Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH PLENO

CLOSED FRAKTUR TIBIA FIBULA

DOSEN PEMBIMBING:
Ns.Maulani.M.Kep
DISUSUN OLEH :
Endah Yomella
NPM
2014201063

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

YAYASAN HARAPAN IBU JAMBI


TAHUN AJARAN 2021 / 2022
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah SWT memberikan rahmat kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Keperawatan Medikal Bedah III yang berjudul
“Closed Fraktur Tibia Fibula”. Makalah ini merupakan laporan yang dibuat sebagai bagian
dalam memenuhi kriteria mata kuliah . Shalawat serta salam kami panjatkan kepada junjungan
kita tercinta Rasulullah SAW , keluarga , para sahabat serta seluruh kaum muslimin yang tetap
teguh dalam ajaran beliau.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan disebabkan oleh kedangkalan
dalam memahami teori , keterbatasan keahlian , dan tenaga penulis . Semoga segala bantuan ,
dorongan, dan petunjuk serta bimbingan yang telah diberikan kepada kami dapat bernilai ibadah
disisi Allah SWT . Akhir kata , semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
khususnya bagi penulis sendiri .

Jambi, Oktober 2021

                                                                                                 

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman Judul......................................................................................................... i

Kata Pengantar....................................................................................................... ii

Daftar Isi................................................................................................................... iii


BAB I.Pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Tujuan........................................................................................................ 2
1.3 Manfaat...................................................................................................... 2
BAB II. Pembahasan
2.1 Anatomi dan Fisiologi Fraktur……………………………………………
2.2 Definisi Fraktur........................................................................................... 3
2.3 Etiologi Fraktur........................................................................................... 3
2.4 Manifestasi Fraktur..................................................................................... 5
2.5 Patofisiologi dan WOC Fraktur.................................................................. 5
2.6 Klasifikasi Fraktur……………………………………………………………….. 5
2.7 Penatalaksanaan Fraktur............................................................................. 9
2.8 Komplikasi Fraktur..................................................................................... 12
2.9 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………. 12
BAB III. Asuhan Keperawatan
3.1 Gambaran Kasus......................................................................................... 13
3.2 Pengkajian................................................................................................... 13
3.3 NCP............................................................................................................. 20
3.4 Implementasi dan Evaluasi........................................................................ 23
BAB IV. Pembahasan
BAB V. Penutup
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 26
5.2 Saran........................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas jaringan tulang . Fraktur


paling sering ditimbulkan oleh trauma eksternal langsung maupun deformitas
tulang seperti fraktur patologis pada osteoporosis sedangkan fraktur femur
biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas ( Potter Perry , 2010 ) . Badan
kesehatan dunia ( WHO ) mencatat tahun 2007 terdapat lebih dari delapan juta
orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang
mengalami kecacatan fisik . Salah satu insiden kecelakaaan yang memiliki
angka kejadian cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni
sebesar 46,2 % dari insiden kecelakaan yang terjadi ( Noviardi dalam Triono
dan Murinto, 2015 ) .
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Depkes 2007 diIndonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera
antara lain karena jatuh , kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam atau tumpul. Dari
45.987 peristiwa jatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang ( 3,8 % ) dari
20.829 kasus kecelakaan lalu lintas , yakni mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang
( 8,5% ) , dari 14.127 trauma benda tajam atau tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak
236 orang ( 1,7 % ) ( Noviardi dalam Triono dan Murinto , 2015 ) .

Pembedahan merupakan penanganan dari fraktur yang biasa dilakukan .


Pembedahan adalah sebuah proses invasif karena insisi dilakukan pada tubuh atau ketika
bagian tubuh diangkat ( Rosdahl dan Kowalski , 2014 ) . Setelah seseorang dilakukan
pembedahan , sesuai dengan rencana keperawatan akan dilakukan mobilisasi oleh
perawat, namun yang terjadi perawat hanya sekedar menganjurkan pada pasien untuk
menggerak - gerakkan anggota badan yang dioperasi . Ketidaktahuan pasien akan pentingnya
mobilisasi membuat pasien menjadi takut sehingga menyebabkan bengkak , kesemutan ,
kekakuan sendi , nyeri , dan pucat anggota gerak yang dioperasi ( Lestari , 2014 ) .
Pasien post operasi memerlukan perubahan posisi kecuali pada pasien yang
memiliki kontraindikasi , posisi pasien diubah setiap 30 menit dari sisi kesisi sampai
sadar dan kemudian dilakukan mobilisasi dini 8 - 12 jam pertama . Mobilisasi sebaiknya
dilakukan 24jam pertama post operasi dan dilakukan dibawah pengawasan supaya
mobilisasi dapat dilakukan dengan tepat serta dengan cara aman . Selama ini mobilisasi belum
dilakukan secara benar karena pasien mengalami nyeri akibat tindakan pembedahan dan
tidak adanya penyuluhan mengenai manfaat melakukan mobilisasi dini sehingga
mengakibatkan gangguan fleksibilitas sendi sehingga pasien mengalami hambatan mobilitas
fisik ( Gusti dan Armayanti , 2014 ) .
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan
fisik secara mandiri yang dialami oleh seseorang, hambatan mobilitas fisik dapat
disebabkan oleh penyakit yang dideritanya seperti trauma, fraktur pada ekstremitas, atau
menderita kecacatan ( Asmadi,2008).

Dengan demikian perawat harus mampu berpikir kritis dalam melakukan asuhan
keperawatan yang komprehensif serta mampu mengidentifikasi masalah - masalah klien yang
dirumuskan sebagai diagnosa keperawatan , mampu mengambil keputusan yang tepat dalam
mengatasi masalah keperawatan yang dialami oleh klien , asuhan keperawatan yang
diberikan secara holistik yaitu dilihat dari segi biofisikososial dan spiritual , serta mampu
berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberi asuhan keperawatan yang optimal.

Berdasarkan data diatas penyusun merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan


fraktur dan menyusun laporan kasus tentang asuhan keperawatan pada Tn. B dengan
gangguan sistem muskuloskeletal : Close Fraktur tibia fibula 1/3 distal diruang Instalasi
bedah.

1.2 Tujuan Umum dan Khusus

a. Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah :


Penulis mampu mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada kasus Closed
Fraktur tibia fibula 1/3 distal diruang Instalasi Bedah dengan melakukan proses
pendekatan keperawatan .
b. Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui tentang
 Anatomi Fisiologi Fraktur
 Definisi Fraktur
 Etiologi Fraktur
 Manifestasi Klinis Fraktur
 Patofisiologi Fraktur
 Klasifikasi fraktur
 Penatalaksanaan Medis Fraktur
 Komplikasi Fraktur
 Pemeriksaan Penunjang
1.3 Manfaat

Penulisan makalah ini dapat memberi manfaat, diantaranya :


1. Bagi profesi
Agar makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Fraktur, sehingga dapat dilakukan tindakan yang
segera untuk mengatasi maslah yang terjadi pada pasien dengan Fraktur.
2. Bagi pembaca
Memberikan pengertian / pengetahuan dan pengambilan keputusan yang tepat
kepada pembaca. Khususnya dalam menyikapi dan mengatasi jika ada penderita
Fraktur.
3. Bagi penulis
Diharapkan penulis dapat menambah pengetahuan pengalaman yang lebih dalam
memberikan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan Fraktur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh .
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak,
terutama dalam tengkorak dan panggul .Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot - otot yang menggerakan kerangka
tubuh . Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium
dan fosfat (Price dan Wilson, 2006).

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot - otot yang menggerakan kerangka tubuh .Tulang juga merupakan tempat
primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat . Tulang rangka orang dewasa
terdiri atas 206 tulang . Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan
darah.Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik ( terutama garam - garam
kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku , tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah
fibrosa yang membuatnya kuat dan elastic (Price dan Wilson, 2006).

Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh
dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain : tulang koksa , tulang
femur , tibia , fibula , patella , tarsalia , metatarsalia , dan falang (Price dan Wilson ,2006).

1. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang panggul ,
letaknya disetiap sisi dan didepan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk sebagian
besar tulang pelvis.

2. Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar didalam tulang
kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan aseta bulum membentuk kepala
sendi yang disebut kaput femoris , disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris
terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor . Dibagian ujung
membentuk persendian lutut , terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus
lateralis dan medialis . Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang
tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa kondilus.

3. Osteum tibialis dan fibularis ( tulang kering dan tulang betis ) Merupakan tulang pipa
yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS femur,
pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki
luar . OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula
pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat
taju yang disebut OS maleolus medialis.

2.2. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusya kontinuitas jaringan tulang dan tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Brunner and Suddarth,2001).

Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki. (E.Oswari,
2011).

Fraktur Tibia adalah patah atau gangguan kontinuitas pada tulang tibia.

Closed Fraktur tibia Fibula adalah fraktur tertutup yang terjadi akibat trauma
langsung dari arah samping lutut dengan kaki yang masih terinfeksi tanah . ( kapita selecta
kedokteran jilid I. 2000 )

2.3. Etiologi

Menurut ( Rasjad , 2009 ) penyebab paling utama fraktur tibia yang disebabkan oleh
pukulan yang membengkokkan sendi lutut dan merobek ligamentum medialis sendi tersebut,
benturan langsung pada tulang tibia misalnya kecelakaan lalu lintas , serta kerapuhan
struktur tulang . Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut :

1. Trauma langsung (direct)


Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan tulang seperti
pada kecelakaan lalu lintas , jatuh dari ketinggian , dan benturan benda keras oleh
kekuatan langsung .
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung , tapi lebih disebabkan oleh
adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau otot , contohnya seperti pada
olahragawan atau pesenam yang menggunakan hanya satu tangannya untuk menumpu
beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis , osteosarkoma,
osteomalacia , cushing syndrome , komplikasi kortison / ACTH , osteogenesis imperfecta
( gangguan congenital yang mempengaruhi pembentukan osteoblast ) . Terjadi karena
struktur tulang yang lemah dan mudah patah .
a. Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsobsi tulang melebihikecepatan
pembentukan tulang , sehingga akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh dan
dapat mengalami patah tulang .
b. Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum - sum tulang yang disebabkan
oleh bakteri piogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus ditempat lain dan
beredar melalui sirkulasi darah.
c. Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak atau menipisnya bantalan sendi dan tulang
rawan

2.4 Manifestasi klinis fraktur tibia

1. Nyeri hebat pada daerah fraktur , dan bertambah jika ditekan/diraba

2. Tak mampu menggerakan kaki

3. Terjadi deformitas (kelainan bentuk) diakibatkan karena perubahan posisi fragmen


tulang . Dapat membentuk sudut karena adanya tekanan penyatuan dan tidak
seimbangnya dorongan otot . Dapat pula memendek ekstermitas bawah karena adanya
tarikan dari otot ektermitas bawah saat fragmen tergelincir dan tumpah tindih dengan
tulang lainnya . Dan dapat juga terjadi rotasional karena tarikan yang tidak seimbang oleh
otot yang menempel pada fragmen tulang sehingga fragmen fraktur berputar keluar
dari sumbu longitudinal normalnya.
4. Adanya krepitus (teraba adanya derik tulang) diakibatkan karena gesekan antara
fragmen satu dengan fragmen yang lainnya.

5. Terjadi ekimosis atau perdarahan subkutan diakibatkan kerusakan pembuluh darah


sehingga darah merembes dibawah kulit sekitar area kulit.

6. Terjadi pembengkakan dan perubahan warna pada kulit diakibatkan karena terjadi
ekstravasasi darah dan cairan jaringan di sekitar area fraktur.

2.4 Patofisiologi

Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma . Hantaman yang keras akibat
kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan fragmen
tulang tidak beraturan atau terjadi diskontinuitas ditulang tersebut . Pada fraktur tibia dan
fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang lainnya karena periost yang
melapisi tibia agak tipis , terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga
tulang ini mudah patah dan karena berada langsung dibawah kulit maka sering
ditemukan adanya fraktur terbuka .

Dengan adanya fraktur dapat menyebabkan atau menimbulkan kerusakan pada


beberapa bagian . Kerusakan pada periosteum dan sumsum tulang dapat
mengakibatkan keluarnya sumsum tulang terutama pada tulang panjang . Sumsum kuning
yang keluar akibat fraktur terbuka masuk ke dalam pembuluh darah dan mengikuti aliran
darah sehingga mengakibatkan emboli lemak . Apabila emboli lemak ini sampai pada
pembuluh darah yang sempit dimana diameter emboli lebih besar dari pada diameter
pembuluh darah maka akan terjadi hambatan aliran darah yang mengakibatkan perubahan
perfusi jaringan .

Kerusakan pada otot atau jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri yang hebat karena
adanya spasme otot di sekitarnya . Sedangkan kerusakan pada tulang itu sendiri
mengakibatkan perubahan sumsum tulang ( fragmentasi tulang ) dan dapat menekan
persyaratan didaerah tulang yang fraktur sehingga menimbulkan gangguan syaraf ditandai
dengan kesemutan , rasa baal dan kelemahan . (Harris, 2006) .

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan
, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup . Fraktur tertutup tidak
disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon , otot , ligament dan pembuluh darah
(Smeltzer dan Bare, 2001).

Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen - fragmen tulang dipertahankan
dengan pen , sekrup , plat , paku . Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi . Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson , 2006).

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur. Jika
ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati , maka tulang mungkin hanya retak saja
bukan patah . Jika gayanya sangat ekstrem , seperti tabrakan mobil , maka tulang dapat pecah
berkepingkeping . Saat terjadi fraktur , otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu.
Otot dapat mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi . Kelompok otot
yang besar dapat menciptakan spasme yang kuat bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur. Walaupun bagian proksimal dari tulang patah tetap pada tempatnya, namun
bagian distal dapat bergeser karena faktor penyebab patah maupun spasme pada otot - otot
sekitar . Fragmen fraktur dapat bergeser ke samping , pada suatu sudut (membentuk sudut),
atau menimpa segmen tulang lain . Fragmen juga dapat berotasi atau berpindah .

Selain itu , periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu sehingga dapat menyebabkan sering terjadi cedera jaringan lunak.
Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang itu sendiri. Pada
saluran sumsum (medula), hematoma terjadi diantara fragmen - fragmen tulang dan dibawah
periosteum . Jaringan tulang disekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon
peradangan yang hebat sehingga akan terjadi vasodilatasi , edema , nyeri , kehilangan fungsi ,
eksudasi plasma dan leukosit . Respon patofisiologis juga merupakan tahap penyembuhan
tulang.

2.5. Klasifikasi Fraktur

Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah :

1. Incomplit

Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang.

2. Complit

Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen
tulang biasanya berubah tempat atau bergeser (bergeser dari posisi normal).

3. Tertutup (simple)

Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.

4. Terbuka (compound)

Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang terbagi
menjadi 3 derajad :
Derajad 1

Luka kurang dari 1 cm , kerusakan jaringan lunak sedikit , tidak ada tanda remuk ,
fraktur sederhana atau kominutif ringan dan kontaminasi minimal .

Derajad 2

Laserasi lebih dari 1 cm , kerusakan jaringan lunak , tidak luas , fraktur kominutif
sedang , dan kontaminasi sedang .

Derajad 3

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas (struktur kulit , otot , dan neurovaskuler)
serta kontaminasi derajad tinggi.

Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:

a. Fraktur transversal

Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang . Fraktur ini , segmen - segmen tulang yang patah direposisi atau direkduksi
kembali ke tempat semula , maka segmen - segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol
dengan bidai gips.

b. Fraktur kuminutif

Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari dua fragmen
tulang.

c. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap tulang.

d. Fraktur segmental

Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan
terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya , fraktur jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang yang
berada diantara vertebra .

2.6. Penatalaksanaan

Konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu :
rekognisi , reduksi , retensi , dan rehabilitasi.

1. Rekognisi /Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.

2. Reduksi/Manipulasi/Reposisi

Yaitu upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti

semula secara optimal. Metode reduksi terbagi atas ;

 Reduksi Tertutup

Dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung- ujungnya


saling berhubungan). Ektermitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara
gips , bidai atau alat lain. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan
ekstermitas untuk penyembuhan tulang . Sinar-X harus dilakukan untuk mengetahui
apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

 Traksi

Alat yang dapat digunakan menarik anggota tubuh yang fraktur untuk meluruskan
tulang. Beratnya traksi disesuaikan dengan spaasme otot yang terjadi yaitu :

 Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menepelkan
plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk , membantu
menimbulkan spasme otot pada bagian yang cidera dan biasanya digunakan
untuk jangka pendek (48 - 72jam).
 Skeletal traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang
cidera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi , memutuskan pins
(kawat) kedalam tulang.
 Maintenance traksi
Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat diberikan secara langsung
pada tulang dengan kawat atau pins.
 Reduksi Terbuka :

Dilakukan dengan pembedahan fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin , kawat , sekrup , plat paku , atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi . Alat ini dapat diletakkan disisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

 OREF (Open Reduction Eksternal Fixation) adalah reduksi terbuka dengan fiksasi
internal dimana tulang di transfiksasikan diatas dan dibawahnya fraktur, sekrup
atau kawat ditransfiksi dibagian proksimal dan distal kemudian dihubungkan satu
sama lain dengan suatu batang lain. Fiksasi eksternal ini digunakan utnuk
mengobati fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak. Alat ini memberikan
dukungan yang stabil untuk fraktur komunitif (hancur atau remuk). Pin yang telah
terpasang dijaga agar tetap terjaga posisinya, kemudian dikaitkan pada
kerangkanya . Fiksasi ini memberikan rasa nyaman bagi pasien yang mengalami
kerusakan fragmen tulang.
 ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah metode Penatalaksanaan patah
tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana
dilakukan insisi pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan sepanjang
bidang anatomic temapt yang mengalami fraktur.
3. Retensi/Immobilisasi

Merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimum . Imobilisasi fraktur . Setelah fraktur direduksi , fragmen
tulang harus diimobilisasi , atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan . Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna . Metode
fiksasi eksterna meliputi pembalutan , gips , bidai , traksi kontinu , pin dan teknik gips , atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur

4. Rehabilitasi

Bertujuan untuk mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk


menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan memungkinkan , harus segera dimulai
latihan - latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.

2.7 Proses Penyembuhan Tulang

1. Tahap Hematoma atau Inflamasi (1-3 hari)

Hematoma terbentuk dari darah yang berasal dari pembuluh darah yang robek.
Hematoma dibungkus oleh jaringa lunak sekitar (periosteum dan otot). Hal ini terjadi
sekitar 1-2 x 24 jam.

2. Tahap Proliferasi (3 hari – 2 minggu)

Sel - sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum di sekitar frakur. Sel-sel ini
menjadi precursor osteoblast, dan akan tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga
terjadi dijaringan sumsum tulang.

3. Tahap Kallus (2-6 minggu)

Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus) dan memberikan rigiditasi pada


fraktur. Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu.

4. Tahap Ossifikasi/Jaringan lunak mengeras (3 minggu - 6 bulan)


Kallus mengeras dan menutup lubang frakturb (fraktur gap) antara periosteum dan
korteks menggambungkan fragmen. Dan secara bertahap tulang menjadi mature. Union
tulang yang dapat dipastikan melalui X-ray dikatakan telah terjadi ketika tidak ada
gerakan dengan stress (tekanan) ringan dan tidak ada tenderness dengan pressure
(penekanan) langsung pada area langsung.

5. Tahap Konsolidasi dan Remodelling (6 bulan – 1 tahun)


Kallus yang tidak diperlukan dibuang / reabsorbsi dari tulang yang sembuh. Proses
reabsorbsi dan penyimpanan tulang sepanjang garis yang fraktur memberikan kekuatan
tulang dalam menahan semua beban.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada fraktur tibia adalah :

1. Komplikasi awal
Compartemant Syndrome : Komplikasi ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan gangguan vaskularisasi ektermitas bawah yang dapat mengancam
kelangsungan hidup ektermitas bawah . Mekasnisme terjadi fraktur tibia terjadi perdarahan
intra – compartment, hal ini akan menyebabkan tekanan intrakompartemen meninggi ,
menyebabkan aliran balik balik darah vena terganggu . Hal ini akan menyebabkan
oedema . Dengan adanya oedema tekanan intrakompartemen makin meninggi sampai
akhirnya sedemikian tinggi sehingga menyumbat arteri di intrakompartemen. Gejalanya
rasa sakit pada ektermitas bawah dan ditemukan paraesthesia, rasa sakit akan bertambah
bila jari digerakan secara pasif. Kalau hal ini berlangsung cukup lama dapat terjadi
paralyse pada otot - otot ekstensor hallusis longus, ekstensor digitorum longus dan tibial
anterior.
2. Komplikasi dalam waktu lama :
 Malunion
Dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak seharusnya. Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
 Delayed Union
Adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan kecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal . Delayed union merupakan kegagalan fraktur
berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
 Non Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap , kuat , dan stabil setelah 6-9 bulan . Non union di tandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseuardoarthrosis . Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
2.9 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Muttaqin (2008), pemeriksaan pemeriksaan penunjang pada fraktur
yaitu:
1. Anamnesa/ pemeriksaan umum
2.Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan menggunakan sinar
Rontgen (sinar-x) untuk melihat gambaran tiga dimensi dari keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit.
3.CT scan : pemeriksaan bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan
jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.
4. X - Ray : menentukan lokasi, luas, batas dan tingkat fraktur.
5. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan
yang terjadi meliputi :

a. Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

b. Fosfatase alkali meningkat pada saat kerusakan tulang.

c.Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehydrogenase (LDH-5), aspratat


aminotransferase (AST) dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
6. Pemeriksaan lain-lain

a. Biopsi tulang dan otot : Pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan di atas, tetapi lebih
diindikasikan bila terjadi infeksi.

b. Elekromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.

c. Artroskopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
d. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
e.Indigium Imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Gambaran Kasus


Nyeri, Krepitasi, deformitas tulang
Seorang laki - laki umur 45 tahun dirawat di ruang Bedah dengan keluhan nyeri pada kaki
kiri bila digerakan . Sebelumnya pasien terjatuh dari pohon kelapa , pasien mengatakan kaki
semakin nyeri bila digerakkan namun berkurang dengan istirahat . Hasil pemeriksaan fisik
deformitas (+) , terlihat perbedaan panjang kaki kiri dengan kaki kanan yang sehat , edema
pada kaki kiri (+) , tidak terdapat luka , teraba hangat pada daerah sekitar kaki kiri , nyeri
tekan (+) , krepitasi (+) , terdapat keterbatasan gerak . Hasil pemeriksaan rontgen : closed
fraktur tibia fibula sepertiga distal sinistra , pasien mendapat kan terapu ketorolac 2 x 0,5
mg/KgBB . Dilakukan pemasangan bidai melewati 2 sendi dan diistirhatkan . Pasien
direncanakan dilakukan ORIF.

3.2 Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama : Tn.B

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku Bangsa : Melayu

Agama : Islam

Status Perkawinan : Kawin

Pendidikan : SLTP

Pekerjaan : Buruh

Alamat : Jl.Cendana No.37 Telanai Pura Jambi


Tanggal Masuk : 24 April 2019

No. Register : 3045

2. Penanggung Jawab

Nama : Ny. R

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Hub. Dengan Pasien : Istri pasien

3. Data Medik

Diagnosa medis saat masuk : Closed Fraktur Tibia Fibula

Diagnosa medis saat pengkajian : Closed Fraktur Tibia Fibula

4. Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien mengeluh nyeri pada kaki jika digerakkan
5. Riwayat Kesehatan saat ini
Seorang klien dirawat diruang bedah dengan keluhan nyeri pada kaki kiri bila
digerakan . Sebelumnya pasien terjatuh dari pohon kelapa , pasien mengatakan kaki
semakin nyeri bila digerakkan namun berkurang dengan istirahat . Hasil pemeriksaan
fisik deformitas (+) , terlihat perbedaan panjang kaki kiri dengan kaki kanan yang
sehat, edema pada kaki kiri (+) , tidak terdapat luka , teraba hangat pada daerah sekitar
kaki kiri , nyeri tekan (+) , krepitasi (+) , terdapat keterbatasan gerak
6. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya
7.Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan tidak ada penyakit bawaan.
8. Genogram

= Laki – Laki

= Perempuan

= Meninggal

= Klien / Riwayat penyakit yang sama

= Satu Rumah

9. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan saat sakit

Saat dilakukan pengkajian klien mengeluh nyeri.

 Tanda-tanda Vital

Kesadaran : Komposmentis

Tekanan darah : 110/80 mmHg


Nadi : 89 x/menit

Suhu :380C

Pernafasan : 25 x/menit

BB : 40 Kg

TB : 165 cm

 Kepala
Bentuk kepala simetris, tidak ada edema, warna rambut hitam, kulit kepala bersih,
distribusi rambut merata.
 Leher
Trakea ditengah, Pembesaran KGB (-)
 Mata
Mata simetris kiri dan kanan, Seclera tidak ikterik , Pupil bulat isokor, Reflek
pupuil +/+normal
 Hidung dan Penciuman
Hidung tampak simetris, tidak terdapat polip, fungsi penciuman normal, distribusi
bulu hidung merata.
 Telinga atau Pendengaran
Telinga klien tampak bersih, telinga tampak simetris kiri dan kanan, tidak ada
gangguan pendengaran, ada serumen tetapi sedikit.
 Paru-paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi, tidak ada sikatrik
Palpasi : Vocal fremitus kanan sama kiri
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hepar pada SICV LMC
dextra
Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan di semua lapang paru
 Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung
Kanan atas : SIC II LPS dextra
Kanan bawah : SIC IV LPS dextra
Kiri atas : SIC II LMC sinistra
Kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
Auskultasi : S1-S2, reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop
 Abdomen
Inspeksi : Tampak asites
Auskultasi : Peristaltik normal
Perkusi : Pekak pada region abdomen kanan atas sampai 3 jari dibawah
arcus costae dan timpani di abdomen kanan bawah dan
abdomen kiri.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran hepar
 Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral teraba hangat , edema - / - , Sianosis - / -
Ekstremitas bawah : Akral teraba hangat , edema - / + , Sianosis - /-
 Cruris sinistra
Deformitas (+), terlihat perbedaan panjang antara kaki kanan dan kaki kiri yang
sehat
Edema (+)
Luka (-)
 Feel
Teraba hangat didaerah yang dikeluhkan dari pada didaerah sekitarnya
Nyeri tekan (+)
Krepitasi (+)
Arteri dorsalis sinistra teraba
Sensibilitas baik
CRT baik
 Move : Range of movement terbatas
Fleksi : Nyeri dan terbatas
Ekstensi : Nyeri dan terbatas
 Penataaksanaan
Non medikamentosa :
- Pemasangan bidai melewati sendi dan diistirahatkan
- Edukasi kepada pasien dan keluarganya perawatan pasca operasi

Medikamentosa

- Analgesic : keterolac tab 2 x 0,5 mg/KgBB.

Operatif :

- Redduksi terbuka dan fiksasi interna


3.3 NCP
1. Diagnosa Keperawatan
- Nyeri akut b/d Spasme otot , gerakan fragmen tulang ,edema , cedera jaringan lunak ,
pemasangan traksi , stress / ansietas .
- Kerusakan integritas kulit b/d Tekanan , perubahan status metabolic . kerusakan
sirkulasi dan penurunan sensasi .
- Gangguan mobilitas fisik b/d Pembatasan gerak .

2. Analisa Data

No Analisa Data Etiologi Problem


1 Ds :
- Klien mengeluh nyeri pada
kaki kiri
Do : Pemasangan traksi Nyeri akut
- Deformitas (+)
- Nyeri tekan (+)
- Klien tampak gelisah
2 Ds :
- Klien mengatakan kaki terasa Tekanan , perubahan status
panas metabolic . kerusakan
- Klien mengatakan kaki terasa sirkulasi dan penurunan Kerusakan integritas
bengkak sensasi kulit
Do :
- Edema pada kaki kiri (+)
- Luka klien tampak memerah
- Klien tampak merasakan
nyeri dan meringis kesakitan
saat dilkukan pengkajian oleh
petugas

3 Ds
- Klien mengatakan kaki kiri
ygpatah siap dioperasi
- Klien mengatakan sulit
beraktifitas
Do
Pembatasan gerak Gangguan mobilitas fisik
- Terlihat perbedaan panjang
antara kaki kiri dan kanan
- Klien tampak dibantu saat
beraktifitas
- Terlihat adanya pemasangan
bidai

3. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri akut b/d spasme otot Setelah dilakukan tindakan 1. Pertahankan imobilisasi
, gerakan fragmen keperawatan 2x24 jam bagian yang sakit dengan
tulang ,edema , cedera diharapkan masalah klien tirah baring ,gips , atau
jaringan lunak , dapat teratasi dengan traksi
pemasangan traksi , stress / Kriteria Hasil : 2. Tinggikan daerah
ansietas . 1. klien mengatakan nyeri ekstremitas yang terkena
berkurang atau hilang 3. Lakukan dan awasi latihan
2. klien akan gerak aktif dan pasif
menunjukkan tindakan 4. Lakukan tindakan untuk
santai,mampu meningkatkan kenyamanan
berpartisipasi , dalam ( massase , perubahan
beraktivitas , tidur , posisi )
istirahat dengan tepat 5. Ajarkan penggunaan teknik
waktu,menunjukkan manajemen nyeri
penggunaan 6. Lakukan kompres dingin
keterampilan relaksasi selamafase akut (24-48jam
dan aktifitas terapeutik pertama )sesuai keperluan
sesuai indikasi untuk 7. Kolaborasi pemberian
situasi individual analgetik sesuai indikasi

2 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan


b/d tekanan , perubahan
keperawatan 1X24 Jam
klien diharapkan mampu 1)
status metabolic . meningkatkan aktivitas
kerusakan sirkulasi dan
Kriteria Hasil:
1. Integritas kulit yang baik Anjurkan
penurunan sensasi
bisa dipertahankan
2. Tidak ada luka/lesi pada klien
kulit
3. Perfusi jaringan baik untuk
4. Menunjukan
pemahaman dalam mengguna
proses perbaikan kulit
dan mencegah kan
terjadinya cidera
berulang pakaian
5. Mampu melindungi
kulit dan yang
mempertahankan
kelembapan kulit dan longgar
perawatan alami
2) Jaga
kebersiha
n kulit
agar tetap
bersih dan
kering
3)
Mobilisas
i klien
setiap 2
jam sekali
4)
Monitor
kulit
adanya
kemeraha
n
5)
Oleskan
lotion
pada
daerah
yang
tertekan
6)
Membersi
hkan,
memantau
dan
meningka
tkan
proses
penyembu
han luka
1)
Anjurkan
klien
untuk
mengguna
kan
pakaian
yang
longgar
2) Jaga
kebersiha
n kulit
agar tetap
bersih dan
kering
3)
Mobilisas
i klien
setiap 2
jam sekali
4)
Monitor
kulit
adanya
kemeraha
n
5)
Oleskan
lotion
pada
daerah
yang
tertekan
6)
Membersi
hkan,
memantau
dan
meningka
tkan
proses
penyembu
han luka
1)
Anjurkan
klien
untuk
mengguna
kan
pakaian
yang
longgar
2) Jaga
kebersiha
n kulit
agar tetap
bersih dan
kering
3)
Mobilisas
i klien
setiap 2
jam sekali
4)
Monitor
kulit
adanya
kemeraha
n
5)
Oleskan
lotion
pada
daerah
yang
tertekan
6)
Membersi
hkan,
memantau
dan
meningka
tkan
proses
penyembu
han luka
1)
Anjurkan
klien
untuk
mengguna
kan
pakaian
yang
longgar
2) Jaga
kebersiha
n kulit
agar tetap
bersih dan
kering
3)
Mobilisas
i klien
setiap 2
jam sekali
4)
Monitor
kulit
adanya
kemeraha
n
5)
Oleskan
lotion
pada
daerah
yang
tertekan
6)
Membersi
hkan,
memantau
dan
meningka
tkan
proses
penyembu
han luka
7)
Monitor
tanda dan
gejala
infeksi
pada
daerah
insisi
8)
Kolaboras
i
pemberia
n
antibiotik
9) Ganti
balutan
pada
interval
waktu
yang
ditentuka
n
1. Monitor adanya tanda dan
gejala lokal dan iskemik
2. batasi jumlah pengunjung
3. Berikan perawatan kulit
pada area edema.
4. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan
pasien.
5.Pemberian teknik aseptik
pada pasien beresiko tinggi.
6. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi.
7.Ajarkan etika batuk.
8.Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi.
9.Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi.
10 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan.
11.Kolaborasi pemberian
imunisasi,
jika perlu.
7)
Monitor
tanda dan
gejala
infeksi
pada
daerah
insisi
8)
Kolaboras
i
pemberia
n
antibiotik
9) Ganti
balutan
pada
interval
waktu
yang
3 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Kontrol lingkungan yang
keperawatan 1X24 Jam
b/d Pembatasan gerak dapat mempengaruhi nyeri
klien diharapkan mampu
meningkatkan aktivitas seperti, suhu ruangan ,
Kriteria Hasil:
pencahayaan , dan
1. dan kemampuan
2. bermobilisasi Klien kebisingan
meningkat dalam
2. Ajarkan teknik
aktifitas fisik
3. Memverbalisasikan nonfarmokologi ( nafas
perasaan dalam
dalam)
meningkatkan kekuatan
4. Adanya peningkatan 3. Tingkatkan istirahat
kekuatan otot
4. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam pemberian
obat analgetik.
5. Bantu pasien dalam
ambulasi sesuai kebutuhan.
6. MonitoringTTV
sebelum/sesudah latihan
dan lihat respon pasien
saat latihan.
7. Ajarkan pasien tentang
teknik mobilisasi.
8. Kaji kemampuan klien
untuk mobilisasi
9. Latih klien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADL secara mandiri
sesuai kebutuhan.
10.Berikan alat bantu jika
klien memerlukan.
3.4 Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


1 Nyeri akut b/d spasme otot , 1. Mengidentifikasi local, S:
gerakan fragmen tulang Karakteristik,durasi,frek • klien mengatakan nyeri
,edema , cedera jaringan uensi ,kualitas, intensitas pada kaki yang siap
lunak , pemasangan traksi , nyeri. operasi.
stress / ansietas . 2. Mengidentifikasi nyeri. • Klien mengatakan sudah
3. Mengidentifikasi respon nyaman.
nyeri non verbal. • Klien mengatakan sudah
4. Mengidentifikasi factor bias mengendalikan nyeri .
yang memperberat dan O:
memperingan nyeri. • klien tampak meringis di
5.Memonitor efek samping bagian kaki kiri skala nyeri
penggunaan analgetik 6.
6. Mengontrol lingkungan • klien tampak gelisah
yang • TD = 120/70 mmHg
memperberat rasa nyeri . • Nadi =82 x/i
7. Memfaasilitasi istirahat • P = 20x/i
dan • Suhu= 36,8ºC
tidur. A:
8. Memertimbangkan jenis Masalah belum teratasi
dan sumber nyeri dalam nyeri akut
pemilihan strategy P:
meredakan nyeri. intervensi dilanjutkan
9.Menjelaskan strategi
meredakan nyeri.
10. Menganjurkan
memonitor
nyeri secara mandiri.
11.Mengajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi nyeri. ( tarik
nafas dalam / teknik
rilexsasi)
12. Kolaborasi pemberian
analgetik .

2 Kerusakan integritas kulit 1.Memonitor tanda dan S:


b/d tekanan , perubahan gejala infeksi local dan • Klien mengatakan
status metabolic . kerusakan sistemik. luka terasa panas dan
sirkulasi dan penurunan 2.Membatasi jumlah memerah
sensasi pengunjung . O:
3. Memerikan perawatan • Terdapat nyeri tekan
kulit pada area edema. didaerah kaki yang
4.Mencuci tangan luka dan luka tanpak
sebelum dan sesudah lembab.
kontak dengan pasien •Luka klien tanpak
dan lingkungan pasien . memerah.
5. Menjelaskan tanda dan A:
gejala infeksi. Masalah belum teratasi
6.Menganjurkan Resiko Infeksi
meningkatkan asupan P:
nutrisi. intervensi dilanjutkan
7. Kolaborasi pemberian
imunisasi
3 Gangguan mobilitas fisik 1. Mengidentifikasi S:
kebutuhan Dilakukan
b/d Pembatasan gerak • Klien mengatakan
pembidaian.(fraktur)
2. Mengidentifikasi material setiap beraktifitas di
bidai yang sesuai.
bantu oleh keluarga.
3. Menutup luka terbuka
dengan balutan. O:
4.Mengatasi perdarahan
• Klien tanpak di bantu
sebalum bidai dipasang.
5.Memberikan bantalan oleh keluarga setiap
pada bidai.
beraktifitas
6.Menempatkan eksremitas
yang cidera dalam posisi • Klien tampak susah
fungsional
Beraktifitas
7.Memasang bidai pada
posisi tubuh seperti saat di A:
temukan.
Masalah belum teratasi
8. Mendorong kedua tangan
untuk menopang area P:
cedera.
Intervensi dilanjutkan
9.Mengunakan kain
gendongan secara tepat.
10.Menjelaskan tujuan dan
langkah langkah prosedur
sebelum pemasangan
bidai
11.Menganjurkan membatasi
gerak pada area cedera

BAB IV

PEMBAHASAN

Selama penulis melakukan asuhan keperawatan yang telah di lakukan pada Tn.B
DiRuangan Bedah . Penulis telah mencoba menerapkan dan mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada klien Tn.B dengan fraktur sesuai dengan teori-teori yang ada . Ada
beberapa hal yang dapat dibahas dan diperhatikan dalam penerapan dan pengaplikasian
asuhan keperawatan , maka dalam bab ini dapat dilakukan pembahasan menurut tinjauan
teoritis dengan tinjauan kasus dengan mencari factor - factor pendukung , kesenjangan dan
kesamaan yang terjadi akan diuraikan dengan menggunakan langkah - langkah proses
keperawatan , antara lain yaitu .

4.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan dan


merupakan suatu proses yang sistematis dalam mengumpulkan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien . Pengkajian keperawatan
ditunjukkan pada respon klien terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan
kebutuhan dasar manusia ( Nursalam , 2001 ) . Dalam melakukan pengkajian pada klien Tn.B
data didapatkan dari klien , beserta keluarga dan catatan medis serta tenaga kesehatan lain.

4.1.1 Identitas Klien

Dalam melakukan pengkajian pada klien Tn.B , penulis tidak menemukan kesulitan
dalam berkomunikasi dengan klien sehingga penulis memperoleh dan mendapatkan informasi
langsung dari klien.

4.1.2 Riwayat kesehatan

4.1.2.1 Riwayat Kesehatan Sekarang

Saat melakukan pengkajian Riwayat kesehatan sekarang penulis tidak menemukan


kesenjangan yang ditemukan ditinjauan kasus yaitu : kaki klien yang patah siap dioperasi .
Klien mengatakan nyeri di bagian kaki yang siap operasi kaki tampak memerah dan bengkak .

4.1.2.2 Riwayat kesehatan dahulu

Saat melakukan pengkajian riwayat kesehatan dahulu penulis tidak ada menemukan
riwayat penyakit fraktur sebelumnya.

4.1.2.3 Riwayat kesehatan keluarga

Saat melakukan pengkajian riwayat kesehatan keluarga dari genogram keluarga,


klien mengatakan bahwa dikeluarga klien tidak ada satupun keluarga yang menderita penyakit
yang sama dengan klien dan menderita penyakit keturunan lainnya.

4.1.3 Pemeriksaan fisik

Saat melakukan pengkajian pemeriksaan fisik pada klien Tn.B . S tidak didapatkan
kesenjangan data antara antara tinjauan teoritis dengan data yang ditemukan pada saat
melakukan pengkajian pemeriksaan fisik ( tinjauan kasus ) dikarenakan dalam pemeriksaan
fisik ini sangat penting dilakukan untuk menggali sejauh mana perkembangan penyakit dan
kondisi klien saat ini.
4.2 Diagnosa Keperawatan

Pada tinjauan teoritis ditemukan 3 Diagnosa Keperawatan. Diagnosa keperawatan


yang muncul menurut ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ) yaitu :

- Nyeri akut b/d Spasme otot , gerakan fragmen tulang ,edema , cedera jaringan
lunak , pemasangan traksi , stress / ansietas .

- Kerusakan integritas kulit b/d Tekanan , perubahan status metabolic . kerusakan


sirkulasi dan penurunan sensasi .

- Gangguan mobilitas fisik b/d Pembatasan gerak .

4.3 Intervensi

Intervensi keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang perawat lakukan atas
nama klien. Tindakan ini termasuk intervensi yang di prakarsai oleh perawat , dokter , atau
intervensi kolaboratif (Mc. Closky & Bulechek, 2004). Dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan kepada klien berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan tidak semua rencana
tindakan pada teori dapat ditegakkan pada tinjauan kasus, karena rencana tindakan pada
tinjauan kasus disesuaikan dengan keluhan dan keadaan klien.

a. Untuk diagnosa pertama

Nyeri akut b/d Spasme otot , gerakan fragmen tulang ,edema , cedera jaringan lunak ,
pemasangan traksi , stress / ansietas, rencana tindakan yang dilakukan kepada klien yaitu
Identifikasi local , karakteristik , durasi , frekuensi , kualitas , intensitas nyeri , Identifikasi
nyeri , Identifikasi respon nyeri non verbal , Identifikasi factor yang memperberat dan
memperingan nyeri , Monitor efek samping penggunaan analgetik .

b. Untuk diagnosa kedua

Kerusakan integritas kulit b/d Tekanan , perubahan status metabolic . kerusakan


sirkulasi dan penurunan sensasi , rencana tindakan yang dilakukan kepada klien yaitu Monitor
tanda dan gejala infeksi local dan sistemik, Batasi jumlah pengunjung, Berikan perawatan
kulit pada area edema, Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien , Pemberian teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi , Jelaskan tanda dan
gejala infeksi , Ajarkan cara mencuci tangan dengan Benar , Ajarkan etika batuk , Ajarkan
cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi , Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi,Anjurkan meningkatkan asupan cairan , Kolaborasi pemberian imunisasi.

c. Untuk diagnosa ketiga

Gangguan mobilitas fisik b/d Pembatasan gerak . Rencana tindakan yang akan
dilakukan kepada klien yaitu Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya , Identifikasi
toleransi fisik melakukan pergerakan, Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi, Fasilitasi melakukan pergerakan, Melibatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan.

4.4 Implementasi

Pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan tang telah disusun pada tahap
perencanaan (intervensi). Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan
klien, factor - fakor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan , strategi implementasi
keperawatan dan kegiatan komunikasi . Setelah rencana tindakan ditetapkan , maka
dilanjutkan dengan melakukan rencana tersebut dalam bentuk nyata , sebelum diterapkan
kepada klien terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada klien dan keluarga klien agar
tindakan yang akan diberikan dapat disetujui klien dan keluarga klien , sehingga seluruh
rencana tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien .

a. Untuk diagnosa pertama


Nyeri akut b/d Spasme otot , gerakan fragmen tulang ,edema , cedera jaringan lunak ,
pemasangan traksi , stress / ansietas, implementasi yang dilakukan kepada klien yaitu
Mengidentifikasi local, karakteristik,durasi , frekuensi , kualitas , intensitas nyeri ,
Mengidentifikasi nyeri , Mengidentifikasi respon nyeri non verbal, Mengidentifikasi factor
yang memperberat dan memperingan nyeri , Memonitor efek samping penggunaan analgetik ,
Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri , Memfaasilitasi istirahat dan tidur,
Menjelaskan strategi meredakan nyeri , Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri,
Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri .
b. Untuk diagnosa kedua

Kerusakan integritas kulit b/d Tekanan , perubahan status metabolic . kerusakan


sirkulasi dan penurunan sensasi , implementasi yang dilakukan kepada klien yaitu Memonitor
tanda dan gejala infeksi local dan sistemik, Membatasi jumlah pengunjung, Memerikan
perawatan kulit pada area edema , Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien , Menjelaskan tanda dan gejala infeksi , Menganjurkan
meningkatkan asupan nutrisi.

c. Untuk diagnosa ketiga

Gangguan mobilitas fisik b/d Pembatasan gerak , implementasi yang akan dilakukan
kepada klien yaitu Mengidentifikasi kebutuhan dilakukan pembidaian (fraktur),
Mengidentifikasi material bidaiyang sesuai , Menutup luka terbuka dengan balutan,
Mengatasi perdarahan sebalum bidai di pasang, Memberikan bantalan pada bidai,
Menempatkan eksremitas yang cidera dalam posisi fungsional , Memasang bidai pada posisi
tubuh seperti saat di temukan , Mendorong kedua tangan untuk menopang area cedera,
Mengunakan kain gendongan secara tepat, Menjelaskan tujuan dan langkah - langkah
prosedur sebelum pemasangan bidai menganjurkan membatasi gerak pada area cedera.

Dalam melakukan rencana tindakan, perawat tidak menemukan kesulitan yang


berarti , hal ini disebabkan karena :

a. Adanya faktor perencanaan yang baik dan keaktifan keluarga dalam perawatan sehingga
memudahkan untuk melakukan asuhan pada tindakan keperawatan.

b. Pendekatan yang dilakukan dengan baik sehingga keluarga merasa percaya dan
memudahkan dalam pemberian serta pelaksanaan tindakan keperawatan.

c. Adanya kerja sama yang baik antara penulis dengan petugas ruangan sehingga penulis
mendapatkan bantuan dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan.

4.5 Evaluasi

Dari 3 diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan sesuai dengan apa yang penulis
temukan dalam melakukan studi kasus dan melakukan asuhan keperawatan kurang lebih
sudah mencapai perkembangan yang lebih baik dan optimal, maka dari itu dalam melakukan
asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang maksimal memerlukan adanya kerja sama
antara penulis dengan klien, perawat, dokter, dan tim kesehatan lainnya.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada tubuh.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi organ lunak,
terutama dalam tengkorak dan panggul . Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot - otot yang menggerakan kerangka
tubuh . Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium
dan fosfat .

Komplikasi awal fraktur antara lain : Syok hipovolemik atau traumatic , Sindroma
Kompartement , Kerusakan Arteri , Infeksi , Avaskuler nekrosis. Komplikasi dalam waktu
lama atau lanjut fraktur antara lain : Malunion , Delayed Union , Nonunion . Manifestasi
klinis fraktur adalah nyeri , hilangnya fungsi , deformitas , pemendekan ekstrimitas ,
krepitus , pembengkakan local , dan perubahan warna.

5.2. Saran
Setelah penulis membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada Tn.B
dengan fraktur , maka penulis menganggap perlu adanya saran untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu asuhan keperawatan.

Adapun saran-saran sebagai berikut :

1. Institusi Pendidikan

Hasil pengkajian ini diharapkan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan


khususnya dibidang medikal bedah pada klien Tn.B dengan fraktur di ruang perawatan.

2. Penulis

Hasil pengkajian ini diharapkan memberikan pengetahuan dan memperkaya


pengalaman bagi penulis dalam memberikan dan menyusun asuhan keperawatan pada
pasien fraktur sebagai salah satu syarat menyelesaikan mata kuliah KEPERAWATAN
MEDIKAL BEDAH III .

3. Penulis Selanjutnya

Penulis selanjutnya sebaiknya dapat memberikan pelayanan dan melakukan


asuhan keperawatan yang lebih baik lagi , terutama pada klien dengan fraktur. Kerja
sama yang baik hendaknya tetap dipertahankan dan untuk mengatasi terjadinya
komplikasi lanjut.
Daftar Pustaka
Brunner and Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jilid 2 . Edisi Ketiga .Jakarta :
EGC

Harris , Robert M . 2006 . Rockwood & Grenn’s Fractures in Adults . Lippincott Williams &
Wilkins

A . Price , Sylvia . 1995 . Patofisiologis Konsep Klinis Proses Penyakit . Jakarta : EGC

C . Smeltzer, Suzzane .2001 .Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


SistemMuskuloskeletal. Jakarta. EGC

Nurarif, Amin Huda.2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


DiagnosaMedis&NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai