Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muflih Amien

NIM : 18070450

Smt/Kelas : VI/A

Mata kuliah : Fikih Jinayat

Korupsi Dalam prespektiif Jinayat

Pendahuluan

Salah satu fenomena yang sangat memprihatinkan dalam kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia pada beberapa terakhir ini ialah maraknya korupsi. Kenyataan ini
merupakan suatu ironi, apabila dikaitkan dengan keberadaan Indonesia sebagai negara
berpenduduk muslim terbesar di dunia. Bahkan, umat Islam negeri ini dikenal sebagai
muslim yang paling bersemangat dalam melaksanakan upacara ritual keagamaan.

Korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan
negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga
dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku
pribadi. Adapun menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dimaksud dengan korupsi ialah secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.1

Korupsi di Indonesia merupakan masalah besar yang belum dapat diselesaikan dengan
tuntas oleh bangsa ini. Salah satu agenda reformasi adalah pemberantasan korupsi yang sudah
mengakar dan menjadi virus dalam tubuh bangsa Indonesia. Sekalipun sudah ada lembaga
khusus yang diperuntukkan untuk memberantas kasus korupsi. Kalau dulu korupsi itu hanya
dilakukan oleh segelintir orang yang menempati posisi-posisi penting dalam pemerintahan,
namun sekarang korupsi ikut serta dipraktekkan oleh bawahan- bawahan yang mana
jabatannya sangat rendah. Dengan fakta ini menunjukkan bahwa kasus korupsi ini sudah
begitu subur tumbuh di negeri kita ini. Ini menunjukkan betapa buruknya citra Indonesia di

1
Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi .
mata negara luar akibat dari perilaku pelaksana negara yang korup, yang mengeruk uang
rakyat untuk kepentingan individu.

Islam datang untuk membebaskan dan memerangi sistem ketidakadilan bukan malah
untuk melegalisasi praktek-praktek yang melahirkan eksploitasi dan ketidakadilan. Untuk itu
perlu kerja keras untuk memperkenalkan konsep Islam dalam segala aspek kehidupan
termasuk dalam masalah konsep korupsi.

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, pemerintah telah


membentuk berbagai kelembagaan antikorupsi, mulai dari dibentuknya Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggaraan Negara (KPKPN) tahun 1999 berdasarkan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Lahirnya lembaga independen khusus yang menangani
pemberantasan tindak pidana korupsi untuk melakukan penyidikan terhadap praktik korupsi
yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 29 Desember 2003. Lahirnya Komisi
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam menangani kasus KPK diberi
kewenangan memperpendek jalur birokrasi dan proses dalam penuntutan.

Pembahasan

A. Korupsi dalam pandangan Islam


Dalam arti luas, korupsi berarti menggunakan jabatan untuk keuntungan
pribadi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan. Seseorang diberi wewenang atau
kekuasaan untuk bertindak atas nama lembaga. Lembaga itu bisa dalam bentuk
lembaga swasta atau lembaga pemerintah
Islam memandang korupsi sebagai perbuatan keji. Perbuatan korupsi dalam
konteks agama Islam sama dengan fasad, yakni perbuatan yang merusak tatanan
kehidupan yang pelakunya dikategorikan melakukan Jinayaat al-kubra (dosa besar).
Korupsi dalam Islam adalah perbuatan melanggar syariat. Syariat Islam
bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia dengan apa yang
disebut sebagai maqashidussy syaria’ah. Diantara kemaslahatan yang hendak dituju
tersebut adalah terpeliharanya harta (hifdzul maal) dari berbagai bentuk pelanggaran
dan penyelewengan. Islam mengatur dan menilai harta sejak perolehannya hingga
pembelanjaannya, Islam memberikan tuntunan agar dalam memperoleh harta
dilakukan dengan cara-cara yang bermoral dan sesuai dengan hukum Islam yaitu
dengan tidak menipu, tidak memakan riba, tidak berkhianat, tidak menggelapkan
barang milik orang lain, tidak mencuri, tidak curang dalam takaran dan timbangan,
tidak korupsi, dan lain sebagainya. Sebagaimana dalam firman Allah swt dalam surah
Al-Baqarah:188

‫اس ِبٱإْل ِ ْث ِم‬ ۟ ُ‫وا ِب َهٓا إِلَى ْٱل ُح َّكام لِ َتأْ ُكل‬
َ ٰ َ‫وا َف ِري ًقا مِّنْ أ‬
ِ ‫مْو ِل ٱل َّن‬ ۟ ُ‫َواَل َتأْ ُكلُ ٓو ۟ا أَم ٰ َْولَ ُكم َب ْي َن ُكم ِب ْٱل ٰ َبطِ ِل َو ُت ْدل‬
ِ
‫ُون‬ َ ‫َوأَن ُت ْم َتعْ لَم‬

Artinya: Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta
itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
Juga firman-Nya dalam surah An-Nisa:29

‫اض مِّن ُك ْم ۚ َواَل َت ْق ُتلُ ٓو ۟ا‬ َ ‫وا اَل َتأْ ُكلُ ٓو ۟ا أَم ٰ َْولَ ُكم َب ْي َن ُكم ِب ْٱل ٰ َبطِ ِل إِٓاَّل أَن َت ُك‬
ٍ ‫ون ت ٰ َِج َر ًة َعن َت َر‬ ۟ ‫ِين َءا َم ُن‬َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
7‫ان ِب ُك ْم َرحِي ًما‬ َ ‫أَنفُ َس ُك ْم ۚ إِنَّ ٱهَّلل َ َك‬

Arinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Harta hasil korupsi adalah haram, sehingga ia menjadi salah satu penyebab
yang dapat menghalangi terkabulnya do’a, sebagaimana dipahami dari sabda Nabi
Saw:
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang
baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman dengan
apa yang Allah perintahkan kepada para rasul. Allah berfirman,"Wahai para rasul,
makanlah dari yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha
Mengetahui apa yang kalian kerjakan". Dia (Allah) juga berfirman: "Wahai orang-
orang yang beriman, makanlah yang baik-baik dari yang Kami rizkikan kepada
kamu," kemudian beliau (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan
seseorang yang lama bersafar, berpakaian kusut dan berdebu. Dia menengadahkan
tangannya ke langit (seraya berdo’a): "Ya Rabb…, ya Rabb…," tetapi makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dirinya dipenuhi dengan sesuatu
yang haram. Maka, bagaimana do’anya akan dikabulkan?"
Hukum perbuatan korupsi menurut pendapat ulama fiqih, adalah haram karena
bertentangan dengan prinsip maqashidussy syari’ah. Keharaman perbuatan korupsi
tersebut dapat ditinjau dari berbagai segi pertama, perbuatan korupsi merupakan
perbuatan curang dan penipuan yang berpotensi merugikan keuangan Negara dan
kepentingan publik (masyarakat) yang dikecam oleh Allah swt dengan hukuman
setimpal di akhirat. Kata korupsi secara literer memang tidak ditemukan dalam
khasanah Islam, tetapi substansi dan persamaannya bisa dicari dan ditelusuri dalam
Islam.
Perilaku korupsi belum memperoleh porsi pembahasan yang memadai, ketika
para fuqaha berbicara tentang kejahatan memakan harta benda manusia secara tidak
benar seperti yang diharamkan dalam al-Qur’ān, tetapi apabila merujuk kepada kata
asal dari korupsi, maka dapat berarti merusak (dalam bentuk kecurangan) atau
menyuap. Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan
yang bertentangan dengan prinsip keadilan. Korupsi dengan segala dampak
negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan
masyarakat dapat dikategorikan termasuk perbuatan fasad, kerusakan di muka bumi,
yang juga amat dikutuk Allah SWT.
Dari beberapa dalil di atas, walaupun bukan khusus berbicara tentang korupsi,
namun sejumlah praktek atau bentuk korupsi yang terjadi menyerupai dengan apa
yang digambarkan dalam dalil-dalil tadi, misalnya penyalahgunaan wewenang, suap
menyuap, dan juga penipuan.
Dalam konsepsi hukum Islam sangat sulit untuk mengkategorikan tindak
pidana korupsi sebagai jarimah sirqah (pencurian). Hal ini disebabkan oleh
beragamnya praktek korupsi itu sendiri yang umumnya tidak masuk dalam definisi
sirqah. Namun jika dalam satu kasus tindak pidana korupsi telah sesuai dengan
ketentuan sirqah, maka tidak diragukan lagi ia terkena ketentuan had sirqah dan
pelakunya dikenakan hukum potong tangan.
B. Klasifikasi Korupsi dalam Hukum Islam
Korupsi di Indonesia dalam perspektif hukum Islam dapat diklasifikasikan
kepada kategori khiyanah atau ghulul (pengkhianatan), al-ghasy (penipuan), dan
risywah (suap).
1. Khiyanah atau Ghulul (pengkhianatan)
Khiyanah secara etimologis bermakna perubahan hal seseorang menjadi jahat.
Ungkapan khiyanah juga digunakan bagi seseorang yang melanggar atau
mengambil hak-hak orang lain, dalam bentuk pembatalan sepihak perjanjian yang
dibuatnya, khususnya dalam masalah mu‘amalah.
Ghulul, pengkhianatan terhadap harta. Ghulul adalah penyalahgunaan jabatan.
Jabatan adalah amanah, oleh sebab itu, penyalahgunaan terhadap amanah
hukumnya haram dan termasuk perbuatan tercela. Perbuatan ghulul misalnya
menerima hadiah, komisi, atau apapun namanya yang tidak halal dan tidak
semestinya dia terima. Ghulul juga adalah pencurian dana (harta kekayaan)
sebelum dibagikan, termasuk di dalamnya adalah dana jaring pengaman sosial.
Bentuk lain dari penyalahgunaan jabatan (ghulul) adalah perbuatan kolutif
misalnya mengangkat orang-orang dari keluarga, teman atau sanak kerabatnya
yang tidak memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan tertentu, padahal ada
orang lain yang lebih mampu dan pantas menduduki jabatan tersebut.
2. Al-ghasy (penipuan)
Penipuan adalah tindak pidana yang tidak ada ketentuan hadnya, karena na s
belum menerangkan bentuk sanksi kepadanya secara kongkrit, baik dalam al-
Qur’an maupun dalam hadis. Al-Qur’an sangat tidak setuju dengan penipuan
dalam bentuk apapun. Penipuan digambarkan oleh al-Qur’an sebagai karakter
utama kemunafikan, dimana al-Qur’an telah menyediakan siksa yang pedih bagi
tindakan ini, di dalam neraka.
Berdasarkan uraian tentang al-ghasy di atas, maka jelaslah di setiap tindak
pidana korupsi yang terjadi dalam berbagai macam bentuknya mesti ada unsur
penipuan. Dalam tindak pidana korupsi, penipuan merupakan bagian yang tidak
terpisah darinya, manipulasi data, buku, daftar, dan sebagainya termasuk tindak
pidana penipuan.
3. Al-risywah (suap)

Syaikh ‘Abd al-‘Azīz bin ‘Abd Allāh bin Baz mendefinisikan suap dengan
memberikan harta kepada seseorang sebagai kompensasi pelaksanaan maslahat
(tugas/kewajiban) yang tugas itu harus dilaksanakan tanpa menunggu imbalan
atau uang tip. Sedangkan menurut terminologi fikih, suap adalah segala sesuatu
yang diberikan oleh seseorang kepada seorang hakim atau yang bukan hakim agar
ia memutuskan suatu perkara untuk (kepentingan)nya atau agar ia mengikuti
kemauannya.

Suap dengan segala bentuknya haram hukumnya. Di antara bentuk suap


adalah hadiah. Seorang pejabat haram hukumnya menerima hadiah. Bahkan
termasuk hadiah yang diharamkan bagi seorang pejabat yang meski tidak sedang
terkait perkara atau urusan, karena kalau ada kebiasaan memberi hadiah sebelum
menjadi pejabat, setelah menduduki jabatan terjadi peningkatan volume
kebiasaan pemberian hadiah tersebut. Seorang pejabat juga haram menerima
hadiah dari seseorang yang jika bukan karena jabatannya, niscaya orang tersebut
tidak akan memberikannya.

Secara khusus korupsi adalah identik dengan pencurian (sirqah), akan tetapi
pelaksanaan korupsi disertai dengan berbagai macam dalih yang lebih membutuhkan
penelitian dan pembuktian. Korupsi memberikan dampak negatif yang sangat besar
di masyarakat, apalagi dengan kasus-kasus yang saat ini terjadi di Indonesia.
Korupsi tidak hanya merugikan satu dua orang akan tetapi korupsi telah menjadi
ancaman bagi kestabilan keamanan dan kesejahteraan ekonomi dan sosial
masyarakat.

C. Penutup
Dari ulasan yang telah penulis paparkan maka dapat diambil kesimpulan
bahwa korupsi adalah perbuatan yang mengandung banyak definisi yang sesuai
dengan pemahaman dari al-Qur’ a n, hadis dan juga hukum Islam. Korupsi di
Indonesia dalam perspektif Hukum Pidana Islam adalah usaha memperkaya diri
sendiri atau orang lain dengan jalan melanggar hukum yang bertentangan dengan
prinsip keadilan.
Bentuk-bentuk pelanggaran hukum korupsi di Indonesia dalam perspektif
hukum Islam adalah bisa berupa ghulul (pengkhianatan), al-ghasy (penipuan), dan
risywah (suap).

Anda mungkin juga menyukai