Anda di halaman 1dari 13

BAB I

Pertanyaan Penelitian:

1. Apa gambaran self-harm mencabut rambut dan menggigit kuku pada


perempuan yang mengalami KDRT oleh ayah kandung?

2. Apa alasan melakukan self-harm mencabut rambut dan menggigit kuku pada
perempuan yang mengalami KDRT oleh ayah kandung?

3. Bagaimana proses terjadinya self-harm mencabut rambut dan menggigit kuku


pada perempuan yang mengalami KDRT oleh ayah kandung?

Kategorisasi Tema

PROSES

2. Proses terjadinya hingga saat ini:

a. Proses Self-harm :

433. Sudah terbiasa menggigit kuku ketika tidak ada kegiatan.

538. Ketika mencabut rambut fokus hanya kerambut, melupakan overthinking.

653. Waktu kosong dan stress menyebabkan Self Harm (mencabut rambut).

808. Pernah berhenti Self harm mencabut rambut sementara karena sibuk dengan
kegiatan lain dan tidak sempat melakukan self harm mencabut rambut.

813. Selama Self harm (mencabut rambut) teringat trauma masa lalu yang
membuat sakit hati persoalan keluarga

978. Memakai kerudung untuk menutupi kondisi rambut.

3. Proses menanggulangi self-harm

a. Proses Self-harm
579. Merasa malu dengan kepala yang botak.

582. Menggunakan rubik untuk mengalihkan fokus agar tidak mencabut rambut

695. Gagal Ketika berusaha menghentikan self-harm mencabut rambut

862. Momen self-harm terparah berada di tahun 2020, mulai berkurang ketika
mulai ada kesibukan tetapi semakin parah ketika bunda meninggal dan ada konflik
dengan ayah.

919. Kembali mencabut rambut karena sudah tidak ada kesibukan BEM.

1022. Bunda menyuruh untuk berhenti melakukan self-harm mencabut rambut


sampai memberi bola terapi kanker

737. Melakukan dua kegiatan sekaligus dapat mengalihkan dari self-harm


BAB IV PEMBAHASAN

2. Proses terjadi self-harm pada subjek hingga saat ini:

a) Subjek melakukan self-harm saat tidak ada kegiatan

Subjek memaparkan bahwa subjek terbiasa menggigit kuku dan/atau


mencabut rambut ketika subjek tidak tahu apa yang harus dilakukan, ketika ada
waktu kosong atau subjek sedang tidak melakukan kegiatan.

Ee biasanya kalau lagi apa ya..e kalau lagi bengong aja sih, e kalau lagi bengong
ga tau harus ngapain gitu pasti aku suka gigit jari kuku aku. (baris 447-451)

Kalo untuk durasi mungkin total ya kak aku biasanya kalo cabutin rambut tuh
siang, kalo aku lagi di rumah ya. Kalo aku lagi gabut atau lagi tiduran aja.
Biasanya aku nyabutin. Kalo siang gak lama sih, yang lama tuh malem. Aku
biasa abis Isya udah tidur-tiduran kan ya, itu sampe tidur nyabutin rambut sampe
jam 10an. Lebih dari satu jam malah. (baris 660-670)

Setiap hari frekuensinya tapi biasanya gak pernah lebih dari satu jam. Biasanya
aku lagi sibuk nih atau lagi liburan sama temen-temen, nah aku engga. Biasanya
aku ngelakuin itu pas aku lagi sendirian di kamar. (baris 673-679)
Proses yang terjadi mengeni perilaku self-harm mencabut rambut dan
menggigit kuku subjek hingga saat ini, yaitu ketika subjek tidak ada kegiatan atau
saat waktu luang subjek akan mulai melakukan self-harm yaitu mencabut rambut
dan menggigit kuku. Subjek melakukan perilaku self-harm hanya pada saat
sendirian di kamar, sedang tidak ada yang dilakukan dan sedang melamun.
Perilaku subjek tersebut lebih sering dilakukan saat malam hari daripada siang
hari, subjek juga tidak melakukan perilaku self-harm mencabut rambut atau
menggigit kuku ketika subjek sedang bersama teman-temannya. Durasi subjek
mencabut rambut tidak begitu diperhatikan subjek, namun subjek menyadari
pernah mencabut rambut setelah Isya sampai sekitar jam 10 malam subjek hendak
tidur.

Apa yang telah dipaparkan ternyata sejalan dengan temuan Smith, Cox,
dan Saradjian (1998) bahwa perempuan yang melakukan self-harm cenderung
melakukan self-harm pada saat mereka sendiri karena mereka percaya apa yang
mereka lakukan memisahkan diri mereka dari realita kehidupan, serta
menghindarkan diri mereka diketahui oleh orang lain ketika melakukan self-harm
karena mereka menganggap hal tersebut memalukan. Selain itu, asumsi baru
terbentuk, bahwa seseorang yang melakukan self-harm melakukan hal tersebut
saat mereka tidak disibukkan dengan suatu kegiatan, melamun, dan pada waktu
luang.

b) Subjek melakukan self-harm saat merasa stress, teringat kejadian traumatis dan
overthinking

Subjek menyampaikan bahwa saat subjek merasa stress, overthinking, dan


memikirkan kejadian-kejadian dalam hidup subjek yang menurut subjek traumatis
serta masa lalu yang membuat subjek sakit hati.

Ee mungkin kalau udah sakit gitu aku stop..e aku tuh ada dua kak selain gigit
kuku, sama satu lagi aku suka e nyabutin rambut, jadi aku suka kalau lagi stress
atau kalau aku lagi e pusing banget nih misalkan kayak aku lagi ngerjain tugas
trus lagi mentok biasanya tuh aku suka nyabutin rambut kayak gitu. (baris 467-
475)

Pernah, aku tuh hampir setiap lagi nyabutin rambut tuh kepikirannya hal-hal
yang membuat aku trauma masa lalu yang ngebuat sakit hati, kejadian-kejadian
yang aku alamin dari ayah (baris 813-818)

Iyahh, kadang kalau aku lagi diem (memejamkan mata dan memiringkan kepala)
lagi bosen atau bengong kaya gini (memeragakan mencabut rambut kepala)
yaudah tiba-tiba kepikiran gitu, kepikiran apa yah, kejadian, kejadian hidup aku
gitu. (baris 829-836)

Aku kalo kayak gitu ya hm apa ya biasa mikirin hidup aku sih. Aku suka tertekan
juga mikir kok aku punya ayah kayak gini ya. Mungkin lebih ke keluarga sih
overthinkingnya. Cuma kalo buat kuliah sih ada ya pusing-pusingnya tapi aku
gak terlalu terbebani sih, aku lebih pusing mikirin keluarga inti aku. (baris 715-
724)

Subjek merasa untuk urusan pendidikan, tidak terlalu membebaninya


walaupun ketika subjek sedang mengerjakan tugas kuliah dan merasa tidak tahu
lagi apa yang harus dilanjutkan, subjek akan mencabut rambutnya. Untuk
kejadian-kejadian yang berkaitan dengan permasalahan keluarga subjek menurut
subjek adalah hal-hal yang paling sering membebani pikiran subjek. Subjek
merasa tertekan dengan figur ayah dalam keluarga intinya. Subjek juga mengaku
hampir setiap subjek mencabut rambut, subjek memikiran hal-hal traumatis di
masa lalunya, yang membuat subjek merasa sakit hati.

Sejalan dengan pernyataan subjek, Smith, Cox, dan Saradjian (1998) juga
menjelaskan bahwa perilaku self-harm dikaitkan erat dengan pengalaman trauma
masa kecil atau masa lalu, juga berkaitan dengan kurangnya perhatian yang
diberikan orang tua khususnya. Asumsi baru yang ditemukan dalam studi yang
dilakukan pada subjek, stress akibat mengerjakan tugas kuliah juga dapat memicu
self-harm mencabut rambut.
c) Subjek berusaha untuk berhenti namun gagal

Subjek berkata bahwa subjek pernah mencoba untuk menghentikan


perilaku mencabut rambutnya, bahkan subjek didukung oleh bunda subjek semasa
bundanya masih hidup dengan memberikan alat fisioterapi berupa bola bertekstur
tajam dan meminta subjek untuk meremas bola tersebut. Subjek pernah membeli
semacam rubik atau perangkat yang ditujukan untuk meredakan perasaan khawatir
namun gagal untuk tetap teralih pada benda-benda tersebut dan subjek kembali
mencabut rambutnya karena ada suatu sensasi yang berbeda.

Mungkin kalo aku bilang ke bunda kalo ini penyakit nggak pernah, karena kan
bunda sakit kanker juga kan, jadi aku nggak mau nambah beban pikiran
bundaku. Cuman kalo untuk.. bunda nyuruh aku berhenti, itu pernah. Bahkan
bundaku ngasih mainan bola-bola yang tajem gitu yang buat orang sakit kanker
tuh buat saraf gitu. Jadi, aku disuruh remas-remas itu bola, kayak gitu caranya.
(baris 1039-1050)

Pernah kak. Aku tuh pernah beli kayak rubik gitu, tapi bukan rubik. Jadi di setiap
sisi itu ada yang bisa diputer-puter, dipencet-pencet, gitu. Tapi itu bahkan gak
sampe 1 jam. Gak aku mainin lagi dan fokus ke rambut lagi. (baris 700-706).

Bukan bosen sih tapi beda aja rasanya. (baris 708-709)

Subjek tidak pernah menyampaikan pada bundanya mengenai perilaku


mencabut rambutnya karena subjek merasa tidak mau menambah beban pikiran
bunda subjek yang saat itu tengah divonis kanker. Namun, bunda subjek nyatanya
tahu perilaku subjek yang mencabuti rambutnya. Bunda subjek mendukung subjek
untuk berhenti mencabut rambut dengan membelikan bola fisioterapi, subjek juga
memutuskan untuk membeli rubik untuk mengalihkan pikirannya, tetapi hal
tersebut tidak berhasil lantaran subjek merasa sensasi yang berbeda saat meremas
bola fisioterapi dan memainkan rubik dengan mencabut rambut sehingga subjek
kembali mencabut rambut.

Melalui pemaparan subjek bahwa subjek mengalami kegagalan dalam


menghentikan perilaku self-harm nya, Smith, Cox, dan Saradjian (1998)
menyebut peristiwa tersebut sebagai lapse and relapse atau kemunduran dan
kambuh. Individu yang melakukan self-harm dan hendak menghentikan perilaku
tersebut mungkin akan megalami kemunduran dan kambuh, yang merupakan
bagian dari proses pemulihan secara bertahap. Perempuan cenderung akan merasa
dirinya bersalah kapanpun ada masalah, mencoba untuk menaklukan masalah itu
dan gagal, kemungkinan perempuan akan mencari alternatif untuk mengatasi rasa
sakitnya, mungkin akan kembali pada perilaku self-harm sesekali dan kemudian
merasa marah dengan dirinya sendiri atas kekambuhan yang dialami.

d) Subjek menutupi rambut dengan kerudung

Subjek menyatakan bahwa untuk menutupi kondisi rambutnya yang


mengalami kebotakan akibat perilakunya mencabut rambut subjek menggunakan
kerudung. Pada awalnya, subjek masih terkadang memakai atau terkadang tidak
memakai kerudung, namun sejak subjek semakin sering mencabut rambut dan
mulai ada kebotakan, subjek menggunakan kerudung sehingga area yang
mengalami kebotakan tersebut dapat tertutupi.

Mmm gatau sih kak kenapa harus rambut gitu ya, cuman dulu kan aku kaya
berkerudung yaa kak kalo sekolah, Cuma kalo main tuh enggak waktu SMA, jadi
yaa masih lepas buka lepas buka gitu, nah Ketika aku SMA kelas 3 itu, Ketika aku
semakin parah nyabutin rambut yaudah aku baru berkerudung gitu, jadikan
rambut aku ketutup yah, trus kebotakan aku tuh ketutup gitu (baris 749-759)

Kalau kepala itu aku mikirnya oh ini aku masih bisa nih nutupin pakai kerudung
(baris 978-980)

Masih bisa ditutupinlah pake kerudung, itusih yang ada di pikiran aku (baris 989-
991)

Subjek berusaha menutupi kebotakan yang ada di kepalanya karena


perilaku mencabut rambut yang menyebabkan banyaknya helaian rambut yang
tercabut paksa dari kepala subjek. Subjek merasa cukup beruntung karena
mencabuti rambut menyebabkan subjek mudah untuk menyembunyikan area
kepalanya yang tanpa rambut tersebut.

Menurut pengakuan subjek, subjek sengaja memakai kerudung pada


akhirnya untuk menutupi kebotakan yang ada di rambutnya, hal tersebut didukung
oleh pernyataan Smith, Cox, dan Saradjian (1998) bahwa perempuan akan merasa
bersalah dan malu dengan area luka yang ditimbulkan akibat perilaku self-harm
pada dirinya, sehingga perempuan cenderung ingin menutupi atau
menyembunyikan luka dari perilakunya tersebut untuk menutupi perasaannya
sesungguhnya.

3. Proses menanggulangi self-harm

a) Subjek merasa malu dengan bekas yang ditimbulkan

Dalam diri subjek tumbuh perasaan malu akibat bekas yang ditimbulkan
atas perilaku self-harm mencabut rambut. Subjek menyatakan, walaupun hanya
botak ditengah, hal tersebut membuat subjek malu.

Belum sih kak. Ini aku cerita ya. Aku tuh sebenernya malu sih ketika tau kepalaku
botak, aku tuh malu. Meskipun hanya botak ditengah gitu. (baris 585-589)

Ya kaya aku ngerasa pengen berenti dan malu tuh ada gitu. (baris 776-777)

Kalau ngerasa hal yang bener itu bukan ya kak, aku juga merasa malu lah.
Kayak rambut aku ditengah-tengah botak, tapi balik lagi ketika aku melakukan
itu aku lebih tenang. (baris 1011-1015)

Kalo merasa itu hal yang bener sih itu nggak ya.. karena yang tadi itu aku bilang
aku juga ada rasa malu dan waktu itu aku belum terlalu tau apasih penyakit yang
suka nyabut-nyabutin rambut itu dan aku merasa gak sendiri karena melihat
video di tiktok. (baris 1021-1028)
Memiliki kebotakan pada rambut membuat subjek merasa malu, dimana
kebotakan tersebut merupakan bekas self-harm mencabut rambut yang dilakukan
subjek. Subjek ada keinginan untuk berhenti ketika merasa malu akan bekas
tersebut namun subjek kembali lagi pada perasaan bahwa subjek merasa lebih
tenang ketika melakukan self-harm mencabut rambut. Selain itu, subjek kini
merasa tidak sendiri karena melihat video di tiktok yang mengalami hal yang
mirip dengan subjek.

Sejalan dengan apa yang dipaparkan oleh Veague, Collins dan Levitt
(2008) bahwa orang-orang yang melakukan self-harm merasa malu dan
menghindari pembicaraan mengenai self-harm yang mereka lakukan, mereka juga
cenderung menyembunyikan bekas self-harm mereka untuk melindungi diri
mereka sendiri.

b) Subjek menggunakan perangkat untuk mengalihkan fokus

Dalam upaya subjek untuk mengalihkan fokus, subjek menggunakan


perangkat yang diberikan oleh bunda subjek dan dibeli sendiri, namun subjek
berhenti.

Bahkan bundaku ngasih mainan bola-bola yang tajem gitu yang buat orang sakit
kanker tuh buat saraf gitu. Jadi, aku disuruh remas-remas itu bola, kayak gitu
caranya. (baris 1045-1050)

Temenku tuh pernah ngasih saran mendingan aku beli mainan kayak rubik gitu.
(baris 603-605)

Pernah kak. Aku tuh pernah beli kayak rubik gitu, tapi bukan rubik. Jadi di setiap
sisi itu ada yang bisa diputer-puter, dipencet-pencet, gitu. (baris 700-703)

Subjek menggunakan perangkat berupa bola fisioterapi dengan tekstur


tajam yang diberikan oleh bunda subjek serta membeli rubik seperti yang
disarankan teman subjek untuk mengalihkan fokus subjek dari perilaku self-harm
subjek. Namun, upaya ini menemui kegagalan pada akhirnya, karena subjek
merasa apa yang dirasakan dengan meremas bola dan menggenggam rubik
tidaklah sama dengan apa yang dirasakan subjek ketika mencabut rambut.

Informasi yang didapat dari subjek seirama dengan Sutton (2007) yang
mengatakan bahwa salah satu alternatif untuk menyembuhkan diri sendiri dari
self-harm adalah mengeluarkan emosi, menghubungi seseorang, melakukan
sesuatu yang menyenangkan, mencoba untuk tenang, mengatakan pesan positif
kepada diri sendiri, serta mendistraksi diri dari pikiran tentang self-harm.

c) Subjek berhenti self-harm karena sibuk dengan kegiatan subjek

Subjek pernah disibukkan dengan kegiatan di perkuliahan subjek sehingga


subjek tidak memiliki banyak waktu yang dihabiskan di rumah, saat itu subjek
juga pasti merasa lelah sehingga yang dilakukan subjek setiba di rumah adalah
tertidur karena padatnya kegiatan subjek.

Waktu itu aku lagi kaya ada acara BEM dulu aku tuh kan BEM waktu 2019 tuh
aku tuh masuk organisasi BEM, mungkin karna sibuk juga ya kak jadi kaya pagi
aku kuliah, nah ituka belom covid tuh ya, itu kan masih tatap muka tuh kuliah.
jadi aku belom ada apah pagi aku berangkat ke kampus trus biasanya dari
kampus aku tuh suka main sampe jam 8 atau jam 9 malem gitu, aku pulang
langsung tidur gitu. Jadi selama dua bulan itu aku eeee yaudah kaya ngulangin
yang sama gitu, mungkin kaya apa ya, lebih kesibukan aja kali selama satu dua
bulan itu. (baris 838-854)

Pernah kak pernah, kalo 2019 itu kan emang mungkin karna itu tadi ya
kesibukan, jadi aku tuh sampe rumah udah capek udah langsung tidur gitu. Cuma
pas 2020 itu karna covid itu tuh aku dirumah terus itu tuh parah banget. Moment
yang parah banget buat aku sih pas aku nyabutin rambut gitu. Nah dari eeeee eh
dari bulan November itu kan akutuh sempet magang yah. Magang dan juga
ngajar. Karna kesibukan itupun aku kaya ga sempet setiap hari. Kaya yang
tadinya aku setiap hari aku ngurangin gitu, mungkin yah dalam seminggu bia 3
kali atau 4 kali cuman ga separah 2020 yang hamper setiap hari gitu. Trus eee
pas 2020 bunda aku meninggal trus ditambah konflik nih sama ayah aku, itu tuh
jadi kaya parah lagi gitu jadi kaya nyabut-nyabutin lagi. (baris 878-900)

Sebelumnya, itu kan 2019 akhir. Aku tuh nyabut-nyabutin lagi.. aku tuh sempet
berhenti ketika aku ada acara yang dimana aku ketua pelaksananya nah itu kayak
bikin konser di kampus gitu, jadi kan aku sibuk banget dong, itu bulan Oktober.
Nah ketika Desembernya itu aku balik lagi gitu. Karena itu.. aku merasa apa yah,
lebih seringnya ngelakuin itu ketika diem sendiri dikamar. (baris 940-951)

Menurut pemaparan subjek, subjek pernah menjabat sebagai ketua


pelaksana pada suatu projek Badan Eksekutif Mahasiswa di kampus subjek,
sehingga selama persiapan projek tersebut waktu subjek tersita banyak, subjek
juga merasa lelah sehingga ketika sampai di rumah subjek langsung tertidur, pada
saat ini subjek berhenti mencabut rambut. Subjek juga pernah magang di tengah-
tengah kuliah subjek serta mengajar sehingga subjek sempat mengurangi
intensitasnya dalam melakukan self-harm mencabut rambut. Namun hal tersebut
tidak berlangsung lama, karena ibu subjek meninggal di bulan November 2020
disertai konflik dengan ayah subjek yang membuat intensitas dalam mencabut
rambut subjek tinggi kembali.

Meninjau Sutton (2007) yang mengatakan bahwa salah satu alternatif


untuk menyembuhkan diri sendiri dari self-harm adalah mengeluarkan emosi,
menghubungi seseorang, melakukan sesuatu yang menyenangkan, mencoba untuk
tenang, mengatakan pesan positif kepada diri sendiri, serta mendistraksi diri dari
pikiran tentang self-harm, terjadi pada subjek yang sempat terdistraksi oleh
tanggung jawab besar dalam projek yang diketuainya, selain itu, kegiatan magang
dan mengajar juga mendistraksi perhatian subjek dari perilaku self-harm sehingga
dapat berkurang ketika subjek disibukkan dengan kegiatan yang padat.

d) Mengalami kegagalan dalam usaha menghentikan perilaku self-harm


Subjek telah mencoba berbagai cara untuk mengalihkan fokus, namun
subjek masih kembali melakukan self-harm mencabut rambut dan menggigit
kuku.

Beli mainan kayak rubik gitu. Jadi fokus tangan kesitu bukan ke kepala. Tapi aku
tuh gak bisa, gak bisa nahan. (baris 604-607)

Cuman Ketika aku tau bahwa eee cara penyembuhannya itu ga gampang gitu ya
aku tuh juga jadi kaya udah ketrigger duluan dengan kalimat itu. (baris 820-824)

Tapi itu bahkan gak sampe 1 jam. Gak aku mainin lagi dan fokus ke rambut lagi.
(baris 704-706)

Bukan bosen sih tapi beda aja rasanya. (baris 708-709)

Kalau aku lagi nulis buat aku ngelakuin nyabutin rambut itu ga ada, tapi kalo
gigitin jari tuh masih gitu, jadi aku tuh sambil nulis gigitin jari gini nih contohnya
(mencotohkan tangan kanan menulis dan tangan kiri di mulut untuk menggigit
kuku) jadi sambil megang pulpen aku sambil gigit kuku sambil mikir, kaya gitu.
(baris 783-792)

Smith, Cox, dan Saradjian (1998) menyebut peristiwa ‘kambuh’ dalam


proses penyembuhan self-harm sebagai lapse and relapse atau kemunduran dan
kambuh. Kemungkinan untuk individu mengalami kemunduran dan kambuh
benar adanya dan hal tersebut adalah bagian dari proses pemulihan. Smith, Cox,
dan Saradjian juga memaparkan bahwa apabila pemicu muncul kembali, sangat
memungkinkan subjek kembali melakukan self-harm.

e) Melakukan kegiatan untuk mengalihkan diri dari self-harm

Subjek memaparkan bahwa apabila subjek melakukan dua kegiatan seperti


menulis dan menyanyi sekaligus, dapat menghindarkan subjek dari perilaku self-
harm menggigit kuku. Subjek memiliki hobi menari, menyanyi dan menulis,
walaupun hanya membantu sedikit dalam upaya subjek menghentikan self-harm
mencabut rambut dan menggigit kuku, melakukan kegiatan dan lebih baik lagi
dua kegiatan sekaligus dapat mengalihkan diri subjek dari perilaku self-harm
mencabut rambut dan menggigit kuku.

Aku tuh suka nulis sama suka nari, sama nyanyi juga sih, iyaa sama nulis. (baris
738-740)

Kalo dua kegiatan kaya aku nyanyi sambil nulis tuh enggak, tapi kalau aku nulis
aja itu apa yaudah aku sambil gigit kuku gitu. (baris 801-804)

Seiring dengan Sutton (2007), salah satu cara alternatif untuk memulihkan
diri sendiri dari self-harm melakukan sesuatu, hal tersebut akan lebih baik apabila
melakukan sesuatu yang menyenangkan sehingga pikiran self-harm subjek dapat
teralihkan.

Tambahan dafpus:

Smith, G., Cox, D., & Saradjian, J. (1998). Women and self-harm. Great Britain:
The Women’s Press Ltd.

Anda mungkin juga menyukai