Anda di halaman 1dari 11

NYERI PERINEUM BERDASARKAN KARAKTERISTIK

PADA IBU POST PARTUM

Triwik Sri Mulati

Poltekkes Kemenkes Surakarta Jurusan Kebidanan

Abstrak: Nyeri perineum bisa menjadi persoalan bagi ibu post partum karena
akan menimbulkan gangguan ketidaknyamanan dan kecemasan untuk melakukan
mobilisasi dini. Nyeri perineum timbul karena adanya kejadian robekan /laserasi
perineum saat proses melahirkan. Nyeri perineum akan dirasakan secara berbeda
pada setiap ibu post partum karena setiap ibu post partum memiliki kemampuan
yang berbeda dalam beradaptasi dengan rasa nyeri. Kemampuan adaptasi tersebut
bisa di sebabkan oleh karakteristik ibu post partum. Penelitian ini bertujuan untuk
mendiskripsikan skala nyeri perineum pada ibu post partum berdasarkan
karakteristik responden. Jenis penelitian ini adalah diskriptif dengan menghitung
distribusi frekuensi. Sampel dalam penelitian ini yaitu ibu post partum yang
mengalami laserasi perineum tapi yang tidak mengalami komplikasi sejumlah 91
orang di BPM wilayah Kabupaten Klaten. Hasil penelitian ini menunjukkan
mayoritas responden mengalami nyeri berat pada golongan umur 20-35 tahun;
seluruh responden berjenis kelamin perempuan dengan mayoritas mengalami
nyeri ringan, sedang dan berat. Hanya 2 responden yang tidak mengalami nyeri
meskipun mengalami laserasi perineum; pada ibu post partum primipara
mayoritas mengalami nyeri berat sedangkan pada ibu post partum multipara
mayoritas mengalami nyeri ringan.

Kata Kunci: nyeri perineum, laserasi perineum, ibu post partum


Triwik Sri Mulati, Nyeri Perineum …. 41

THE PERINEAL PAIN BASED ON CHARACTERISCTICS


ON POST PARTUM MOTHER

Abstract: Perineum pain could be an issue for the post partum mother, because it
will cause inconvenience and anxiety disorders to do early mobilization.
Perineum pain arises due to the incident of perineal laceration while the process
of childbirth. Perineum pain will be felt differently on each post partum mother,
because every mother has different capabilities in adapting to the pain.
Adaptability can be caused by the characteristics of the respondents. This
research was discriptive design. The respondents were 91 post partum mothers
from Klaten District who experienced perineal laceration but without
complication. The results of this study showed the majority of respondents
experienced a heavy pain on the aged 20-35 years old; all of respondents were
female with the majority experiencing pain mild, moderate and severe. Only two
respondents who did not experience pain even though they experienced perineal
laceration; the majority of primipara mothers experienced severe pain while the
majority of multipara mothers experienced mild pain.

Kata Kunci: perineal pain, perineal laceration level, post partum moth
I. PENDAHULUAN
Nyeri perineum bisa menjadi persoalan bagi ibu post partum karena
akan menimbulkan gangguan ketidaknyamanan dan kecemasan untuk
melakukan mobilisasi dini. Nyeri perineum timbul karena adanya kejadian
robekan /laserasi perineum saat proses melahirkan. Nyeri perineum akan
dirasakan secara berbeda pada setiap ibu post partum karena setiap ibu post
partum memiliki kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi dengan rasa
nyeri. Kemampuan adaptasi tersebut bisa di sebabkan oleh karakteristik ibu
post partum.
Laserasi pada ibu post partum terjadi karena adanya tindakan medis
yaitu karena adanya indikasi tertentu atau yang biasa disebut episiotomi.
Episiotomi adalah tindakan membuat luka perineum yang di sengaja untuk
memperbesar muara vagina pada saat perineum dan vagina meregang
sebelum keluar kepala bayi, biasanya karena adanya bayi besar.
Selain itu laserasi perineum juga bisa terjadi karena ruptur perineum
yaitu karena adanya robekan perineum secara alami yang lukanya tidak
teratur, yang disebabkan adanya desakan kepala janin yang terlalu cepat atau
bahu pada proses persalinan (Suherni, 2009).
Menurut Henderson (2005) sekitar 85% wanita yang melahirkan
spontan pervaginam mengalami trauma perineum berupa 32-33% karena
tindakan episiotomi dan 52% merupakan laserasi spontan.
Laserasi perineum ada yang ringan sampai berat. Laserasi perineum
dibedakan menjadi derajat laserasi, dari laserasi derajat 1 sampai laserasi
derajat 4. Tentu saja semakin dalam dan lebar laserasi perineum akan
semakin menyebabkan nyeri.
Laserasi perineum pada kenyataannya sering membuat ibu post
partum sangat tidak nyaman bahkan mengalami ketakutan untuk melakukan
mobilisasi dini. Padahal mobilisasi dini sangat penting untuk melancarkan
pengeluaran lokea, mengurangi infeksi pada luka, mempercepat involusio
alat kandungan, melancarkan peredaran darah, mencegah tromboplebitis dan
akan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu nyeri laserasi perineum
akan mengganggu ibu berinteraksi dengan bayinya, membuat ibu lebih
rentan terkena infeksi dan kemungkinan akan menyebabkan terjadinya
perdarahan jika laserasi perineum tidak dipantau dengan baik. Nyeri laserasi
perineum jelas akan menimbulkan dan mempengaruhi kesejahteraan
perempuan secara fisik, psikologis dan sosial pada periode postnatal baik
secara langsung maupun dalam jangka panjang (Henderson, 2005). Oleh
karena itu akan lebih baik jika ibu bersalin bisa melahirkan tanpa mengalami
laserasi perineum.
Laserasi perineum biasanya dirasakan sangat nyeri oleh ibu post
partum tapi ternyata ada juga ibu post partum yang tidak merasakan nyeri
meskipun ada laserasi di perineumnya. Hal tersebut terjadi karena ambang
nyeri pada setiap orang berbeda beda.
Nyeri sangat individual, subjektif dipengaruhi oleh kultur, situasi,
perhatian dan berbagai variabel psikologi. Ada tiga faktor psikologi yang
mempengaruhi dimensi nyeri yaitu sensori diskriminasi, motivasi, dan
evaluasi kognitif yang akan saling berinteraksi untuk menghasilkan
informasi, persepsi yang akan mempengaruhi pola kompleks tentang karakter
nyeri. Metode pemeriksaan berdasarkan jawaban klien secara langsung
merupakan indikator yang paling dipercaya untuk penilaian intensitas nyeri.
Untuk menilai nyeri dapat digunakan beberapa metode, yaitu secara subjektif
dan objektif. Untuk penilaian secara subjektif dapat dinilai dengan beberapa
pengukuran berdasarkan pertanyaan terhadap klien. Sedangkan penilaian
secara objektif adalah penilaian oleh penilai tentang beratnya nyeri yang
dirasakan oleh klien atau dengan menilai aktifitas klien (Tamsuri, 2007).
Metode yang biasa digunakan untuk mengukur nyeri ada dua, yaitu
unidimensi yang mempunyai satu variabel pengukur intensitas nyeri dan 51
multidimensi. Metode unidimensi adalah Verbal Ratting Scales (VRS),
Numerical Rating Scale (NRS), Visual Analogue Scale (VAS). Metode
sederhana ini biasa digunakan secara efektif untuk memberikan informasi
mengenai nyeri. Selain VAS, skala wajah Wong-Baker juga dapat digunakan
untuk menilai nyeri (Tamsuri, 2007).
Pengambilan data skala nyeri pada penelitian ini menggunakan
instrumen skala/rentang nyeri Numeric Rating Scale dari 0 - 10. Berat
ringannya nyeri laserasi perineum yang dirasakan ibu post partum dapat
dipengaruhi oleh karakteristik ibu post partum yaitu meliputi usia, jenis
kelamin dan pengalaman ibu dalam menghadapi nyeri sebelumnya.
Usia menjadi salah satu penentu ambang rangsang nyeri seseorang.
Semakin tua usia seseorang, maka ambang rangsang nyerinya lebih tinggi
dibanding pada orang yang usianya lebih muda. Pada ibu post partum yang
mengalami laserasi perineum dapat di duga bahwa semakin tua usia ibu post
partum maka ambang nyeri perineum akan lebih tinggi di bandingkan pada
ibu post partum dengan usia yang lebih muda.
Jenis kelamin seseorang juga menjadi penentu ambang rangsang nyeri
seseorang. Perempuan lebih banyak dan lebih cepat merasakan nyeri
dibandingkan laki laki, dengan perbandingan 5:4. Pengalaman seseorang
terhadap rasa nyeri yang dialami sebelumnya akan menentukan ambang
nyeri yang di alaminya sekarang. Jika seseorang pernah mengalami nyeri
yang sama, maka ambang nyeri orang tersebut cenderung lebih rendah
dibanding ambang nyeri yang dirasakan pertama kali. Pada ibu post partum,
pengalaman bisa dikaitkan dengan pengalaman ibu dalam proses kehamilan,
bersalin dan post partum. Ibu post partum multipara tentunya akan memiliki
ambang nyeri yang lebih rendah dibanding pada ibu postpartum primipara,
karena ibu multipara memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam
beradaptasi dengan nyeri dibandingkan pada ibu primipara.
Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bertugas menolong
persalinan diharapkan mampu meminimalkan bahkan mencegah supaya ibu
bersalin tidak mengalami laserasi perineum sehingga saat periode post natal,
ibu tidak perlu merasakan nyeri laserasi perineum.
Survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Kajoran,
salah satu desa di wilayah Kabupaten Klaten, di temukan bahwa dari 7 ibu
post partum, 5 orang mengalami laserasi perineum. Pada lima ibu post
partum yang mengalami laserasi perineum tersebut mengeluhkan nyeri
ringan 1 orang, nyeri sedang 3 orang dan nyeri berat 1 orang. Berdasarkan
survey pendahuluan tersebut, penulis tertarik meneliti tentang nyeri perineum
berdasarkan karakteristik pada ibu post partum.
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan nyeri perineum
berdasarkan karakteristik pada ibu post partum di Klaten.
Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang nyeri perineum berdasarkan karakteristik yang dialami
oleh ibu post partum. Secara rinci hasil penelitian ini diharapkan mampu
menginspirasi para tenaga kesehatan penolong persalinan terutama bidan
untuk meminimalkan dan mencegah terjadinya laserasi perineum saat proses
persalinan sehingga nyeri perineum saat masa post partum dapat dihindarkan
demi mewujudkan kesejahteraan fisik dan psikologi ibu post partum beserta
bayinya.

II. METODE PENELITIAN


Jenis penelitian ini adalah deskriptif.
 Sampel dalam penelitian ini adalah ibu post partum yang mengalami
laserasi perineum tapi yang tidak ada kompikasi sejumlah 91 orang.
 Lokasi pengambilan data yaitu di beberapa BPM di wilayah Kabupaten
Klaten.
 Instrument dalam penelitian ini adalah kuesionaire untuk mencatat
karakteristik responden dan instrumen skala/rentang nyeri Numeric
Rating Scale dari 0 - 10.
III. HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang berjudul nyeri perineum berdasarkan
karakteristik pada ibu post partum dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan


Usia
Usia N %
< 20 4 4.4
20 - 35 79 86.8
> 35 8 8.8
Total 91 100

Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa karakteristik responden


berdasarkan usia, sebagian besar responden berada pada usia reproduksi sehat
yaitu antara 20-35 sejumlah 79 orang (86.8 %).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakateristik Responden Berdasarkan


Paritas (Pengalaman)

Paritas N %
Primipara 45 49.5
Multipara 46 50.5
Total 91 100

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa karakteristik responden


berdasarkan paritas adalah primipara (melahirkan anak yang pertama)
sejumlah 45 orang (49.5 %) dan multipara (melahirkan anak yang ke dua,
ketiga, dan keempat) sejumlah 46 orang (50.5 %).

Tabel 3. Distribusi Deskriptif Karakteristik Responden Berdasarkan


Jenis Kelamin

Jenis Kelamin N %
Perempuan 91 100
Laki laki 0 0
Total 91 100

Berdasarkan tabel 3. Terlihat bahwa seluruh responden berjenis


kelamin perempuan sejumlah 91 responden (100 %).
Tabel 4. Distribusi Deskriptif Skala Nyeri Perineum Responden

Skala Nyeri N %
Tidak Nyeri 2 2
Nyeri Ringan 40 44
Nyeri Sedang 20 22
Nyeri Berat 29 32
Total 91 100

Berdasarkan tabel 4. ditunjukkan bahwa skala nyeri perineum responden


sebagian besar pada nyeri ringan yaitu sejumlah 40 orang (44 %).

Tabel 5. Distribusi Deskriptif Skala Nyeri Perineum dengan Umur


Responden

Skala Nyeri Usia Usia Usia N %


< 20 20 - 35 > 35
Tidak Nyeri - 2 - 2 2
Nyeri Ringan 3 30 7 40 44
Nyeri Sedang 1 19 - 20 22
Nyeri Berat - 28 1 29 32
Total 4 79 8 91 100

Berdasarkan tabel 5. ditunjukkan bahwa pada golongan usia < 20 tidak


ada yang mengalami nyeri berat, pada golongan usia 20-35 yang mengalami nyeri
berat sebanyak 28 reponden sedang pada golongan usia > 35 yang mengalami
nyeri berat sebanyak 1 responden.

Tabel 6. Distribusi Deskriptif Skala Nyeri Perineum dengan Jenis Kelamin


Responden

Skala Nyeri Perempuan Laki %


Laki
Tidak Nyeri 2 - 2
Nyeri Ringan 40 - 44
Nyeri Sedang 20 - 22
Nyeri Berat 29 - 32
Total 91 0 100

Berdasarkan tabel 6. ditunjukkan bahwa seluruh responden berjenis


kelamin perempuan dan yang mengalami nyeri berat sejumlah 29 orang (32 %).
Tabel 7. Distribusi Deskriptif Skala Nyeri Perineum dengan Paritas
(Pengalaman) Responden

Skala Nyeri Primi Multi N %


para para
Tidak Nyeri 1 1 2 2
Nyeri Ringan 16 24 40 44
Nyeri Sedang 11 9 20 22
Nyeri Berat 17 12 29 32
Total 45 46 91 100

Berdasarkan tabel 7. ditunjukkan bahwa pada paritas primipara ada


yang mengalami nyeri berat sebanyak 17 responden, sedangkan pada paritas
multipara yang mengalami nyeri berat sebanyak 12 responden.

IV. PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden pada kategori
usia reproduksi sehat yaitu 20-35 tahun. Hal tersebut sesuai teori bahwa
seorang ibu akan sehat jika melahirkan pada usia antara 20-35 tahun karena
pada saat itu organ reproduksi wanita dalam kondisi yang prima untuk
menghadapi proses kehamilan dan kelahiran (Manuaba, 2007). Tetapi
meskipun sebagian besar responden berada pada rentang usia reproduksi
sehat, ternyata tidak mengurangi kejadian laserasi perineum karena seluruh
responden mengalami laserasi perineum.
Laserasi perineum terjadi bisa disebabkan karena responden saat hamil
tidak melakukan pijat perineum sehingga perineum mereka kaku (perineum
tidak lentur) dan mudah untuk terjadinya ruptur. Selain itu responden
mungkin juga ada yang mengejan tidak sesuai teori sehingga pantat di angkat
atau mengejan yang terlalu kuat sehingga menyebabkan robekan jalan lahir
saat terdesak oleh kepala janin yang terlalu cepat. Hal ini sesuai dengan teori
yang di kemukakan oleh Saleha (2009).
Berdasarkan skala nyeri perineum, sebagian besar ibu post partum
mengalami nyeri ringan (44 %). Nyeri ringan ini di identifikasi dengan
menggunakan instrumen skala/rentang nyeri Numeric Rating Scale dari 0 –
10, dimana ibu merasakan nyeri dari skala 1 s/d 3 (Tamsuri, 2007). Hal ini
sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Tamsuri (2007) bahwa nyeri itu
sangat individual dan subyektif, akan dipengaruhi budaya dan persepsi
seseorang terhadap nyeri. Kemampuan ibu untuk beradaptasi dengan nyeri
juga sangat menentukan.
Usia menjadi salah satu penentu ambang rangsang nyeri seseorang.
Semakin tua usia seseorang, maka ambang rangsang nyerinya lebih tinggi
dibanding pada orang yang usianya lebih muda. Pada ibu post partum yang
mengalami laserasi perineum dapat di duga bahwa semakin tua usia ibu post
partum maka ambang nyeri perineum akan lebih tinggi di bandingkan pada
ibu post partum dengan usia yang lebih muda. Pada penelitian ini, ibu post
partum pada golongan usia 20-35 tahun yang mengalami nyeri berat
sejumlah 28 orang, sedangkan yang berusia > 35 tahun yang mengalami
nyeri berat 1 orang. Sebaliknya, ibu post partum yang berusia < 20 tahun
tidak ada yang mengalami nyeri berat, mereka hanya mengalami nyeri ringan
bahkan ada yang tidak mengalami rasa nyeri meskipun mengalami laserasi
perineum. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin muda usia seseorang
maka ambang nyerinya akan lebih rendah dibanding pada usia yang lebih
tua.
Jenis kelamin seseorang juga menjadi penentu ambang rangsang nyeri
seseorang. Perempuan lebih banyak dan lebih cepat merasakan nyeri
dibandingkan laki laki, dengan perbandingan 5:4. Pada penelitian ini semua
responden adalah perempuan dan sekitar 98 % responden mengalami nyeri
dari tingkatan nyeri ringan, sedang maupun berat dan hanya sekitar 2 % saja
yang tidak mengalami rasa nyeri meskipun ada laserasi perineum. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengemukakan bahwa perempuan lebih banyak
dan lebih cepat merasakan nyeri dibandingkan laki laki.
Pengalaman seseorang terhadap rasa nyeri yang dialami sebelumnya
akan menentukan ambang nyeri yang di alaminya sekarang. Jika seseorang
pernah mengalami nyeri yang sama, maka ambang nyeri orang tersebut
cenderung lebih rendah dibanding ambang nyeri yang dirasakan pertama
kali. Pada ibu post partum, pengalaman bisa dikaitkan dengan pengalaman
ibu dalam proses kehamilan, bersalin dan post partum. Ibu post partum
multipara tentunya akan memiliki ambang nyeri yang lebih rendah dibanding
pada ibu postpartum primipara, karena ibu multipara memiliki pengalaman
yang lebih banyak dalam beradaptasi dengan nyeri dibandingkan pada ibu
primipara. Teori tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian ini bahwa pada
golongan paritas primipara yang mengalami nyeri berat sebanyak 17
responden, sedangkan pada golongan paritas multipara yang mengalami
nyeri berat hanya 12 responden. Mayoritas pada responden multipara
mengalami nyeri ringan, sebaliknya mayoritas responden primipara
mengalami nyeri berat. Hal tersebut disebabkan responden multipara telah
memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam beradaptasi terhadap rasa
nyeri laserasi perineum sehingga cenderung memiliki ambang nyeri yang
lebih rendah dibandingkan pada responden primipara.
V. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasar hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan
sebagai berikut: (1) Mayoritas responden mengalami nyeri berat pada
golongan umur 20-35 tahun, (2) Seluruh responden berjenis kelamin
perempuan dengan mayoritas mengalami nyeri ringan, sedang dan berat.
Hanya 2 responden yang tidak mengalami nyeri meskipun mengalami
laserasi perineum, (3) Pada ibu post partum primipara mayoritas mengalami
nyeri berat sedangkan pada ibu post partum multipara mayoritas mengalami
nyeri ringan.
Saran yang diajukan yaitu (1) Bidan perlu melatih ibu bersalin untuk
mengejan yang benar supaya tidak terjadi laserasi perineum sehingga
meminimalkan terjadinya laserasi perineum, (2) Bidan perlu mengajari ibu
hamil untuk melakukan pijat perineum agar melenturkan perineum; (3) Para
ibu bersalin bisa bekerjasama dengan para bidan supaya tidak salah dalam
mengejan.

VI. UCAPAN TERIMA KASIH


Peneliti mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah
berkenan membaca, mengoreksi secara cermat dan memberikan saran
perbaikan, Dewan Redaksi dan Staf Jurnal Kebidanan Muhamadiyah Klaten
yang telah memberi kesempatan terpublikasinya hasil penelitian ini, Ka
Bapeda Klaten yang telah mengijinkan pengambilan data penelitian, Para
bidan di Kabupaten Klaten yang telah bersedia menjadi enumerator dan
tempat penelitian, para ibu post partum sebagai responden, dan semua pihak
yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
DAFTAR RUJUKAN

Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka


Rihama.
Andarmoyo, S. (2013). Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Yogjakarta:
Ar-Ruzz Media
Buku Panduan Peserta APN Revisi 2007 dengan Bahan Tambahan Inisiasi
Menyusui Dini. Jakarta: Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan
Reproduksi, 2007.
Brayshaw, E. (2008). Senam Hamil & Nifas Pedoman Praktis Bidan.
Jakarta: EGC
Henderson C, Bick D. Perineal care: an in international issue. London:
Cromwell Press; 2005.
Henderson, C dan Jones, K. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta :
EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Konsep Obstetri dan Ginekologi Sosial
Indonesia. Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 2008. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktek edisi 4 vol 1. Jakarta : EGC.
Oxorn, Harry. (2003). Ilmu Kebidanan: Patologi dan
Fisiologi Persalinan. Human Labor and Birth. Jakarta : Yayasan
Essentia Medica
Saifuddin. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta : EGC.
Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.
Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya.
Tamsuri A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai