Anda di halaman 1dari 15

II-1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II.1 Otonomi Daerah


Pengertian Otonomi Daerah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (diakses pada 13 Desember
2019)[28] pengertian dari otonomi daerah adalah “hak, wewenang, dan kewajiban
daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Pengertian lain tercantum dalam
Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5[22] : “Otonomi adalah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.” Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa otonomi
daerah merupakan suatu hak, wewenang, dan kewajiban suatu daerah yang diatur
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan pemerintahannya
sendiri agar dapat mensejahtaraan rakyatnya.
Manfaat Otonomi Daerah
Pada praktiknya, otonomi daerah merupakan bagian dari desentralisasi.
Menurut Mardiasmo (2009:25)[1] salah satu manfaat dengan adanya desentralisasi
akan dapat mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat
dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan
(keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang
tersedia di masing-masing daerah. Sejalan dengan hal tersebut, maka terbentuklah
Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 2007 Tentang Pembentukan
Kabupaten Bandung Barat Menjadi Daerah Otonom di Provinsi Jawa Barat.

II.2 Keuangan Daerah


Dalam menjalankan urusan pemerintahannya, suatu pemerintah daerah
tentu memerlukan sumber dana agar dapat membiayai kegiatan operasionalnya.
II-2

Menurut Putra (2018:80)[2] untuk penyelenggaraan urusan pemerintah yang


dilaksanakan oleh gubernur dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan didanai APBN berupa pemberian dana dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah, sementara untuk penyelenggaraan urusan pemerintah daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi didanai APBD.
Untuk sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri
atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan, hal ini diatur dalam pasal 5 ayat 1
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004[23]. Pendapatan Daerah (sesuai pasal 5 ayat
2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004) bersumber dari 3 komponen yaitu
Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, dan Lain-lain pendapatan.

II.3 Pendapatan Asli Daerah (PAD)


II.3.1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Untuk pengertian dari PAD tercantum pada pasal 1 ayat 18 Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004[23] yang menyatakan : “Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya
disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan
Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Selain pengertian berdasarkan undang-undang, terdapat pengertian PAD
dari beberapa ahli. Menurut Ismanthono (dalam Mbembe, 2018:18)[11] Pendapatan
Asli Daerah merupakan keuangan daerah yang berasal dari potensi daerah sendiri
dan bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, perusahaan daerah, dinas daerah,
dan lain-lain usaha yang sah. Sementara menurut Halim (dalam Mbembe,
2018:18)[11] menyatakan semua penerimaan daerah yang berasal sumber ekonomi
asli daerah merupakan Pendapatan Asli Daerah.
Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004[23], sumber dari
Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :
1. Pajak daerah, terbagi menjadi pajak daerah tingkat I (provinsi) dan tingkat II
(kabupaten atau kota).
2. Retribusi daerah, terbagi atas tiga golongan yaitu retribusi jasa umum, retribusi
jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
II-3

3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dapat dirinci menurut


objek pendapatan mencakup bagian laba penyertaan modal BUMD, BUMN,
dan swasta atau kelompok.
4. Lain PAD yang sah, meliputi:
a. Hasil penjualan kekayaan Daerah yang tidak dipisahkan
b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan
dan/atau barang jasa oleh Daerah.
II.4 Tinjauan Pajak Secara Umum
Definisi Pajak
Definisi pajak disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
Pasal 1 Ayat 1 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan [26] yang
menyatakan : “
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Terdapat pengertian lain tentang pajak yang dikemukakan para ahli, salah
satunya oleh Soemitro dalam Resmi (2016:1)[3] yaitu :
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.”

Lalu ada pengertian yang diutarakan oleh Feldmann dalam Resmi


(2016:1)[3] yang menyatakan :
“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-
pengeluaran umum.”

Dari semua pengertian diatas dapat disimpulkan pajak merupakan iuran dari
rakyat sebagai wajib pajak kepada penguasa yaitu pemerintah (baik pemerintah
pusat ataupun daerah) yang pemungutannya dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan iuran yang dibayarkan
II-4

tersebut rakyat tidak akan mendapat timbal balik secara langsung karena uang hasil
iuran tersebut digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
Fungsi Pajak
Menurut Resmi (2016:3)[3] terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair
(sumber keuangan negara) dan fungsi regulend (pengatur). Berikut penjelasannya :
1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. Melalui pajak, pemerintah
berupaya memasukan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara dengan cara
ekstensifikasi dan intensifikasi pemungutan pajak dari berbagai jenis pajak.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi serta mencapai tujuan-tujuan
tertentu di luar bidang keuangan.
Jenis Pajak
Menurut Resmi (2016:7-8)[3] jenis pajak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga
pemungutnya.
1. Menurut Golongan :
a. Pajak langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau
pihak lain.
b. Pajak tidak langsung, pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga yang terjadi jika terdapat
suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya
pajak (misal penyerahan barang dan jasa).
2. Menurut Sifat :
a. Pajak subjektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi
Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya.
b. Pajak objektif, pajak yang pengenaanya memperhatikan objeknya, baik
berupa benda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan
II-5

timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan


pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) dan tempat tinggal.
3. Menurut Lembaga Pemungut :
a. Pajak negara (pajak pusat), pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
b. Pajak daerah, merupakan pajak dipungut pemerintah daerah, baik tingkat I
(pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota), dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Pajak
daerah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Resmi (2016:10-11)[3] dalam pemungutan pajak dikenal beberapa
sistem, diantaranya :
1. Official Assesment System
Metode ini memberi kewenangan aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri
jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sehingga inisiatif serta kegiatan menghitung dan
memungut pajak sepenuhnya berada di tangan para aparatur perpajakan.
2. Self Assesment System
Metode ini memberi wewenang Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah
pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku, sehingga inisiatif serta kegiatan menghitung
dan memungut pajak sepenuhnya berada di tangan Wajib Pajak.
3. With Holding System
Metode ini memberi wewenang pihak ketiga yang ditunjuk (sesuai dengan
peraturan perundang-undangan untuk memotong, memungut dan menyetor
pajak) dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
Tarif Pajak
Menurut Resmi (2016:13-15)[3] tarif pajak dibedakan menjadi beberapa
jenis, diantaranya :
II-6

1. Tarif Tetap
Merupakan tarif pajak yang berapapun dasar pengenaannya, jumlah yang
dibayarkan tetap. Misalnya bea materai.
2. Tarif Proporsional (Sebanding)
Merupakan tarif pajak berupa persentase yang selalu tetap besarannya. Misalnya
PPN.
3. Tarif Progresif (Meningkat)
Merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin meningkat seiring dengan
semakin tingginya dasar pengenaan pajaknya. Tarif progresif dibagi menjadi
beberapa kategori yaitu tarif pajak progresif-proporsional, tarif progresif-
progresif, tarif progresif-degresif.
4. Tarif Degeresif (Menurun)
Merupakan tarif pajak yang persentasenya menurun seiring dengan semakin
tingginya pengenaan pajaknya.

II.5 Pajak Daerah


Definisi Pajak Daerah
Terdapat beberapa definisi dari pajak daerah yang dirumuskan oleh
peraturan perundang-undangan. Definisi pajak daerah menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2009 pasal 1 angka 10 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah [24]:
“Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib
kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.”

Didalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000[23], menjelaskan


pengertian pajak daerah yang menyatakan :
“Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang
pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daeah dan
pembangunan daeah.”
II-7

Ciri-ciri Pajak Daerah


Siahaan (2016:10)[4] dalam bukunya yang berjudul “Pajak Daerah &
Retribusi Daerah” menyimpulkan bahwa pajak daerah memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Pajak daerah ditetapkan oleh pemerintah daerah melalui peraturan daerah
(Perda).
2. Wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
3. Hasil pemungutan pajak daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahannya dan
melaksanakan pembangunan daerahnya sebagai bagian dari pelaksanaan
otonomi daerah.
Jenis Pajak Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah[24], jenis pajak daerah dibagi menjadi
dua yaitu:
1. Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok.
2. Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
g. Pajak Parkir
h. Pajak Air Tanah
i. Pajak Sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Tarif dan Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah


Tarif pajak daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah diatur dalam
UndangUndang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
II-8

Daerah[24] yang ditetapkan dengan pembatasan tarif paling tinggi, yang berbeda
untuk setiap jenis pajak daerah, yaitu:
1. Tarif Pajak Provinsi:
a. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi 10%
b. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi 20%
c. Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi 10%
d. Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi 10%
e. Tarif Pajak Rokok ditetapkan paling tinggi 10%.
2. Tarif Pajak Kota/Kabupaten:
a. Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi 10%
b. Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi 10%
c. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi 35%
d. Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi 25%
e. Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi 10%
f. Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi 25%
g. Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi 30%
h. Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi 30%
i. Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi 10%
j. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan paling tinggi 0,3%
k. Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi
sebesar 5%
Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah.
II.6 Pajak Restoran
Definisi Pajak Restoran
Pajak restoran menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 angka 22 [24] adalah
pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran yang dimaksud dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009[24] tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 1 angka 23 adalah fasilitas penyedia makanan
dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan,
kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pajak restoran merupakan pajak yang dipungut
atas penyediaan makanan dan minuman oleh restoran yang dipungut bayaran.
II-9

Dasar Hukum Pajak Restoran


Pemungutan pajak restoran di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar
hukum yang jelas dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak
yang terkait. Dasar hukum pemungutan pajak restoran di Kabupaten Bandung Barat
adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah
4. Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Barat Nomor 12 Tahun 2016 tentang
Pajak Daerah.
5. Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pajak Restoran.
Objek Pajak dan Bukan Objek Pajak Restoran
Dengan nama Pajak Restoran dipungut pajak atas setiap pelayanan yang
disediakan di Restoran. Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan
oleh Restoran. Pelayanan yang disediakan Restoran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang
dikonsumsi oleh pembeli baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat
lain. Tidak termasuk obyek Pajak Restoran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah Restoran yang nilai penjualannya dibawah Rp. 4.000.000,00 (empat juta
rupiah) per bulan. Subyek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau badan yang
membeli makanan dan/atau minuman dari Restoran.Wajib Pajak Restoran adalah
orang pribadi atau badan yang mengusahakan Restoran. Dasar Pengenaan Pajak
Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima
Restoran.
Dalam Peraturan Bupati Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pajak Restoran
Pasal 8 ayat (4)[20], yang bukan menjadi obyek pajak restoran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) adalah restoran yang nilai penjualannya dibawah Rp
4.000.000,00 (empat juta rupiah) per bulan.
II-10

II.6.4 Tarif dan Cara Perhitungan Pajak Restoran


Tarif pajak restoran ditetapkan dengan peraturan daerah Kabupaten/kota
masing-masing karena dipandang sesuai dengan kondisi masing-masing daerah
Kabupaten/Kota. Di Kabupaten Bandung Barat, menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Bandung Barat Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pajak Restoran Pasal
11[21], tarif pajak restoran ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
Besaran pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Menurut Siahaan (2010; 305)[4], rumus
perhitungan pajak restoran secara umum sebagai berikut:

Sumber : Pajak Daerah & Retribusi Daerah: berdasarkan UU No 28 Tahun


2019 tentang Pajak Daerah
II.7 Penelitian Terdahulu
Berikut ini penelitian sebelumnya yang digunakan penulis sebagai
pembanding dan pengembangan penelitian ini.
Tabel II.1 Penelitian Sebelumnya

Peneliti, Tahun
Penelitian, dan
No Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
Judul
Penelitian
Megasilvia 1. Mengetahui kontribusi Efektifitas penerimaan pajak
Windy dan Pajak Restoran restoran Kab.Minahasa
Linda Lambey, terhadap PAD Selatan tahun 2012-2014
2016, Analisis Kabupaten Minahasa sangat efektif dengan rata-
Kontribusi Pajak Selatan Tahun 2012- rata 157,58%. Sedangkan
1 Restoran 2014 tingkat Kontribusi pajak
terhadap PAD 2. Mengetahui efektivitas restoran di tahun 2012-2014
Kab Minahasa penerimaan pajak dikategorikan sangat kurang
Selatan Tahun restoran di karena rata-rata hanya
2012-2014. Kab.Minahasa Selatan mencapai 1,71%.
Tahun 2012-2014
II-11

Lanjutan Tabel II.1 Penelitian Sebelumnya


Peneliti, Tahun
No Penelitian, dan Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
Judul Penelitian
Annisa, 2018, 1. Untuk mengetahui Pajak Restoran pada
Kontribusi Pajak seberapa besar Pendapatan Asli Daerah
Hotel dan Pajak tingkat kontribusi dikategorikan sangat
Restoran dan pajak hotel dan mempunyai kontibusi
Kontribusinya restoran terhadap karena presentase
Terhadap peningkatan PAD di kontribusi diatas 4%.
Peingkatan Kabupaten Maros Peningkatan kontribusi
Pendapatan Asli 2. Untuk mengetahui pajak restoran di
Daerah seberapa besar Kabupaten Maros
2 Kabupaten Maros tingkat penerimaan disebabkan karena
efektivitas Pajak banyaknya
Hotel dan Restoran pengembangan-
di Kabupaten Maros pengembangan usaha
serta meningkatnya
minat suatu masyarakat
untuk makan siap saji
serta dipengaruhinya
tingkat perekonomian
masyarakat.
Citra Fani, 2017, Untuk mengetahui Tingkat pengetahuan
Faktor-Faktor faktor-faktor apa masyarakat di Kabupaten
Yang Berperan yang berperan dalam Toraja Utara akan
Dalam Optimalisasi peraturan-peraturan yang
Optimalisasi Penerimaan Pajak mengatur pajak masih
Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran sangat kurang
Hotel Dan di Kabupaten Toraja dikarenakan kurangnya
Restoran Di Utara sosialisasi dari petugas-
Kabupaten Toraja petugas pajak. Kualitas
Utara aparat pajak di DPPKAD
3 Kabupaten Toraja Utara
sudah bisa dikatakan baik
dilihat dari Tingkat
pendidikan aparat pajak
serta pelatihanpelatihan
dan training yang di
berikan.
Pengawasan bagi Pajak
dan Restoran di
Kabupaten Toraja Utara
masih belum maksimal.
II-12

Lanjutan Tabel II.1 Penelitian Sebelumnya


Peneliti, Tahun
No Penelitian, dan Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
Judul Penelitian
Devi Tri Puspita, Tujuan umum dari (1) Tingkat rata-rata
2018, Analisis penelitian ini adalah efektivitas pajak restoran
Efektivitas untuk menganalisis adalah 112,31% sehingga
Penerimaan tingkat efektivitas sangat efektif.
Pajak Hotel, pajak restoran, pajak (2) Tingkat rata-rata
Pajak Restoran, hotel dan pajak efektivitas pajak hotel
dan Pajak penerangan jalan adalah 119,95% sehingga
Penerangan Jalan serta kontribusi sangat efektif.
Dalam terhadap PAD di (3) Tingkat rata-rata
4
Meningkatkan Kota Depok pada efektivitas pajak restoran
Pendapatan Asli tahun 2012-2014 adalah 107,48% sehingga
Daerah Kota sangat efektif.
Depok (4) Kriteria kontribusi
pajak restoran, pajak
hotel, dan pajak
penerangan jalan
terhadap PAD sangat
kurang
Azwir Nasir, This study aims to According to the analysis
Yesi Mutia Basri, analyze the potential of the Local Taxes
Kamaliah & of local taxes as a effectiveness in 2011-
Iskandar Muda, source, the amount 2016, the effectiveness
2017, of local tax of Local Taxes fluctuates
Effectiveness of contributions from year to year. For
Potential Tax to, and the Hotel Taxes, Restaurant
5 Region as the effectiveness of the Taxes, Advertisement
Real Local tax collection system Taxes and Non-PLN
Revenue in Bengkalis Street Lighting Tax
Sources in Riau Regency during the almost every year
Coastal Area 2011-2016 budget experience realization
year. that exceeds the target
which means the
tax is effective.

Dari kelima penelitian tersebut, perbedaan yang paling jelas adalah lokasi
dan rentang waktu objek penelitian. Pada penelitian ini, lokasi yang diambil adalah
di Kabupaten Bandung Barat (KBB) dengan rentang waktu objek penelitian tahun
anggaran 2016 hingga 2019.
II-13

Pada penelitian yang berjudul “Analisis Kontribusi Pajak Restoran terhadap


PAD Kab Minahasa Selatan Tahun 2012-2014”, lokasi penelitian berada di
Kabupaten Minahasa Selatan, dengan rentang waktu pada tahun anggaran 2012
hingga 2014, atau selama 3 tahun. Rumusan masalahnya tidak hanya bertujuan
mencari seberapa besar tingkat kontribusi dan efektivitas dari pajak restoran, namun
juga menghitung seberapa besar tingkat efisiensinya.
Pada penelitian yang berjudul “Kontribusi Pajak Hotel dan Pajak Restoran
dan Kontribusinya Terhadap Peingkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten
Maros”, lokasi penelitian berada di Kabupaten Maros, dengan rentang waktu pada
tahun anggaran 2011 hingga 2016. Objek penelitian tidak hanya pajak restoran,
namun juga meliputi pajak hotel. Rumusan masalahnya hanya bertujuan mencari
seberapa besar tingkat kontribusi dan efektivitas, sehingga metode penelitian yang
digunakan sepenuhnya menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.
Pada penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam
Optimalisasi Penerimaan Pajak Hotel dan Restoran Di Kabupaten Toraja Utara”,
lokasi penelitian berada di Kabupaten Toraja Utara. Objek penelitian tidak hanya
pajak restoran, namun juga meliputi pajak hotel. Rumusan masalahnya hanya
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa yang berperan dalam optimalisasi
penerimaan pajak hotel dan restoran di Kabupaten Toraja Utara, sehingga metode
penelitian yang digunakan sepenuhnya menggunakan deskriptif kualitatif.
Pada penelitian yang berjudul “Analisis Efektivitas Pajak Restoran, Pajak
Hotel dan Pajak Penerangan Jalan Dalam Meningkatkan PAD Kota Depok”, lokasi
penelitian berada di Kota Depok, dengan rentang waktu pada tahun anggaran 2012
hingga 2012. Objek penelitian meliputi pajak restoran, pajak hotel dan pajak
penerangan jalan. Rumusan masalahnya selain bertujuan menghitung tingkat
efektivitas, juga menghitung kontribusi dari masing-masing pajak tersebut terhadap
PAD Kota Depok.
Pada penelitian yang berjudul “Effectiveness of Potential Tax Region as the
Real Local Revenue Sources in Riau Coastal Area”, lokasi penelitian berada di
Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Rentang waktu objek penelitian pada tahun
2011 hingga 2014. Objek penelitian meliputi seluruh komponen pajak daerah.
II-14

Rumusan masalahnya selain bertujuan menganalisis efektivitas dan kontribusi saja,


namun juga menganalisis potensi dari seluruh komponen pajak daerah yang ada di
wilayah tersebut.

II.8 Kerangka Pemikiran


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 serta Undang-
Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 2007 yang menjadi dasar awal dari
pengembangan otonomi daerah di Kabupaten Bandung Barat. Dengan ketiga
undang-undang tersebut memberikan keleluasaan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Bandung Barat untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut
aspirasi masyarakatnya sendiri. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah didanai dari APBD. Salah satu sumber dana APBD
merupakan Pendapatan Daerah, dimana pendapatan yang paling penting dalam
rangka memperkuat APBD adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Menurut UU No 33 Tahun 2004 Pendapatan Asli Daerah merupakan
penerimaan yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang Sah yang bertujuan memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam
mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerahnya masing-
masing.
Menyadari berbagai potensi yang dimilikinya, maka Pemerintah Kabupaten
Bandung Barat berupaya untuk meningkatkan PAD-nya melalui berbagai cara yang
kemudian berfokus pada peningkatan penerimaan dari komponen Pajak Daerah
sebagai sumber penerimaan terbesar, meskipun pada prakteknya masih terdapat
beberapa hambatan. Salah satu dari sektor Pajak Daerah tersebut adalah Pajak
Restoran, yang terus mengalami peningkatan baik dari jumlah penerimaan maupun
dari potensi pajaknya. Melalui berbagai upaya tersebut, diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan Pajak Daerah khususnya Pajak Restoran, yang
kemudian berkontribusi pada peningkatan jumlah PAD sehingga dapat menunjukan
kemandirian daerah tersebut dalam memperoleh pendapatannya.
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori dapat dibuat kerangka
konseptual yang akan diteliti seperti pada Gambar 2.1.
II-15

Gambar II.1 Kerangka Pemikiran


Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk
mengetahui efektivitas dari penerimaan Pajak Restoran dengan cara
membandingkan jumlah anggaran (target) Pajak Restoran dan realisasi penerimaan
Pajak Restoran, serta seberapa besar tingkat kontribusi Pajak Restoran terhadap
PAD dengan cara membandingkan jumlah realisasi penerimaan Pajak Restoran
dengan jumlah total realisasi PAD. Dari perbandingan tersebut akan menghasilkan
rasio-rasio yang dapat memperlihatkan seberapa besar tingkat persentase efesiensi
dan kontribusi Pajak Restoran terhadap PAD.

Anda mungkin juga menyukai