Anda di halaman 1dari 80

PEMANFAATAN KULIT KAKAO DAN DEDAK PADI

SEBAGAI SUBSTRAT ATAU MEDIA PERTUMBUHAN


TRICHODERMA VIRIDE DAN ASPERGILLUS NIGER
UNTUK MEMPRODUKSI ENZIM SELULASE

The Utilization Of Cocoa Feel And Rice Bran As Substrate Or Growth


Media Of Trichoderma Viride And Aspergillus Niger to produce
Cellulase Enzyme

Oleh
HASRIANY
G 311 09 265

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
PEMANFAATAN KULIT KAKAO DAN DEDAK PADI
SEBAGAI SUBSTRAT ATAU MEDIA PERTUMBUHAN
TRICHODERMA VIRIDE DAN ASPERGILLUS NIGER
UNTUK MEMPRODUKSI ENZIM SELULASE

Oleh

HASRIANY
G 311 09 265

Skripsi Hasil Penelitian


Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Teknologi Pertanian

Pada

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pemanfaatan Limbah Kulit Kakao Dan Dedak Padi


Sebagai Substrat Atau Media Pertumbuhan
Trichoderma Viride Dan Aspergillus Niger Untuk
Memproduksi Enzim Selulase
Nama : Hasriany
Nim : G311 09 265
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan

Disetujui
1. Tim Pembimbing

Dr. Ir. Mariyati Bilang, DEA Dr. Ir. Jumriah Lankong, MP


Nip. 19840327 198302 2 001 Nip. 19571215 198703 2
001

Mengetahui

2. Ketua Jurusan Teknologi Pertanian 3. Ketua Panitian Ujian Sarjana


Ub. Sekretaris Jurusan

Prof. Dr. Ir. Hj. Mulyati M. Tahir Ir. Nandi K. Kusendar.M.App.Sc


Nip. 19570923 19312 2 001 Nip. 19571103 198406 1 001
Tanggal Lulus: Januari 2014
HASRIANY (G311 09 265) Pemanfaatan Kulit Kakao Dan Dedak Padi
Sebagai Substrat Atau Media Pertumbuhan Trichoderma Viride Dan
Aspergillus Niger Untuk Memproduksi Enzim Selulase dibawah
Bimbingan Mariyati Bilang dan Jumriah Langkong.

RINGKASAN

Sulawesi adalah penghasil kakao terbesar, sehingga limbah dalam bentuk


kulit melimpah selama musim panen. Kulit kakao mengandung banyak
komponen yang biasa dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan untuk
kapang Trichoderma viride dan Aspergillus niger yang dapat
memproduksi enzim selulase. Metode fermentasi solid dapat digunakan
untuk memproduksi enzim selulase dimana kapang ditumbuhkan pada
media kulit kakao. Variable perlakuan dalam penelitian untuk
menghasilkan selulase dari substrat kulit kakao dan dedak padi parameter
pertama A= Lama Pemanasan : A1=1210C, 30 menit ; A2=1000C, 90
menit ; A3= 1000C, 60 menit. Parameter ke dua B=Lama
Inkubasi/Fermentasi : B1=24 jam; B2=48 Jam; B3=72 jam; B4=96 Jam.
Parameter substrat untuk pertumbuhan kapang meliputi kadar air, total
gula dan total protein. Hasil penelitian aktivitas tertinggi untuk total
selulase diperoleh dari kapang Aspergillus niger dimana substrat
dipanaskan pada suhu 1000C selama 90 menit setelah inkubasi 96 jam
dan hasil aktivitas tertinggi untuk endoglukanase diperoleh dari kapang
Aspergillus niger dimana substrat dipanaskan pada suhu 1000C selama 60
menit setelah inkubasi 96 jam.

Kata kunci: Fermentasi Media Padat, Selulase, Trichoderma viride,


Aspergillus niger.
HASRIANY (G311 09 265) Utilization Of Cocoa Leather And Rice Bran
As A Growth Substrate Or Media Trichoderma Viride And To
Aspergillus Niger Cellulase Enzyme Powder Under Guidance of
Mariyati Bilang and Jumriah Langkong.
ABSTRACT

Sulawesi is the largest producer of cocoa. Howover it produces the largest


waste cocoa feel in harvest season. Cocoa feel contains many
components that can be used as a growth media for Aspergillus niger and
Trichoderma viride to produce cellulase enzymes . Solid state
fermentation can be used to produce cellulase enzymes where is mold
grow up on media of cocoa skin . In this, there were for Variables applied
to produce cellulase enzyme from cocoa skin and rice bran the frist was
heating time consisted of 1210C , 30 minutes (A1) ; 1000C , 90 minutes
(A2) ; 1000C , 60 minutes (A3) and the second was incubation/
fermentation time consisted of 24 hours (B1); 48 hours (B2) ; 72 hours
(B3); 96 hours (B4) . Substrate parameters the for mold growth were
water content, total sugar and total protein. The results showoed that the
highest activity of total cellulase produced by Aspergillus niger was the
substrate which was heated at 1000C for 90 minutes after 96 hours
incubation and the highest endoglucanase activity produced by Aspergillus
niger was the substrate which was heated at 1000C for 60 minutes after 96
hours incubation .

Keyword: Solid State Fermentation, Cellulase, Trichoderma viride,


Aspergillus niger
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan

karunia-Nya saya dapat menyelesaiakan tugas akhir yang berjudul

“Pemanfaatan Kulit Kakao dan dedak Padi sebagai Substrata tau

Media Pertumbuhan Kapang Trichoderma viride dan Aspergillus

niger”. Meskipun banyak hambatan yang saya alami dalam proses

pengerjaannya, tapi saya bersyukur dapat menyelesaikan tugas akhir ini

Tidak lupa saya sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing

yang telah membantu dan membimbing, serta memotivasi saya dalam

mengerjakan tugas akhir ini. saya juga mengucapkan terimakasih kepada

ketua jurusan teknologi pertanian dan ketua program studi ilmu dan

teknologi pangan.

Tentunya ada hal-hal yang ingin penulis berikan kepada para

pembaca dari penulisan tugas akhir ini. Penulis berharap tugas akhir ini

dapat meberikan informasi kepada pembaca mengenai pemanfaatan

limbah pertanian. Karena itu saya berharap semoga tugas akhir ini dapat

menjadi sesuatu yang berguna bagi penulis maupun yang membacanya.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun tulisan ini masih jauh

dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun guna sempurnanya tulisan ini.

Makassar, Januari 2013

Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skirpsi ini sehingga dapat terselesaikan

“terima kasih kepada”

1. Ketua Jurusan dan sekertari jurusan Teknologi Pertanian

2. Ketua Program Studi dan sekertaris Program Studi Ilmu dan

Teknologi Pangan Universitas Hasanuddin

3. Dr. Ir. Mariyati BIlang, DEA dan Dr. Ir. Jumriah Langkong, MP selaku

pembimbing I dan pembimbing II yang dengan sabar membimbing,

mendorong, memotivasi dan senantiasa memberikan masukan

kepada penulis selama pelaksanaan penelitian hingga penulisan

skripsi ini.

4. Prof Dr. Ir. H. Jalil Genisa, Ms dan Dr. rer-nat. Zaenal, S.TP,

M.Foodtech selaku dosen penguji yang senangtiasa memberikan

saran dan masukan dalam penyusunan skiripsi ini

5. Dosen-dosen dan seluruh staf Jurusan Teknologi Pertanian yang

telah memberikan ilmu, semangat, bimbingan serta motivasi selama

perkuliahan hingga penyusunan skiripsi.

6. Ibu Ati selaku laboran yang selalu membantu penulis selama

penelitian berlangsung.

7. Pak Amir dan Bu Yuli yang selalu membantu dalam pengurusan

berkas.
8. Kepada Seluruh Keluarga Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian

Universitas Hasanuddin, terima kasih karena kalian telah

memberikan warna pada penulis selama penulis menjadi mahasiswa

Teknologi Pertanian.

9. Terima kasih kepada kelurga besarku yang selalu memberikan

semangat dan bantuannya baik moral maupun materi.

10. Kepada seluruh rekan-rekan “OBOR 09” yang dari awal menjadi

mahasiswa hingga sekarang yang selalu memberikan semangatnya

kepada penulis terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

11. Sahabat-sahabat “The Tc” yang memberikan semangat yang begitu

luar biasa, dukungan kalian sangat berarti untuk ku.

12. Terima kasih kepada “Teletubies” Yuyun, Amrida, Anita, yang

selalu memberikan bantuannya selama ini.

13. Sahabat “The Texa 09” Aliya, Lukman, Ucenk, Ahmad, Rahma,

Ndhy, Acha, Asri, Ikki, Vano, Fischer, Amma, Unnu, Nul Pia,

Halim, Mustar, Irha, Tono, Yoland, Hikma, Icha, Hamsah, Erick,

Adhi yang selalu memberikan semangat, dukungan selama masa

perkuliahan hingga sekarang. Kalian takkan pernah terlupakan

semoga kita tetap menjadi saudara. Teman seperjuangannku di

laboratorium “ Upi, Nira, K’ Aan, K’ Arni terima kasih bantuanya

selama penelitian.
14. Teman-teman seperjuanganku yang memberikan semangatnya

Riska Vivi Alfira, Noviyanti, Surya Azhar Akbar terima kash atas

semua semangatnya kalian tidak akan terlupakan

15. Terimah kasih kepada kepada sahabat “Pepromeno” Dila, Fandi,

Fadli, Ancha, Arief, Firman, Anas , Ince dan sahabat-sahabat

peperomeni yang tidak sempat penulis sebutkan namanya terimah

kasih selalu mendukung penulis, memberikan semangat kepada

penulis terimah kasih tak terhingga buat kalian atas semuanya.

Kupersembahkan skiripsi ini buat Ayahanda tercinta Mustafa dan

Ibunda tercinta Fahirah yang selama ini dengan penuh kesabaran,

ketulusan serta kasih sayang dalam merawat, membimbing, dan

membesarkan penulis serta senantiasa memberikan dukungan, semangat,

doa serta pengorbanannya yang dilakukan tak ternilai harganya.


RIWAYAT PENULIS

Nama lengkap Hasriany. Lahir di Ujung

Pandang pada tanggal 28 Agustus 1991.

Anak bungsu dari enam bersaudara dari

pasangan Mustafa dan Fahirah.

Pendidikan formal yang pernah dijalani adalah :

1. Sekolah Dasar Inpres Tangkala I(1998 –

2003)

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 16 Makassar (2003 – 2006)

3. Sekolah Menengah Kejuruan Darussalam Makassar (2006-2009)

4. Pada Tahun 2009 terdaftar sebagai mahasiswa Teknologi Pertanian, Universitas

Hasanuddin Makassar melalui jalur SPMB Program Strata Satu (S1)

Selama menjalani studi penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa

Teknologi Pertanian (Himatepa UH).

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .................................................. ................................................. xi
DAFTAR TABEL .......................................... ................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................... ................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................... ................................................. xv

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................... ................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................. ................................................. 4
C. Tujuan Penelitian ............................... ................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................. ................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Enzim ................................................. ................................................. 6
B. Selulase (E.C.3.2.1) ........................... ................................................. 8
C. Trichoderma Viride ............................. ................................................. 13
D. Aspergillus Niger ................................ ................................................. 14
E. Fermentasi Media Padat (Solid State Fermentation ............................. 15
F. Komposisi Media ................................ ................................................. 19
F.1. Kulit Kakao .................................. ................................................. 19
F.2. Dedak.......................................... ................................................. 20

III. METODOLOGI PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat ............................. ................................................. 22
B. Alat dan Bahan ................................... ................................................. 22
C. Prosedur Penelitian ............................ ................................................. 23
D. Perlakuan Penelitian .......................... ................................................. 27
E. Pengolahan Data ............................... ................................................. 28
F. Parameter Pengamatan ..................... ................................................. 28
G. Prosedur Analisa ................................ ................................................. 29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Analisa Awal Substrat Pertumbuhan Jamur ......................................... 36
1. Kadar Air ................................... ................................................. 36
2. Kandungan Gula ....................... ................................................. 36
3. Total Protein ............................. ................................................. 37
B. Isolasi Mikroba ................................... ................................................. 38
C. Penambahan Larutan Mineral (Penentuan Kondisi Pertumbuhan
jamur .................................................. ................................................. 38
D. Evolusi Berat Kering ........................... ................................................. 39
E. Analisa Enzimatik ................................ ................................................. 40
1. Total Selulase ................................ ................................................. 40
2. Endoglukanase .............................. ................................................. 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ........................................ ................................................. 48
B. Saran.................................................. ................................................. 48

DAFTAR PUSTAKA ..................................... ................................................. 49


LAMPIRAN ................................................... ................................................. 53
DAFTAR TABEL

NO Judul Halaman
1 Enzim yang dihasilkan mikroba dan aplikasinya 7
2 Metode yang digunakan untuk menentukan 11
aktivitas enzim selulase
3 Komposisi Kimia kulit buah kakao 20
4 Kandungan zat gizi dedak padi 21
5 Komposisi subtrat media fermentasi 26
6 Matriks perlakuan penelitian 28
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
1 Pengelompokkan enzim selulase berdasarkan 9
spesifikasi substrat
2 Tahapan Hidrolisis Selulase 10
3 Diagram Alir Penelitian 35
4 Diagram Alir Pembuatan Larutan Spora 36
5 Penurunan berat kering media fermentasi oleh 39
kultur trichoderma viride
6 Penurunan berat kering media fermentasi oleh 39
kultur aspergillus niger
7 Hubungan Suhu dan Waktu Pemanasan Media 41
Serta Waktu Inkubasi terhadap Aktivtas Total
Selulase
8 Pengaruh lama inkubasi terhadap aktivitas 44
endoglukanase
9 Shaker substrat 63
10 Penyaringan substrat 63
12 Perendaman dalam air es 64
DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman
1 Hasil Pengukuran Berat Kering Media Fermentasi 53
2 Kurva Standar Aktivitas Enzim Selulase 54
3 Rumus Perhitungan Aktivitas Enzim Selulase 55
4a Tabel Hasil Analisa Total Selulase dari Kultur 55
Trichoderma Viride
4b Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Aktivitas Total 55
Selulase dari kultur Trichoderma Viride
4c Uji Lanjutan BJND Pengaruh Suhu dan Lama 56
Pemanasan terhadap Aktivitas Total Selulase dari
kultur Trichoderma Viride
4d Uji Lanjutan BJND Pengaruh Lama Inkubasi 56
Aktivitas Total Selulase dari kultur Trichoderma
Viride
4e Uji Lanjutan BJND Analisa Pengaruh Interaksi Suhu 56
dan Lama Pemanasan dan Lama Inkubasi Aktivitas
Total Selulase dari kultur Trichoderma Viride
5a Tabel Hasil Analisa Total Selulase dari Kultur 57
Aspergillus Niger
5b Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Aktivitas Total 57
Selulase dari kultur Aspergillus Niger
5c Uji Lanjutan BJND Pengaruh Suhu dan Lama 57
Pemanasan terhadap Aktivitas Total Selulase dari
kultur Aspergillus Niger
5d Uji Lanjutan BJND Pengaruh Lama Inkubasi 58
Aktivitas Total Selulase dari kultur Aspergillus Niger
5e Uji Lanjutan BJND Analisa Pengaruh Interaksi Suhu 58
dan Lama Pemanasan dan Lama Inkubasi Aktivitas
Total Selulase dari kultur Aspergillus Niger
6a Tabel Hasil Analisa aktivitas endoglukanase dari 59
Kultur Trichoderma Viride
6b Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Aktivitas 59
endoglukanase dari kultur Trichoderma Viride
6c Uji Lanjutan BJND Pengaruh Suhu dan Lama 59
Pemanasan terhadap Aktivitas endoglukanase dari
kultur Trichoderma Viride
6d Uji Lanjutan BJND Pengaruh Lama Inkubasi 60
Aktivitas endoglukanase dari kultur Trichoderma
Viride
6e Uji Lanjutan BJND Analisa Pengaruh Interaksi Suhu 60
dan Lama Pemanasan dan Lama Inkubasi Aktivitas
endoglukanase dari kultur Trichoderma Viride
7a Tabel Hasil Analisa endoglukanase dari Kultur 61
Aspergillus Niger
7b Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Aktivitas 61
endoglukanase dari kultur Aspergillus Niger
7c Uji Lanjutan BJND Pengaruh Suhu dan Lama 61
Pemanasan terhadap Aktivitas endoglukanase dari
kultur Aspergillus Niger
7d Uji Lanjutan BJND Pengaruh Lama Inkubasi 62
Aktivitas endoglukanase dari kultur Aspergillus
Niger
7e Uji Lanjutan BJND Analisa Pengaruh Interaksi Suhu dan 62
Lama Pemanasan dan Lama Inkubasi Aktivitas
endoglukanase dari kultur Aspergillus Niger
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di Indonesia Kakao adalah tanaman yang mempunyai nilai

ekonomi yang tinggi, sebagai komoditi ekspor. Namun tanaman

tersebut mempunyai limbah yang sangat tinggi terutama pada kulit

buahnya. Sehingga perlu dilakukan penanganan karena kulit kakao

mengandung gula pereduksi 4,80 %, protein 1,87 %, lemak 0,32 %,

pektin 4,80 %, serat kasar 26,81 %, karena kandungan kulit kakao

yang begitu banyak sehingga kulit kakao tersebut dapat dimanfaatkan

menjadi bahan yang bernilai ekonomi (Pahlevi, 1987).

Dedak merupakan limbah yang di hasilkan dari pabrik

penggilingan beras, dimana limbah ini biasanya dimanfaaatkan untuk

pakan ternak,karena kandungan dari dedak yang yang terdiri dari

protein 12,9%, lemak 13 %, serat 11,4 %, kalsium 0,07 %, Phospor

0,21 % magnesium 0,22 % sehingga menjadi sumber nutrisi bagi

tenak.

Fermentasi media padat merupakan suatu proses di mana

produk fermentasi kasar digunakan secara langsung sebagai sumber

enzim. Dimana fermentasi media padat memiliki kebutuhan energi

lebih rendah dibanding dengan fermentasi media cair dan

produktivitasnya lebih tinggi. Dalam fermentasi media padat melibatkan

mikroorganisme pada substrat yang lembab atau kadar air yang

rendah (Murty et all). Dalam meproduksi enzim ada baiknya


menggunakan mikroorganisme karena mikroorganisme dapat

memproduksi enzim lebih dari satu jenis enzim. Media partumbahan

mikroorganisme digunakan dalam fermentasi media padat ini adalah

kulit kakao dan dedak padi karena dalam kulit kakao terdapat karbon

dan nitrogen yang dapat dipenuhi untuk pertumbuhan mikrooganisme

selama proses fermentasi berlangsung. Selain karbon dan nitrogen

perlunya juga penambahan mineral dan garam-garam ke dalam

fermentasi tersebut.

Mikroorganisme adalah sumber enzim yang paling banyak

digunakan dibandingkan dengan tanaman dan hewan. Sebagai

sumber enzim, mikroorganisme lebih menguntungkan karena

pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada substrat yang murah, lebih

mudah ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan kondisi pertumbuhan

dan rekayasa genetik, serta mampu menghasilkan enzim lebih dari

satu jenis enzim. Beberapa mikroorganisme (Kapang) yang dapat

mendegradasi bahan-bahan yang mengandung selulosa melalui

aktivitas metabolisme dan ditumbuhkan ke dalam media pertumbuhan

diantaranya adalah Trichoderma viride dan Aspergillus niger.

Mikroorganisme (kapang) membutuhkan media pertumbuhan

yang mengandung C,N dan Mineral. Media pertumbuhan yang dapat

memenuhi kebutuhan nutrisi C, N dan mineral yang baik bagi

pertumbuhan kapang dapat diperoleh dari kulit kakao dan dedak padi

sebagai sumber C,N, dan mineral dengan tingkat kelembaban


(kadar air) yang relative rendah. Sehingga mempunyai potensi yang

tinggi untuk dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan mikroba.

Enzim sangat dibutuhkan dalam industri. Salah satu enzim yang

banyak digunakan dalam industri adalah enzim selulase. Enzim

selulase dalam industri pangan digunakan untuk melembutkan

sayur-sayuran, mengeluarkan kulit dari biji-bijian seperti gandum,

mengeluarkan agar-agar dari rumput laut dengan menguraikan dinding

sel daun rumput (Beg et al, 2001). Karena peranannya yang sangat

penting, ada baiknya diproduksi enzim selulase dengan harga yang

murah karena enzim biasanya dijual dengan harga yang relatif mahal.

Enzim berdasarkan keberadaannya dibagi menjadi dua yaitu

enzim konstitutif dan induktif. Enzim konstitutif ialah enzim yang

dibentuk terus-menerus oleh sel tanpa peduli apakah substratnya ada

atau tidak sedangkan enzim induktif (enzim adaptif) ialah enzim yang

dibentuk karena adanya rangsangan substrat atau senyawa tertentu

yang lain (Timotius,1982).

Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi enzim selulase dari

substrat kulit kakao dan dedak padi dengan menggunakan metode

fermentasi padat dengan isolate kapang Trichoderma viride dan

Aspergillus niger.
B. Rumusan Masalah

Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar

khususnya di Sulawesi selatan, sehingga limbah kulit kakao dari

perkebunan kakao rakyat biasa berlimpah yang hanya dimanfaatkan

sebagai pupuk di perkebunan kakao itu sendiri dan dimanfaatkan

sebagai pakan ternak. Salah satu manfaat kulit kakao dapat digunakan

sebagai media atau substrat untuk memproduksi enzim selulase

dengan menggunakan mikroorganisme (Trichoderma viride dan

Aspergillus niger) dengan sistem fermentasi padat atau Solid State

Fermentation (SSF), yaitu metode fermentasi dengan kondisi substrat

yang tidak larut dan tidak terdapat air bebas di sekitar permukaan

media. Selain kulit kakao ditambahkan pula dedak padi sebagai

sumber nitrogen untuk pertumbuhan kapang, kulit kakao dan dedak

padi mengandung selulosa sehingga dapat menginduksi enzim yang

diinginkan dalam penelitian ini yaitu enzim selulase. Di dalam

memproduksi enzim dengan memanfaatkan mikroorganisme

dibutuhkan lingkungan media atau substrat yang sesuai untuk

pertumbuhan jamur sehingga perlu dikaji perbandingan substrat antara

kulit kakao dan dedak padi yang sesuai untuk pertumbuhan

mikroorganisme. Agar nutrisi terutama karbon dan nitrogen pada kulit

kakao dan dedak padi dapat digunakan secara optimum oleh kapang
maka perlu dikaji mengenai suhu dan lama pemanasan terhadap

substrat yang digunakan, selain dari suhu pemanasan perlu juga dikaji

mengenai inkubasi terbaik untuk produksi enzim selulase.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbandingan substrat (kulit kakao dan dedak

padi) yang baik untuk pertumbuhan kapang.

2. Untuk mempelajari suhu dan lama pemanasan substrat yang baik

untuk pertumbuhan kapang

3. Untuk mempelajari lama waktu fermentasi dalam memproduksi

enzim selulase

4. Menguji aktivitas enzim sellulosa yang dihasilka.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai ekonomi

terhadap limbah kulit kakao serta memberikan informasi bagaimana

cara memproduksi enzim selulase oleh kapang Trichoderma viride dan

Aspergillus niger melalui fermentasi padat.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Enzim

Enzim digunakan dalam sebagian besar sektor industri,

terutama industri makanan. Selain itu, enzim juga digunakan dalam

industri deterjen, farmasi, dan tekstil. Lebih dari 2000 enzim telah

diisolasi, tetapi hanya 14 enzim yang diproduksi secara komersial.

Kebanyakan dari enzim ini adalah hidrolase, misalnya amilase,

protease, pektinase, dan selulase. Enzim penting lainnya adalah

glukosa isomerase dan glukosa oksidase. Alasan digunakannya enzim

dalam industri adalah enzim mempunyai kelebihan antara lain :

 Kemampuan katalitik yang tinggi, mencapai 109-1012 kali laju reaksi

non-aktivitas enzim

 Spesifikasi substrat yang tinggi

 Reaksi dapat dilakukan pada kondisi yang lunak, yaitu pada tekanan

dan temperatur rendah (Fowler, 1988)

Enzim dibedakan menjadi dua eksoenzim dan endoenzim

berdasarkan tempat kerjanya, ditinjau dari sel yang membentuknya .

Ekoenzim adalah enzim yang aktivitasnya diluar sel sedangkan

endoenzim adalah enzim yang aktivtasnya didalam sel. Selain

ekoenzim dan endoenzim, dikenal juga enzim konstitutif dan induktif.

Enzim konstitutif ialah enzim yang dibentuk terus-menerus oleh sel

tanpa peduli apakah substratnya ada atau tidak sedangkan enzim


induktif (enzim adaptif) ialah enzim yang dibentuk karena adanya

rangsangan substrat atau senyawa tertentu yang lain misalnyan

pembentukan enzim beta-galaktosida pada Escherichia coli yang

induksi oleh laktosa sebagai substratnya. Tetapi, ada senyawa lain

juga yang dapat menginduksi enzim tersebut walaupun tidak

meruapakn substratnya, yaitu melibiosa. Tanpa adanya laktosa atau

melibiosa, maka enzim beta-galaktsida tidak disintesis, tetapi

sintesisnya akan dimulai bila ditambahkan laktosa atau

melibiosa (Timotius,1982).

Enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa mikroorganisme

dan pengaplikasinnya dalam industri menurut fowler, (1988) dapat

dilihat pada tabel berikut:

Tabel 01. Beberapa enzim yang dihasilkan mikroba dan aplikasinya


Enzim Sumber Aplikasi
Amylase Bacillus subtilis Tekstil, pelarutan pati,
Aspergillus oryzae produksi glukosa
Penicillium roqueforti
Aspergillus niger
Penicillinase Bacillus subtilis Degradasi penisilin
Invertase Aspergillus oryzae Industri permen
Saccharomyces
cerevisiae
Selulase Aspergillus niger Pengurang viskositas,
Trichoderma sp. membantu sistem
pencernaan
Pektinase Aspergillus niger Klarifikasi wine dan
jus buah
Protease Clostridium sp. Pelunak, membantu
sistem pencernaan
Sumber: Fowler, 1988.
Kebanyakan enzim mikroba yang digunakan secara komersial

adalah ekstraseluler, dimana enzim diproduksi dalam sel kemudian

dikeluarkan atau berdifusi dari ke enam enzim tersebut Amylase,

penicilinase, invertase, selulase, pektinase, dan protease sehingga

memungkinkan untuk direcovery. Seleksi organisme produser adalah

kunci dalam pengembangan proses sistem mikrobial.

Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih

mikroorganisme :

 Sumber organisme stabil

 Mudah tumbuh dan berkembang sehingga biaya produksi rendah

 Produktivitas enzim tinggi

 Tidak mengeluarkan racun

Dari semua hal tersebut, yang paling penting adalah stabilitas

strain dan produktivitas enzim yang tinggi (Fowler, 1988).

B. Selulase (E.C. 3.2.1)

Enzim selulase merupakan enzim yang dapat memutuskan

ikatan glukosida β-1,4 di dalam selulosa. Enzim terdiri dari

komponen enzim yaitu selobiohidrolase (CBH), endoglukanase dan

p-glukosidase yang bekerja secara sinergi memecah selulosa di

alam (Anonim, 1999).

Selulase merupakan suatu komplek enzim yang terdiri dari

beberapa enzim yang bekerja bertahap atau bersama-sama

menguraikan selulosa menjadi glukosa. Ada empat kelompok enzim


utama yang menyusun selulase berdasarkan spesifitas substrat

masing-masing enzim (Enari, 1983).

Gambar 01. Pengelompokan enzim selulase berdasarkan spesifitas


substrat

Selulase merupakan kumpulan dari beberapa enzim yang

bekerja bersama untuk hidrolisis selulosa. Mikroorganisme tertentu

menghasilkan partikel yang dinamakan selulosom. Partikel ilmiah

yang akan terdisintegrasi menjadi enzim-enzim, yang secara sinergis

mendegradasi selulosa (Belitz dkk, 2008). Sedikitnya ada tiga enzim

yang terlibat dalam mendegradasi atau hidrolisis selulosa, yaitu endo

β-glukanase, ekso β-glukanase, dan β-glukosidase.

Reaksi hidrolisis selulosa oleh selulase sebagai berikut:


Tahapan-tahapan hidrolisis selulosa oleh selulase dapat

dilihat pada gambar 02 faktor C1 sangat diinhibasi oleh produknya

sehingga selobiase diperlukan agar hidrolisis selulosa dapat

berlangsung. Selobiase juga diinhibasi oleh produknya, hidrolisis

selulosa hanya dapat dilakukan jika tersedia selobiase dalam jumlah

besar atau glukosa yang terbentuk segera dipisahkan.

Gambar 02. Tahapan hidrolisis selulosa (Sumber Ghori, 2001)


Metode yang biasa digunakan untuk penentuan aktivitas

enzim selulase tersaji pada tabel 02 dibawah ini, (Enari, 1983).

Tabel 02. Metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas enzim


selulase
Aktivitas enzim Substrat Produk yang diukur
yang diukur
Total selulase Selulosa kristralin: - gula reduksi
- kapas - glukosa
- avicel
- kertas saring

Aksi sinergistik - kapas - gula reduksi


dari - avicel - penurunan berat
selobiohidrolase - hidroselulase - penurunan optical
dan - dyed avicel density
endoglukanase - dyed kertas - warna dari olisakarida
saring dapat larut
endoglukanase
- Carboxy Methyl - gula reduksi
Cellulose (CMC) - penurunan viskositas
dan Hidroxy
Ethyl Cellulose
selobiohidrolase (HEC)
- gula reduksi
- Kapas
- Avicel
- Selulosa amorf
β- Glukosidase - Selobiosa
- glukosa
- P-nitrofenil β-D- - p-nitrofenol
glukosa - saligenin
- Salisin
Sumber : Enari (1983)

Menurut Tsao et al. (1978) dan Enari (1983), pengukuran

aktivitas total selulase dilakukan untuk mengukur aktivitas campuran

enzim yang menghidrolisis bahan yang mengandung selulosa dan

menghasilkan glukosa sebagai produk akhir. Aktivitas selulase

menggambarkan pengaruh sinergisme antara enzim yang berbedah


dan pengaruh hambatan dari produk akhir. Substrat yang digunakan

adalah selulosa tak larut, sehingga diperlukan waktu reaksi yang cukup

lama agar enzim dapat berdifusi ke dalam serta selulosa.

Substrat yang digunakan untuk penentuan aktivitas total

selulase adalah kertas saring (Whatman no 1) dan avicel, sedangkan

produk yang diukur adalah glukosa. Enzim yang menghidrolisis subtrat

ini dikenal dengan nama Filter Paperase (FP-ase) dan aviselase.

Pengukuran aktivitas enzim selulase pada substrat tergantung pada

enzim β-glukosidase yang ada sehingga untuk menghindaari kesalahan

interprestasi pengukuran FP-ase, pengukuran aktivitas β-glukosidase

perlu dilakukan . Menurunnya produksi enzim akibat terhambatnya

produksi enzim oleh glukosa yang dihasilkannya. Hal ini disebut

dengan efek glukosa dimana glukosa umumnya menghambat

pembentukan enzim katabolit (Gong dan Tsao, 1979)

Menurut Mandels et all (1976) aktivitas enzim FP-ase

dinyatakan dengan banyaknya gula pereduksi (sebagai glukosa) yang

dihasilkan selama esei. Aktivitas FP-ase per unit volume akan

berkurang dengan bertambahnya konsentrasi enzim dan waktu

inkubasi serta akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi

selulosa. Karbosimetilselulosa (CMC) adalah turunan selulosa dapat

larut yang digunakan sebagai substrat bagi enzim endoselulase. Enzim

yang dapat menghidrolisis CMC sering disebut juga sebagai

karboksimetilselulase (CMC-ase) (Gong dan Tsao, 1979).


Menurut Lindner et al (1983), kelinieran hubungan antara gula

pereduksi yang dihasilkan dengan waktu hidrolisis terutama

dipengaruhi oleh konsentrasi enzim, derajat substansi CMC dan

kepekaan pereaksi penentu gula pereduksi. Poulsen dan Petersen

(1985) menerangkan bahwa semakin besar konsentrasi enzim yang

digunakan maka semakin tidak linier grafik hubungan antara waktu esei

dengan gula pereduksi yang dihasilkan selama hidrolisis. Hal ini

disebabkan terbatasnya substrat yang dapat dihidrolisis oleh enzim.

Untuk mendapatkan hasil pengujian yang baik walaupun substrat CMC

bersifat dapat larut disarankan untuk menggunakan enzim dengan

faktor pengenceran setinggi mungkin. Karboksimeti selulosa

merupakan turunan dari selulosa dengan derajat substitusi yang dapat

diatur besarnya tergantung kepada tujuan penggunaanya (Nicholson

dan Merrits, 1983).

C. Trichoderma Viride

Trichoderma viride adalah kapang berfilamen yang sangat

dikenal sebagai organisme selulolitik dan menghasilkan enzim-enzim

selullolitik, termasuk enzim selobiohidrolase, endoglukanase dan

ß-glukosidase (Deacon, 1997). Kelebihan dari Trichoderma viride selain

menghasilkan enzim selulolitik yang lengkap, juga menghasilkan enzim

xyloglukanolitik (Tribak et al., 2002). Keberadaan enzim ini akan

semakin mempermudah enzim selulolitik dalam memecah selulosa.


Trichoderma viride merupakan jamur yang potensial

memproduksi selulase dalam jumlah yang relative banyak untuk

mendegradasi selulase sehingga mudah dicerna oleh ternak. Enzim ini

berfungsi sebagai agen pengurai yang spesifik untuk menghidrolisis

ikatan kimia dari selulase dan turunannya. Selain itu Trichoderma viride

mempunyai kemampuan meningkatkan protein bahan pakan dan pada

bahan berselulosa dapat merangsang keluarnya enzim selulase

(Poesponegoro, 1976).

D. Aspergillus Niger

Aspergillus niger merupakan salah satu kapang genus

Aspergillus, family Moniliaceae,ordo Moniliales, dan subdivisi

Eumycophyta yang bersifat aerobic sehingga dalam

pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup

dan untuk pertumbuhan memerlukan suhu optimum

sekitar 35 – 37oC (Fraizier and Westhoff, 1981).

Untuk pertumbuhan Aspergillus niger menggunakan nutrisi

yang ada di sekitarnya misalnya molekul-molekul sederhana seperti

gula yang terlarut dapat langsung diserap oleh hifa, tetapi

polimer-polimer seperti pati dan sellulosa akan dipecah terlebih dahulu

oleh enzim-enzim ekstraseluler yang dihasilkannya menjadi molekul

sederhana yang diserap (Moore and Landacker, 1983).


Aspergillus niger merupakan jenis kapang yang menghasilkan

banyak macam enzim ekstraseluler, seperti α-amilase, glukoamilase,

β-glukosidase dan sellulase (Saha, 1991). Kompiang et all (1995)

menyatakan bahwa Aspergillus niger memproduksi enzim

pendegradasi pati yang akan memecah pati menjadi glukosa yang

selanjutnya digunakan sebagai sumber karbon oleh kapang selama

proses fermentasi. Aspergillus niger juga merupakan kapang aerobic

yang dapat menghasilkan enzim sellulase untuk membantu pencernaan

dan memperbaiki efisiensi penggunaan pakan.

E. Fermentasi Media Padat (Solid State Fermetation)

Fermentasi berasal dari kata latin “fervere” yang berarti

mendidih yang menunjukkan adanya aktivitas pada ekstrak

buah-buahan atau larutan malt biji-bijian. Kelihatan seperti mendidih

karena terbentuknya gelembung-gelembung CO2 akibat dari proses

katabolisme secara anaerobik dari gula yang ada dalam

ekstrak (Retno Wijayanto & Tri Wuri Hadayani, 2008).

Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi

dua golongan, yaitu fermentasi medium padat dan medium cair.

Fermentasi medium padat adalah proses fermentasi yang substratnya

tidak larut dan tidak mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung

air untuk keperluan mikroorganisme. Sebaliknya fermentasi medium

cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi

dalam fase cair (Chahal, 1985).


Fermentasi medium padat secara alami umumnya berlangsung

pada medium dengan kadar air berkisar antara 60 sampai 80 %,

karena pada keadaan ini medium mengandung air yang cukup untuk

pertumbuhan mikroba (Aidao et al,1982).

Pada fermentasi padat ini, substrat fermentasi dicampur

dengan cairan yaitu air atau air dengan kandungan mineral tertentu,

biasanya sampai 50 %, sehingga diperoleh substrat semi padat. Pada

fermentasi ini tidak semua substrat dapat dicapai oleh mikroba.

Biasanya mikroba tumbuh pada daerah tertentu yaitu permukaan

sehingga bagian substrat ditengah atau dibawah biasanya tak

ditumbuhi mikroba (Thenzawidjaja, 1989).

Menurut Frost dan Moss (1987), fermentasi padat memiliki

beberapa kelebihan disbanding fermentasi cair ,yaitu :

- Medium yang digunakan relative sederhana

- Ruang yang dibutuhkan relative kecil dibandingkan dengan

rendemen yang dihasilkan.

- Ekstraksi enzim lebih mudah, yaitu dengan menambahkan pelarut

langsung.

- Kondisi tumbuh kapang mendekati keadaan yang biasa dijumpai di

alam

- Inokulasi dapat langsung dari spora tanpa melalui media inokulum.

- Rendahnya kadar air, yang memperkecil kemungkinan untuk

tumbuhnya bakteri yang tidak diinginkan.


Selain kelebihan-kelebihan tersebut, fermentasi padat juga

memiliki beberapa kekurangan (Frost dan Moss, 1987), yaitu:

- Hanya terbatas untuk pertumbuhan kapang saja

- Sukar mengukur beberapa parameter proses karena kultur kurang

homogen

- Sebagian substrat (kecuali beras) umumnya memerlukan pra-

perlakuan (misalnya delignifikasi).

Sistem fermentasi padat umumnya diidentikkan

dengan pertumbuhan mikroorganisme dalam partikel pada substrat

dalam berbagai variasi kadar air. Substrat padat bertindak sebagai

sumber karbon, nitrogen, mineral, dan faktor-faktor penunjang

pertumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menyerap air, untuk

pertumbuhan mikroba (M. Saban Tanyildizi dkk, 2007).

Nathalia (2011) berpendapat bahwa media fermentasi

biasanya diberikan perlakuan fisik berupa pemanasan dan

perendaman. Perlakuan fisik ini menyebabkan media terdegradasi .

Mikroorganisme yang tumbuh melalui sistem fermentasi padat

berada pada kondisi pertumbuhan di bawah habitat alaminya,

mikroorganisme tersebut dapat menghasilkan enzim dan metabolisme

yang lebih efisien dibandingkan dengan sistem fermentasi cair. Sistem

fermentasi padat memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan dengan

sistem fermentasi cair, diantaranya tingkat produktivitasnya tinggi,

tekniknya sederhana, biaya investasi rendah, kebutuhan energi rendah,


jumlah air yang dibuang sedikit, recovery produknya lebih baik, dan

busa yang terbentuk sedikit. Sistem fermentasi padat ini dilaporkan

lebih cocok digunakan di negara-negara berkembang. Manfaat lain dari

sistem fermentasi padat adalah murah dan substratnya mudah didapat,

seperti produk pertanian dan industry

makanan (M. Saban Tanyildizi dkk, 2007).

Aktivitas biologis mikroba pada sistem fermentasi media padat

akan menurun bila kadar air media sekitar 12 %, sehingga semakin

mendekati nilai maka aktivitas mikroba akan semaki

tertahan (Troller, 1980).

Selama proses fermentasi berlangsung, selama itu juga berat

kering akan semakin menurun, penurunan berat kering ini karena

substrat dikonsumsi oleh mikroorganisme. Sehingga semakin

menurunnya berat kering maka pertumbuhan jamur pada media

fermentasi berlangsung (Purwoko, 2007).

Waktu fermentasi berpengaruh terhadap aktivitas enzim yang

dihasilkan, aktivitas enzim yang cenderung meningkat kemudia

menurun lagi disebabkan karena produksi enzim yang terhenti yang

disebabkan oleh mekanisme represi “feed back” yatiu gangguan

terhadap sisi aktif enzim oleh produk hasil degradasi (Rose, 1980).
F. Komposisi Media

Media fermentasi yang baik adalah media yang dapat

mensuplai kebutuhan unsur dasar-dasar sel mikroba. Unsur utama

penunjang pertumbuhan mikroba dan perkembangan mikroba adalah

senyawa karbon (C), Nitrogen (N), sulfur (S), dan

Phospor (P) (Hardjoko, 1989).

1. Kulit Kakao

Kulit kakao dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan

makanan ternak. Kandungan proteinnya mencapai 20,4%. Kulit kakao

jika dibenamkan dalam tanah akan meningkatkan jumlah hara yang

tersedia. Disamping itu, kulit kakao juga dapat digunakan sebagai

sumber gas bio, dan bahan dasar pembuat

pektin (Nasrullah dan A. Ella, 1993).

Kulit kakao adalah limbah agroindustri yang dihasilkan

tanaman kakao yang terdiri dari 74 % kulit buah, 2 % plasenta

dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 % protein

dan 3,9 % lemak (Nasrullah dan A. Ella, 1993). Hasil penelitian Ashadi

(1998) menunjukkan bahwa serat kasar kulit kakao

mengandung 20.11 % lignin, 31.25 % selulosa,

dan 48.64 % hemiselulosa. Kulit buah kakao terdiri dari plasenta,pulp.

Menurut Opeke (1984) bahwa kulit buah kakao itu 52-60 % dari buah.

Menurut Harjoauwito (1984) kulit buah kakao

mengandung 7.15 % pectin, sedangkan Opeke mengatakan 5.3 %.


Komposisi kimia kulit buah kakao menurut Pahlevi (1987)

sebagai berikut

Tabel. 03. Komposisi kimia kulit buah kakao


Komponen Persentase
Kadar air 14,37
Gula pereduksi 4,80
Protein kasar 1,87
Lemak 0,32
Pectin 4,80
Serat kasar 26,81
Lain-lain 47,01
Sumber : Pahlevi (1987)

2. Dedak

Dedak padi merupakan hasil samping dari pemisahan beras

dengan sekam (kulit gabah) pada gabah yang telah dikeringkan melaui

proses pemisahan dengan digiling tau ditumbuk yang dapat digunakan

sebagai pakan ternak. Proses pemisahan menjadi dedak ini akan

mendapatkan 10 % dedak padi, 50 % beras daan sisanya hasil ikutan

seperti butir beras, sekam dan sebagainya, akan tetapi persentase ini

tergantung pada umur dan varietas padi yang ditanam (Grist, 1972).

Hal ini juga didukung oleh produksi padi yang terus meningkat yaitu

mencapai 57 juta ton pada tahun 2007 sehingga perkiraan produksi

hasil samping dedak mencapai lebih dari 5 juta ton (BPS, 2008).

Hartadi dkk (1997) menyatakan bahwa dedak memiliki

kandungan lemak 14,1 %, protein kasar 13,8 %, sedangkan menurut

National Research Council (1994) dedak padi mengandung energi

metabolis sebesar 2100 kkal/kg, protein kasar 12,9 %, lemak 13 %,


serat kasar 11,4 %, Ca 0,07 %, P 0,21 % serta Mg 0,22 %. Enkaras

(2012) juga mengemukakan bahwa dedak padi mengandung selulosa

dan hemiselulosa sebanyak 7,5 %.

Dedak merupakan limbah dari penggilingan padi dan

merupakan sumber energi bagi ternak ayam. Kandungan nutrisinya

cukup baik, namun kandungan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1994).

Kandungan zat nutrisi dedak dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 04. kandungan zat gizi dedak


Komponen Jumlah

Kadar air (%) 9,70


Kadar protein (%) 13,30
Kadar lemak (%) 15,80
Kadar abu (%) 10,40
Karbohidrat
Total (%) 50,80
Serat (%) 11,80
Vitamin (mg/100)
Niacin 29,80
Thiamin 2,26
Riboflavin 0,29
Piridoksin 2,50
Mineral (mg/100 g)
Ca 76,000
P 1386,00
Fe 19,40
K 1495,00
Sumber : Houston & Kohler di dalam Widyawati (1990)
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanan pada bulan Januari 2013 sampai Juni

2013 di Labortorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Pangan, Kimia

Analisa dan Pengawasan Mutu, Pengolahan Pangan, Program Studi

Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, dan

Laboratorium Terpadu Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas

Hasanuddin, Makassar.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan

analitik, erlemeyer, alat penangas, refrigerator, freezer, sentrifuge,

inkubator, autoklaf, spektrofotometer, mikroskop, magnetic stirer,

shaker, tabung reaksi, gelas ukur, labu takar, pingset, oven, timbangan

digital, pipet tetes, pipet volum, batang pengaduk, kain saring, oven,

pH-meter, laminar flow, hemacitometer, pipet ependolf.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah

Dedak, kulit kakao kering, Kultur jamur Trichoderma viride, Aspergillus

niger, PDA (Potato Dextro Agar), NaNO3, KH2PO4 KCL,

CaCl2.2H2O,FeSO4,Twin 80, pereaksi DNS (Dinitro Salicilic Acid),

kertas saring Whatman No 1, glukosa, Larutan CMC , buffer sitrat

acetat 50 mM pH 5, alkohol 95 %, aquadest, kapas, alumunium foil,

kapas, kertas label, air bersih, tissue roll.


C. Prosedur Penelitian

1. Penelitian Pendahuluan

Penelitian yang dilakukan terbagi atas dua, yaitu penelitian

pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi

analisa awal komposisi substrat, percobaan penambahan air mineral

pada media fermentasi, perhitungan total spora dalam agar miring.

2. Penelitian Utama

Penelitian utama dilakukan dengan mengambil perlakuan

terbaik dari penelitian pendahuluan yang dijadikan acuan dalam

pembuatan media fermentasi dalam memproduksi enzim, selanjutnya

enzim tersebut dianalisa produktivitasnya dan evolusi berat kering.

D. Prosedur Kerja

1. Penyiapan alat dan bahan

1.1. Pencucian dan sterilisasi

1. Semua ala-alat gelas dibersihkan dengan sabun kemudian dicuci

dengan air bersih.

2. Alat-alat gelas yang sudah bersih dicuci dikeringkan dengan tissue

roll .

3. Untuk tabung reaksi yang telah dibilas kemudian dibungkus

dengan kertas dan setelah dibungtkus disterilkan dalam autoklaf

pada tekanan 1 atm (1210C) selama 15 menit.


1.2. Peremajaan Kultur Kapang

1. Ditimbang media PDA sebanyak 3 gr diencerkan dengan aquadest

sebanyak 100 ml dalam erlemeyer 250 ml

2. Didihkan PDA yang telah dilarutkan selama 15 menit atau sampai

dengan warna media bening

3. Ditutup dengan kapas erlemeyer yang berisi media setelah itu

disterilisasi pada autoclave pada tekanan 1 atm (121 0C) selama

15 menit

4. Dimasukkan kedalam tabung reaksi yang sudah disterilkan dengan

tinggi 1/3 tabung lalu ditutup dengan kapas dan alumunium foil.

5. Disimpan tabung reaksi dengan posisi miring

2. Persiapan bahan penelitian

2.1. Pengambilan bahan substrat pertumbuhan jamur

Bahan substrat pertumbuhan jamur terdiri dari kulit buah kakao

yang berasal dari limbah kakao perkebunan rakyat di Kabupaten

Soppeng. Dedak padi berasal dari limbah hasil penggilingan padi

rakyat di Jl. Laikang, Sudiang, Makassar.

2.2. Pengeringan bahan media pertumbuhan

1. Kulit kakao dipotong menjadi empat bagian memanjang.

2. Direndam selama 1 jam kemudian ditiriskan, dilakuakan sebanyak

3 kali untuk menghilangkan getah pada kulit kakao tersebut

3. Selanjutnya kulit kakao dikeringkan dalam oven blower pada suhu

600C mendapatkan kadar air keseimbangan.


4. Selanjutnya kulit kakao dipotong-potong (dicincang) kira-kira

dengan ukuran 1 x 1 cm.

2.3. Analisa awal substrat

Kulit kakao yang telah dikeringkan, dianalisa komposisi

awalnya. Analisa yang dilakukan meliputi kadar air, kadar protein dan

total gula. Analisa yang dilakukan pada dedak padi meliputi kadar

protein dan total gula.

2.4. Penyiapan biakan murni

Mikroorganisme yang digunakan adalah Trichoderma viride

dan Aspergillus niger yang berasal dari Laboratorium Mikrobilogi

pangan , Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar. diremajakan

pada media agar miring PDA yang diinkubasi pada suhu 30 0C selama

3 x 24 jam.

3. Produksi enzim

4.1. Pembuatan Media Produksi Enzim

Medium Produksi : Kulit kakao, dedak, larutan mineral terdiri

dari: NaNO3 20 gram, KH2PO4 3 gram, MgSO4 0,5 gram, KCL 0,5

gram, CaCl2.2H2O 0,2 gram, FeSO4.7H2O 0,01 gram. Semua bahan

dimasukkan dalam erlemeyer volume 250 ml, kemudian diberi

perlakuan yaitu disterilkan dalam autoklaf selama 30 menit pada suhu

1210C, pemanasan 1000C selama 60 menit, dan pemanasan 1000C

selama 90 menit. Komposisi media dapat dilihat pada tabel berikut:


Table 07. Komposisi Substrat Media Fermentasi
No. Kulit Dedak Larutan
Proporsi kakao mineral
Media
1 5 gram 2 gram 15 ml

4.2. Penyiapan suspensi spora

Suspensi spora disiapkan yaitu dengan menambahkan dengan

aquadest steril ke dalam media agar miring dan permukaan agar yang

ditumbuhi spora digosok perlahan-lahan dengan jarum inokulasi steril.

Jumlah spora dihitung dengan menggunakan cytometer di bawah

mikroskop.

4.3. Produksi Enzim

Larutan spora yang didapatkan kemudian diinokulasi pada

medium produksi sebanyak 1 ml dan difermentasi pada suhu 30 0C

selama 4 x 24 jam, kemudian kultur dihentikan dengan larutan twin 80

0,1 % sebanyak 60 ml, selama fermentasi media dilakukan perhitungan

berat kering kultur setiap 24 jam, demikian pula uji aktivitas enzim

filtrate paperase dan endoglukanase.

5. Isolasi Enzim

Setelah kultur dihentikan selanjutnya dishaker selama 15 menit

dengan kecepatan 200 rpm, kemudian di saring. Filtrat enzim hasil

saringan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.

Filtrat yang mengandung enzim tersebut dimasukkan kedaalam botol

tertutup dan disimpan dalam freezer untuk dibekukan pada suhu -200C.
D. Perlakuan Penelitian

Enzim selulase yang diperoleh dari kultur Trichoderma viride

dan Aspergillus niger.

A. Suhu Pemanasan dan Waktu Pemanasan Media

A1 = Pemanasan suhu 121 0C selama 30 menit

A2= Pemanasan suhu 100 0C selama 60 menit

A3= Pemanasan suhu 100 0C selama 90 menit

B . Lama Inkubasi

B1 = 24 jam

B2 = 48 jam

B3 = 72 jam

B4 = 96 jam
E. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) pola faktorial dengan dua kali ulangan.

Table 06. Matriks Perlakuan Penelitian


A A1 (Pemanasan A1 (Pemanasan A1 (Pemanasan
1210C selama 1000C selama 1000C selama
B 30 menit) 60 menit) 90 menit)

B1 (Inkubasi Pemanasan Pemanasan Pemanasan


24 jam) 1210C selama 1000C selama 1000C selama
30 menit + 60 menit + 90 menit +
inkubasi 24 jam inkubasi 24 jam inkubasi 24 jam
B2 (Inkubasi Pemanasan Pemanasan Pemanasan
48 jam) 1210C selama 1000C selama 1000C selama
30 menit + 60 menit + 90 menit +
inkubasi 48 jam inkubasi 48 jam inkubasi 48 jam
B3 (Inkubasi Pemanasan Pemanasan Pemanasan
72 jam) 1210C selama 1000C selama 1000C selama
30 menit + 60 menit + 90 menit +
inkubasi 72 jam inkubasi 72 jam inkubasi 72 jam
B4 (Inkubasi Pemanasan Pemanasan Pemanasan
96 jam) 1210C selama 1000C selama 1000C selama
30 menit + 60 menit + 90 menit +
inkubasi 96 jam inkubasi 96 jam inkubasi 96 jam

F. Parameter Pengamatan

Parameter pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini

adalah :

1. Pengamatan awal susbtrat pertumbuhan mikroorganisme yaitu kadar

air, kadar protein,dan total gula.

2. Evolusi berat kering

3. Aktivitas enzimatik
G. Prosedur Analisa

1. Kadar Air

a. Cawan kosong dikeringkan selama 15 menit dan didinginkan

dalam desikator, kemudian ditimbang.

b. Sampel diitimbang sebanyak 2 gram di dalam cawan.

c. Cawan beserta isisnya dimasukkan dalam oven pada suhu

1000C-1020C selama 3 jam. Hindarkan kontak antara cawan

dengan dinding oven.

d. Pindahkan cawan dari oven kedalam desikator, lalu dinginkan.

Setelah dingin timbang kembali.

e. Keringkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat yang

tetap. Kadar air sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

Berat sampel setelah dikeringkan (gram) : W1

Kehilangan berat (gram) : W2

W2
Persen kadar air (dry basis) : x100%
W1

2. Protein

a. Pindahkan 10 ml susu atau larutan protein ke dalam erlemeyer

125 ml dan tambahkan 20 ml aquadest dan 0,4 ml larutan jenuh

(K-oksalat : Air = 1:3. Perhatian: K-oksalat beracun) dan 1 ml

phenolphthalein 1 %. Diamkan selama 2 menit.

b. Titrasilah larutan contoh dengan 0,1 n NaOH sampai mencapai

warna seperti standar di bawah ini, atau sampai warna merah


jambu.

c. Warna standar : 10 ml susu + 10 ml aquadest + 0,4 ml K-oksalat

jenuh + 1 tetes 0,01 % indikator rosanilin – chlorida.

d. Setelah warna tercapai, tambahkan 2 ml larutan formaldehid 40

% dan titrasilah kembali dengan larutan NaOH sampai seperti

warna standar tercapai. Catatlah titrasi kedua ini.

e. Buatlah titrasi blanko yang terdiri daro: 20 ml aquadest + 0,4 ml

larutan K-oksalat + 1 ml indikator phenolphtalein + 2 ml larutan

formaldehid, dan titrasilah dengan larutan NaOH.

f. Titrasi terkoreksi yaitu titrasi kedua dikurangi blanko merupakan

titrasi formol. Untuk mengetahui % protein, harus dibuat

percobaan serupa dengan menggunakan larutan yang telah

diketahui kadar protein (misalnya dengan cara Kjeldhal)

g. Kadar protein sampel dapat dihitung dengan rumus :

Titrasi _ formol
h. % N = N .NaOHx14.008
gram(bahan) x10

3. Total gula Metode Luff Schrool (Sudarmadji dkk, 1997)

a. Ditimbang dengan teliti kurang lebih 0,5 gram sampel kedalam

tabung reaksi 50 ml bertutup.

b. Ditambahkan 40 ml HCL 3 % kemudian direbus dalam air

mendidih selama 3 jam.

c. Didinginkan, kemudian ditambahkan 2 tetes indikator

Phenolphtalin (PP), kemudian ditambahkan NaOH 30 % tetes


demi tetes hingga netral (larutan berubah menjadi merah muda).

d. Diteteskan sedikit HCl 3 % hingga warna kembali seperti semula.

e. Dituangkan kedalam labu ukur 250 ml sambil dibilas dengan air

hingga tanda garis, kemudian disaring. Hasil saringannya dipipet

sebanyak 1 ml kedalam Erlemeyer 250 ml.

f. Ditambahkan 10 ml larutan Luff Schrool dengan pipet gondok dan

25 ml air suling beberapa butir batu didih.

g. Dipanaskan memakai pendingin tegak, diusahakan mendidih

dalam 3 menit, kemudian didihkkan terus selama 10 menit.

h. Didinginkan cepat (dilakukan dalam bak berisi es)

i. Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20 % dan 15 ml

H2SO4 25 % dan perlahan-lahan.

j. Dititrasi secepatnya dengan larutan tio 0,1 N dengan kanji 0,5 %

sebanyak 5 ml sebagai indikator. Titrasi bereaksi warna berubah

menjadi putih susu (a ml).

k. Buat uji blanko (35 ml air suling + 10 ml larutan Luff Schrool +

beberapa butir batu didih dalam erlemeyer). Didihkan selama 10

menit (Stopwatch) pakai pendingin tegak).

l. Didihkan cepat kemudian tambahn 10 ml larutan KI 20 % dan 15

ml H2SO4 25 %, titrasi dengan Tio 0,1 N (pakai indikator kanji) =

(b/ml).

N dihitung dengan perhitungan:

Selisih antara pentera blanko = b ml dengan pentera contoh a ml


dilihat dalam daftar Luff Schrool.

Rumus:

PxGlukosa(mg ) xN
Total Gula = x100%
mg ( sampel)

4. Uji aktivitas enzim selulase (Jatinder et al, 2006)

a. Pembuatan Kurva standart

1. Dibuat dari larutan glukosa dengan konsentrasi 0,01; 0,02; 0,03;

0,04; 0,05 dan 0.06 % yang dilarutkan dalam buffer.

2. Dimasukkan ke dalam tabung reaksi larutan glukosa sebanyak

1 ml dan air pengganti enzim 1 ml.

3. Diinkubasi dalam waterbath pada suhu 550C selama 15 menit.

4. Setelah 15 menit reaksi dihentikan dengan penambahan DNS

(Dinitro Salicylic Acid) sebanyak 0,5 ml. selanjutnya dipanaskan

dalam air mendidih 1000C selama 5 menit, setelah itu

didinginkan di dalam air dingin

5. Selanjutnya warna yang terbentuk dibaca pada

spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.

b. Pengukuran Aktivitas Endoglukanase (CMC-ase) Merujuk

Pada Metode Mandels et,al (1976)

1. Dibuat larutan CMC 1 % yang dilarutkan dalam buffer sitrat 50

mM pH 5,5.

2. Dimasukkan larutan CMC 1 ml kedalam tabung reaksi

ditambahkan buffer sitrat 50 mM pH 5 sebanyak 1 ml dan


larutan enzim sebanyak 0,5 ml kemudian di vortekx.

3. Diinkubasi dalam waterbath pada suhu 550C selama 15 menit,

setelah itu reaksi enzimatis dihentikan dengan mencelupkan

tabung reaksi kedalam air es.

4. Kemudian ditambahkan DNS 0,5 ml, selanjutnya divortekx.

5. Dipanaskan dalam air mendidih pada 1000C selama 5 menit,

setelah itu didinginkan di dalam air dingin.

6. Selanjutnya warna yang terbentuk di baca pada

spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.

c. Pengukuran Aktivitas FP-ase (Total Selulase) Merujuk Pada

Metode Mandels et,al (1976)

1. Dipotong-potong kertas saring 1 x 6 cm sebanyak 50 mg,

dicelupkan kedalam buffer sitrat 50 mM pH 5,5 sebanyak 1 ml

kedalam tabung reaksi, ditambahkan filtrate enzim sebanyak

0,5 ml, kemudian di vortekx.

2. Diinkubasi dalam waterbath pada suhu 550C selama 60 menit.

3. Reaksi enzimatis dihentikan dengan penambahan pereaksi

DNS sebanyak 0,5 ml

4. Dipanaskan dalam air mendidih 1000C selama 5 menit, setelah

itu didinginkan di dalam air dingin, kemudian di vortekx

5. Selanjutnya warna yang terbentuk dibaca pada

spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm


Substrat Kulit kakao Analisa Awal Komponen
+ dedak padi Substrat

Penambahan Larutan Mineral


A = Suhu dan Waktu
pemanasan
A1= Pemansan 1210C selama Sterilisasi pada suhu dan waktu
30 menit berbeda
A1= Pemansan 1000C selama
60 menit
A1= Pemansan 1000C selama Penambahan Larutan Spora Tricodema Viride
90 menit Aspergillus Niger

B= Lama Inkubasi Setiap 24 jam, kultur diamati:


B1=24 Jama Inkubasi selama 96 jam - Berat kering kultur
B2=48 Jam - Aktivitas enzimatik
B3=72 Jam
B4=96 Jam Ekstraksi kultur dengan larutan
Twin 80

Penyaringan Ampas Kultur

Filtrat

Sentrtfugasi Endapan

Supernatan

Pengemasan dalam botol

Pembekuan

- Filtrat Paperease
Analisa Aktivitas Enzimatik
(TotalSelulase)
- Endoglukanase

Diagram Alir Penelitian


Jenis kultur jamur
Trichoderma viride Kultur Jamur
Aspegillus niger

Penyiapan biakan Ditumbuhkan pada


muni media agar miring

Inkubasi pada suhu 300c


selama 3 x 24 jam

Pen yiapan Suspensi Spora Pemisahan Spora


dengan Larutan

Pengenceran Spora

Dengan Cytometer, di Perhitungan Jumlah Spora


bawah mikroskop

Larutan Spora

Gambar 04. Diagram Alir Pembuatan Lautan Spora


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Awal Substrat Pertumbuhan Mikroba

Analisa awal yang dilakukan terhadap substrat yang digunakan

untuk pertumbuhan mikroba yaitu analisa kadar air, total protein dan

total gula. Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kondisi dari substrat

pertumbuhan kapang (mikroba), sehingga diciptakan lingkungan yang

baik untuk pertumbuhan mikroba.

1. Kadar Air

Kadar air substrat sangat berpengaruh terehadap kondisi

pertumbuhan jamur, maka dari itu dilakukan analisa awal meliputi kadar

air pada kulit kakao dimana pengeringan ini dilakukan untuk

mendapatkan kadar air keseimbangan, kadar air kulit kakao yang

didapatkab adalah 19,4 %. Dari hasil analisa menunjukkan bahwa

bahwa kadar air kulit kakao yang digunakan cukup baik untuk

pertumbuhan mikroorganisme karena kadar air yang didapatkan

relative rendah, yang dapat memperkecil tumbuhnya mikroorganisme

yang tidak diinginkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Frost dan Moss

(1987) bahwa rendahnya kadar air, memperkecil kemungkinan untuk

tumbuhnya bakteri yang tidak diinginkan.

2. Kandungan Gula

Fermentasi akan berjalan apabila terdapat nutrisi dari media

pertumbuhan yang digunakan itu terpenuhi, senyawa karbon


merupakan sumber nutrisi yang paling dibutuhkan oleh mikroorganisme

agar mikroorganisme dapat tumbuh dengan baik. Total senyawa

karbon yang terdapat pada substrat pertumbuhan mikroba adalah 0.63

gram/7 gram subtrat pertumbuhan mikroorganisme, dimana senyawa

karbon tersebut diperoleh dari kulit kakao sebanyak 0.060 gram/gram

kulit kakao, dan 0.030 gram/gram dedak padi. Senyawa karbon

sangatlah berperan dalam proses fermentasi dari haasil analisa total

gula dan protein dapat dikatakan bahwa kulit kakao dan dedak padi

merupakan substrat yang baik digunakan untuk pertumbuhan

microorganism, hal ini sesuai dengan pendapat Hardjoko dkk (1989)

bahwa media fermentasi yang baik adalah media yang dapat mensuplai

kebutuhan unsur dasar-dasar sel mikroba. Unsur utama penunjang

pertumbuhan mikroba dan perkembangan mikroba adalah senyawa

Karbon (C), Nitrogen (N), Sulfur (S), dan Phospor (P).

3. Total Protein

Selain senyawa karbon sumber nutrsi yang digunakan adalah

Nitrogen, total Nitrogen (N) yang terdapat pada substrat pertumbuhan

mikroorganisme sebanyak 4.043 gram/7 gram substrat, dimana

sumber Nitrogen ini didapatkan dari kulit kakao sebesar 2.43

gram/gram, dan dedak padi sebesar 1.613 gram/gram. Senyawa

Nitrogen sangatlah berperan dalam proses fermentasi dari haasil

analisa total gula dan protein dapat dikatakan bahwa kulit kakao dan

dedak padi merupakan substrat yang baik digunakan untuk


pertumbuhan microorganism, hal ini sesuai dengan pendapat Hardjoko

dkk (1989) bahwa media fermentasi yang baik adalah media yang

dapat mensuplai kebutuhan unsur dasar-dasar sel mikroba. Unsur

utama penunjang pertumbuhan mikroba dan perkembangan mikroba

adalah senyawa Karbon (C), Nitrogen (N), Sulfur (S), dan Phospor (P).

B. Isolasi Mikroba

Kultur yang digunakan untuk produksi enzim selulase merupakan

kultur jamur murni yang mana diremajakan setiap 1 bulan menggunakan

media PDA agar miring yang diinkubasi selama 3 x 24 jam pada suhu

ruang. Kultur yang diperoelh kemudian dilepaskan sporanya dengan

penambahan aquadest steril pada tabung reaksi yang berisi kulutr.

Dimana kultur Trichoderma Viride ditambahkan aquadest steril

sebanyak 3 ml dan kultur Aspergillus niger sebanyak 3 ml. kemudia

setelah spora terlepas dihitung menggunakan cytometer yang diamati

dibawah mikroskop.

C. Penambahan Larutan Mineral (Penentuan Kondisi Pertumbuhan

Jamur)

Salah satu penelitian pendahuluan yang dilakukan pada

penelitian ini adalah penambahan larutan mineral, dimana penelitian

pendahuluan ini dilakukan variasi penambahan larutan mineral yaitu 25

ml, 20 ml, 15 ml, dan 10 ml. Dari percobaan itu diperoleh penambahan

larutan mineral terbaik adalah 15 ml. Penelitian ini menggunakan sistem

fermentasi padat dimana sistem fermentasi ini merupakan fermentasi


dimana substartnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas. Hal ini

sesuai dengan pendapat Chalal (1985) bahwa fermentasi media padat

adalah proses fermentasi yang substratnya tidak larut dan tidak

mengandung air bebas, tetapi cukup mengandung air untuk keperluan

mikroorganisme.

D. Evolusi Berat Kering

Selama proses fermentasi berlangsung dilakukan perhitungan

berat kering, yang dilakukan setiap 1 x 24 jam, dari hasil pengamatan

terjadi penurunan berat kering. Penurunan berat kering dapat dilihat

pada gambar 04, dan gambar 05 berikut ini.


50
1210C, 30
40 1000C, 90
Berat Kering (%)

1000C,60
30

20

10

0
24 48 72 96
Waktu Inkubasi (Jam)

Gambar 04. Penurunan Berat Kering Media Fermentasi Oleh Kultur


Trichoderma viride
40 1210C, 30
1000C, 90
30
Berat Kering (%)

20

10

0
24 48 72 96
Waktu Inkubasi (Jam)
Gambar 05. Penurunan Berat Kering Media Fermentasi Oleh Kultur
Aspergillus Niger
Seiring dengan lamanya inkubasi, pertumbuhan mikroorganisme

semakin meningkat sehingga semakin banyak nutrient yang digunakan

untuk memnuhi kebutuhan hidupnya, dengan kata lain berat kering juga

semakin menurun. Nutrient tersebut dikonversi menjadi senyawa yang

dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk metabolisme yang

selanjutnya digunakan untuk pertumbuhan. Penurunan berat kering

tersebut menandakan bahwa pertumbuhan jamur pada media

fermentasi berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Purwoko

(2007) berat kering semakin menurun karena substrat dikonsumsi oleh

mikroorganisme untuk pertumbuhannya.

E. Analisa Enzimatik

1. Aktivitas Total selulase

Produksi enzim total selulase pada penelitian ini

menggunakan kultur kapang spesies Trichoderma viride dan

Aspergillus niger, yang diinokulasi pada media fermentasi dengan

perbandingan susbtrat kulit kakao dan dedak padi 5:2 dan

masing-masing media fermentasi diberikan perlakuan pemanasan

1210C selama 30 menit, 1000C selama 60 menit, 1000C selama 90

menit. Pemanasan ini bertujuan agar substrat tergeletinisasi dan

menjadi kental. Data aktivitas total selulase yang diproduksi oleh

kultur jamur untuk setiap perlakuan dapat dilihat pada gambar 6.


Tricoderma (mg) Niger (mg)

aktivitas enzim (mg substrat/ml


enzim/menit/gr berat kering)
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

WAKTU INKUBASI

B1 (24jam)

B2(48jam)

B3(72jam)

B4(96jam)

B1 (24jam)

B2(48jam)

B3(72jam)

B4(96jam)

B1 (24jam)

B2(48jam)

B3(72jam)

B4(96jam)
SUHU PEMANASAN
A1 (121°C), selama 30 menit
A2 (100°C), selama 90 menit
A3 (100°C),selama 60 menit
suhu dam waktu pemanasan

Gambar 6. Hubungan suhu dan waktu pemanasan media serta


waktu inkubasi terhadap aktivitas total selulase.
Hasil analisa sidik ragam memperlihatkan perlakuan suhu

dan lama pemanasan media fermentasi, waktu inkubasi serta

interaksi berepengaruh sangat nyata P > (0,01) terhadap aktivitas

total selulase untuk kedua jenis kultur jamur Trichoderma viride dan

Aspergillus niger (Lampiran 4b dan Lampiran 5b).

Hasil uji BJND (Beda Jujur Nyata Duncan) menunjukkan

bahwa semua perlakukan pemanasan media fermentasi berbeda

nyata pada taraf 1 % (Lampiran 4c dan Lampiran 5c). Hasil tersebut

menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan substrat sangatlah

penting, dimana proses pemanasan bertujuan agar substrat dapat

tergelatinisasi dan menjadi kental untuk memecah selulosa dengan

baik sehingga substrat yang dihasilkan dapat diurai menjadi glukosa.

Hal ini sesuai dengan pendapat Enari (1983) bahwa selulase

merupakan suatu komplek enzim yang terdiri dari beberapa enzim

yang bekerja terhadap atau bersama-sama menguraikan selulosa

menjadi glukosa.
Hasil uji BJND menunjukkan bahwa perlakuan lama inkubasi

untuk kultur Trichoderma viride waktu inkubasi 48 dan 72 angat

berbeda nyata dengan 24 dan 96 jam, sedangkan 24 jam dan 92

jam tidak berbeda nyata, sedangkan untuk kultur Aspergillus niger

semua waktu inkubasi sangat berbeda nyata (Lampiran 4d dan

Lampiran 5d). Fermentasi sangat berpengaruh terhadap aktivitas

enzim yang dihasilkan dalam penelitian yang dilakukan

menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh cenderung meningkat dan

menurun kembali pada setiap kultur hal ini sesuai dengan pendapat

(Rose, 1980) bahwa waktu fermentasi berpengruh terhadap aktivitas

enzim yang dihasilkan, aktivitas enzim yang cenderung meningkat

kemudian menurun lagi disebabkan karena karena produksi yang

terhenti yang disebabkan oleh mekanisme represi “feed back” yaitu

gangguang terhadap sisi aktif enzim oleh produk hasil degradasi.

Berdasarkan gambar 06 dapat diketahui bahwa aktivitas

tertinggi total selulase hasil interaksi suhu pemanasan dan lama

inkubasi yang dihasilkan oleh kultur Aspergiilus niger adalah pada

pemanasan 1000C selama 90 menit setelah 96 jam inkubasi yang

dihasilkan yaitu (2,73 mg/ml enzim/menit/gr berat kering substrat)

sedangkan aktivitas tertinggi yang dihasilkan kultur Trichoderma

viride adalah pada pemanasan 1210C selama 30 menit setelah 24

jam inkubasi (2,425 mg/ml enzim/menit/gr berat kering substrat).

Aktivitas enzim yang dihasilkan cenderung menurun dan meningkat


itu disebabkan karena produksi enzim yang terhambat. Hal ini

disebabkan karena tingginya kadar selulosa, semakin besar kadar

selulosa bahan maka semakin besar pula glukosa yang terbentuk

oleh hidrolisis enzim. Hal ini sesuai dengan pendapat Gong & Tsao

(1979) bahwa menurunnya produksi enzim akibat terhambatnya

produksi enzim oleh glukosa yang dihasilkannya. Hal ini disebut

sebagai efek glukosa dimana glukosa umunya menghambat

pembentukan enzim katabolit.

2. Aktivitas Enzim Endoglukanase

Pada penelitian ini, kultur jamur yang digunakan untuk

memproduksi enzim endoglukanase yaitu kultur Trichoderma viride

dan Aspergillus niger. Kultur jamur ini juga ditumbuhkan pada media

fermentasi dengan perbandingan substrat kulit kakao dan dedak padi

5 : 2, dimana media fermentasi tersebut diberikan tiga jenis

perlakuan pemanasan yang berbeda yaitu sterilisasi 121 0C selama

30 menit, sterilisasi 1000C selama 60 menit, dan sterilisasi 1000C

selama 90 menit. Pemanasan ini bertujuan agar substrat

tergeletinisasi dan menjadi kental. Data aktivitas enzim

endoglukanase yang diproduksi oleh kultur jamur tersebut dapat

dilihatpada gambar 07 berikut:


5
4.5

Aktivitas enzim (mg substrat/ml enzim/mnit/gr


4 Tricoderma (mg) Niger (mg)
3.5
3
2.5
2
1.5
1
brat kering)

0.5
0

WAKTU INKUBASI

B1 (24jam)

B2(48jam)

B3(72jam)

B4(96jam)

B1 (24jam)

B2(48jam)

B3(72jam)

B4(96jam)

B1 (24jam)

B2(48jam)

B3(72jam)

B4(96jam)
SUHU PEMANASAN
A1 (121°C), selama 30 menit
A2 (100°C), selama 60 menit
A3 (100°C),selama 90 menit

Gambar 8. Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan terhadap


Aktivitas Enzim Endoglukanase.

Hasil analisa sidik ragam memperlihatkan perlakuan suhu

pemanasan media fermentasi, waktu inkubasi serta interaksi

berpengaruh nyata pada P > (0,01) terhadap aktivitas

endoglukanase untuk kedua jenis kultur jamur Trichoderma viride

dan Aspergillus niger (Lampiran 6b dan Lampiran 7b).

Hasil uji BJND menunjukkan bahwa semua perlakukan

pemanasan media fermentasi berbeda nyata pada taraf 1 %

(Lampiran 6c dan Lampiran 7c). Aktivitas enzim tertinggi untuk

kultur Trichoderma viride pada peemanasan 1000C selama 60 menit

dan Aspergillus niger pada suhu pemanasan 1000 selama 90 menit

proses pemanasan dilakukan agar substrat dapat terdegradasi

sehingga kandungan nutrisi di dalam substrat dapat digunakan oleh

kapang Trichoderma viride dan Aspergillus niger untuk

pertumbuhannya dan menghasilkan enzim. Hal ini sesuai dengan


pendapat Nathalia (2011) bahwa media fermentasi biasanya

diberikan perlakuan fisik berupa pemanasan dan perendaman.

Perlakuan fisik ini menyebabkan media terdegradasi .

Hasil uji BJND menunjukkan bahwa perlakuan lama inkubasi

untuk kultur Trichoderma viride waktu inkubasi semua berbeda

nyata, sedangkan untuk kultur Aspergillus niger waktu inkubasi 24

jam dan 48 jam bebeda sangat nyata dengan waktu inkubasi 72 dan

96 jam, sedangkan untuk waktu 72 dan 96 jam tidak berbeda nyata.

(Lampiran 6d dan Lampiran 7d). Kultur yang diinokulasi pada media

fermentasi diinkubasi selama 4 x 24 jam. Setiap 24 jam, enzim

diekstrak dari media fermentasi dan analisa. Bedasarkan lama

inkubasinya, maka diperoleh hasil aktivitas enzim endoglukanase

optimum diproduksi pada inkubasi 96 jam oleh kultur Aspergillus

niger yaitu 4,75 mg/ ml enzim/menit/gr berat kering substrat hal ini

dikarenakan bahwa kultur Aspergillus niger dapat memproduksi

enzim pada waktu 96 jam karena pada saat itu kadar selulosa tinggi,

dimana semakin besar kadar selulosa bahan maka semakin besar

pula glukosa yang terbentuk oleh hidrolisis enzim. Hal ini sesuai

dengan pendapat Gong & Tsao (1979) bahwa menurunnya produksi

enzim akibat terhambatnya produksi enzim oleh glukosa yang

dihasilkannya. Hal ini disebut sebagai efek glukosa dimana glukosa

umumnya menghambat pembetukan enzim katabolit.


Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil

yang diperoleh cenderung meningkat dan menurun kembali pada

setiap kultur hal ini sesuai dengan pendapat (Rose, 1980) bahwa

waktu fermentasi berpengruh terhadap aktivitas enzim yang

dihasilkan, aktivitas enzim yang cenderung meningkat kemudian

menurun lagi disebabkan karena karena produksi yang terhenti yang

disebabkan oleh mekanisme represi “feed back” yaitu gangguang

terhadap sisi aktif enzim oleh produk hasil degradasi.

Berdasarkan gambar 07 dapat diketahui bahwa aktivitas

tertinggi endoglukanase hasil interaksi suhu pemanasan dan lama

inkubasi yang dihasilkan oleh kultur Aspergiilus niger adalah pada

pemanasan 1000C selama 60 menit setelah 96 jam inkubasi yang

dihasilkan yaitu (4,75 mg/ml enzim/menit/gr berat kering substrat)

sedangkan aktivitas tertinggi yang dihasilkan kultur Trichoderma

viride adalah pada pemanasan 1000C selama 60 menit setelah 96

jam inkubasi (3,71 mg/ml enzim/menit/gr berat kering substrat). Hal

ini disebabkan karena tingginya kadar selulosa, semakin besar kadar

selulosa bahan maka semakin besar pula glukosa yang terbentuk

oleh hidrolisis enzim. Hal ini sesuai dengan pendapat Gong & Tsao

(1979) bahwa menurunnya produksi enzim akibat terhambatnya

produksi enzim oleh glukosa yang dihasilkannya. Hal ini disebut

sebagai efek glukosa dimana glukosa umunya menghambat

pembentukan enzim katabolit. Selain dari itu hal juga disebabkan


pula karena susbtrat yang dihasilkan dapat memotong ikatan β

dalam substrat dengan cepat. Hal ini sesuai dengan Anonim (1999),

bahwa enzim selulase merupakan enzim yang dapat memutuskan

ikatan glukosida β-1,4 di dalam selulosa. Enzim terdiri dari

komponen enzim yaitu selobiohidrolase (CBH), endoglukanase dan

p-glukosidase yang bekerja secara sinergi memecah selulosa

dialam.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Perbandingan substrat yang baik adalah 5:2 (kulit kakao 5 gram dan

dedak padi 2 gram).

2. Suhu dan lama pemanasan untuk aktivitas total selulase terbaik untuk

Aspergillus niger pada suhu 1000C, 90 menit dan untuk Trichoderma

viride 1210C, 30 menit. Dan untuk endoglukanase suhu dan lama

pemanasan 1000C, 60 menit untuk kedua mikroorganisme.

3. Aktivitas selulase (total selulase dan endoglukanase) maximum terjadi

pada waktu 96 jam inkubasi/ferementasi

4. Aktivitas selulase dari aspergillus niger 11 % lebih tinggi dibanding

Trichoderma viride dan aktivitas endoglukanase dari Aspergillus niger

25 % lebih tinggi disbanding Trichoderma viride.

B. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pemurnian

enzim untuk total selulase pada suhu 1000C selama 90 menit dengan waktu

inkubasi 96 jam kapang Aspergillus niger dan 1210C selama 30 menit

inkubasi 24 jam oleh kapang Trichoderma viride. Dan untuk aktivitas

endoglukanase dilakukan pemurnian enzim pada suhu 100 0C selama 60


menit inkubasi 96 jam untuk kedua kapang Trichoderma viride dan

Aspergillus niger sehingga enzim yang dihasilkan bukan enzim kasar lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Enzim Selulase dari Trichoderma viridae. http://www.


Indobiogen.or.i/selulase.pdf. Akses 21 Desember 2007.

Aidaoo, K.E.R. Hendry and B.J. Wood. Olid Substrate Frementation.


Dalam Advances in Applied Microbiology. Academic Press, Inc,
28:201-203.

Ashady, 1998. Pemanfaatan Limbah Kakao Menjadi Etanol


Menggunakan Metode SFF.
http://brownengineer.wordpress.com/teknik-kimia/bioetanol-dari-kulit-
kakao/ . akses tangga 14 Januari 2014. Makasar .

Belitz, H.D, Grosch, W, dan Schieberle,P. 2008. Food Chemistrym 4th ed.
Production. Appl. Environ. Microbial. 49:205-210.

Chalal, D.S. 1985. Solid State Fermentation With T.reesei for Cellulosa
Production. Appl. Environ. Microbial .49:205-210..

Deacon, J.K. 1983. Modern Micology. Blackwell Science. New York. 303
pp.

Enkaras. 2012 . SEKAM PADI .


http://www.baronjayasantika.com/2012/10/manfaat-bekatul.html .
Akses tanggal 14 januari 2013

Enari, T.M. 1997. Microbial Cellulasse. Di dalam W.M Fogarty. 1985.


Microbial Enzymes and Biotechnology. Appl. Sci. Publishing, New
York.

Fraizier, W.C. dan D.C. Westhoff. 1981. Food Microbiology. Mc Grawa Hill
Publishing Co.ltd. New York

Fowler M.W.1988. Enzyme Technology in Biotechnology for Engineers,


Biological System in Technology Processes, Edited:Scragg, A.H,
John Wiley & Sons, New York.

Frost, G.M and D.A. Moss. Production of Enzymes by Fermentation. Di


dalam Biotechnology vol 7a. VHC. Germany.
Gong C.S. dan G.T. Tsao. 1979. Celulase and Biosynthesiss Regulation.
Di dalam D. Pearlman (ed). Annual on Fermentation Process.
Academic Press. New York.

Ghori, M.I. 2008. Production and Kinetic Study of Cellulase From


Agrivultural Wastes . Thesis for the degree of Doctor of Philosophy
in Chemistry:Bahauddin Zakryia University. Pakistan

Hardjo, S.N.S. Indrasti, T. Bantacut. 1989. Biokonversi Pemanfaatan


Limbah Industri Pertanian. PAU Pangan dan Gizi IPB Bogor.

Hartadi, H. Reoksohadiprodjio, S. dan Tillman, A.D. 1997. Tabel


Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gajah Mana University Press,
Bulasumur, Yogyakarta.

Harjosuwito dan Tri Haryati. 1984. Pemanfaatan Limbah Hasil


Perkebunan Coklat sebagai Bahan dasar Pembuatan Pektin.
Menara Perkebunan 52, G: 213-216.

Ikram ul haq, Muhammad Mohsin Javed, Tehmina Saleem and Zafar Sidiq.
2005. Cotton Saccharifying Activity of Cellulases Produced by
Co-culture of Aspergillus niger and Trichoderma viride. Res. J.
Agric & Biol. Sci. 1 (3):241-245.
Jatinder, Kour. Bhupinder S and Haruinder S. 2005. Enzyme and
Microbial Technology. Regulation of Cellulase Production in two
Thermophilic Fungi Melanocarpus sp MTCC 3922 and Sytalidium
Tkermophillum MTcc. 4520. Department of Microbiology. Guru nanak
Dev University. Punjab, India. 931-936.

Kampiang I.P, Sinurat A.P, Purwadaria T, Darma J, dan Supriyati. 1995.


Cassapro in Broiler Ration: Interaction with Rice Bran. JITV.
1(2):86-88. Manurung T. 1995. Penggunaan Hijaun Laguminosa
Pohon sebagai Sumber Protein Ransum Sapi Potong. JI TV. 1
(3): 143-148.

Lindner. W.A. Dennison and G.V. Quicke. 1983. Pitfalls in the Assays of
Carboxymethylcellulae Activity. Biotechnol. Bioeng. 25 :377-385.

Mandells, M.R. Andreoti and C. Roche. 1976. Measurement of


Saccharifying Cellulase. Biotechnol.Bioeng. Symp. No. 26:21-33

Miller, G.L. 1959. The Use of Dinitrosaliclicylic Acid Reagent for


Determination of Reducing Sugar. Anal. Chem. 31 (3): 467-428.
M. Saban Tanyildizi, Dursun Ozer, Muarat Elibol. 2007. Production of
Bacterial α-amylase by B. Amyloliquefaciens Under Solid
Substrate Fermentation. Biochemical Enginering Journal Volume
37, Issue 3, 15 Desember 2007, pages 294-297.

Moore, E. and Lendacker. 1982. Fundamental of Fungi Prentice Hall


Inc.New York Jersey.

Murty, J, Hall, D.T Earl, M. Hnery, R.C, & Holberg, J.B. 1999, Apj, 522, 904
National Research Councill. 1994. Nutrient Requitements of
Poultry. National Academy Press. Washintong DC.

Nathalia, 2011. Produksi Xilooligosakarida dari Tongkol Jagung Sebagai


Kandidat Prebiotik dengan Pemanasan Suhu Tinggi dan Hidrolisis
Enzimatik.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/5
2025 /2011dnn.pdf?sequence=1. Akses Tanggal 26 Juli 2013.
Makassar.

Nicholson, M.D. and F.M. Merrits. 1983. Cellulose Chemistry and Its
Applications. Ellis Horwood Limited. New York.

Opeke, L.K. 1984. Optimising Economic Return (Profit) From Cacao


Cultivation Through Efficient Use of cacao By Products. 9 th
Internasional cocoa Research Conference, Cocoa Producers
Alliance.

Pahlevi, l. 1987. Pemanfaatan Kulit Buah Coklat Sebagai Media Untuk


Memproduksi Enzim Pektinase oleh Aspergillus niger Dengan
cara fermentasi Media PAdat. Skripsi. Fateta-IPB Bogor.

Poulsen, O.M. and L.W. Petersen (1987) .Purifiction of An Extraceluller


Celulose Binding Endoglucanase of Cellulomonas sp. ATCC
21399 by Affinity Chromotography on H3PO4- Swollen Cellulose.
Biotechnol. Bioeng. 29:799-804.

Purwoko, Tjahjadi. 2007 . Fisiologi Mikroba. Bumi Karsa: Jakarta.

Rasyaf, M. 1984. Makanan Ayam Broiler. Kanisius. Jakarta.

Rose, A.H. 1980. History and Scientific Basic of Commercial


Exploitation of Microbial Enzymes and Bioconvertation.
Academic Press. London.

Saha, J.Ind. Microbial. Biotechnol. 30 (1991) 279.


Sabili Hadzihi. 2012. Klasifikasi Enzim . Judhasratman Blogspot.com.
Akses tanggal 14 januari 2014. Makassar .

Tribak, M.J.A. Ocampo, I. Garcia-Romera. 2002.Production of


Xiloglucanalytic Enzymes by Trichoderma Viride, Paecilamyces
Farinous, Wardomyces Inflatus, and Plearotus Ostreatus,
Mylogia. 3:404-410.

Tsao, G.T.C. Ladisch, T.A. Hsu. B. Dale and T. Chou. 1979. Fermentatiom
Substrate from Cellulosic Materials: Production of Fermentable
Sugars From Cellulosic Materials. Di dalam Pearlman, D Annuals
Reports on Fermentation Processes, Vol 2.

Troller, J.A. 1980. Effect Water Activity on Enterotoxin Bacillus


Production and Growth of Staphylococcus aureus. Appl.
Microbial.

Thenzawidjaja, M. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar


Universitas-IPB.

.Timotius, K.H. 1982. Mikrobiologi Dasar. Salatiga:Universitasn Kristen


LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Pengukuran Berat Kering Media Fermentasi


Ulangan Rata-
Waktu Inkubasi Jumlah rata
Perlakuan (Jam) I II (%) (%)
0 39 41 80 40
pemasan 1210C 24 38 39 77 39
selama 30 menit 48 30 30 60 30
+ kultur 72 29 31 60 30
Tricodema viride 96 28 28 56 28
0 38 37 75 38
pemasan 1210C 24 35 34 69 35
selama 30 menit 48 29 30 59 30
+ kultur 72 26 26 52 26
Aspergillus niger 96 25 26 51 26
Sumber: Data Sekunder Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Pangan, 2013.
Ulangan Rata-
Waktu Inkubasi Jumlah rata
Perlakuan (Jam) I II (%) (%)
0 45 44 89 45
pemasan 1000C 24 38 31 69 35
selama 60 menit 48 31 30 61 31
+ kultur 72 29 30 59 30
Tricodema viride 96 27 30 57 29
0 32 30 62 31
pemasan 100 C 0 24 30 30 60 30
selama 60 menit 48 28 30 58 29
+ kultur 72 28 26 54 27
Aspergillus niger 96 25 2s7 52 26
Sumber: Data Sekunder Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Pangan, 2013
Ulangan Rata-
Waktu Inkubasi Jumlah rata
Perlakuan (Jam) I II (%) (%)
0 36 35 71 36
pemasan 1000C 24 34 34 68 34
selama 90 menit 48 30 29 59 30
+ kultur 72 28 29 57 29
Tricodema viride 96 27 26 53 27
0 28 28 56 28
pemasan 1000C 24 25 26 51 26
selama 90 menit 48 24 25 49 25
+ kultur 72 21 21 42 21
Aspergillus niger 96 21 19 40 20
Sumber: Data Sekunder Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Pangan, 2013.
Lampiran 2. Kurva Standar Aktivitas Enzim Selulase
Kurva Standar Analisa Enzim
Selulase
konsentrasi Absorbansi
0 0
0.01 0.013
0.02 0.176
0.03 0.35
0.04 0.492
0.05 0.665
sss0.06 0.984
Kurva Standae Enzim Selulase
1.2
1
y = 16.329x - 0.107
0.8 R² = 0.9569
Absorbansi

0.6
0.4
0.2
0
-0.2 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07
Konsentrasi (%)

Lampiran 3. Rumus Perhitungan Aktivitas Enzim Selulase

y = 16,32 x – 0,0107
Dari persamaan kurva standar, akan diperoleh nilai x
x X Fp = a
a / 100 / lama inkubasi / gr berat kering = aktivitas enzim
Keterangan Fp = Faktor Pengenceran

Lampiran 4a. Tabel Hasil Analisa Aktivitas Filtrat Paperease (Total


Selulase) dari kultur Trichoderma viride
Perlakuan Ulangan Standar
Lama Rata- Deviasi
Suhu inkubasi I II Total rata
24 Jam 2.43 2.42 4.85 2.425 0.0070
48 Jam 1.67 1.69 3.36 1.68 0.0141
A1 (Pemanasan
1210C selama 72 Jam 1.98 1.94 3.92 1.96 0.0282
30 menit) 96 Jam 2.22 2.06 4.28 2.14 0.1131
24 Jam 1.77 1.78 3.55 1.775 0.0070
48 Jam 1.1 1.08 2.18 1.09 0.0141
A2 (Pemanasan
1000C selama 72 Jam 1.16 1.17 2.33 1.165 0.0070
60 menit) 96 Jam 1.68 1.67 3.35 1.675 0.0070
24 Jam 0.9 0.93 1.83 0.915 0.0212
48 Jam 0.61 0.63 1.24 0.62 0.0141
A3 (Pemanasan
1000C selama 72 Jam 1.48 1.47 2.95 1.475 0.0070
90 menit) 96 Jam 1.27 1.6 2.87 1.435 0.2333
Sumber: Data Sekunder Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Pangan, 2013.
Lampiran 4b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Aktivitas Filtrat
Paperease (Total Selulase) dari Kultur Trichoderma Viride
Sumber
keragaman JK DB KT Fhitung F 5% F 1%
Suhu 3.662533 2 1.831267 316.87** 3.89 6.93
lama inkubasi 1.434213 3 0.478071 82.72** 3.49 5.95
Interaksi 0.9168 6 1.676769 290.140** 3 4.82
Galat 0.06935 12 0.005779
Total 6.082896 23
Keterangan : Sangat Berbeda Nyata pada taraf 5 % dan taraf 1 %, KK = 4,
97 %

Lampiran 4c. Uji Lanjutan BJND Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan
terhadap Aktivitas Enzim Filtrat Paperease (Total Selulase)
dari kultur Trichoderma Viride
BJND
Perlakuan Suhu Pemanasan 5% 1%
0
A1(Pemanasan 121 C,30 menit C C
0
A2(Pemanasan 100 C, 60 menit) b B
0
A3(Pemanasan 100 C,90 menit) A A
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, berarti beda
tidak nyata
Lampiran 4d. Uji Lanjutan BJND Pengaruh Lama Inkubasi terhadap
Aktivitas Filtrat Paperease dari Kultur Trichoderma Viride
BJND
Lama Inkubasi 5% 1%
B1 (24 jam) C C
B2 (48 Jam) A A
B3 (72 Jama) B B
B4 (96 jam) Dc DC
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, berarti beda
tidak nyata

Lampiran 4e. Uji Lanjutan BJND Analisa Pengaruh Interaksi Suhu


Pemanasan dan Lama Inkubasi terhadap Aktivitas Filtrat
Paperease (Total Selulase) dari Kultur Trichoderma Viride
Perlakuan BNJD
Lama
Suhu inkubasi 5% 1%
24 jam I I
A1(Pemanasan 48 jam Ij IJ
0 72 jam Jk JK
121 C,30 menit
96 jam L L
24 jam De DE
A2(Pemanasan 48 jam Ef EF
0 72 jam H H
100 C, 60 menit)
96 jam Fg FG
24 jam Bc BC
48 jam A A
A3(Pemanasan 72 jam B B
0
100 C,90 menit) 96 jam Cd CD
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, berarti beda
tidak nyata.
Lampiran 5a. Tabel Hasil Analisa Aktivitas Filtrat Paperease (Total
Selulase) dari Kultur Aspergillus Niger
Perlakuan Ulangan Rata- Standar
Suhu Lama inkubasi I II Total rata Deviasi
24 Jam 1.83 1.81 3.64 1.82 0.0141
48 Jam 1.98 1.97 3.95 1.975 0.0070
A1 (Pemanasan
1210C selama 30 72 Jam 2.14 2.11 4.25 2.125 0.0212
menit) 96 Jam 0.86 0.83 1.69 0.845 0.0212
24 Jam 0.56 0.56 1.12 0.56 0
48 Jam 1.93 1.93 3.86 1.93 0
A2 (Pemanasan
1000C selama 60 72 Jam 2.27 2.25 4.52 2.26 0.0141
menit) 96 Jam 2.36 2.36 4.72 2.36 0
24 Jam 2.01 1.98 3.99 1.995 0.0212
48 Jam 0.98 1.01 1.99 0.995 0.0212
A2 (Pemanasan
1000C selama 90 72 Jam 1.89 1.89 3.78 1.89 0
menit) 96 Jam 2.73 2.73 5.46 2.73 0
Sumber: Data Sekunder Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Pangan, 2013.

Lampiran 5b. Tabel Hasil Analidsa Sidik Ragam Aktivitas Filtrat


Paperease (Total Selulase) dari Kultur Aspergillus Niger
Sumber
keragaman JK DB KT Fhitung F 5% F 1%
Suhu 0.180508333 2 0.090254 481.355** 3.89 6.93
lama inkubasi 1.5661125 3 0.522038 2784.200** 3.49 5.95
Interaksi 7.626025 6 1.271004 6778.688** 3 4.82
Galat 0.00225 12 0.000187
Total 9.374895833 23
Keterangan : Sangat Beda Nyata Pada Taraf 5 % dan 1 %, KK = 0, 76 %

Lampiran 5c. Uji Lanjutan BJND Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan
terhadap Aktivitas Filtrat Paperease (Total Selulase) dari
Kultur Aspergillus Niger
BJND
Perlakuan Suhu Pemanasan 5% 1%
A1(Pemanasan 121,30 menit a A
A2(Pemanasan 100, 60 menit) b B
A3(Pemanasan 100,90 menit) c C
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, berarti beda
tidak nyata
Lampiran 5d. Uji Lanjutan BJND Pengaruh Lama Inkubasi terhadap
Aktivitas Filtrat Selulase (Total Selulase) dari Kultur
Aspergillus Niger
BJND
Lama Inkubasi 5% 1%
B1 (24 jam) a A
B2 (48 Jam) b B
B3 (72 Jama) c C
B4 (96 jam) d D
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, berarti beda
tidak nyata

Lampiran 5e. Uji Lanjutan BJND Analisa Pengaruh Interaksi Suhu


Pemanasan dan Lama Inkubasi terhadap Aktivitas Filtrat
Paperease (Total Selulase) dari Kultur Aspergillus Niger
Perlakuan BNJD
lama
Suhu inkubasi 5% 1%
24 jam F F
48 jam I I
0
A1(Pemasan 121 C, 72 jam H H
selama 30 menit 96 jam G G
24 jam Cd CD
48 jam Cd CD
0 72 jam Bd BD
A2(Pemasan 100 C,
selama 60 menit 96 jam Cd CD
A3 (Pemasan 24 jam A A
1000C, selama 90 48 jam E E
menit 72 jam Ab AB
96 jam Bc BC
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama, berarti beda
tidak nyata

Lampiran 6a. Tabel Hasil Analisa Aktivitas Endoglukanase Kultur


Trichoderma Viride
Perlakuan Ulangan Rata- Standar
Suhu Lama inkubasi I II Total rata Deviasi
24 Jam 1.79 1.83 3.62 1.81 0.0282
48 Jam 2.3 1.99 4.29 2.145 0.2192
A1 (Pemanasan
1210C selama 30 72 Jam 2.11 2.04 4.15 2.075 0.0494
menit) 96 Jam 2.4 2.39 4.79 2.395 0.0070
24 Jam 2.01 2.17 4.18 2.09 0.1131
48 Jam 2.49 2.5 4.99 2.495 0.0070
A2 (Pemanasan
1000C selama 60 72 Jam 2.5 2.46 4.96 2.48 0.0282
menit) 96 Jam 3.71 3.71 7.42 3.71 0
24 Jam 1.51 1.55 3.06 1.53 0.0282
48 Jam 1.57 1.59 3.16 1.58 0.0141
A2 (Pemanasan
0
100 C selama 90 72 Jam 2.84 2.75 5.59 2.795 0.0636
menit) 96 Jam 2.89 2.86 5.75 2.875 0.0212
Sumber : Data Sekunder Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Pangan, 2013.

Lampiran 6b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Aktivitas


Endoglukanase Kultur Trichoderma Viride
Sumber
keragaman JK DB KT Fhitung F 5% F 1%
Suhu 1.604758333 2 0.802379 136.57** 3.89 6.93
lama inkubasi 4.744066667 3 1.581356 269.166** 3.49 5.95
Interaksi 1.853808333 6 0.005875 52.590** 3 4.82
Galat 0.0705 12 0.005875
Total 8.273133333 23
Keterangan : Sangat Berbeda Nyata pada Taraf 5 % dan Taraf 1 %, KK =
0,03 %

Lampiran 6c. Uji Lanjutan BJND Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan
terhadap Aktivitas Endoglukanase Kultur Trichoderma Viride
BJND
Perlakuan Suhu Pemanasan 5% 1%
0
A1(Pemanasan 121 C,Selama 30 menit) a A
A2(Pemanasan 1000C,Selama 60 menit) b B
0
A3(Pemanasan 100 C, Selama 90 menit) c C
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yanga sama, berarti beda
tidak nyata.
Lampiran 6d. uji Lanjutan Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Aktivitas
Endoglukanase kultur Trichoderma Viride
BJND
Lama Inkubasi 5% 1%
B1 (24 jam) a A
B2 (48 Jam) b B
B3 (72 Jam) c C
B4 (96 jam) d D
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yanga sama, berarti beda
tidak nyata.

Lampiran 6e. Uji Lanjutan BJND Analisa Pengaruh Interaksi Suhu


Pemasan dan Lama Inkubasi terhadap Aktivitas
Endoglukanase dari Kultur Trichoderma Viride
Perlakuan BNJD
lama
Suhu inkubasi 5% 1%
24 jam F F
A1(Pemansan 48 jam I I
0
121 C, selama 30 72 jam C C
menit) 96 jam G G
24 jam H H
A2(Pemansan 48 jam D D
0 72 jam B B
100 C, selama 60
menit) 96 jam J J
A3(Pemansan 24 jam A A
0
100 C, selama 90 48 jam E E
menit) 72 jam K K
96 jam L L
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yanga sama, berarti beda
tidak nyata.

Lampiran 7a. Tabel Hasil Analisa Aktivitas Endoglukanase dari Kultur


Aspergillus Niger
Perlakuan Ulangan Standar
Lama Rata- Deviasi
Suhu inkubasi I II Total rata
24 2.92 2.98 5.9 2.95 0.0424
48 1.63 1.72 3.35 1.675 0.0636
A1 (Pemanasan
1210C selama 72 1.69 2 3.69 1.845 0.2192
30 menit) 96 1.46 1.45 2.91 1.455 0.0070
24 1.72 1.7 3.42 1.71 0.1484
48 2.72 2.69 5.41 2.705 0.0282
A2 (Pemanasan
0
100 C selama 72 2.65 2.64 5.29 2.645 0.0424
60 menit) 96 4.75 4.75 9.5 4.75 0.0212
24 3.08 2.87 5.95 2.975 0.0141
48 1.91 1.87 3.78 1.89 0.0212
A3 (Pemanasan
1000C selama 72 2.01 2.07 4.08 2.04 0.0070
90 menit) 96 2.2 2.23 4.43 2.215 0
Sumber : Data Sekunder Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi
Pangan, 2013.

Lampiran 7b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Aktivitas


Endoglukanase dari Kultur Aspergillus Niger
Sumber
keragaman JK DB KT Fhitung F 5% F 1%
Suhu 3.959558333 2 1.979779 297.89** 3.89 6.93
lama inkubasi 1.993779167 3 0.664593 100.00** 3.49 5.95
Interaksi 11.91690833 6 0.006646 298.85** 3 4.82
Galat 0.07975 12 0.006646
Total 17.94999583 23
Keterangan : Sangat Berbeda Nyata pada Taraf 5 % dan Taraf 1 %, KK =
0,03 %
Lampiran 7c. Uji Lanjutan BJND Pengaruh Suhu dan Lama Pemanasan
terhadap Aktivitas Endoglukanase Kultur Aspergillus Niger
BJND
Perlakuan Suhu Pemanasan 5% 1%
A1(Pemanasan 121,30 menit A A
A2(Pemanasan 100, 60 menit) b B
A3(Pemanasan 100,90 menit) C C
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yanga sama, berarti beda
tidak nyata.
Lampiran 7d. uji Lanjutan Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Aktivitas
Endoglukanase kultur Aspergillus Niger
BJND
Lama Inkubasi 5% 1%
B1 (24 jam) B B
B2 (48 Jam) A A
B3 (72 Jma) ac AC
B4 (96 jam) D D
Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yanga sama, berarti beda
tidak nyata.

Lampiran 7e. Uji Lanjutan BJND Analisa Pengaruh Interaksi Suhu


Pemasan dan Lama Inkubasi terhadap Aktivitas
Endoglukanase dari Kultur Aspergillus Niger
Perlakuan BNJD
lama
Suhu inkubasi 5% 1%
24 jam F F
A1(Pemanasan 48 jam I I
0
121 C, selama 30 72 jam c C
menit 96 jam gf GF
24 jam h H
A2 (Pemanasan 48 jam d D
0
100 C, selama 60 72 jam b B
menit 96 jam hj HJ
LAMPIRAN FOTO

Gambar 10. Proses shake subtrat

Gambar 11. Penyaringan substrat


Gambar 12. Perendaman dalam air es

AA

Anda mungkin juga menyukai