muka
bumi. Hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi dijelaskan dalam surah
alBaqarah ayat 30: “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS:2: 30), dan
surah Shad ayat 26,“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. …” (QS:38:26). Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa
sebutan khalifah itu merupakan anugerah dari Allah kepada manusia, dan
selanjutnya manusia diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut
sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan.10 Sebagai khalifah di bumi
manusia mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk
memenuhi Kebutuhan hidupnya sekaligus bertanggung jawab terhadap kelestarian
alam ini. seperti dijelaskan dalam surah al- Jumu’ah, “Maka apabila telah selesai
shalat, hendaklah kamu bertebaran di muka bumi ini dan carilah karunia Allah,
dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS: 62: 10),
selanjutnya dalam surah AlBaqarah disebutkan: “Makan dan minumlah kamu dari
rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu berbuat bencana
di atas bumi.” (QS: 2 : 60).

Hubungannya dengan QS. Adz-Dzariyaat adalah :


a. tujuan utama allah SWT menciptakan manusia adalah agar manusia dapat
menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Tugas utama manusia
adalah beribadah dan menyembah Allah SWt, menjalani perintahnya serta
menjauhi larangannya. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT
berikut ini ;
b. “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah Aku.” (QS Adz Zariyat :56).

Sumber : Khasinah Siti, Hakikat Manusia Menurut Panangan Islam: Journal Ilmiah.
2013

2.  Tanggung Jawab manusia manjadi Khalifah di muka bumi berkaitan dengan


diberikannya akal yang mampu melahirkan berbagai ilmu pengetahuan.

Khalifah berasar dari kata khalafa yang berarti mengganti. Kata Khalifah secara
harfiyah berarti pengganti. Akar katanya adalah ‫ خلف‬artinya suatu yang ada
dibelakang. Khalifah diartikan pengganti karena ia menggantikan yang didepannya.
Didalam bahasa Arab, kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu” berarti Allah menjadi
pengganti bagimu sari orang tuaamu yang meninggal. Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah di bumi berarti Allah menyerahkan penglolahan dan pemakmuran
bumi bukan secara mutlak kepada manusia. Kedudukan manussia sebagai khalifah
dengan arti ini dinyatakan Allah dalam surat al-Baqarah 2:30 di mana Allah
menjadikan bani Adam sebagai khalifah di muka bumi. Disamping arti ini khalifah
juga menunjukan arti pemimpin Negara atau kaum. Kata khalifah dengan arti
pemimpin terdapat antara laon dalam surat shad /38 :26 dimana Allah mengangkat
nabi Daud As sebagai khalifah di bumi untuk memimpin manusia dengan adil dengan
tidak mengikuti hawa nafsu. Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti
hanya bersedia mengabdi kepada Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah.
Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya.

Sumber : Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2011)
hal74-75

3. Hak manusia menurut panangan islam


Berkaitan dengan pertanyaan dari mana HAM berasal setidaknya ada dua pendekatan
yang mencoba menjawab pertanyaan ini. Pertama, Pemikiran yang mendasarkan
pandangannya pada ajaran agama atau merujuk pada nilai-nilai Ilahiah (wahyu Allah)
sebagai kekuatan yang mengatasi manusia dan keberadaannya tidak tergantung
kepada umat manusia. Agama-agama memberikan argumen yang sangat jelas bahwa
manusia berawal dan berakhir pada sang pencipta. Tidak ada satupun yang berhak
menguasai atau bertindak sewenang-wenang terhadap manusia. Oleh karena itu HAM
adalah anugerah Tuhan YME, maka perlindungan atas manusia merupakan bagian
tanggung jawab manusia terhadap Tuhan. Agama Islam menempatkan manusia pada
posisi kemuliaan yang sangat tinggi, kemuliaan itulah Islam melindungi jiwa manusia
dari ancaman sesamanya. Perlindungan tersebut bertujuan untuk menyelamatkan dan
memelihara eksistensi manusia. Sehingga, pembunuhan atas satu jiwa manusia, pada
hakikatnya sama seperti membunuh semua manusia. Dalam Islam misalnya dapat kita
temukan penjelasan Al-quran sebagai berikut: “Dan sesungguhnya kami telah
memuliakan keturunan Adam, dan kami angkat mereka di daratan dan di lautan.”
kami beri mereka rejeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah kami ciptakan.
(QS.17:70). Kedua, pemikiran yang tidak secara langsung mendasarkan diri pada
Agama karena pemikiran ini sangat beragam. Ada yang didasarkan pada suatu prinsip
bahwa agar manusia bisa hidup di bawah nilai kemanusiaan memerlukan syarat
objektif, yang bila syarat tersebut tidak terpenuhi maka nilai kemanusiaan akan hilang
dan manusia akan musnah. Dari berbagai penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa
keberadaan hak asasi tidak tergantung pada dan bukan berasal dari manusia,
melainkan berdasarkan dari instansi yang lebih tinggi dari manusia. Oleh karena itu,
HAM tidak bisa dicabut dan tidak bisa dibatalkan oleh hukum positif manapun.
Hukum positif harus diarahkan untuk mengadopsi dan tunduk pada HAM dan bila ada
yang bertentangan, maka hak asasi yang harus dimenangkan.

a. Bila bisa taat, lihatlah anugerah-Nya padamu, bukan melihat amalmu


b. Bila maksiat, segera bertaubat
c. Bila dapat nikmat, langsung syukuri, jangan ditunda.
d. Bila dapat cobaan, sabar dan ridha.

Sumber : YA Zein, Konsep Hak Asasi Manusia dalam Islam, E-Journals: 2015

4. status dan peran manusia berdasarkan tinjauan sosiologis dan psikologis

Sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang perilaku sosial manusia dan pola
interaksi dan pengaruh timbal balik antara individu dan kelompok dalam struktur
sosial, serta perubahan sosial.

Berdasarkan tinjauan sosiologis, status dan peran manusia yakni manusia


sebagai seorang individu selain merupakan hasil bentukan dari dirinya sendiri
adalah juga merupakan hasil bentukan dari lingkungan dan masyarakat
tempatnya berada. Terbentuknya sikap terbuka individu tidak hanya mempengaruhi
sikap dan juga perilakunya individunya sendiri tetapi juga dapat mempengaruhi sikap
dan perilaku oran lain. Selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan
makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan selalu membutuhkan manusia
lainnya.
Psikologi merupakan sutu imu yang mengkaji aspek-aspek kejiwaan seperti aspek
mental, emosional, dan karakteristik perilaku individu ataupun kelompok.

Berdasarkan tinjauan psikologis, status dan peran manusia dapat yakni


mengacu pada perilaku manusia merupakan perwujudan dari dorongan dalam
diri manusia. Perilaku manusia yang muncul baik untuk individunya sendiri maupun
terhadap kelompok merupakan cerminan kebutuhan manusia itu sendiri.

Jadi kesimpulannya, status dan peran manusia tidak dapat dilepaskan hakikat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri,
dimana bentukan kepribadian, mental dan perilaku tidak hanya terbentuk dengan
sendirinya tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan masyarakat sekitar. 
a. Struktur individu, yaitu segala ciri dan sifat kepribadian yang tetap. Sifat
tersebut bergantung pada struktur anatomis individu yang dipengaruhi oleh
keturunan seperti pemarah, cerdas dan lain-lain.
b. Temporer (keadaan sementara), yaitu suatu kondisi yang dialami oleh setiap
individu pada waktu tertentu. Stimulus makanan pada orang lapar, akan lain
dibandingkan dengan orang yang masih kenyang.
c. Aktivitas yang sedang berlangsung, yaitu aktivitas individu yang sedang
dalam keadaan mencapai tujuan. Stimulus yang mengganggu aktivitas yang
sedang berlangsung membuat individu akan melawan atau paling tidak akan
acuh. Akan tetapi jikalau stimulusnya sejalan dengan aktivitas yang sedang
berjalan, maka akan terjadi reaksi kompromi.
d. Respon atau reaksi. Terjadinya respon atau reaksi akan bergantung pada
stimulus itu sendiri,. Jika stimulusnya kuat, akan cepat memberi reaksi. Tetapi
jika stimulusnya lemah, akan lemah pula reaksinya.

Sumber: H. Mustafa. Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Sosial. Ristekdikti. 2011

5. peranan akal bagi manusia menurut al-quran


DalamAlquran, kata ‘aql (akal) tidak ditemukan dalam bentuk mashdarnya, yang ada
hanyalah dalam bentuk kata kerja, masa kini dan masa lampau. Secara bahasa, `aql
berarti tali pengikat, penghalang. Alquransendiri menggunakannya bagi sesuatu yang
mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan atau dosa. Dari
konteks ayat-ayat yang menggunakan kata `aql dapat dipahami bahwa ia antara lain
mencakup makna, pertama: Daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu,
sebagaimana firman-Nya yang artinya: Demikian itulah perumpamaan perumpamaan
yang Kami berikan kepada manusia, tetapi tidak ada yang memahaminya kecuali
orang-orang yang alim (berpengetahuan). (Q. S : al-`Ankabut : 43). Daya yang
dimiliki manusia dalam hal ini berbeda-beda. Hal ini diisyaratakan alQur`an antara
lain dalam ayat-ayat yang berbicara tentang kejadian langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang dan lain-lain. Ada yang dinyatakan sebagai buktibukti
keesaan Allah. Bagi orang-orang yang berakal, (Q. S. al-Baqarah: 164) dan ada juga
kata Ulil al-Bâb yang juga dengan makna sama, tetapi mengandung pengertian lebih
tajam dari sekedar memiliki pengetahuan.

Keanekaragaman akal dalam konteks menarik makna menyimpulkannya terlihat juga


dari penggunaan istilah-istilah seperti nazhara, tafakkur, tadabbur, dan sebagainya
yang semuanya mengandung makna mengantar kepada pengertian dan kemampuan
pemahaman. Kedua, Bermakna dorongan moral, sebagaimana firman-Nya yang
artinya : ... dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang
nampak atau tersembunyi dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
kecuali dengan sebab yang benar. Demikian itu diwasiatkan Tuhan kepadamu semoga
kamu memiliki dorongan moral untuk meninggalkannya. (Q. S. al-An`am: 151).
Ketiga, Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Untuk
maksud ini biasanya digunakan kata rusyd. Daya ini menggabungkan kedua daya di
atas, sehingga ia mengandung daya memahami, daya menganalisis dan
menyimpulkan serta dorongan moral yang disertai dengan kematangan berfikir.

Seseorang yang yang memiliki dorongan moral, boleh jadi tidak memiliki daya nalar
yang kuat dan boleh jadi pula seseorang yang memiliki daya pikir yang kuat, tidak
memiliki dorongan moral, tetapi seseorang yang memiliki rusyd, maka dia telah
menggabungkan kedua keistimewaan tersebut. Dari sini dapat dimengerti mengapa
penghuni neraka di hari kemudian berkata : “ Seandainya kami mendengar dan
berakal maka pasti Kami tidak termasuk penghuni neraka.” (Q. S: al-Mulk:10). Kata
al-`aql dalam Alquran juga bermakna intelellect. Dalam penggunaannya kata al-`aql
mengandung pengertian kemampuan berpikir atau menggunakan nalar. Kata ini telah
terserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu kata akal. Dalam perkembangannya orang
yang memiliki kemampuan berpikir dan nalar sangat tinggi, serta menguasasi suatu
pengetahuan tertentu secara sistematis lazim disebut pakar. Seorang pakar belum
tentu seorang sarjana. Kata intelektual yang artinya sebanding dengan ulu al-bâb
adalah orang yang memiliki dan menggunakan daya intelek (pikiran untuk bekerja
atau melakukan kegiatannya. Biasanya intelektual adalah orangyang berpendidikan
akademis.

Secara harfiah, intelektual adalah orang yang memiliki intelek yang kuat atau
intelegensi yang tinggi. Intelegensi adalah kemampuan kognitif atau kemampuan
memahami yang dimiliki seseorang untuk berfikir dan bertindak rasional atau
berdasar nalar. Kemampuan tersebut bisa diperoleh karena keturunan atau bakat yang
ada pada seseorang dari faktor biologisnya, tetapi bisa pula diperoleh sebagai hasil
pengalaman lingkungan dan sosialisasi berdasarkan penerimaan norma-norma yang
baik-buruk dan benar-salah menurut masyarakat.

Tinggginya kedudukan akal bagi manusia, menyebabkan pembahasan tentangnya


menjadi demikian komplit, rumit dan menarik. Tidak mengherankan jika kajian
tentang akal menjadi trending topik dalam banyak bidang keilmuan, seperti bidang
Pendidikan, Ushul Fiqh, Dakwah, Theologi dan Filsafat. Pembahasan-pembahasan
tersebut umumnya membahas tentang fungsi akal dalam kehidupan manusia dan
kaitannya dengan masingmasing bidang ilmu.Dalam kajian Theologi/Ilmu Kalam,
akal mendapatkan posisi tersendiri sehingga menjadi salah satu kajian menarik
terutama tentang fungsi dan kedudukannya. Bagi pengikut aliran Mu`tazilah dan
Syiah yang terkenal rasionalis, mereka memberikan posisi yang tinggi terhadap akal,
sementara bagi kaum Asy`ariyyah hanya memberikan porsi yang kecil tehadap akal.

Muhammad Abduh, memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal, sehingga akal
dalam pendapatnya memiliki kemampuan untuk:
a. Mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya
b. Mengetahui adanya hidup di akhirat
c. Mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal
Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada tidak
mengenal Tuhan dan pada perbuatan jahat.
d. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan.
e. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjauhi
perbuatan jahat untuk kebahagiaannya di akhirat.
f. Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akal merupakan salah satu potensi yang
dianugerahkan Allah kepada manusia yang digunakan sebagai daya untuk berfikir.
Akal merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh manusia yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain sehingga menjadikannya pantas menjadi khalifah. Dari
sejumlah ayat Alquran dapat dipahami bahwa, akal memiliki beberapa makna, antara
lain daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu, dorongan moral dan daya
untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Sementara dari dari sudut
pandang filsafat, terdapat beberapa klasifikasi terhadap akal,yaitu : Al-Uqul
alHayyulaniyyah, atau akal material, Al-Uqul bi al-Malakah, yaitu akal dalam
kapasitas, AlUqul bi al-fi’l yaitu akal dalam aktualitas dan Al-‘Aql al-Mustafad atau
akal perolehan.

Sumber : Arifin Zein, TAFSIR ALQURAN TENTANG AKAL (Sebuah Tinjauan Tematis) The
Interest Of Qur’an About The Acts (A Thematic’s Review). 2017.

Anda mungkin juga menyukai