Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA

Oleh :

Zakiah Halwani Wahdaniyah

118128

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES TELOGOREJO SEMARANG

2021
A. Konsep Teori Asma Bonkial

1. Definisi

Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas yang ditandai oleh


penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan klien mengalami dispnea,
batuk, dan mengi. Asma dapat menyerang semua golongan setengah dari
asma menyerang lebih banyak pada saat anak anak dan sepertiga terjadi
pada Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas pada rangsangan tertentu, yang
mengakibatkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara (Wahid &
Suprapto, 2013). Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif
intermitten, bersifat reversibel dimana trakea dan bronchi berespon secara
hiperaktif terhadap stimuli tertentu serta mengalami peradangan atau
inflamasi (Padila, 2013)

Menurut Murphy dan Kelly (2011) Asma merupakan penyakit


obstruksi jalan nafas, yang revelsibel dan kronis, dengan karakteristik
adanya mengi. Asma disebabkan oleh spasma saluran bronkial atau
pembengkakan mukosa setelah terpajam berbagai stimulus. Prevelensi,
morbiditas dan martalitas asma meningkat akibat dari peningkatan polusi
udara.

Asma adalah penyakit obstruksi jalan nafas yang ditandai oleh


penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan klien mengalami dispnea,
batuk, dan mengi. Asma dapat menyerang semua golongan setengah dari
asma menyerang lebih banyak pada saat anak anak dan sepertiga terjadi
pada usia sebelum empat puluh tahun (Puspasari, 2019: 146).
2. Tipe Asma

Menurut (Somantri, 2012: 51) Tipe asma berdasarkan penyebab terbagi


menjadi alergik, idiopatik, dan non alergik (mixed asma) antara lain:
a. Asma alergik/Ekstrinsik
Merupakan suatu bentuk asma dengan alergan seperti bulu binatang,
debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain-lain. Paparan terhadap
alergik akan mencetus serangan asma. Bentuk asma ini biasanya
dimulai sejak kanak-kanak.
b. Idiopatik atau nonarelgik asma/instrinsik
Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Faktor-
faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas
emosi/stres, dan populasi lingkungan akan mencetuskan serangan.
c. Beberapa agen farmakologi seperti antagonis b-adrenergik dan bahan
sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor penyebab.
Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa (> 35 tahun).
d. Nonalergik (Mixed Asma)

Merupakan bentuk asma yang paling sering. Asma campuran


dikarateristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergik dan idiopatik
atau nonalergik.

3. Etiologi

Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah suatu
penyakit obstruksi jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan
inflamasi, dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulant
(Suriadi dan Yuliani, 2010: 14, 15).
Asma disebabkan oleh:

a. Faktor Ekstrinsik: reaksi antigen antibodi karena inhalasi alergen


(bulu-bulu binatang, debu dan serbuk-serbuk).
b. Faktor instrinsik: infeksi para influenza virus, pneumonia mycoplasma

c. Fisik: cuaca dingin, perubahan temperatur, polusi udara (asap rokok,


parfum).
d. Emosional: takut, cemas, dan tegang dan aktivitas yang berlebihan
juga dapat menjadi faktor pencetus.

4. Patofisiologi

Obstruksi pada pada klien asma dapat disesabkan oleh kontraksi otot
otot yang mengelilingi bronkus yang menyempitkan jalan nafas,
pembekakan membran yang melapisi bronkus dan pengisian bronkus
dengan mukus yang kental, keterbatasan aliran udara disesabkan oleh
berbagai perubahan jalan.
Bronkokontriksi pada asma, kejadian fisiologis yang dominan
menyebabkan gejala klinis adalah penyempitan saluran nafas dan
gangguan pada aliran udara. Pada eksaserbasi asma akut, kontra ksi otot
polos bronchial terjadi dengan cepat mempersempit jalan nafas sebagai
respon terhadap paparan berbagai rangsangan alergen atau iritasi. Alergen
akan menstimulasi pelepasan mediator IgE mencakup histamine, tryptase,
leukotrin, dan prostaglandin yang secara langsung mengendalikan otot
polos jalan nafas.
Edema jalan nafas, terjadi karena proses peradangan berupa
peningkatan permeabilitas vascular, edema akan mempersempit diameter
bronkus dan membatasi aliran udara selain itu perubahan struktural
termasuk hipertropi dan hyperplasia pada otot polos saluran nafas dapat
berpengaruh.

Hipersekresi mukus, sekresi mukus terjadi sebagai mekanisme


fisiologis dari masuknya iritan.Pada asma bronchial pengeluaran mukus
terjadi secara berlebihan sehingga semakin mengganggu bersihan jalan
nafas (Puspasari, 2019: 150, 151).
Patofisiologi Asma Bronkial

Faktor pencetus asma adalah : alergen, iritasi polusi udara,


kecemasan dan lingkungan kerja

Hiperaktifitas Edema mukosa dan Hipersekresi


Bronkus didnding bronkus mukus

Ketidakefektifab Intoleransi
bersihan jalan aktivitas
nafas
Peningkata resistensi jalan nafas, distress
pernafasan

Obstruksi Keluhan sistemik, Keluhan psikososial


jalan nafas kelemahan, keletihan fisik, kecemasan

Gangguan
pola tidur

Pola nafas tidak Gagal nafas Kematian


efektif
5. Tanda dan gejala Asma

Menurut Puspasari (2019: 148, 149) pada penderita Asma biasanya


ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut: Batuk (disertai lendir atau
tidak) biasanya terjadi batuk kering pada awalnya dan diikuti dengan batuk
yang lebih kuat dengan produksi sputum yang berlebih, Sesak nafas
(dispnea) yang lebih sering menyerang pada malam hari dan di pagi hari
nafas dangkal dan berubah, klien tampak gelisah terdapat suara nafas
tambahan (whezing) sehingga mengakibatkan obstruksi jalan nafas yang
memburuk yang dapat menimbulkan dispnea dan peningkatan tekanan
nadi yang cepat.
6. Klasifikasi Asma

Menurut Wijaya dan Putri (2013:190)

a. Asma episodik yang jarang

Biasanya terdapat pada anak usia 3-6 tahun, serangan umum yang
dicetuskan oleh infeksi virus pada saluran jalan nafas. Frekuensi
serangan 3-4 x/tahun, gejala menonjol pada malam hari dapat
berlangsung 3-4 hari sedangkan untuk 10-11 hari serangan tidak
ditemukan kelainan.
b. Asma episodik sedang

2/3 golongan ini serangan pertama timbul pada usia sebulan sampai 3
tahun, serangan berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut, pada
usia 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas
Asma kronik persisten. Serangan pertama terjadi pada usia 6 bulan
(25%), sebelum usia 3 tahun (75%), pada 2 tahun (50%) biasanya
serangan episodik pada usia 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi
jalan nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat wheezing setiap
hari, pada malam hari sering terganggu oleh batuk dan waktu ke waktu
serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit.
7. Komplikasi

Menurut Puapasari (2019: 151) Asma yang tidak ditangani dengan baik
dapat memiliki kualitas buruk pada diri seseorang. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan kelelahan, kinerja menurun, masalah psikologis termasuk
stres, kecemasan dan depresi. Pada kasus asma sejumlah komplikasi
pernafasan serius, termasuk: Pneumonia (infeksi paru-paru), kerusakan
sebagian atau seluruh paru-paru, gagal nafas di mana kadar oksigen dalam
darah menjadi sangat rendah, status Atsmaticus (serangan asam berat yang
tidak merespon pengobatan).
8. Pemeriksaan dignostik

Menurut Puspasari (2019: 152) pemeriksaan diagnostik asma antara lain:


pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flowrate meter, uji
revisibilitas (dengan bronkodilator), uji provokasi bronkus untuk menilai
ada atau tidaknya hiperaktivitas bronkus, uji alergi (skin prick test) untuk
menilai ada atau tidaknya alergi, foto toraks untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.
9. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk pasien asma
yaitu:
a. Prinsip umum dalam pengobatan asma:
1) Menghilangkan obstruksi jalan napas.
2) Menghindari faktor yang bisa menimbulkan serangan asma.
3) Menjelaskan kepada penderita dan keluarga mengenai penyakit asma
dan pengobatannya.
b. Pengobatan pada asma
1) Pengobatan farmakologi
a) Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi
menjadi dua golongan, yaitu:
(1) Adrenergik (Adrenalin dan Efedrin), misalnya
terbutalin/bricasama.
(2) Santin/teofilin (Aminofilin)

b) Kromalin
Bukan bronkhodilator tetapi obat pencegah seranga asma pada
penderita anak. Kromalin biasanya diberikan bersama obat anti
asma dan efeknya baru terlihat setelah satu bulan.
c) Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma dan diberikan dalam
dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungannya adalah obat diberikan
secara oral.
d) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg jika tidak ada respon
maka segera penderita diberi steroid oral.
1) Pengobatan non farmakologi
e) Memberikan penyuluhan
f) Menghindari faktor pencetus
g) Pemberian cairan
h) Fisioterapi napas (senam asma)
i) Pemberian oksigen jika
perlu (Wahid & Suprapto, 2013)
2)Pengobatan selama status asmathikus
j) Infus D5:RL = 1 : 3 tiap 24 jam
k) Pemberian oksigen nasal kanul 4 L permenit
l) Aminophilin bolus 5mg/ KgBB diberikan pelan-pelan selama
20 menit dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tpm)
dengan dosis 20 mg/kg bb per 24 jam
m) Terbutalin 0.25 mg per 6 jam secara sub kutan

n) Dexametason 10-2- mg per 6 jam secara IV


o) Antibiotik spektrum luas
(Padila, 2013)
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Dalam proses pemberian asuhan keperawatan hal yang paling
penting dilakukan pertama oleh seorang perawat adalah melakukan
pengkajian. Pengkajian dibedakan menjadi dua jenis yaitu pengkajian
skrining dan pengkajian mendalam. Kedua pengkajian ini membutuhkan
pengumpulan data dengan tujuan yang berbeda (NANDA, 2015).
Pengkajian pada pasien asma menggunakan pengkajian mendalam
mengenai kesiapan peningkatan manajemen kesehatan, dengan kategori
perilaku dan subkategori penyuluhan dan pembelajaran. Pengkajian
disesuaikan dengan tanda mayor kesiapan peningkatan manajemen
kesehatan yaitu dari data subjektifnya pasien mengekspresikan
keinginannya untuk mengelola masalah kesehatan dan pencegahannya dan
data objektifnya pilihan hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi tujuan
program kesehatan
Menurut (Muttaqin, 2008) pengkajian keperawatan asma dimulai
dari anamnesis, riwayat penyakit, pengkajian psiko-sosial-kultural,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pemeriksaan radiologi.
a. Anamnesis
Data yang dikumpulkan saat pengkajian meliputi nama, umur,
dan jenis kelamin. Hal ini perlu dilakukan pada pasien asma karena
sangat berkaitan. Status atopik sangat mungkin terjadi pada serangan
asma di usia dini karena dapat memberikan implikasi, sedangkan faktor
non-atopik menyerang pada usia dewasa. Lingkungan klien akan
tergambarkan berdasarkan kondisi tempat tinggal menggambarkan
kondisi lingkungan klien berada. Melalui tempat tinggal tersebut, maka
dapat diketahui faktor-faktor yang memungkinkan menjadi pencetus
serangan asma. Selain itu status perkawinan dan gangguan emosional
yang dapat muncul di keluarga atau lingkungan juga merupakan faktor
pencetus serangan asma. Perkerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji
untuk mengetahui adanya pemaparan bahan alergen. Hal lain yang perlu
dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis. Keluhan
utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan
adanya keluhan sulit untuk bernapas.
b. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan
terutama dengan keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak,
kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing,
penggunaan otot bantu napas, kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis,
dan perubahan tekanan darah. Serangan asma mendadak secara klinis
dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan
batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa
yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronkhus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai
mukus yang jernh dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha
untuk bernapas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi
(wheezing). Pada stadium ini posisi yang nyaman dan disukai klien
adalah duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur,
tampak pucat, tampak gelisah serta warna kulit mulai membiru.
Stadium ketiga ditandai dengan suara napas hampir tidak terdengar ini
dikarenakan aliran udara kecil, batuk (-), pernapasan tidak teratur dan
dangkal, asfiksia yang mengakibatkan irama pernapasan meningkat.
Obat-obatan yang biasa dimiut harus dikaji oleh perawat serta
memeriksa kembali apakah obat masih relevan untuk digunakan
kembali.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti
adanya infeksi saluran napas atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis,
dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu, dan
alergen-alergen dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat
pengobatan yang dilakukan untuk meringankan gejala asma.
d. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit asma memiliki hipersensitivitas yang lebih ditentukan
oleh faktor genetik dan lingkungan, sehingga perlu dikaji tentang
riwayat penyakit asma dan alergi pada anggota keluarga.
e. Pengkajian psiko-sosio-kultural
Salah satu pencetus asma yaitu gangguan emosional yang didapat
dari lingkungan pasien mulai dari tempat kerja, tetangga, dan keluarga..
Koping tidak efektif dan ansietas yang berlebih juga akan mudah
ditemui dan agak berdampak pada perubahan mekanisme peran dalam
keluarga, status ekonomi, dan asuransi kesehatan penderita. Berada
dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidakhormatan hubungan
dengan orang lain, sampai mengalami ketakutan tidak dapat
menjalankan peranan seperti semula juga akan mempengaruhi
emosional serta psikis penderita.

f. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Gaya hidup sangat berperan mengakibatkan serangan asma,
sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai
keadaan untuk menghindari terserang asma. Selain itu gejala asma
dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal.
g. Pola hubungan dan peran
Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan
peran klien, baik di lingkungn rumah tangga, masyarakat, maupun
lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien
mengalami serangan asma.
h. Pola persepsi dan konsep diri
Terhambatnya respons kooperatif pasien juga dapat dipengaruhi
oleh persepsinya. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi
stresor dalam kehidupan klien. Kemungkinan terserang asma pun akan
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya stress dalam
kehidupan.
i. Pola penanggulangan stres
Salah satu faktor intrinsik serangan asma ialah stres dan
keteganggangan emosional, sehingga pengkajian terhadap stres sangat
diperlukan meliputi penyebab, frekuensi dan pengaruh stress terhadap
kehidupan klien serta cara klien mengatasinya.

j. Pola sensori dan kognitif


Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi
konsep diri klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang
dialami klien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma berulang
pun akn semakin tinggi
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipecaya
dapat meningkatkan kekuatan jiwa klien. Mendekatkan diri dan
keyakinan kepada-Nya merupakan metode stres yang konstruktif.
l. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: hal yan perlu dikaji perawat mengenai tentang
kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara,
denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-
otot bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi
istirahat klien.
1. B1 (Breathing)
Inpeksi: pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas.
Inpeksi dada terutama melihat postur bentuk dan kesimetrisan,
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis,
sifat dan irama pernapasan dan frekuensi.
Palpasi: biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal
Perkusi: pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
Auskultasi: terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari tiga kali inspirasi, dengan
bunyi napas tambahan utama wheeezing pada akhir ekspirasi.
2. (blood)
Dampak asma pada status kardiovaskuler perlu dimonitor oleh
perawat meliputi: keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah,
dan CRT.
3. B3 (Brain)
Tingkat kesadaran saat infeksi perlu dikaji. Disamping itu
diperlukan pemeriksaan GCS, untuk menentukan tingkat kesadaran
klien apakah composmentis, somnolen, atau koma.
4. B4 (Bladder)
Berkaitan dengan intake cairan maka perhitungan dan
pengukuran volume output urine perlu dilakukan, sehingga perawat
memonitor apakah terdapat oliguria, karena hal tersebut merupakan
tanda awal dari syok.
5. B5 (Bowel)
Nyeri, turgor, dan tanda-tanda infeksi sebaiknya juga dikaji,
hal-hal tersebut dapat merangsang serangan asma. Pengkajian
tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-
kesulitan dalam memnuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak
napas, sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan
nutrisi, hal ini karena terjadi dipneu saat makan, laju metabolisme,
serta kecemasan yang dialami klien.

6. B6 (Bone)
Mengkaji edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi
pada ekstremitas. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan
yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban,
mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan adanya
bekas atau tanda urtikraria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna
rambut, kelembaban, dan kusam. Tidur, dan istirahat klien yang
meliputi: berapa lama klien tidur dan istirahat, serta berapa besar
akibat kelelahan yang dialami klien juga dikaji, adanya wheezing,
sesak, dan ortopnea dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat
klien. Aktivitas sehari-hari klien juga diperhatikan seperti olahraga,
bekerja, dan aktivitas lainnya. Aktivitas fisik juga dapat menjadi
faktor pencetus asma yang disebut dengan exercise induced asma.
B. Diagnosa Keperawatan Asma Bronkial
Diagnosa yang biasanya muncul pada Asma Bronkial dengan Gangguan
Kebutuhan Oksigen menurut (Suriadi dan Yuliani, 2010), yaitu:
a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif atau ketidakmampuan
membersihkan secret, obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan
jalan nafas tetap paten berhubungan dengan adanya sekresi yang
tertahan, hipersekresi jalan nafas, edema mukosa dengan batasan
karakteristik batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih,
wheezing, dispnea, gelisah, frekuensi nafas berubah, pola nafas
berubah (PPNI, 2019).
b. Pola Tidur Tidak Efektif atau ganguan kualitas dan kuantitas waktu
tidur akibat faktor eksternal berhubungan dengan kurangnya kontrol
tidur, hambatan lingkungan dengan batasan karakteristik Mengeluh
sulit tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, pola
tidur berubah, istirahat tidak cukup, kemampuan aktivitas menurun
(PPNI, 2019).
a. Intoleransi Aktifitas atau ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari hari berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen, kelemahan dengan batasan karakteristik
Mengeluh lelah, Dispnea saat/setelah aktivitas, meraa tidak nyaman
setelah beraktifitas, merasa lemah (PPNI, 2019).
b. Pola Nafas Tidak Efektif atau inspirasi/ekspirsi yang tidak
memberikan ventilasi adekuat berhubungan dengan hambatan upaya
nafas dengan batasan karakteristik Dispnea, ortopnea, penggunaan otot
bantu pernafasan, fase ekspirasi memanjang, pola nafas abnormal
(takipnea, bradipnea), tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi
menurun (PPNI, 2019).
C. Rencana Keperawatan
Merupakan langkah selanjutnya dalam asuhan keperawatan setelah penegakan diagnosis keperawatan dan perencanaan berupa tujuan dan
intervensi
Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronkial

No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI


1 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Bersihan Jalan Nafas (L.01001) Latihan Batuk Efektif (I.01006)
berhubungan dengan Sekresi yang a. Mampu batuk efektif meningkat a. Observasi
Tertahan. b. Produksi sputum menurun - Kemampuan batuk
Dengan batasan karakteristik: c. Suara nafas tambahan wheezing - Monitor adanya retensi sputum
a. Sputum berlebih menurun b. Terapeutik
b. Ketidakmampuan batuk d. Dispnea menurun - Atur posisi semi-fowler atau
c. Wheezing e. Gelisah menurun fowler
d. Dispnea f. Frekuensi nafas membaik c. Edukasi
e. Sulit bicara g. Pola nafas membaik - Jelaskan tujuan dan prosedur
f. Gelisah batuk efektif
g. Bunyi nafas menurun - Ajarkan tarik nafas dalam
h. Frekuensi nafas berubah d. Kolaborasi
i. Pola nafas berubah - terapi pemberian obat dengan
tepat dan sesuai prosedur
Kontrol gejala (L.14127) Manajemen Asma (I.01010)
a. Kemampuan memonitor munculnya a. Observasi
gejala meningkat - Monitor frekuensi dan
b. Kemampuan memonitor keparahan kedalaman nafas
gejala - Monitor tanda dan gejala
c. Kemamampuan melakukan tindakan hipoksia
untuk mengurangi gejala - Monitor bunyi nafas tambahan
b. Terapeutik
- Berikan posisi semi fowler
- Lakukan penghisap lender jika
diperlukan
- Berikan oksigen nasal kanul
c. Edukasi
- Anjurkan minimalkan ansietas
yang dapat meningkatkan
kebutuhan oksigen
- Ajarkan mengidentifikasi dan
menghindari pemicu (debu,asap
rokok dan lainnya)

d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
(prednisolon, aminophylline)
2 Gangguan Pola Tidur berhubungan Pola Tidur (L.05045) Dukungan Tidur (I.05174)
dengan Kurangnya Kontrol Tidur a. Keluhan sulit tidur menurun a. Observasi
Dengan batasan karakteristik: b. Keluhan sering terjaga menurun - Identifikasi pola aktivitas dan tidur
a. Mengeluh sulit tidur c. Keluhan tidak puas tidur menurun - Identifikasi faktor pengganggu tidur
b. Terapeutik
b. Mengeluh sering terjaga d. Keluhan pola tidur
- Modifikasi lingkungan
c. Mengeluh tidak puas tidur berubah menurun (pencahayaan, kebisingan dan
d. Pola tidur berubah e. Keluhan istirahat tidak suhu
cukup menurun - Fasilitas menghilangkan stress
e. Istirahat tidak cukup
sebelum tidur
f. Kemampuan - Lakukan prosedur untuk
aktivitas menurun meningkatkan kenyamanan
(pijat dan pengaturan
posisi)
c. Edukasi
- Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur

3 Intoleransi Aktifitas berhubungan Toleransi aktivitas (L.05047) Manajemen Energi(I.05178)


dengan Ketidakseimbangan Antara a. Kemudahan dalam melakukan a. Observasi
Suplai dan Kebutuhan Oksigen - Identifikasi gangguan fungsi
aktivitas sehari- hari
ditandai dengan tubuh yng mengakibatkan
meningkat
kelelahan
Dengan batasan karakteristik: b. Keluhan lelah menurun
- Monitor kelelahan fisik dan
c. Dispnea saat aktivitas menurun
emosional
a. Mengeluh lelah d. Dispnea setelah aktivitas menurun
b. Terapeutik
b. Dispnea saat/setelah e. Perasaan lemah menurun
- Sediakan lingkungan nyaman
aktivitas f. Frekuensi nafas membaik
- Berikan aktivitas distraksi
c. Merasa tidak nyaman g. Saturasi oksigen membaik
yang menenangkan
setelah beraktifitas
d. Merasa lemah c. Edukasi
- Anjurkan melakukn aktivitas
secara bertahap
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
- asupan makan
4 Pola nafas tidak efektif Pola nafas (L.01004) Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
berhubungan dengan a. Ekspirasi membaik a. Observasi
b. Dispnea menurun - Monitor pula nafas (frekuensi,
hambatan upaya nafas
c. Penggunaan otot bantu nafas kedalaman, upaya nafas)
Dengan batasan karakteristik: menurun - Monitor bunyi nafas tambahan
a. Dispnea d. Ortopnea menurun b. Terapeutik
b. ortopnea e. Frekuensi nafas membaik - Posisikan semi fowler atau
c. penggunaan otot bantu f. Kedalaman nafas membaik fowler
- Lakukan penghisapan lender
pernafasan kurang lebih 15 menit
d. fase ekspirasi memanjang - Berikan oksigen
e. pola nafas abnormal c. Edukasi
(takipnea, bradipnea) - Ajarkan teknik batuk efektif
f. tekanan ekspirasi menurun d. Kolaborasi
g.tekanan inspirasi menurun e. Kolaborasi pemberian bronkodilator
D. Implementasi

Meliputi: pembersihan jalan nafas, memberikan istirahat yang cukup untuk


mencegah hipoksia dan mengurangi kerja berat pernafasan, memberikan
lingkungan yang tenang untuk mengurangi kecemasan, berikan hidrasi yang
adekuat, mengkaji proses koping keluarga, member informasi terkait
penyakit asma (Suriadi dan Yuliati 2010).
E. Evaluasi

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan


keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur dari hasil proses keperawatan
(Lisa dan Heni, 2017).
Tujuan dari evaluasi antara lain: untuk menentukan kesehatan dan
perkembangan klien, untuk menilai efektifitas, efisiens, dan produktifitas
dari tindakan perawatan yang telah diberikan, untuk menilai pelaksanaan
asuhan keperawatan, mendapatkan umpan balik dan sebagai tanggung jawab
dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan.
Untuk mempermudah evaluasi/ memantau perkembangan pasien digunakan
komponen SOAP adalah sebagai berikut
S: Data subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien


O: Data objektif

Data hasil observasi perawat


A: Analisa
Merupakan suatu masalah atau diagnosa keperawatan yang masih terjadi
P: Planning
Perencanaan keperawatan yang dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau
ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan sebelumnya tindakan yang
telah menunjukan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan tindakan
pada umumnya dihentikan.
DAFTAR PUSTAKA

Apriani,Lisa. (2017). Metodologi Keperawatan.Edisi 1.Yogyakarta.Pustaka


Panesa

Budiono, Pertami. (2013). Konsep Dasar Keperawatan.Cet.Ke 3. Jakarta. Bumi


Medika

Df Aryani. (2018). Jurnal Riset Keperawatan Nasional. http//ojs.itekes-bali.ac.id


Kemenkes.(2018) Prevalensi Asma Menurut Provinsi. Lokadata.html

Haswita, Sulistyowati. (2017) Kebutuhan Dasar Manusia Untuk Mahasiswa


Keperawatan dan Kebidanan.Jakarta Timur. CV Trans Info Media

Ikawati.(2016). Penatalaksanaan Terapi Penyakit Sistem Pernafasan.


Karangkajen Yogyakarta: Nuge

Keliat, Windarwati, at all. 2015-2017. Diagnosis Keperawtan: Definisi Dan


Klasifikasi. Edisi 10.Jakarta : EGC

Muttaqin, A (2011) Asuhan keperawatan klien dengan Gangguan Sistem


Pernafasan Jakarta : Salemba Medika

Price, Silvia A & Wilson Loraine M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta : EGC

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesi : Definisi dan Indikator


Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Tindakan


Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Puspasari.(2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gngguan Sistem


Pernafasan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Rab, Tabrani H (2017). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : CV Trans Info Media

RSD H.M Mayjend. Ryacudu.(2019). Dokumentasi Ruang Anak .Tidak


Dipublikasikan
Somatri, (2012).AsuhanKeperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Edisi 2. Jakarta. Selemba Medika

Suriadi, yuliani.(2010) Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi 2 Cet.Ke 2.


Jakarta: Sagung Seto
Tarwoto dan Wartonah (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Selemba Medika

Wijaya, Putri. (2013). Keperawatan Medikal Bedah1. Keperawatan Dewasa Teori


Dan Contoh Askep. Yogyakart. Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai