Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“ DYSPNEA “

WIWI YUNITA
P- 192523

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

POLITEKNIK SNDI KARSA MAKASSAR


JURUSAN D- III KEPERAWATAN
TAHUN 2020/2021
A. DEFINISI
Dyspnea atau sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan
aktivitas fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut
atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah “Shortness Of Breath”. Dyspnea atau
sesak nafas di bedakan menjadi 2 yaitu :

1. Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke
ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-paru dan
pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.

2. Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara.

B. ETIOLOGI

Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi
meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2
sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas.
Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun
pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasn maka ruang mati akan
meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan
terganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap compliance
paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka makinbesar gradien
tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan
paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya
adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan
yang sama.

C. PATOFISIOLOGI
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus
dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia.Unit fungsional dasar dari
hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri.Sering dengan
berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu.Gangguan terhadap
suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel
hepar.Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh
respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat.Oleh karenanya,
sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan
dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut
kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati.Walaupun jumlah billirubin
yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya
kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tersebut didalam hati.Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal
konjugasi.Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena
terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum
mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi
(bilirubin direk).Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat
(abolis).Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam
kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar
bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang
akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus.

D. MANIFESTASI KLINIK
Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang
pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada penyakit
kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada,
penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
Parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru tidak
menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit peradangan pada pleura
parietalis menimbulkan nyeri dada.
Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan.
Hal ini disebabkan oleh :
Stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink, Akumulasi sekret
pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma, tuberkulosis, dan pneumonia
merupakan penyakit dengan gejala batuk yang mencolok (Chandrasoma, 2006).
Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru. Sediaan
apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi. Pemeriksaan sitologi
untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi, dan sumber sputum dapat
diidentifikasi jenis penyakitnya.
Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah. Hemoptisis berulang
biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik, pneumonia, karsinoma bronkogenik,
tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru.
Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan kaki,
ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, dan ujung jari
menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker paru, penyakit
kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis adalah berubahnya
warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb terreduksi dalam kapiler (Price
dan Wilson, 2006).
Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan pendek, yang
merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas besar. Terdapat pada
pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis. Wheezing/ mengik berupa suara
kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara
cepat melewati saluran napas yang mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis
kronik, CPOD, penyakit jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan
menyeluruh. Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan
obstruksi parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang
inflamasi. Suara mirip ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan memantau analisa gas darah arteri
dan pemeriksaan diagnostik foto thorak, EKG

F. KOMPLIKASI
Dispnea dapat ditemukan pada penyakit kardiovaskuler, emboli paru, penyakit
paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru
(emfisema, bronkitis, asma), kecemasan. Sesak napas dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit seperti asma, penggumpalan darah pada paru – paru sampai pneumonia.
Sesak napas juga dapat disebabkan karena kehamilan (Price dan Wilson, 2006).
Dalam bentuk kronisnya, sesak napas atau dispnea merupakan suatu gejala penyakit –
penyakit seperti asma, emfisema, berupa penyakit paru – paru lain.

G. PENATALAKSANAAN
TERAPI DAN PENGOBATAN
- Oksigenasi
1) Penanganan Umum Dispnea
a) Memposisikan pasien pada posisi setengah duduk atau berbaring dengan
bantal yang tinggi.
b) Diberikan oksigen sebanyak 2-4 liter per menit tergantung derajat sesaknya.
c) Pengobatan selanjutnya diberikan sesuai dengan penyakit yang diderita.

2) Terapi Farmako
a) Olahraga teratur
b) Menghindari alergen
c) Terapi emosi

3) Farmako
a) Quick relief medicine
b) Pengobatan yang digunakan untuk merelaksasi otot-otot saluran pernapasan,
memudahkan pasien bernapas dan digunakan saat serangan datang. Contoh :
bronkodilator
c) Long relief medicine
d) Pengobatan yang digunakan untuk menobati inflamasi pada sesak nafas,
mengurangi odem dan mukus berlebih, memberikan kontrol untuk jangka
waktu yang lama. Contoh : Kortikosteroid bentuk inhalasi.
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN 1. Identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: klien mengeluh sesak nafas, nyeri dada.
b. Riwayat penyakit sekarang: asma, CHF, AMI, ISPA.
c. Riwayat penyakit dahulu: pernah menderita asma, CHF, AMI,
ISPA,batuk.
d. Riwayat penyakit keluarga: mendapatkan data riwayat kesehatan
keluarga pasien
3. Pola kesehatan fungsional
Hal-hal yang dapat dikaji pada gangguan oksigenasi adalah :
a. Pola manajemen kesehatan-persepsi kesehatan
Bagaimana perilaku individu tersebut mengatasi masalah kesehatan ,
adanya faktor risiko sehubungan dengan kesehatan yang berkaitan
dengan oksigen.
b. Pola metabolik-nutrisi
Kebiasaan diit buruk seperti obesitas akan mempengaruhi oksigenasi
karena ekspansi paru menjadi pendek. Klien yang kurang gizi,
mengalami kelemahan otot pernafasan.
c. Pola eliminasi
Perubahan pola defekasi (darah pada feses, nyeri saat devekasi),
perubahan berkemih (perubahan warna, jumlah, ferkuensi)
d. Aktivitas-latihan
Adanya kelemahan atau keletihan, aktivitas yang mempengaruhi
kebutuhan oksigenasi seseorang. Aktivitas berlebih dibutuhkan
oksigen yang banyak. Orang yang biasa olahraga, memiliki
peningkatan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen.
e. Pola istirahat-tidur
Adanya gangguan oksigenasi menyebabkan perubahan pola istirahat.
f. Pola persepsi-kognitif
Rasa kecap lidah berfungsi atau tidak, gambaran indera pasien
terganggu atau tidak, penggunaaan alat bantu dalam penginderaan
pasien.
g. Pola konsep diri-persepsi diri
Keadaan social yang mempengaruhi oksigenasi seseorang (pekerjaan,
situasi keluarga, kelompok sosial), penilaian terhadap diri sendiri
(gemuk/ kurus).
h. Pola hubungan dan peran
Kebiasaan berkumpul dengan orang-orang terdekat yang memiliki
kebiasaan merokok sehingga mengganggu oksigenasi seseorang.
i. Pola reproduksi-seksual
Perilaku seksual setelah terjadi gangguan oksigenasi dikaji
j. Pola toleransi koping-stress
Adanya stress yang memengaruhi status oksigenasi pasien.
k. Keyakinan dan nilai
Status ekonomi dan budaya yang mempengaruhi oksigenasi, adanya
pantangan atau larangan minuman tertentu dalam agama pasien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran: kesadaran menurun
b. TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
c. Head to toe
1) Mata: Konjungtiva pucat (karena anemia), konjungtiva sianosis
(karena hipoksemia), konjungtiva terdapat petechie ( karena emboli
atau endokarditis)
2) Mulut dan bibir: Membran mukosa sianosis, bernafas dengan
mengerutkan mulut
3) Hidung : Pernafasan dengan cuping hidung
4) Dada: Retraksi otot bantu nafas, pergerakan tidak simetris antara dada
kanan dan kiri, suara nafas tidak normal.
5) Pola pernafasan: pernafasan normal (apneu), pernafasan cepat
(tacypnea), pernafasan lambat (bradypnea)

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi
adalah:
a.Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus
banyak.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau
hiperventilasi
c.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
perfusi ventilasi.
C. INTERVENSKEPERAWATAN

I a. Manajemen Jalan Napas


1) Buka jalan napas pasien 1. Ventilasi maksimal 2)
Posisikan pasien untuk membuka area atelectasis.
memaksimalkan 2. Posisi membantu ventilasi.
memaksimalkan ekspansi paru
3) Identifikasi Pasien dan menurunkan upaya untuk
perlunya pernafasan. pemasangan alat jalan 3. Mencegah
napas buatan obstruksi/aspirasi.
4) Keluarkan secret 4. Penurunan bunyi nafas dengan
suction dapat menunjukan atelektasis.
5) Auskultasi suara napas, Ronki menunjukan akumulasi
catat bila ada suara secret/ketidakmampuan untuk napas
tambahan membersihkan jalan nafas
6) Monitor rata-rata yang dapat menimbulkan respirasi
setiap penggunaan otot aksesoris pergantian shift dan
pernafasan dan peningkatan setelah dilakuakan kerja
pernafasan. tidakan suction
b. Suksion Jalan Napas 1. Mencegah
1) Auskultasi jalan napas obstruksi/aspirasi. Penghisapan
sebelum dan sesudah dapat diperlukan bila pasien suction
tidak mampu mengeluarkan
2) Informasikan keluarga secret. tentang prosedur 2.
Penurunan bunyi nafas dapat suction menunjukan
atelektasis.
3.Ventilasi maksimal membuka
S e t e l a h d i l a k u k a
hasil: Pasien merupakan dasar dan
2) Posisikan Pasien untuk data dasar berkelanjutan
Respiratory Status: Ventilation memaksimalkan untuk memantau
N Awa Tujuan ventilasi. perubahan dan
Indikator 3) Identifikasi Pasien untuk mengevaluasi intervensi.
o l 1 2 3 4 5 perlunya pemasangan 2) Memposisikan pasien
1. Auskultasi suara 2 √ napas sesuai alat jalan napas buatan semi fowler supaya
2. Bernapas mudah 2 √ 3. Tidak didapatkan 4) Keluarkan secret dengan dapat bernafas optimal.
2 √ penggunaan otot suction 3) Deteksi terhadap
a. Manajemen Jalan Napas menggunakan nasal area atelektasis 5) Auskultasi suara
dan napas, pertukaran gas dan
1) Buka jalan napas untuk Airway management
memfasilitasi meningkatkan gerakan secret 1) bunyi tambahan serta
suksion nasotrakheal kedalam jalan nafas besar Pengkajian kesulitan
4) Hentikan suksion dan untuk dikeluarkan. catat bila ada suara napas tambahan
Vital sign Status
berikan oksigen bila 4.Mencegah pengeringan6) Monitor penggunaan otot bantu
N Awa
Pasien menunjukkan Tujuan
mukosa, membantu pernapasan
Indikator
o l
bradikardi peningkatan1 2pengenceran
3 4 5 sekret 7) Monitor rata- rata respirasi setiap
1. Tanda Tandasaturasi oksigen2
vital √ pergantian shift dan setelah
dalam5) rentang
Atur intake untuk 6. Pemasukan tinggi cairan dilakuakan
cairan mengoptimalkan membantu
normal (tekanan untuktidakan suction
keseimbangan.
darah, nadi, mengencerkan sekret,
6) Jelaskan pada pasien membuatnya
pernafasan) mudah
Keterangan: dan keluarga tentang dikeluarkan.
1. Keluhan penggunaan
ekstrim peralatan:
O2, Suction, Inhalasi.
2. Keluhan berat Vital sign monitoring
3. Keluhan sedang 1) Observasi adanya tanda tanda
4. Keluhan ringan hipoventilasi
5. Tidak ada keluhan 2) Monitor adanya kecemasan
pasien
tambahan bernafas (ada tidaknya

terhadap oksigenasi
3) Monitor vital sign
4) Informasikan pada pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
5) Ajarkan bagaimana batuk efektif
6) Monitor pola nafas dispneu) untuk
memonitor intervensi.
4) Dapat
memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia
5) Memberikan rasa nyamandan mempermudah
pernapasan 6) Deteksi status respirasi

Vital sign monitoring


1) Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi
derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum 2)
Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi
tetapi dapat sebagai respons terhadap hipoksemia
3) Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal
(hipotensi/syok) dapat terjadi.
4) Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan
bahwa pasien mengalami pasien mengalami nyeri, khusunya
bila alasan lain untuk
III Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 10) Monitor pola nafas :
24 jam kerusakan pertukaran pasien teratasi dengan perubahan tanda vital
kriteria hasil: Respiratory Status : Gas exchange telah terlihat.
Keseimbangan asam Basa, Elektrolit Respiratory
Status : ventilation 1. Ventilasi maksimal
membuka area atelectasis.
Awa Tujuan 2. Posisi membantu
l 1 2 3 4 5 memaksimalkan ekspansi
1. Mendemonstrasika 2 √ n peningkatan paru dan menurunkan upaya
Vital Sign Status ventilasi dan oksigenasi yang adekuat pernafasan. 3.Mencegah
N 2. Memelihara 2 √ kebersihan paru paru obstruksi/aspirasi.
Indikator dan bebas dari tanda tanda distress 4. Penurunan bunyi nafas
o
pernafasan dapat menunjukan
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan atelektasis. Ronki
ventilasi menunjukan akumulasi
2) Pasang mayo bila perlu secret/ketidakmampuan
3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu untuk membersihkan jalan
4) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction nafas yang dapat
5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan menimbulkan penggunaan
6) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan otot aksesoris pernafasan dan
keseimbangan. peningkatan kerja
7) Monitor respirasi dan status O2 pernafasan. 5. Pemasukan
8) Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, cairan yang banyak
penggunaan otot tambahan, retraksi otot membantu mengencerkan
supraclavicular dan sekret, membuatnya mudah
intercostal dikeluarkan.
9) Monitor suara nafas, seperti dengkur
3. Mendemonstrasika 2 √ bradipena, takipenia,
n batuk efektif dan kussmaul,
suara nafas yang hiperventilasi, cheyne
bersih, tidak ada stokes, biot
sianosis dan 11) Auskultasi suara nafas,
dyspneu (mampu catat area penurunan /
mengeluarkan tidak adanya ventilasi
sputum, mampu dan suara tambahan
bernafas dengan 12) Monitor TTV, AGD,
mudah, tidak ada elektrolit dan ststus
pursed lips) mental
4. AGD dalam batas 2 √ 13) Observasi sianosis
normal khususnya membran
5. Status neurologis 2 √ mukosa
dalam batas
normal
Keterangan:
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah.Jakarta: EGC.


Harahap. (2005). Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal Keperwatan
Rufaidah Sumatera Utara Volume 1 hal 1-7. Medan: USU.
Johnson, Meridian Maas, & Sue Moorhead. (2000). Nursing outcome classification
(NOC). Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M Bulechek. (1996). Nursing intervention classification (NIC).
USA:Mosby.
Muttaqin. (2005). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan pernafasan. Salemba
Medika: Jakarta.
NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan
klasifikasi. Jakarta: EGC.
Wartonah & Tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai