Anda di halaman 1dari 7

PENDAHULUAN

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang
diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003. Keselamatan kerja adalah sarana
utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja.
Keselamatan kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja Keselamatan
kerja menyangkut segenap proses produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa.
SOP atau Standard Operating Procedure adalah suatu perangkat lunak pengatur, yang
mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu. Oleh karena prosedur kerja
yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut
dibakukan menjadi dokumen tertulis. Dokumen tertulis ini selanjutnya dijadikan standar bagi
pelaksanaan prosedur kerja tertentu tersebut.
Salah satu penangaan atau yang di atur di dalam SOP ialah bahaya listrik. Bahaya listrik ada
di hampir semua tempat kerja karena hampir semua kerja menggunakan listrik sebagai
sumber energinya. Dari mulai pekerjaan sederhana seperti mengebor hingga pekerjaan rumit
seperti operasional tangki proses, semuanya menggunakan listrik. Listrik sendiri merupakan
energi yang dibangkitkan oleh sumber energi biasanya generator dan dapat yang mengalir
dari satu titik ke titik lain melalui konduktor dalam rangkaian tertutup. Potensi bahaya yang
ditimbulkan oleh listrik sangat berbahaya dan beragam, seperti bahaya kejut listrik, panas
yang ditimbulkan oleh energi listrik, dan medan listrik.
Penerapan SOP dalam setiap unit kerja dalam perusahaan memiliki peran strategis yang
sangat unggul. Ini karena akan menyebabkan peningkatan efisiensi pada setiap proses kerja
dalam setiap unit kerja perusahaan. Apalagi apabila semua unit kerja dalam dalam
perusahaan sepakat untuk disiplin dan konsisten dalam menerapkan SOP sesuai kepentingan
dan kebutuhan pada unit kerja masing-masing, dapat dipastikan bahwa efisiensi akan dapat
tercapai secara menyeluruh dalam perusahaan tersebut. Itulah sebabnya penerapan SOP
sangat dibutuhkan karena memiliki peran yang sangat strategis bagi perusahaan ataupun
organisasi apapun.

DASAR HUKUM
Dasar Hukum K3
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (UU Keselamatan
Kerja) mengatur tentang prinsip-prinsip dasar yang berkaitan dengan pelaksanaan
keselamatan kerja.
Tindakan harus diambil untuk mencegah kecelakaan dan ledakan; untuk mengurangi
kemungkinan kebakaran dan untuk memadamkan api; dan setiap tindakan lain yang
disebutkan sehubungan dengan tempat kerja.
1. PERMENAKER No. 12 Tahun 2015 Tentang K3 Listrik di Tempat Kerja
Pengusaha dan/atau pengurus wajib melaksanakan K3 di bidang listrik di tempat kerja.
Pengimplementasian K3 di bidang listrik ini bertujuan untuk:
 Melindungi keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja dan orang lain yang berada di
dalam lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya listrik
 Menciptakan instalasi listrik yang aman, handal dan memberikan keselamatan
bangunan beserta isinya
 Menciptakan tempat kerja yang selamat dan sehat untuk mendorong produktivitas

2. PERMENAKER No. 33 Tahun 2015 Perubahan atas peraturan menteri ketenagakerjaan


Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Listrik di Tempat Kerja.
Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh:
a. Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik;
b. Ahli K3 bidang Listrik pada Perusahaan; dan/atau
c. Ahli K3 bidang Listrik pada PJK3.
2. Pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
a. sebelum penyerahan kepada pemilik/pengguna;
b. setelah ada perubahan/perbaikan; dan
c. secara berkala.
3. Hasil pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan
pertimbangan pembinaan dan/atau tindakan hukum oleh Pengawas Ketenagakerjaan.

3. PERMENAKER No. 2 Tahun 1989 Pengawasan Instalasi Penyaluran Petir


Pasal 2
(1) Instalasi penyalur petir harus direncanakan, dibuat, dipasang dan dipelihara sesuai
dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan atau standard yang diakui;
(2) Instalasi penyalur petir secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. kemampuan perlindungan secara teknis;
b. ketahanan mekanis;
c. ketahanan terhadap korosi,
(3) Bahan dan konstruksi instalasi penyalur petir harus kuat dan memenuhi syarat;
(4) Bagian-bagian instalasi penyalur petir harus memiliki tanda hasil pengujian dan atau
sertifikat yang diakui.

4. Keputusan Dirjend KEP.48/PPK & K3/VII/2015 tentang Kompetensi Ahli K3 Listrik


5. Keputusan Dirjen No. 311 Tahun 2002 tentang Kompetensi Teknisi K3 Listrik

6. Menurut PUIL ayat 920 B6, beberapa ketentuan peralatan  listrik  diantaranya :
1. Peralatan yang rusak harus segera diganti dan diperbaiki. Untuk peralatan
rumah tangga seperti sakelar, fiting, kotak -kontak, setrika listrik,
pompa listrik yang dapat mengakibatkan kecelakaan listrik.
2. Tidak diperbolehkan : Mengganti pengaman arus lebih dengan kapasitas
yang lebih besar, Mengganti kawat pengaman lebur dengan kawat yang
kapasitasnya lebih besar, Memasang kawat tambahan pada pengaman
lebur untuk menambah daya.
3. Bagian yang bertegangan harus ditutup dan tidak boleh disentuh seperti
terminal-terminal sambungan kabel, dan lain -lain
4. Peralatan listrik yang rangkaiannya terbuat dari logam harus ditanahkan

7. Menurut PUIL ayat 920 A1, tentang keselamatan kerja berkaitan dengan tempat
kerja, diantaranya :

1. Ruangan yang didalamnya terdapat peralatan listrik terbuka, harus diberi


tanda peringatan “ AWAS BERBAHAYA”
2.  Berhati-hatilah bekerja dibawah jaringan listrik
3. Perlu digunakan perelatan pelindung bila bekerja di daerah yang rawan
bahaya listrik

TUJUAN
Dalam pembuatan SOP dan Pelaporan Bahaya Listrik pada Departemen Teknik Industri
adalah sebagai berikut :
a. Memberikan pemahaman terkait SOP bahaya listrik di departemen teknik industri
b. Melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja dan oorang lain yang berada di dalam
gedung departemen teknik industri
c. menciptakan instalasi listrik yang aman, handal dan memberikan keselamatan bangunan
beserta isinya
d. Menciptakan tempat kerja dan belajar yang selamat dan sehat untuk mendorong
produktivitas

LANDASAN TEORI

Keselamatan kerja listrik adalah keselamatan kerja yang bertalian dengan alat,


bahan, proses, tempat (lingkungan) dan cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan dari
keselamatan kerja listrik adalah untuk melindungi tenaga kerja atau orang dalam
melaksanakan tugas-tugas atau adanya tegangan listrik disekitarnya, baik dalam
bentuk instalasi maupun jaringan.

Pada dasarnya keselamatan kerja listrik adalah tugas dan kewajiban dari, oleh dan
untuk setiap orang yang menyediakan, melayani dan menggunakan daya listrik.   
Undang undang no. 1 tahun 1970 adalah undang undang keselamatan kerja, yang di
dalamnya telah diatur pasal-pasal tentang keselamatan kerja untuk pekerja-pekerja
listrik. Dalam pemasangan instalasi listrik, biasanya rawan terhadap terjadinya
kecelakaan. Kecelakaan bisa timbul akibat adanya sentuh langsung dengan
penghantar beraliran arus atau kesalahan dalam prosedur pemasangan
instalasi.

Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan


bahaya listrik serta tindakan keselamatan kerja. Beberapa penyebab terjadinya
kecelakaan listrik diantaranya kabel atau hantaran pada instalasi listrik terbuka
dan apabila tersentuh akan menimbulkan bahaya kejut, jaringan dengan
hantaran telanjang, peralatan listrik yang rusak, kebocoran listrik pada
peralatan listrik dengan rangka dari logam, apabila terjadi kebocoran arus
dapat menimbulkan tegangan pada rangka atau body, peralatan atau
hubungan listrik yang dibiarkan terbuka, penggantian kawat sekring yang tidak
sesuai dengan kapasitasnya sehingga dapat menimbulkan bahaya kebakaran,
penyambungan peralatan listrik pada kotak kontak (stop kontak) dengan
kontak tusuk lebih dari satu (bertumpuk).

SOP

Dengan mengetahui tujuan diatas, maka cara pemasangan instalasi


penerangan listrik sesuai dengan SOP adalah sebagai berikut:

a. Gunakan MCB, saklar, stop kontak dan seluruh peralatan instalasi listrik yang
sudah memiliki sertifikat SNI dan sudah teruji pemakaiannya.

b. Gunakan penghantar (kabel) sesuai dengan daya yang digunakan pengguna


serta terlindungi dari gangguan disekitar kabel

c. Gunakan earth leakage circuit breaker dengan sensivitas arus 30mA yang
berfungsi memutuskan hubungan listrik bila ada kebocoran arus listrik.

d. Hindari bahan-bahan berbahaya dari peralatan-peralatan listrik yang dapat


menimbulkan api

e. jangan menusuk stop kontak terlalu lama yang melebihi kapasitas pasang
f. lakukan pemeriksaan instalasi listrik secara berkala

g. Bila terjadi kebakaran karena listrik, segera putuskan aliran listrik dan
padamkan percikan apinya

h. jika ingin memasang, memperbaiki, atau memeriksa instalasi listrik,


gunakanlah teknisi yang dapat dipercaya.

Kondisi yang dapat menimbulkan bahaya listrik

Pekerja dapat mengalami bahaya listrik pada kondisi-kondisi sebagai berikut:


• Pekerja berhubungan/menyentuh kedua konduktor pada rangkaian listrik yang bertegangan.
• pekerja berada pada bagian antara konduktor yang ditanahkan (grounding) dan konduktor yang tidak
ditanahkan (grounding)
• Pekerja berada pada bagian konduktor yang ditanahkan dengan material yang tidak ditanahkan.

Dampak Cidera akibat bahaya arus kejut pada manusia tergantung :

a. besar arus yang mengalir ke tubuh manusia


b. bagian tubuh yang terkena
c. lama/ durasi pekerja terkena arus keju

 Arus kejut listrik yang mengenai tubuh akan menimbulkan:

1. menghentikan fungsi jantung dan menghambat pernafasan.


2. Panas yang ditimbulkan oleh arus dapat menyebabkan kulit atau tubuh terbakar, khususnya pada
titik dimana arus masuk ke tubuh.
3. Beberapa kasus dapat menimbulkan pendarahan, atau kesulitan bernafas dan gangguan saraf.
4. Gerakan spontan akibat terkena arus listrik, dapat mengakibatkan cidera lain seperti akibat jatuh
atau terkena/tersandung benda lain.

Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah bahaya listrik?

 Pengendalian bahaya listrik dari sentuh langsung

1. Mengisolasi bagian aktif


2. Menutup dengan Penghalang atau Selungkup
3. Membuat rintangan
4. Memberi Jarak aman atau diluar jangkauan
5. Menggunakan alat pelindung diri.

Pengendalian yang harus dilakukan antara lain :


 Menutup semua instalasi yang terbuka
 Mengisolasi bagian aktif/ konduktor
 Memperbaiki penutup instalasi yang rusak
 Memperbaiki atau mengganti peralatan yang rusak
 Menghindari lingkungan kerja yang tidak aman
 Mengecek / memeriksa kondisi kawat atau core kabel
 Memeriksa dan melakukan pengukuran grounding
 Menggunakan peralatan/ sistem grounding yang benar
 Menghindari penggunaan yang melebihi kapasitasnya
 Memeriksa dan memelihara peralatan listrik dengan baik
 Menggunakan peralatan/ sistem pengaman

Tips aman dari bahaya listrik

 Gunakan sarung tangan dan sepatu khusus untuk bahaya listrik;


 Simpan peralatan listrik yang tidak digunakan di tempat yang kering;
 Jangan menggunakan peralatan listrik yang basah/ lembab;
 Usahakan tempat kerja listrik terang;
 Pastikan tidak mendekati potensi bahaya listrik;
 Jangan membawa alat dengan kabel;
 Jangan mencabut/menyentak untuk melepaskan tusuk kontak;
 Jaga kabel dari panas, minyak dan benda tajam;
 Lepaskan dari sumber listrik, peralatan yang tidak digunakan;
 Ganti setiap peralatan yang rusak;
 Menyediakan sistem ‘tidak menyalahkan’ untuk pelaporan kesalahan dan protocol yang mencegah
peralatan listrik yang rusak dari penggunaan sampai diperbaiki;
 Pastikan bahwa saklar daya utama untuk mematikan daya listrik mudah dijangkau dan jelas
ditandai, sehingga dapat dengan cepat dimatikan dalam keadaan darurat.

Sistem Pengaman Listrik

Apd dll

Penggunaan listrik

Poster cari

SANKSI PELANGGARAN SOP


Ketentuan mengenai sanksi pelanggaran terhadap pemakaian tenaga listrik diatur di dalam
Bab VIII Pasal 14 Peraturan Direksi PT. PLN (Persero) Nomor: 088-ZP/DIR/2016 Tahun
2016, tentang Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik pada bagian kesatu “Sanksi P2TL”,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pelanggan yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dikenakan
sanksi berupa: Pemutusan sementara, pembongkaran rampung, pembayaran Tagihan Susulan
(TS) dan pembayaran Biaya P2TL lainnya.
2. Bukan pelanggan, yang terkena P2TL dikenakan sanksi berupa: Pembongkaran rampung,
pembayaran TS4, pembayaran P2TL lainnya.
3. Pelanggan atau bukan pelanggan yang melakukan pelanggaran dan tidak menyelesaikan
TS
(Tagihan Susulan) sesuai golongan pelanggarannya, namun menyambung kembali aliran
listrik ke satuan instalasi yang bermasalah secara tidak sah,maka akan dikenakan P2TL ulang
dengan TS ganda.
4. Pelanggan yang melakukan pelanggaran P I, lebih dari 1 (satu) kali, pelanggan tersebut
diwajibkan tambah daya bersamaan dengan penyelesaian TS.
5. Dalam hal pelanggan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) tidak menyelesaikan TS
dan tambah daya tersebut, maka akan dilakukan pemutusan / pembongkaran rampung atas
tenaga listrik tersebut.
6. Sebagaimana ketentuan yang berlaku secara umum di PT. PLN (Persero), setiap kedapatan
penyalahgunaan pemakaian listrik diupayakan penyelesaiannya dengan jalur administrasi
diluar ranah pengadilan

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan. Dengan sanksi
hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan
perusahaan, sikap, dan perilaku indisipliner karyawan berkurang. Berat atau ringannya sanksi
hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan karyawan.
Sanksi hukuman harus diterapkan berdsarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan
secara jelas kepada semua karyawan. Itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah prilakunya.
Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik,
dan menjadi alat motivasi untuk memelihara kedisiplinan dalam perusahaan.

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai