PENDAHULUAN
Dalam menjalankan aktivitas kehidupan kita tidak terlepas dari suatu interaksi antara
satu orang dengan orang lainnya. Interaksi yang kita lakukan kadangkala mengalami
beberapa persinggungan, baik itu antara perorangan maupun komunitas. Persinggungan yang
tidak diselesaikan dengan baik akan menyebabkan konflik yang akan terus berakar dan
Sengketa yang terjadi tentunya harus diselesaikan oleh para pihak yang berselisih,
sengketa ini bisa diselesaikan dengan jalan perdamaian. Jika salah satu pihak tidak
hukumnya.
Putusan pengadilan adalah merupakan salah satu dari hukum acara formil yang akan
dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Eksekusi sebagai tindakan
hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu Negara,
merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Maka dari itu,
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. EKSEKUSI
A. Pengertian Eksekusi
sebagai berikut:
pengadilan kepada pihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan aturan tata cara
lanjutan dari proses pemeriksaan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum
acara perdata.
Menurut Prof. R. Subekti adalah pelaksanaan suatu putusan yang sudah tidak dapat
Menurut R. Supomo adalah hukum yang mengatur cara dan syarat-syarat yang dipakai
oleh alat-alat negara guna membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan
hakim, apabila pihak yang kalah tidak bersedia memenuhi bunyinya putusan dalam waktu
yang ditentukan.
hukum tetap yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang kalah dalam perkara tidak
mau mematuhi pelaksanaan acara putusan pengadilan. Dalam Pasal 195 HIR/ Pasal 207 RBG
dikatakan: “Hal menjalankan Putusan Pengadilan negeri dalam perkara yang pada tingkat
pertama diperiksa oleh Pengadilan Negeri adalah atas perintah dan tugas pimpinan ketua
Pengadilan Negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu menurut cara yang
diatur dalam pasal-pasal HIR”. Selanjutnya dalam Pasal 196 HIR/Pasal 208 RBG dikatakan:
“Jika pihak yang dikalahkan tidak mau untuk memenuhi amar Putusan Pengadilan dengan
damai maka pihak yang menang dalam perkara menagajukan permohonan kepada Ketua
2
Pengadilan Negeri untuk menjalankan Putusan Pengadilan itu”. Kemudian Ketua Pengadilan
Negeri memanggil pihak yang kalah dalam hukum serta melakukan teguran agar pihak yang
kalah dalam perkara memenuhi amar putusan pengadilan dalam waktu paling lama 8 hari.
Berikut penjelasannya:
Didalam HIR diatur tentang eksekusi Putusan Pengadilan pada bagian kelima (Pasal
195-224 HIR), sedangkan dalam RBg diatur pada bagian keempat (Pasal 206-225).
terhadap berlakunya hukum acara perdata sehingga berlakulah penuh kedua undang-undang
Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok
dilaksanakan oleh Panitera dan Jurusita serta dipimpin oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Umum dikatakan dalam Perkara Perdata, maka Panitera Pengadilan Negeri bertugas
tetap berlaku oleh karena tidak dirubah oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.
3
2. Tentang Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Dalam Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia N0. 1 Tahun 1969
dikatakan Mahkamah Agung dapat meninjau atau membatalkan suatu Putusan Perdata atas
b. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya.
c. Apabila dalam suatu putusan pengadilan terdapat ketentuan-ketentuan yang satu sama
lain bertentangan.
Dengan demikian, dalam praktik hukum masih ada upaya hukum untuk dapat
membatalkan suatu Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum bersifat
tetap, dan upaya hukum tersebut dikenal dengan derden verzet atau Permohonan Peninjauan
eksekusi.
sebagaimana diakui dalam Pasal 209 HIR/Pasal 242 RBg tidak dibenarkan lagi untuk
dilaksanakan dalam Hukum Acara Perdata di peradilan di Indonesia oleh karena bertentangan
dengan perikemanusiaan.
Dengan demikian, Hukum Acara Perdata di Indonesia tidak lagi mengenal adanya
4
C. Asas-asas Eksekusi
1. Putusan yang dapat dijalankan adalah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Maksudnya, pada putusan hakim itu telah terwujud hubungan hukum yang pasti antara
para pihak yang harus ditaati/dipenuhi oleh tergugat, dan sudah tidak ada lagi upaya hukum,
yakni: putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding; putusan
Menurut Pasal 180, ayat (1) HIR, eksekusi dapat dijalankan pengadilan terhadap
hukum yang tetap. Pasal ini memberi hak kepada Penggugat untuk mengajukan permintaan
agar putusan dapat dijalankan eksekusinya lebih dahulu, sekalipun terhadap putusan itu pihak
Pasal 180 ayat (1) HIR juga mengenal putusan provisi, yaitu tuntutan lebih dahulu yang
bersifat sementara mendahului putusan pokok perkara. Apabila hakim mengabulkan gugatan
atau tuntutan provisi, maka putusan provisi tersebut dapat dilaksanakan (dieksekusi)
4. Akta Perdamaian
Pengecualian ini diatur dalam Pasal 130 HIR akta perdamaian yang dibuat di
persidangan oleh hakim. Eksekusi akta tersebut dapat dijalankan tak ubahnya seperti putusan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka sejak tanggal lahirnya akta perdamaian
telah melekat pulalah kekuatan eksekutorial pada dirinya walaupun ia tidak merupakan
5
5. Eksekusi Terhadap Grosse Akta
Sesuai Pasal 224 HIR eksekusi yang dijalankan ialah memenuhi isi perjanjian yang
dibuat oleh para pihak. Pasal ini memperbolehkan eksekusi terhadap perjanjian, asal
Pada prinsipnya, dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh
pihak yang dikalahkan. Terkadang pihak yang kalah tidak mau menjalankan putusan secara
sukarela. Akan tetapi apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan amar putusan secara
sukarela, maka diperlukan tindakan paksa yang disebut eksekusi, agar pihak yang kalah
Asas yang ketiga bahwa eksekusi hanya dapat dilaksanakan pada putusan yang bersifat
condemnatoir. Sebagaimana diketahui suatu keputusan hakim memiliki beberapa sifat, yakni:
seterusnya”;
b. Putusan declarator, yaitu yang amar putusannya menyatakan suatu keadaan sebagai
c. Putusan yang konstitutif, yaitu yang amarnya menciptakan suatu keadaan yang baru.
Hanya putusan yang bersifat condemtoir saja yang bisa dijalankan eksekusi. Pada
asasnya, setiap putusan yang bersifat condemtoir, dengan sendirinya melekat kekuatan
hukum eksekutorial. Oleh karena itu pada putusan yang bersifat condemtoir, putusan tersebut
dapat dieksekusi apabila tergugat tidak mau menjalankan putusan secara sukarela.
6
E. Jenis-jenis Eksekusi dan Proses Eksekusi
Ada tiga jenis eksekusi yang dikenal oleh Hukum Acara Perdata, yakni:
kalah perkara, sampai mencukupi jumlah uang yang harus dibayar sebagaimana ditentukan
dalam putusan hakim tersebut, ditambah biaya-biaya pengeluaran untuk pelaksanaan eksekusi
tersebut.
Apabila seseorang dihukum melakukan suatu perbuatan tersebut dalam waktu yang
ditentukan, maka pihak yang dimenangkan dalam putusan itu dapat meminta kepada Ketua
Pengadilan Negeri agar perbuatan yang sedianya dilakukan/dilaksanakan oleh pihak yang
kalah perkara dinilai dengan sejumlah uang. Dengan kata lain, perkataan pelaksanaan
3. Eksekusi Riil
Eksekusi Riil adalah eksekusi yang menghukum kepada pihak yang kalah dalam
dan lain-lain sejenis itu. Eksekusi ini dapat dilakukan secara langsung (dengan perbuatan
Pada dasarnya suatu eksekusi itu dimulai adanya permohona eksekusi dengan pemohon
eksekusi membayar biaya eksekusi kepada petugas urusan kepaniteraan perdata pada
diregister pada buku permohonan eksekusi (KI-A.5), Buku Induk Keuangan Biaya Eksekusi
(KI-A.8), lalu diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri guna mendapatkan fiat eksekusi.
7
Setelah Ketua Pengadilan Negeri mempelajari permohonan itu dan yakin tidak
bertentangan dengan UU, maka Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan “penetapan” berisi
perintah agar Jurusita Pengadilan memanggil pihak lawan yang dikalahkan atau kedua belah
pihak berperkara untuk diberi teguran supaya pihak lawan yang dikalahkan melaksanakan
putusan hakim. Apabila pada waktu “aanmaning” itu para pihak hadir maka pada pihak lawan
yang dikalahkan diberi waktu 8 hari sejak tanggal teguran tersebut memenuhi isi putusan.
Setelah waktu tersebut terlampaui dan pihak termohon eksekusi belum memenuhi amar
putusan hakim, maka dengan ketetapan Ketua Pengadilan Negeri selanjutnya memerintahkan
Panitera/Jurusita dengan disertai 2 orang saksi yang dipandang mampu dan cakap untuk
Eksekusi terhadap grosse akta merupakan eksekusi langsung, artinya eksekusi yang
tidak didahului dengan adanya putusan pengadilan, tetapi didasarkan atas adanya Grosse
Akta.
Pengertian grosse adalah salinan pertama dari akta autentik. Salinan pertama ini
Kreditur sebagai pemegang jaminan, dimana surat jaminan itu harus memiliki titel
eksekutorial. Dokumen atau naskah itu bisa dalam bentuk putusan pengadilan, sertifikat hak
tanggungan, sertifikat fidusia, maupun akta pengakuan utang. Atas adanya titel eksekutorial
Negeri harus dipersiapkan surat permohonan eksekusi. Surat permohonan eksekusi ini
8
diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri sesuai dengan pilihan hukum yang tertera dalam
G. Aanmaning
Permohonan eksekusi merupakan dasar bagi Ketua Pengadilan Negeri untuk melakukan
peringatan atau aanmaning. Aanmaning merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan
Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkara berupa “teguran” kepada Tergugat (yang
kalah) agar ia menjalankan isi putusan secara sukarela dalam waktu yang ditentukan setelah
memberikan jangka waktu kepada pihak yang kalah agar ia melaksanakan isi putusan
maksimal 8 hari terhitung sejak debitur dipanggil untuk menghadap guna diberikan
peringatan.
Peneguran tidak perlu dilakukan dalam sidang terbuka, karena tidak merupakan
pemeriksaan terhadap sengketa lagi dan persoalannya mengenai pelaksanaan putusan tentang
sengketa ini. Setiap teguran dilakukan dengan membuat berita acara, maksudnya agar
memenuhi syarat yuridis (sebagai alat bukti bahwa peneguran telah dilakukan). Pemanggilan
harus memenuhi syarat sah yang ditentukan oleh undang-undang yaitu minimal 3 hari kerja,
dan disampaikan kepada yang berhak atau kepala desa/lurah setempat apabila yang
bersangkutan tidak ada. Pemanggilan yang tidak berhasil dapat diulangi sampai dua kali atau
H. Sita Eksekusi
Sita Eksekusi adalah sita yang ditetapkan dan dilaksanakan setelah suatu perkara
mempunyai putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Ada dua macam sita
eksekusi, yaitu sita eksekusi langsung dan sita eksekusi tidak langsung. Sita eksekusi
langsung merupakan sita eksekusi yang langsung diletakkan atas barang bergerak dan barang
tidak bergerak milik debitur atau termohon eksekusi. Sita eksekusi tidak langsung adalah sita
9
eksekusi yang berasal dari sita jaminan yang telah dinyatakan sah dan berharga dan dalam
Pada sita eksekusi, penyitaan yang bertujuan menempatkan harta kekayaan tersebut
sebagai jaminan kepentingan pembayaran sejumlah uang kepada penggugat dilakukan pada
tahap proses perkara yang bersangkutan sudah mempunyai putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap dan penyitaan dilakukan pada tahap proses eksekusi.
Berdasarkan Pasal 1131 KUHPer, disebutkan bahwa seluruh harta kekayaan seorang
debitur menjadi jaminan sepenuhnya untuk pelunasan pembayaran utangnya kepada pihak
kreditur. Akan tetapi dalam sita eksekusi harus dilakukan dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
Menurut ketentuan ini, sita eksekusi pada prinsipnya tidak boleh langsung diletakkan
atas barang yang tidak bergerak. Sita eksekusi baru diperkenankan menjangkau barang
yang tidak bergerak, sepanjang harta bergerak tidak lagi mencukupi nilai jumlah yang
harus dilunasi.
Menurut Pasal 197 ayat (8) HIR maka sita eksekusi terhadap barang bergerak sama
dengan sita jaminan yaitu meliputi segala jenis barang berupa uang tunai, surat
Yang dilarang disita eksekusi terdiri atas dua jenis hewan dan perkakas. Larangan sita
eksekusi atas kedua jenis barang tersebut terbatas pada persyaratan tertentu, yakni
hewan dan perkakas yang bersangkutan benar-benar dipergunakan tergugat sebagai alat
10
I. Tata Cara Sita Eksekusi
Beberapa syarat formal yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan penyitaan, yaitu:
1. Sita eksekusi dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Ketua Pengadilan Negeri. Surat
perintah tersebut berupa surat penetapan sita eksekusi yang dikeluarkan Ketua
Pengadilan Negeri.
2. Surat perintah/penetapan sita eksekusi berisi perintah kepada panitera atau jurusita
untuk menyita sejumlah atau seluruh harta kekayaan termohon yang jumlahnya
disesuaikan dengan patokan dasar yang ditentukan Pasal 197 ayat (1) HIR.
3. Pelaksanaan penyitaan dibantu oleh dua orang saksi merupakan syarat formal sesuai
Pasal 197 ayat (6) HIR. Bila syarat ini tidak dipenuhi akibatnya sita eksekusi dianggap
tidak sah.
4. Sita eksekusi dilakukan di Tempat. Berdasarkan Pasal 197 ayat (5), (9) HIR tata cara
5. Pembuatan Berita Acara Sita Eksekusi. Hal penting yang harus tercantum dalam Berita
Tidak diharuskan hukum ikutnya pihak tersita atau kepala desa menandatangani
berita acara.
11
Pemberitahuan berita acara kepada pihak tersita, maksudnya untuk perlindungan
hukum.
Tata cara yang ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1) HIR terdiri dari dua instansi, yaitu:
1) mendaftarkan berita acara sita dikantor yang berwenang untuk itu dengan cara “menyalin”
berita acara sita dalam daftar yang ditentukan, 2) mencatat jam, hari, bulan, dan tahun
Setelah sita eksekusi diumumkan dengan cara mendaftarkan berita acara sita dikantor
yang berwenang barulah sita tersebut mempunyai kekuatan hukum mengikat terutama pada
pihak ketiga di samping sita eksekusi tersebut sudah sah secara formal serta kekuatan hukum
mengikatnya berlaku kepada semua pihak. Begitu suatu sita eksekusi dikatakan mempunyai
daya ikat, maka terhadap sita eksekusi tersebut tidak dapat tergoyahkan dan mempunyai
kekuatan eksekutorial.
1. Objek yang akan dieksekusi berada di luar wilayah yurisdiksi PA yang memutus
perkara.
2. PERDAMAIAN
A. Pengertian Perdamaian
12
Istilah perdamaian dalam kata bahasa Belanda disebut dading yang dalam bahasa
bakunya bermakna persetujuan damai. Dalam ketentuan Pasal 1851 ayat (1) KUHPer,
perdamaian didefinisikan sebagai berikut: “perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana
kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,
mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu
perkara”.
Berdasarkan definisi dari Pasal 1851 ayat (1) KUHPer, dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa perdamaian itu adalah suatu perjanjian atau persetujuan dimana para pihak yang
pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim
melalui kuasa hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk
Kuasa hukum para pihak berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan
langsung atau aktif dalam proses mediasi. Hakim wajib menunda proses persidangan perkara
untuk memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. Hakim wajib
menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak yang bersengketa.
Para pihak berhak memilih mediator diantara hakim bukan pemeriksa perkara pada
Setelah para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada
hari itu juga atau paling lama dua hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih
13
mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pilihan penggunaan mediator bukan
hakim. Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada ketua majelis
hakim. Selanjutnya ketua majelis hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk
melaksanakan tugas. Jika setelah jangka waktu maksimal sebagaimana dimaksud terpenuhi,
para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka para pihak
wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada ketua majelis hakim.
Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan iktikad baik. Salah satu pihak dapat
menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan iktikad
tidak baik.
1. Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak menunjuk mediator yang
disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada satu sama
2. Dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah para pihak gagal memilih mediator,
masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara kepada hakim mediator yang
ditunjuk.
3. Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja sejak mediator dipilih oleh para
4. Atas dasar kesepakatan para pihak, jangka waktu mediasi dapat diperpanjang paling
5. Jangka waktu proses mediasi tidak termasuk jangka waktu pemeriksaan perkara.
6. Jika diperlukan dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara
E. Keterlibatan Ahli
14
Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang
atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang
Para pihak harus lebih dahulu mencapai kesepakatan tentang kekuatan mengikat atau
tidak mengikat dari penjelasan dan/atau penilaian seorang ahli. Semua biaya untuk
kepentingan seorang ahli atau lebih dalam proses mediasi ditanggung oleh para pihak
berdasarkan kesepakatan.
F. Kesepakatan
mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh
para pihak dan mediator. Dan, jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa
hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang
dicapai.
hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau memuat iktikad tidak baik.
Para pihak wajib menghadap kembali kepada hakim pada hari sidang yang telah
kesepakatan perdamaian kepada hakim untuk dikuatkan dalam bentuk akta perdamaian.
G. Peran Mediator
Dalam menjalankan perannya, seorang mediator mesti memiliki skill, skill yang
1. Membangun kepercayaan.
15
4. Mampu mendengarkan dan penuh perhatian pada proses dan mampu menangani
Seorang mediator membuat kesimpulan yang akurat dan tepat dari informasi yang
diterima dan perasaan yang diekspresikan. Dalam tahapan mediasi seorang mediator mesti
memegang prinsip dan bersikap yang benar-benar menjaga netralitas sebagai seorang
penengah.
tersebut, menghindari agar hasil kesepakatan tidak bertentangan dengan hukum atau yang
tidak dapat dilaksanakan. Hasil kesepakatan tidak mesti dibuatkan dalam akata perdamaian
yang memiliki kekuatan eksekutorial, tergantung kesepakatan para pihak. Jika para pihak
tidak berkeinginan untuk membubuhkan perdamaian tersebut dalam akta perdamaian, maka
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
hukum tetap yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang kalah dalam perkara tidak
Sumber hukum eksekusi, yaitu: Undang-Undang Hukum Acara Perdata dan undang-
undang lain yang berhubungan, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia, Surat
Perdamaian itu adalah suatu perjanjian atau persetujuan dimana para pihak yang
B. Saran
Diharapkan dalam pelaksanaannya membuat kedua belah pihak merasa tidak dirugikan
dan dengan adanya eksekusi ini bisa membuat para pihak melaksanakan isi dari akta
perdamaian. Dan sebagai pelaksana eksekusi Pengadilan dapat bertindak seperti apa yang
17
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, Zainal. 2015. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.
18