Pembimbing :
dr. H. Eddy Ario Koentjoro, Sp.S
Oleh :
Yuyun Mawaddatur Rohmah (082011101034)
Andjasti Restuningtyas (092011101076)
Yuyun Mawaddatur Rohmah (082011101034)
Andjasti Restuningtyas (092011101076)
1
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I PENDAHULUAN
3
darah sangat rendah maka akan terjadi umpan balik yang positif sehingga sekresi
CRF meningkat dan selanjutnya aktivias HPA meningkat. Jadi kegiatan aksis
HPA dijaga pada tingkatan tertentu oleh mekanisme umpan balik lewat hormon
kortisol.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
penurunan suhu, dan mengatur mekanisme penyimpanan panas dengan jalan
menaikkan aktivitas viseral, otot somatik dengan menggigil. Kerusakan
hipotalamus posterior menyebabkan terjadinya poikilotermi.
c. Pusat makan
Nukleus ventromedialis merupakan pusat kenyang, kerusakan lokal
nucleus ventromedialis bilateral menyebabkan hiperfagi. Nukleus hipotalamus
lateralis merupakan pusat makan (feeding center). Kedua nukleus ini disebut
appestat.
d. Pusat ekspresi emosi
Nukleus ventromedialis dan lateralis berperan dalam respon takut dan
marah. Pada binatang percobaan marah dapat ditimbulkan dengan merusak kedua
nukleus ventromedialis atau merangsang nukleus lateralis. Namun efek ini tidak
timbul bila sebelumnya kedua amigdala dihilangkan.
e. Pusat tidur dan terjaga
Lesi bilateral hipotalamus anterior menyebabkan insomnia pada binatang
percobaan sedangkan lesi hipotalamus posterior menyebabkan arousable
hipersomnolen.
f. Pusat hadiah dan hukuman (reward dan punishment)
Stimulasi nukleus ventromedialis menyebabkan rasa tidak enak
(unpleasant feeling) sedang, stimulasi nucleus preoptikus menyebabkan rasa
menyenangkan (good feeling).
g. Pusat keseimbangan air
Nukleus supraoptikus berperan dalam mengatur keseimbangan cairan
tubuh. Kerusakan nukleus ini atau kerusakan pada hubungannya dengan hipofisis
menyebabkan diabetes insipidus. Kenaikan tekanan osmosis pada darah yang
menuju nukleus supraoptikus menyebabkan pelepasan hormon antidiuretik
(vasopresin). Pengaturan sekresi hormon endokrin oleh kelenjar hipofisis anterior
Perangsangan area tertentu hipotalamus juga menyebabkan kelenjar hipofisis
anterior menyekresikan hormon-hormonnya. Kelenjar hipofisis anterior menerima
suplai darahnya terutama dari darah yang mula-mula mengalir melalui
hipotalamus bagian bawah dan selanjutnya memasuki sinus-sinus vaskuler
6
hipofisis anterior. Sebelum aliran darah yang melewati hipotalamus mencapai
hipofisis anterior, berbagai nukleus hipotalamus menyekresikan hormon-hormon
pelepas dan hormon-hormon penghambat ke dalam darah. Selanjutnya hormon-
hormon ini diangkut dalam darah menuju hipofisis anterior, tempat mereka
mempengaruhi sel-sel glandular untuk mengatur pelepasan hormon-hormon
hipofisis anterior. Badan sel neuron yang menyekresi hormon pelepas dan hormon
penghambat ini terutama terdapat di dalam nukleus medial basal hipotalamus.
Akson dari nukleus ini selanjutnya berproyeksi pada eminensia mediana, yang
merupakan pembesaran area tangkai hipofisis (infundibulum) dan akson ini
bermula dari tepi inferior hipotalamus. Di tempat inilah ujung-ujung saraf
menyekresikan hormon pelepas dan hormon penghambatnya. Selanjutnya
hormon-hormon ini diabsorbsi ke dalam kapiler darah di eminensia mediana dan
diangkut ke dalam darah ke bawah sepanjang infundibulum menuju sinus-sinus
vaskular hipofisis anterior. Hampir semua sekresi kelenjar hipofisis diatur baik
oleh hormon atau sinyal saraf yang berasal dari hipotalamus. Sekresi dari kelenjar
hipofisis posterior diatur oleh sinyal-sinyal saraf yang berasal dari hipotalamus
dan berakhir pada hipofisis posterior. Sebaliknya sekresi kelenjar hipofisis
anterior diatur oleh hormon-hormon yang disebut hormon (atau faktor) pelepas
hipotalamus dan hormon (faktor) penghambat yang disekresikan ke dalam
hipotalamus sendiri dan selanjutnya dijalarkan ke hipofisis anterior. Di dalam
kelenjar hipofisis anterior, hormon pelepas dan hormon penghambat ini bekerja
terhadap sel kelenjar dan mengatur sekresi kelenjar tersebut. Hipotalamus
selanjutnya menerima sinyal-sinyal dari hampir semua sumber yang mungkin
dalam sistem saraf. Jadi hipotalamus dianggap sebagai pusat pengumpul informasi
mengenai kesehatan dalam tubuh, dan sebaliknya sebagian besar dari informasi ini
digunakan untuk mengatur sekresi sebagian besar hormon hipofisis yang sangat
penting.
7
Gambar 2.1 Anatomi Hipotalamus dan Hipofisis
8
jaringan epitel kelenjar dan karenanya juga dinamai adenohipofisis (adeno artinya
“kelenjar”). Hipofisis anterior dan posterior hanya memiliki kesamaan lokasi.
Besarnya kelenjar hipofisis berbeda-beda, dimana lobus anterior terdiri
dari dua pertiga bagian. Ukuran hipofisis kira kira 15 X 10 X 6 mm dan beratnya
500-900 mg. pada kehamilan ukurannya bisa dua kali lipat. Karena bentuk sella
tursika menyesuaikan diri dengan bentuk dan ukuran kelenjar, maka struktur
tulang ini berbeda beda.
Kelenjar hipofisis anterior merupakan kelenjar yang mempunyai banyak
sekali pembuluh darah dengan sinus kapiler yang sangat luas di sepanjang sel-sel
kelenjar. Hampir semua darah yang memasuki sinus ini mula-mula akan melewati
ruang kapiler (capillary bed) pada bagian bawah hipotalamus. Darah kemudian
melewati pembuluh porta hipotalamus-hipofisis kecil ke sinus hipofisis anterior.
Bagian paling bawah dari hipotalamus yang disebut eminensia mediana yang di
bagian inferior berhubungan dengan tangkai hipofisis. Arteri kecil menembus ke
dalam substansi eminensia mediana dan kemudian pembuluh-pembuluh darah
tambahan yang lain kembali ke permukaan eminensia, bersatu untuk membentuk
pembuluh-pembuluh darah porta hipotalamus-hipofisis. Pembuluh-pembuluh
darah ini sebaliknya akan berjalan ke bawah sepanjang tangkai hipofisis untuk
mengalirkan darah ke sinus hipofisis anterior.
9
Gambar 2.2 Hubungan Hipotalamus dan Kelenjar Pituitari Anterior
10
Hormon pelepas dan hormon penghambat berfungsi mengatur sekresi
hormon hipofisis anterior. Untuk sebagian besar hormon hipofisis anterior, yang
penting adalah hormon pelepas. Hormon-hormon pelepas dan penghambat
hipotalamus yang terpenting adalah Hormon-pelepas tiroid (TRH), yang
menyebabkan pelepasan hormon perangsang tiroid. Hormon-pelepas kortikotropin
(CRH), yang menyebabkan pelepasan adrenokortikotropin. Hormon pelepas
hormon pertumbuhan (GHRH), yang menyebabkan pelepasan hormon
pertumbuhan, dan hormon prnghambat hormon pertumbuhan (GHIH), yang mirip
dengan hormon somatostatin dan menghambat pelepasan hormon pertumbuhan.
Hormon-pelepas gonadotropin (GnRH), yang menyebabkan pelepasan dari dua
hormon gonadotropik, hormon lutein dan hormon-perangsang folikel. Hormon
penghambat prolaktin (PIH), yang menghambat sekresi prolaktin.
Sebagai tambahan, terhadap hormon-hormon hipotalamus ini, sebenarnya
masih ada hormon-hormon lain yang merangsang sekresi prolaktin, dan beberapa
hormon penghambat hipotalamus yang menghambat beberapa hormon hipofisis
anterior lainnya. Sebelum diangkut ke kelenjar hipofisis anterior, semua atau
hampir semua hormon hipotalamus disekresi oleh ujung serat saraf yang terletak
di dalam eminensia mediana. Perangsangan listrik pada daerah ini merangsang
ujung-ujung saraf dan pada dasarnya menyebabkan pelepasan semua hormon
hipotalamus.
11
adrenokortikal yang utama, yakni mineralokortikoid dan glukokortikoid, yang
disekresikan oleh korteks adrenal. Selain hormon ini, korteks adrenal juga
mensekresi sedikit hormon kelamin, terutama hormon androgen, yang efeknya
pada tubuh hampir mirip dengan hormon kelamin pria testosteron. Disebut
mineralokortikoid karena hormon ini terutama mempengaruhi elektrolit (mineral)
cairan ekstraseluler, terutama natrium dan kalium. Disebut glukokortikoid karena
hormon ini mempunyai efek yang penting dalam meningkatkan konsentrasi
glukosa darah. Glukokortikoid ini juga mempunyai efek tambahan pada
metabolisme protein dan metabolisme lemak yang sama pentingnya untuk fungsi
tubuh dengan efek glukokortikosteroid pada metabolism karbohidrat.
Dari korteks adrenal dapat dikenali lebih dari 30 jenis steroid, namun
hanya dua jenis yang berguna untuk fungsi endokrin manusia: aldosteron, yang
merupakan mineralokortikoid yang utama, dan kortisol, yang merupakan
glukokortikoid yang utama. Korteks adrenal terdiri atas 3 lapisan yang relatif
berbeda. Aldosteron disekresi oleh zona glomerulosa, yang merupakan lapisan
permukaan yang paling luar dan paling tipis. Kortisol dan beberapa
glokokortikoid lain disekresikan oleh zona fasikulata, yakni lapisan tengah, dan
zona retikularis, yang merupakan lapisan terdalam. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan pengeluaran aldosteron juga menyebabkan hipertrofi zona
glomerulosa namun tidak akan mempengaruhi kedua zona yang lain. Sebaliknya,
faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya sekresi kortisol dan adrenal
androgen menyebabkan hipertrofi zona fasikulata dan zona retikularis namun
sangat sedikit atau sama sekali tidak mempengaruhi zona glomerulosa; keadaan
ini dapat terjadi bila ada perangsangan kelenjar oleh hormon adrenokortikotropik
(ACTH) dari kelenjar hipofisis anterior.
Semua hormon adrenokortikal merupakan senyawa steroid. Hormon ini
terutama dibentuk dari kolestrol yang diabsorbsi secara langsung dari sirkulasi
darah yakni dengan proses endositosis melewati membran sel. Membran ini
mempunyai reseptor spesifik untuk lipoprotein densitas rendah yang mengandung
kolesterol dengan konsentrasi sangat tinggi, dan proses pelekatan lipoprotein ini
dengan membran akan meningkatkan proses endositosis. Sejumlah kecil
12
kolesterol juga disintesis di dalam sel-sel korteks dari asetil koenzim A. Asetil
koenzim A juga dipergunakan untuk membentuk hormonhormon adrenokortikal.
Pada dasarnya semua tahap pembentukan ini terjadi dalam kedua organel sel
berikut, mitokondria dan retikulum endoplasma, beberapa langkah tadi terjadi
dalam salah satu organel dan beberapa tahap lain terjadi dalam organel lain. Setiap
tahap dikatalisis oleh enzim spesifik. Perubahan satu enzim dalam skema ini dapat
menyebabkan terbentuknya jenis dan jumlah hormon yang sangat berbeda.
Kortisol merupakan glukokortikoid utama yang berperan penting dalam
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, membantu aktivitas hormon lain
serta membantu mengatasi stres. Beberapa fungsi kortisol diantaranya :
- Efek metabolik
Efek keseluruhan dari pengaruh metabolik kortisol adalah meningkatkan
konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan protein dan lemak.
Secara spesifik, kortisol melaksananan fungsi-fungsi berikut: Merangsang
glukoneogenesis hati, yang mengacu pada perubahan sumber-sumber non
karbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat di hati. Glukoneogenesis
adalah faktor penting untuk mengganti simpanan glikogen hati dan
mempertahankan kadar glukosa darah yang normal di antara waktu makan.
Penggantian ini penting karena otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai
bahan bakar metaboliknya, namun jaringan saraf sama sekali tidak bisa
menyimpan glikogen. Menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh
banyak jaringan, kecuali otak, sehingga glukosa dapat digunakan oleh otak yang
mutlak memerlukannya sebagai bahan bakar metabolik. Merangsang penguraian
protein di banyak jaringan terutama otot. Dengan menguraikan sebagian protein
otot menjadi asam-asam amino konstituennya, kortisol meningkatkan konsentrasi
asam amino darah. Asam asam amino yang dimobilisasi ini siap digunakan untuk
glukoneogenesis atau dipakai di tempat lain yang memerlukannya. Meningkatkan
lipolisis, penguraian simpanan lemak di jaringan adipose, sehingga terjadi
pembebasan asam-asam lemak ke dalam darah. Asam-asam lemak yang
dimobilisasi ini dapat digunakan sebagai bahan bakar metabolik alternative bagi
13
jaringan yang dapat memanfaatkan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa,
sehingga glukosa dapat dihemat untuk otak.
- Efek permisif
Kortisol sangat penting karena sifat permisifnya. Sebagai contoh kortisol
harus ada dalam jumlah yang adekuat agar katekolamin dapat memicu
vasokonstriksi. Seseorang yang tidak memiliki kortisol, jika tidak diobati, dapat
mengalami syok sirkulasi pada situasi-situasi stres yang memerlukan
vasokonstriksi luas yang segera.
- Peran dalam adaptasi terhadap stres
Kortisol berperan penting dalam adaptasi terhadap stres. Stres mengacu
pada respon umum nonspesifik tubuh terhadap setiap faktor yang mengalahkan,
atau akan mengalahkan, kemampuan kompensatorik tubuh dalam
mempertahankan homeostasis. Jenis-jenis rangsangan pengganggu berikut ini
menggambarkan beragamnya faktor yang dapat menimbulkan respon stres: fisik
(trauma, pembedahan, panas atau dingin hebat), kimia (penurunan pasokan O2,
ketidakseimbangan asam-basa), fisiologis (olahraga berat, syok perdarahan,
nyeri), psikologis atau emosi (rasa cemas, ketakutan, kesedihan), dan sosial
(konflik pribadi, perubahan gaya hidup. Semua jenis stres adalah perangsang kuat
untuk sekresi kortisol. Walaupun peran pasti kortisol dalam adaptasi terhadap
stres belum diketahui, penjelasan berikut ini mungkin memadai walaupun bersifat
spekulatif. Manusia primitif atau hewan yang terluka atau mengahadapi situasi
yang mengancam nyawa akan menunda makan. Efek kortisol yang menyebabkan
perubahan dari simpanan protein dan lemak menjadi penambahan simpanan
karbohidrat dan peningkatan ketersediaan glukosa darah akan membantu
melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa terpaksa ini. Di samping itu,
asam-asam amino yang dibebaskan oleh penguraian protein akan dapat digunakan
untuk memperbaiki jaringan yang rusak apabila terjadi cedera fisik. Dengan
demikian, terjadi peningkatan ketersediaan glukosa, asam amino, dan asam lemak
untuk digunakan apabila diperlukan.
14
Gambar 2.3 Aksis Hipotalamus-Pituitari-Kelenjar Adrenal
2.2 STRES
2.2.1 Definisi
Stres adalah suatu reaksi tubuh dimana mengganggu equilibrium
(homeostasis) fisiologi normal. Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor
psikososial (tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara
bergantian untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan
yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap
stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus
yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003). Jadi stres adalah
suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik
15
(badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak
terkontrol.
Konsep milieu interieur (lingkungan internal tubuh), yang pertama kali
diajukan oleh Fisiologis Perancis, Claude Bernard. Dalam konsep ini, ia
menggambarkan prinsip-prinsip keseimbangan dinamis. Dalam keseimbangan
dinamis, kekonstanan, kondisi mapan (situasi) di lingkungan badan internal,
sangat penting untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, perubahan dalam
lingkungan eksternal atau kekuatan eksternal yang mengubah keseimbangan
internal harus bereaksi dan mengkompensasi supaya organisme dapat bertahan
hidup. Contoh kekuatan eksternal adalah seperti suhu, konsentrasi oksigen di
udara, pengeluaran energi, dan keberadaan predator. Selain itu, penyakit stres juga
mengancam keseimbangan lingkungan internal tubuh.
Ahli saraf Walter Cannon menciptakan istilah homeostasis untuk lebih
menentukan keseimbangan dinamis yang telah dijelaskan Bernard. Dia juga
adalah yang pertama untuk memperkenalkan bahwa stresors dapat berupa
emosional maupun fisik. Melalui eksperimen, dia menunjukkan respons "fight or
flight" yang timbul pada manusia dan binatang ketika terancam. Selanjutnya,
Cannon juga mengatakan bahawa reaksi ini juga disebabkan oleh pelepasan
neurotransmitters dari kelenjar adrenal, pars medula. Medula adrenal
mengeluarkan dua jenis neurotransmiter, yaitu epinefrin atau disebut sebagai
adrenalin dan norepinefrin (noradrenalin), dalam respon terhadap stres. Pelepasan
neurotransmiter menyebabkan efek fisiologis terlihat pada respon "fight or flight",
misalnya, denyut jantung yang cepat, peningkatan kewaspadaan, dan lain-lain.
Seterusnya, Hans Selye, seorang ilmuwan awal yang mempelajari stres, melanjut
pengamatan Cannon. Beliau mengatakan bahawa selain daripada respons tubuh,
semasa stres kelenjar pituitari juga memainkan peranan. Dia menggambarkan
kontrol oleh kelenjar sekresi hormon (misalnya, kortisol) yang penting dalam
respon fisiologis terhadap stres dengan bagian lain dari kelenjar adrenal yang
dikenal sebagai korteks. Selain itu, Selye sebenarnya memperkenalkan istilah
tegangan dari fisika dan rekayasa dan didefinisikan sebagai "respons bersama
yang terjadi di setiap bagian tubuh, fisik atau psikologis." Dalam eksperimennya,
16
Selye menginduksi stres pada tikus dalam berbagai cara. Pada tikus yang terkena
tegangan konstan, berlakunya pembesaran kelenjar adrenal, ulkus gastrointestinal
dan atrofi sistem imun. Beliau menerangkan ini sebagai suatu proses adaptasi
umum (penyesuaian) atau sindrom stres. Ia menemukan bahwa proses ini adaptif,
penyesuaian yang sesuai dan normal untuk organisme dalam menangkal stres.
Proses adaptif yang berlebihan, dapat merusak tubuh.
17
yang terpaksa. Pada stresor psikologis tekanan dari dalam diri individu biasanya
yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan (anxiety), rasa bersalah, kuatir
berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa
rendah diri, sedangkan stresorsosial yaitu tekanan dari luar disebabkan oleh
interaksi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial yang bersifat
traumatik yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan pekerjaan, pensiun, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah dan
lain-lain.
18
darah. ACTH juga memberi sinyal ke kelenjar endokrin lain untuk melepaskan
sekitar 30 hormon. Efek kombinasi berbagai hormon stres yang dibawa melalui
aliran darah ditambah aktivitas neural cabang simpatik dari sistem saraf otonomik
berperan dalam respons fight or flight.
19
hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta kecenderungan untuk
melakukan bunuh diri. Pengalaman stres sangat individual. Stres yang luar biasa
untuk satu orang tidak semestinya dianggap sebagai stres oleh yang lain.
Demikian pula, gejala dan tanda-tanda stres akan berbeda pada setiap individu.
20
Perangsangan sistem limbik menimbulkan efek otonom khususnya pada
perubahan tekanan darah dan pernafasan. Respon ini timbul pada perangsangan didaerah
sistem limbik, sedikit sekali bukti yang menunjukkan lokasi yang menghasilkan
respon otonom pada sistem limbik. Respon otonom merupakan bagian dari fenomena
yang lebih kompleks khususnya respon emosi dan perilaku. Perangsangan nuklei
amigdaloid menimbulkan gerakan mengunyah dan menjilat serta kegiatan lain yang
berhubungan dengan makan. Kerusakan amigdala mungkin menimbulkan hiperfagia
ringan dan kecenderungan untuk memakan segala makanan tanpa kecuali, kemungkinan
karena tidak adanya kemampuan untuk membedakan antara obyek yang dapat dimakan dan
tidak dapat dimakan.
Peningkatan kegiatan aksis HPA akibat stres dihantarkan lewat pelepasan
CRF dari sel PVT hipotalamus. Selain meningkatkan aksis HPA, CRF juga
meningkatkan aktivitas saraf simpatis lewat locus coeruleus (LC), respon imun
lewat imfosit dan perubahan behavior lewat hipokamus. Sekresi CRF dari sel
neuron PVN dikendalikan oleh beberapa jenis saraf yang terdapat disitu, antara
lain GABAergik, kolinergik, serotoninergik dan adrenegik. Pengaruh saraf-saraf
tersebut dapa dilihat daari hasil intervensi bahan atau obat yang meningkatkan dan
menurunkan kegiatan aksis HPA sebagai berikut.
Aktivitas aksis HPA meningkat Aktivitas aksis HPA menurun
- Alfa metal meta tyrosin - Amfetamin
- FLA 63 - Metamfitain
- Resrpin - I-dopa
- Fentolamin - Ipronazid
- Fenoxibenzamin - Clonidin
- Guanetidin
- Serotonin - Ciproheptadin
- 5 HTP - Pendolol
- Ipsapiron
- Ach - Atropine
- Fisostigmin - Metskoplamin
Tabel 1.1 Obat-obat yang mempengaruhi Peningkatan dan Penurunan Aksis HPA
21
Tabel 2.2 Keadaan dimana Terjadi Peningkatan dan Penurunan Aktivitas HPA
22
berkurang dan timbul kenaikan sekresi CRF dan aktivitas aksis HPA. Keadaan ini
dialami oleh penderita kecemasan (anxiety) akibat stres yang gejalanya antara lain
kecemasan dan hiperkortisolemia. Pemberian obat gologan benzodiazepin dapat
menghilangkan kedua gejala. Peran saraf serotoninergik terhadap sekresi CRF dan
aktvitas aksis HPA agak berbeda namun mirip saraf GABAergik. Saraf
serotoninergik yang bersangkutan dengan fungsi sekresi CRF berasal dari
hipokampus. Reseptor serotonin (R=5HT) terutama dari jenis R-5HT 1A, banyak
terdapat di PVN hipotalamus dan hipokampus berdekatan dengan reseptor
glukokortikoid (GR) dan mineralokortikoid (MR). diduga akibat stres terjadi
peningkatan release serotonin dan kegiatan aksis HPA yang bila berlangsung
berkepanjangan menyebabkan jumlah reseptor menurun baik reseptor MR, GR
maupun R-5HT A1 di PVN dan hipokampus. Pemeriksaan elektrofisiologis dan
PET scan mennjukan adanya korelasi yang positif penurunan jumlah ketiga
macam reseptor tersebut. Hal yang sama mungin terjadi pada saraf adenergik,
dalam arti perannya sebagai pengatur tonus inhibisi terhadap CRF dan aktivitas
HPA.
23
2.3.1 Stres dan Psikopatofisiologik
Dalam kehidupan sehari-hari orang tidak pernah bebas dari stres, fisik
maupun psikik. Persepsi orang terhadap stres yang sama bisa berbeda,
dipengaruhi faktor bawaan dan lingkungan pengalaman hidup setiap individu.
Oleh karena itu respons setiap orang terhadap satu stres juga bisa berbeda. Seperti
telah dipaparkan sebelumnya, maka stres dapat merangsang timbulnya respons
kegiatan aksis HPA. Respons aksis HPA ini akan segera hilang dan normal berkat
adanya mekanisme umpan balik lewat kortisol yang mencapai reseptornya di
hipotalamus dan atau hipokampus. Bagaimanapun besarnya atau lamanya stres
berlangsung tidak akan terjadi gangguan homeostasis manakala mekanisme
umpan balik tersebut masih berfungsi normal. Peningkatan sekresi CRF sebagai
respons terhadap stres akan memacu kegiatan neuron LC yang selanjutnya
mengaktifkan sistem adrenergik. Umpan balik negatif dari aksis HPA ini
ditingkatkan oleh kegiatan sistem adrenergik akan mengakibatkan refleks
simpato-adrenal untuk melepaskan adrenalin dan noreadrenalinnya yang akan
mengakibatkan orang untuk bersiaga menghadapi segala kemungkinan. Pada
tingkat ini gejala psikiatri yang muncul adalah reaksi cemas atau anxietas,
ditandai dengan penurunan kegiatan sistem saraf GABAergik, peningkatan sistem
saraf adrenergik dan serotoninergik dan aksis HPA.
24
Gambar 2.6 Aksis HPA dengan Stres
Stres yang berlangsung terus berkepanjangan pada suatu ketika tidak lagi
mampu dikompensasi oleh mekanisme umpan balik. Keadaan ini timbul akibat
degenerasi neuron-neuron yang rentan terhadap peningkatan kadar kortisol secara
berlebihan. Neuron yang rentan terhadap kortisol justru neuron yang mengandung
reseptor kortisol, serabut serotonin dan noradrenalin dengan akibat rusaknya
mekanisme umpan balik aksis HPA.
Stresor pertama kali ditampung oleh pancaindera dan diteruskan ke pusat
emosi yang terletak di saraf pusat. Dari sini, akan dialirkan ke organ tubuh melalui
saraf otonom. Organ yang antara lain dialiri adalah kelenjar dan terjadilah
25
perubahan keseimbangan, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan
fungsional berbagai organ target. Beberapa peneliti membuktikan telah
menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis
seperti HPA (Hypothalamic-Pituitary Adrenal Aksis), HPT (Hypothalamic-
Pituitary-Thyroid Aksis) dan HPO (Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Aksis). HPA
merupakan teori mekanisme yang paling banyak diteliti.
26
2.3.3 Neuron Degenerasi pada Hiperkortisolisme
Telah lama diketahui terjadinya atrofi jaringan otak pada penderita
hiperkortisolisme oleh berbagai macam sebab. Atrofi jaringan otak manusia di
daerah hipokampus terjadi pada penderita-penderita depresi berulang, kelainan
depresi sesudah trauma, penuaan sebelum demensia, demensia, sindrom Cushing,
dan skizofrenia. Pada semua kasus tersebut, didapatkan peningkatan kadar
glukokortikoid dalam cairan tubuhnya sehingga diduga terkait sebagai penyebab
degenerasi neuron hipokampus. Peningkatan usia disertai kenaikan aktivitas aksis
HPA, terutama di atas 75 tahun, didapatkan gangguan fungsi memori dan kognisi.
Terjadi atrofi hipokampus sekitar 10-14% dapat ditunjukkan pada pemeriksaan
MRI. Hampir semua penderita depresi menunjukkan adanya defisit memori dan
belajar pada tes-tes neuropsikologi. Kenaikan kognisi ini diduga termasuk gejala
depresi yang akan membaik manakala depresinya sembuh. Ternyata kognisi tetap
jelek sesudah keberhasilan pengobatan. Disamping itu, degenerasi ditemukan
korelasi yang positif antara hiperkortisolemia dengan pengecilan volume
hipokampus pada pemeriksaan MRI dari penderita depresi.
Penderita sindrom Cushing yang mensekresi kortisol berlebihan
didapatkan gangguan kognisi dan akan membaik bila kadar kortisol direndahkan.
Pada penderita demensia alzheimer didapat kenaikan kegiatan aksis HPA, dimana
terdapat korelasi pengecilan hipokampus dari MRI dan aktivitas HPA. Degenerasi
neuron hipokampus pada penderita alzheimer terjadi 10 tahun lebih dini sebelum
gejala kegagalan intelektual terdeteksi.
Hipokampus berperan penting dalam proses memori deklaratif dan spatial,
disamping mengatur repon emosi dan regulasi aksis HPA. Struktur neuronnya
plastis, rentan rusak, dan banyak mengandung reseptor-reseptor kortisol. Dalam
kondisi normal reseptor akan berfungsi sebagai pengatur mekanisme umpan balik
kegiatan aksis HPA. Degenerasi neuron ini bila cukup luas akan mengganggu
fungsi kontrol mekanisme umpan balik kegiatan HPA dan selanjutnya
hiperkortisolemia menjadi lebih hebat dan degenerasi neuron akan terus
berlangsung. Kenaikan kortisol akut sesudah pemberian steroid peroral pada
manusia dan pemberian stres pada hewan menimbulkan hambatan proses
27
pembentukan memori. Pemeriksaan PET scan di hipokampus ketika
hiperkortisolemia menunjukkan uptake glukosa. Selain glukosa, kerusakan neuron
hipokampus diduga berkaitan dengan peningkatan influks kalsium dan beberapa
neurotransmitter antara lain serotonin, GABA, dan glutamat lewat reseptor
NMDA (N-Metil-D-Aspartat). Terlepas dari mekanisme terjadinya degenerasi
neuron hipokampus akibat hiperkortisolemia, proses tersebut memerlukan waktu
3-4 tahun. Bilamana gangguan kognisi muncul lebih awal biasanya masih bersifat
reversibel. Dari beberapa penelitian awal ditunjukkan fenitoin dan tianeptine
dapat memulihkan gangguan kognisi yang reversibel tersebut.
28
Disamping itu, phenobarbital meng-induksi enzim mikrosomal di hepar,
sedangkan golongan benzodiazepine tidak.
Golongan Benzodiazepine = “drug of choise” dari semua obat yang
Beberapa spesifikasi :
- Clobazam = 1,5 benzodiazepine = “psychomotor performance” paling kurang
terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang ingin tetap aktif.
- Lorazepam = “short half life benzodiazepine & no significant drug
accumulation at clinical dose”, untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi
hati dan ginjal.
- Alprazolam = efektif untuk anxietas antisipatorik, “onset of action” lebih cepat
dan mempunyai komponen efek anti-depresi.
- Sulpiride-50 = efektif untuk meredakan gejala somatik dari sindrom anxietas
dan paling kecil resiko ketergantungan obat.
29
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
2. Guilliams, Thomas and Edwards, Lena. 2010. Chronic Stress and the HPA
Axis: Clinical Assessment and Therapeutic Considerations. Point Institute of
Nutraceutical Research Vol.9 (2): 1-12.
3. Joesoef, AA. 1999. Stress dan Aktivitas Aksis HPA. Majalah Aksona No. 02
Th XIV Hal: 21-27.
4. Nugroho, Taufik Eko; Pujo, Jati Listiyanto; Nurcahyo, Widya Istanto. 2011.
Fisiologi dan Patofisiologi Aksis Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal. Semarang.
Jurnal Anestesiologi Indonesia Volume III, Nomor 2.
31