Menurut quran surah tersebut di atas menjelaskan bahwa hakikat manusia yaitu:
a. sebagai bani adam
Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam agar tidak terjadi
kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil evolusi kera sebagaimana yang
disebutkan oleh Charles Darwin. Islam memandang manusia sebagai bani Adam
untuk menghormati nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat.
Sebutan manusia sebagai bani Adam merujuk kepada berbagai keterangan dalam
al- Qur’an yang menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan bukan
berasal dari hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan oleh
Charles Darwin. Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan kepada
nilainilai kemanusiaan. Konsep ini menitikbertakan pembinaan hubungan
persaudaraan antar sesama manusia dan menyatakan bahwa semua manusia
berasal dari keturunan yang sama. Dengan demikian manusia dengan latar
belakang sosia kultural, agama, bangsa dan bahasa yang berbeda tetaplah bernilai
sama, dan harus diperlakukan dengan sama. Dalam surah al- A’raf dijelaskan:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah
yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan
Allah, semoga mereka selalu ingat. Hai anak Adam janganlah kamu ditipu oleh
syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, …” (QS
: 7; 26-27).
b. sebagai al-insan
Tidak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur’an manusia juga disebut sebagai
Al insan merujuk pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan
serta kemampuannya untuk berbicara dan melakukan hal lainnya. Manusia disebut
al- insan dalam al- Qur’an mengacu pada potensi yang diberikan Tuhan
kepadanya. Potensi antara lain adalah kemampuan berbicara (QS:55:4),
kemampuan menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu (QS:6:4-5), dan
lain-lain. Namun selain memiliki potensi positif ini, manusia sebagai al- insan
juga mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa). Misalnya dijelaskan
dalam surah Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat,
kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia menjadi putus asa lagi
tidak berterima kasih.” (QS: 11:9).
c. sebagai al-nas
alam al- Qur’an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al nas dalam Alquran
cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya dengan manusia
lain atau dalam masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu
pengetahuan, adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan
manusia lainnya.
d. sebagai hamba Allah
Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT. Sebagai
seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara
menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai hamba
Allah, manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku Pencipta karena
adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan.9 Bentuk pengabdian
manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan
saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan hati, seperti yang diperintahkan
dalam surah Bayyinah: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang
lurus …,” (QS:98:5). Dalam surah adz- Dzariyat Allah menjelaskan: “Tidaklah
Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah Aku.”
(QS51:56). Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah akan menjadi
manusia yang taat, patuh dan mampu melakoni perannya sebagai hamba yang
hanya mengharapkan ridha Allah.
e. sebagai Khalifah Allah
Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada hakikatnya,
manusia diciptakan oleh Allah SWt sebagai khlaifah atau pemimpin di muka
bumi. Hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi dijelaskan dalam surah
alBaqarah ayat 30: “Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat:
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS:2: 30), dan
surah Shad ayat 26,“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu
dari jalan Allah. …” (QS:38:26). Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa
sebutan khalifah itu merupakan anugerah dari Allah kepada manusia, dan
selanjutnya manusia diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut
sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan.10 Sebagai khalifah di bumi
manusia mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk
memenuhi Kebutuhan hidupnya sekaligus bertanggung jawab terhadap kelestarian
alam ini. seperti dijelaskan dalam surah al- Jumu’ah, “Maka apabila telah selesai
shalat, hendaklah kamu bertebaran di muka bumi ini dan carilah karunia Allah,
dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS: 62: 10),
selanjutnya dalam surah AlBaqarah disebutkan: “Makan dan minumlah kamu dari
rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu berbuat bencana
di atas bumi.” (QS: 2 : 60).
Sumber : Khasinah Siti, Hakikat Manusia Menurut Panangan Islam: Journal Ilmiah.
2013
Khalifah berasar dari kata khalafa yang berarti mengganti. Kata Khalifah secara
harfiyah berarti pengganti. Akar katanya adalah خلفartinya suatu yang ada
dibelakang. Khalifah diartikan pengganti karena ia menggantikan yang didepannya.
Didalam bahasa Arab, kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu” berarti Allah menjadi
pengganti bagimu sari orang tuaamu yang meninggal. Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah di bumi berarti Allah menyerahkan penglolahan dan pemakmuran
bumi bukan secara mutlak kepada manusia. Kedudukan manussia sebagai khalifah
dengan arti ini dinyatakan Allah dalam surat al-Baqarah 2:30 di mana Allah
menjadikan bani Adam sebagai khalifah di muka bumi. Disamping arti ini khalifah
juga menunjukan arti pemimpin Negara atau kaum. Kata khalifah dengan arti
pemimpin terdapat antara laon dalam surat shad /38 :26 dimana Allah mengangkat
nabi Daud As sebagai khalifah di bumi untuk memimpin manusia dengan adil dengan
tidak mengikuti hawa nafsu. Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti
hanya bersedia mengabdi kepada Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah.
Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya.
Sumber : Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Tafsirnya,(Jakarta: Ikrar Mandiri Abadi, 2011)
hal74-75
Sumber : YA Zein, Konsep Hak Asasi Manusia dalam Islam, E-Journals: 2015
Sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang perilaku sosial manusia dan pola
interaksi dan pengaruh timbal balik antara individu dan kelompok dalam struktur
sosial, serta perubahan sosial.
Jadi kesimpulannya, status dan peran manusia tidak dapat dilepaskan hakikat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri,
dimana bentukan kepribadian, mental dan perilaku tidak hanya terbentuk dengan
sendirinya tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan dan masyarakat sekitar.
a. Struktur individu, yaitu segala ciri dan sifat kepribadian yang tetap. Sifat
tersebut bergantung pada struktur anatomis individu yang dipengaruhi oleh
keturunan seperti pemarah, cerdas dan lain-lain.
b. Temporer (keadaan sementara), yaitu suatu kondisi yang dialami oleh setiap
individu pada waktu tertentu. Stimulus makanan pada orang lapar, akan lain
dibandingkan dengan orang yang masih kenyang.
c. Aktivitas yang sedang berlangsung, yaitu aktivitas individu yang sedang
dalam keadaan mencapai tujuan. Stimulus yang mengganggu aktivitas yang
sedang berlangsung membuat individu akan melawan atau paling tidak akan
acuh. Akan tetapi jikalau stimulusnya sejalan dengan aktivitas yang sedang
berjalan, maka akan terjadi reaksi kompromi.
d. Respon atau reaksi. Terjadinya respon atau reaksi akan bergantung pada
stimulus itu sendiri,. Jika stimulusnya kuat, akan cepat memberi reaksi. Tetapi
jika stimulusnya lemah, akan lemah pula reaksinya.
Sumber: H. Mustafa. Perilaku Manusia Dalam Perspektif Psikologi Sosial. Ristekdikti. 2011
Seseorang yang yang memiliki dorongan moral, boleh jadi tidak memiliki daya nalar
yang kuat dan boleh jadi pula seseorang yang memiliki daya pikir yang kuat, tidak
memiliki dorongan moral, tetapi seseorang yang memiliki rusyd, maka dia telah
menggabungkan kedua keistimewaan tersebut. Dari sini dapat dimengerti mengapa
penghuni neraka di hari kemudian berkata : “ Seandainya kami mendengar dan
berakal maka pasti Kami tidak termasuk penghuni neraka.” (Q. S: al-Mulk:10). Kata
al-`aql dalam Alquran juga bermakna intelellect. Dalam penggunaannya kata al-`aql
mengandung pengertian kemampuan berpikir atau menggunakan nalar. Kata ini telah
terserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu kata akal. Dalam perkembangannya orang
yang memiliki kemampuan berpikir dan nalar sangat tinggi, serta menguasasi suatu
pengetahuan tertentu secara sistematis lazim disebut pakar. Seorang pakar belum
tentu seorang sarjana. Kata intelektual yang artinya sebanding dengan ulu al-bâb
adalah orang yang memiliki dan menggunakan daya intelek (pikiran untuk bekerja
atau melakukan kegiatannya. Biasanya intelektual adalah orangyang berpendidikan
akademis.
Secara harfiah, intelektual adalah orang yang memiliki intelek yang kuat atau
intelegensi yang tinggi. Intelegensi adalah kemampuan kognitif atau kemampuan
memahami yang dimiliki seseorang untuk berfikir dan bertindak rasional atau
berdasar nalar. Kemampuan tersebut bisa diperoleh karena keturunan atau bakat yang
ada pada seseorang dari faktor biologisnya, tetapi bisa pula diperoleh sebagai hasil
pengalaman lingkungan dan sosialisasi berdasarkan penerimaan norma-norma yang
baik-buruk dan benar-salah menurut masyarakat.
Muhammad Abduh, memberikan kedudukan yang tinggi terhadap akal, sehingga akal
dalam pendapatnya memiliki kemampuan untuk:
a. Mengetahui Tuhan dan sifat-sifat-Nya
b. Mengetahui adanya hidup di akhirat
c. Mengetahui bahwa kebahagiaan jiwa di akhirat bergantung pada mengenal
Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada tidak
mengenal Tuhan dan pada perbuatan jahat.
d. Mengetahui wajibnya manusia mengenal Tuhan.
e. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia menjauhi
perbuatan jahat untuk kebahagiaannya di akhirat.
f. Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban tersebut.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa akal merupakan salah satu potensi yang
dianugerahkan Allah kepada manusia yang digunakan sebagai daya untuk berfikir.
Akal merupakan salah satu keistimewaan yang dimiliki oleh manusia yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain sehingga menjadikannya pantas menjadi khalifah. Dari
sejumlah ayat Alquran dapat dipahami bahwa, akal memiliki beberapa makna, antara
lain daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu, dorongan moral dan daya
untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Sementara dari dari sudut
pandang filsafat, terdapat beberapa klasifikasi terhadap akal,yaitu : Al-Uqul
alHayyulaniyyah, atau akal material, Al-Uqul bi al-Malakah, yaitu akal dalam
kapasitas, AlUqul bi al-fi’l yaitu akal dalam aktualitas dan Al-‘Aql al-Mustafad atau
akal perolehan.
Sumber : Arifin Zein, TAFSIR ALQURAN TENTANG AKAL (Sebuah Tinjauan Tematis) The
Interest Of Qur’an About The Acts (A Thematic’s Review). 2017.