Anda di halaman 1dari 9

DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………………………………i
Bab I pendahuluan……………………………………………………………………………..2
A. Latar Belakang………………………………………………………………………2
Bab II pembahasan……………………………………………………………………………..3
A. Faktor Internal Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan dalam Keluarga Tindak pidana
pembunuhan……………………………………………………………………………3
Bab III penutup…………………………………………………………………………………8
Kesimpulan……………………………………………………………………………..8
Daftar pustaka……………………………………………………………………………8

1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu tindak pidana yang terjadi di masyarakat adalah tindak pidana pembunuhan.
Pembunuhan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merampas atau
menghilangkan jiwa orang lain. Selain itu pembunuhan dianggap perbuatan yang sangat tidak
berperikemanusiaan. Sasaran pelaku dalam tindak pidana pembunuhan adalah jiwa/nyawa
seseorang, hal ini bertentangan dengan Pasal 28A UUD NRI 1945 yang berbunyi ”Setiap orang
berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Pembunuhan dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP) mengenai ketentuan-
ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam Buku
II Bab XIX, yang terdiri dari 13 pasal, yakni Pasal 338 KUHP sampai Pasal 350 KUHP.
Buku II Bab XIX, dari Pasal 338 KUHP sampai Pasal 350 KUHP juga memuat ketentuan
mengenai penjatuhan sanksi terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan. Seperti tindak pidana
pembunuhan biasa, diatur dalam Pasal 338 KUHP yang merupakan tindak pidana pokok
(Doodslag In Zjin Grondvorm), yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua
unsur-unsurnya.
Adapun rumusan Pasal 338 KUHP 2 adalah:”Barangsiapa dengan sengaja merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun”. Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2
dasar, yaitu : (1) Atas dasar unsur kesalahan (2) Atas dasar objeknya Terhadap atas dasar
kesalahan dibagi menjadi 2 kelompok kejahatan terhadap nyawa, ialah :
1. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven)
2. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan karena kelalaian (culpose misdrijven) Sedangkan
atas dasar objeknya, kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan menjadi 3 macam,
ialah : 1. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, yang dimuat dalam Pasal 338, 339,
340, 344, 345 KUHP.2. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah
dilahirkan, dimuat dalam Pasal 341, 342, 343 KUHP.
3. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin), dimuat dalam
Pasal 346, 347, 348, 349 KUHP. Pembunuhan dizaman modern ini, tidak hanya terjadi dalam
lingkup masyarakat luas tetapi juga terjadi dalam lingkup keluarga. Dilihat dari penggolongan
pembunuhan segaimana seperti yang disebutkan sebelumnya diatas, semua penggolongan
tersebut dapat dikategorikan pembunuhan dalam keluarga apabila 3 objek dari tindak pidana
pembunuhan adalah nyawa/jiwa seorang dalam anggota keluarga, yang dimana yang merupakan
anggota keluarga inti adalah suami, isteri, dan anak-anaknya. Keluarga menurut Departemen
Kesehatan RI dalam bukunya Sudarto, adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu
atas dalam keadaan saling ketergantungan. Keluarga seharusnya berperan dan berfungsi dalam
pembentukan sosial-psikologis dari anak-anak, berfungsi dalam memberikan pendidikan,
perlindungan dan rasa aman, kini tidak lagi berjalan sesuai dengan fungsinya, melainkan
keluarga bisa menjadi pelaku dan korban dari tindak pidana kejahatan.

2
BAB II PEMBAHASAN
A. Faktor Internal Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan dalam Keluarga Tindak pidana
pembunuhan
sebagai fenomena sosial dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat
seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan halhal yang berhubungan dengan upaya pertahanan
dan keamanan negara. Para sarjana meneliti kejahatan untuk mencari sebab-sebab terjadinya
tindak pidana pembunuhan, dengan mencari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
kejahatan dan upaya penanggulangannya dengan kajian kriminologi. Bonger dalam teori
kriminologinya memberikan pandangan bahwa penyebab terjadinya kejahatan dapat didasarkan
oleh 7 (tujuh) faktor yang dibagi ke dalam faktor internal dan faktor ekternal. Faktor internal
adalah faktor yang berasal dari dalam individu itu sendiri.17 Adapun faktor internal penyebab
terjadinya kejahatan yang ditinjau dari segi kriminologi adalah sebagai berikut :
a. Nafsu ingin memiliki. Nafsu ingin memiliki dalam kehidupan masyarakat menimbulkan tindak
pidana kejahatan yang berhubungan dengan kekayaan. Nafsu ingin memiliki menyebabkan
seseorang melakukan tindak pidana untuk mendapatkan apa yang ingin dia miliki, dan hal
tersebut terus berlanjut karena kesejahteraan yang semakin meningkat, sehingga menyebabkan
seorang pelaku tindak pidana kejahatan terus mengulangi perbuatannya.
b. Rendahnya budi pekerti. Lingkungan masyarakat yang kurang memperhatikan norma-norma
yang berlaku termasuk rendahnya pendidikan dan pengetahuan terhadap budi pekerti juga
berakibat bagi seseorang untuk melakukan tindak kejahatan, hal demikian disebabkan oleh
kurangnya kontrol sosial dari lingkungannya.
c. Demoralisasi seksual. Lingkungan pendidikan seseorang pada waktu mudanya amat
berpengaruh terhadap adanya kelainan seksual, terutama berkaitan dengan kejahatan. Tidak
sedikit anak-anak yang yang hidup dalam lingkungan yang kurang memadai, baik secara sosial
maupun psikhis. Anak-anak muda di lingkungan masyarakat kelas bawah mengenal kehidupan
susila yang kurang tepat sehingga sedemikian besar berpengaruh terhadap jiwanya.
Salah satu sumber cukup penting adalah kurang atau tidak baiknya kondisi tempat
tinggalnya. Berdasarkan hasil wawancara tanggal 2 Mei 2015 dengan Bapak Made Sudarsa,
selaku penyidik di Polresta Denpasar, bahwa faktor internal penyebab terjadinya tindak pidana
pembunuhan di wilayah hukum Polresta Denpasar, yaitu faktor personal. Faktor personal adalah
faktor penyebab terjadinya tindak pidana kejahatan karena masalah biologis dalam diri pelaku
kejahatan, yang meliputi umur, jenis kelamin, keadaan mental pelaku kejahatan tersebut. Namun
faktor personal tidak hanya terkait biologis dari pelaku tetapi juga menyangkut masalah
psikologis dari pelaku kejahatan tersebut seperti agresifitas, kecerobohan, dan ketersaingan yang
dirasa dalam dirinya. Berdasarkan beberapa kasus pembunuhan yang terjadi dalam keluarga di
wilayah hukum Polresta Denpasar, Bapak Made Sudarsa, merangkum bahwa faktor internal
penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga tersebut, yaitu:
1. Faktor daya emosional. Daya emosional merupakan faktor eksternal yang paling sering
menjadi penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan. Emosional seseorang dipengaruhi oleh

3
kondisi perasaan dalam diri seseorang, seperti perasaan kecewa ataupun sakit hati. Terhadap
kasus pembunuhan dalam keluarga faktor ini juga merupakan pemicu utama terjadinya
pembunuhan. Sakit hati terjadi biasanya karena seorang pelaku kejahatan mengalami
kecemburuan, atau mendapatkan ejekan, hinaan dan komentar yang kurang baik dari orang lain.
Namun terkait pembunuhan yang terjadi dalam keluarga, pembunuhan sebagian besar terjadi
didasarkan karena adanya rasa cemburu dari si pelaku. Hal ini biasanya terjadi antara suami-
isteri, yang dimana suami mempunyai wanita idaman lain (WIL) atau isteri mempunyai pria
idaman lain (PIL), sehingga timbulnya kecemburuan dan mengakibatkan terjadinya tindak
kekerasan yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
2. Faktor psikologis/kejiwaan. Psikologis atau kejiwaan disini dimaksudkan apakah pelaku
kejahatan mengalami gangguan mental seperti psikopat dan lainnya atau dalam keadaan normal.
Biasanya seorang yang tanpa sebab melakukan tindak pidana pembunuhan dikarenakan terdapat
gangguang mental dan pelaku dalam kondisi abnormal.
3. Faktor lemahnya iman. Faktor ini merupakan faktor yang sangat mendasar yang menyebabkan
seseorang melakukan sebuah kejahatan. Keyakinan serta pengetahuan agama yang rendah akan
membuat seseorang tidak memiliki iman yang kuat. Orang yang tidak imannya tidak kuat atau
lemah cenderung akan mudah terpancing emosinya untuk melakukan tindakan kriminal.
4. Faktor nafsu ingin memiliki. Nafsu ingin memiliki dalam kehidupan masyarakat menimbulkan
tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan kekayaan. Nafsu ingin memiliki
menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana untuk mendapatkan apa yang ingin dia miliki.
Contohnya kasus Kasus pembunuhan yang terjadi di Denpasar Timur pada Mei 2015 yang
dilakukan oleh ibu angkatnya. Korban bernama Angeline (8 tahun) yang dibunuh oleh ibu
angkatnya bernama Margriet . Korban dibunuh dan dikubur di belakang kandang ayam di
kediamannya di Jalan Sedap Malam No. 26 Sanur. Motif pembunuhan ini adalah karena nafsu
Magriet yang menginginkan warisan yang diterima oleh Angeline dari ayah angkatnya yang
merupakan suami Margriet.
5. Demoralisasi seksual. Demoralisasi seksual adalah penurunan terhadap moral seseorang
karena seksual. Bisa dibilang demoralisasi seksual adalah kelainan yang terdapat pada diri
seseorang yang terobsesi terhadap hubungan seks. Contoh kasus pembunuhan karena faktor ini
adalah kasus pembunuhan yang terjadi di Denpasar Selatan pada hari Selasa, 19 Januari 2016,
dimana yang menjadi korban adalah istri dari pelaku pembunuhan itu sendiri. Pelaku
pembunuhan adalah I Made Kanta (58), yang adalah suami korban yang merupakan pensiunan
pegawai PLN yang bertempat tinggal di Nusa Kambangan XXVIII Denpasar. Dengan korban
istrinya sendiri Purwantini (alias) Titin yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Lokasi
perkara pembunuhan yaitu di kos-kosan milik I Made Kanta (tersangka) yang beralamat di Jl.
Sidakarya No. 169 Desa Sidakarya, Denpasar. Motif pembunuhan adalah diman Titin yang
menolak (2 kali) ajakan suaminya untuk berhubungan intim sehingga membuat Kanta merasa
kesal dan membunuhnya.
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dirangkum bahwa teori kriminologi oleh
Bonger memang benar merupakan faktor penyebab terjadinya pembunuhan di Bali dan dapat

4
diketahui bahwa perempuan merupakan individu yang paling rentan menjadi korban tindak
pidana pembunuhan dalam keluarga. Faktor Eksternal Terjadinya Tindak Pidana Pembunuhan
dalam Keluarga Kriminologi dalam mencari sebab-sebab tindak pidana pembunuhan
mengarahkan studinya pada proses-proses terjadinya pembunuhan, dengan melihat faktor
internal maupun faktor eksternalnya. Pada sub bab sebelumnya telah dijabarkan faktor internal
penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan, pada sub bab ini akan dibahas tentang faktor-
faktor penyebab pembunuhan yang terdapat dari luar individu (faktor eksternal). Bonger dalam
teori kriminologinya menjelaskan faktor eksternal penyebab terjadinya kejahatan secara umum
yaitu :
a. Terlantarnya anak-anak. Kejahatan anak-anak dan pemuda sudah merupakan bagian yang
besar dalam kejahatan, lagi pula penjahat-penjahat yang sudah dewasa pada umumnya sejak
mudanya menjadi penjahat dan sudah merosot kesusilaannya sejak kecil. Meneliti tentang sebab
musabab kejahatan anak diharapkan dapat menemukan tindakan pencegahannya dan bermanfaat
pula untuk menghadapi tindak-tindak kejahatan pada orang dewasa. Apabila dicermati bahan
kajian yang sudah ada, akan terlihat jelas pentingnya pengaruh lingkungan masyarakat dimana
anak itu 27 tinggal terhadap timbulnya kejahatan. Lingkungan hidup yang sangat buruk akan
berpengaruh terhdapa kecenderungan anak-anak melakukan kejahatan.
b. Kesengsaraan. Angka kejahatan akan semakin bertambah bila keadaan kehidupan masyarakat
semakin sukar yang ditandai dengan naiknya harga kebutuhan pokok. G.Von Mayr dalam
bukunya Criminology and Economic Conditions, berhasil mengumpulkan bahan-bahan dari 18
(delapan belas) negara membuktikan adanya hubungan antara kejahatan dan kondisi ekonomi.
Pengaruh dari harga kebutuhan pokok dan rangkaiannya tak dapat diabaikan terhadap
meningkatnya kejahatan. Sejumlah penjahat ekonomi juga dapat diketahui bahwa semakin
banyaknya pengangguran juga menyumbang penting adanya kondisi demikian, bahkan
pengangguran mempunyai daya rusak yang hebat dalam lapangan yang lebih luas, termasuk
kejahatan kesusilaan dan kekerasan.
c. Alkoholisme. Pengaruh alkoholisme terhadap kejahatan sampai sekarang masih menempati
posisi yang cukup besar dan beragam. Minuman keras dianggap akan berpengaruh negatif
terhadap keturunan. Pengaruh langsung alkoholisme terhadap kejahatan dibedakan menjadi 2
(dua) antara yang crhonic dan yang tentu saja peralihan bentuknya dari satu ke yang lain sangat
bergantung dari kebiasaan minum-minuman keras pada daerah yang bersangkutan. Masalah
alkoholisme adalah maslah psycho-pathologis, yang kemudian disusul sebagai maslah sosial.
Alkoholisme yang chronic pada sesorang yang sudah kecanduan dapat mengakibatkan seseorang
melakukan tindak kejahatan berbagai macam jenisnya. Alkoholisme yang acout amat berbahaya
dari pelakunya yang dengan tiba-tiba tidak sadarkan diri dan bersifat agresif. Sifat demikian
berakibat pula untuk melakukan tindak kejahatan kekerasan dan kejahatan terhadap harta benda
dan bahkan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap siapa saja.
d. Perang. Perang berakibat timbulnya kesengsaraan dan serba kekurangan yang hebat,
timbulnya demoralisasi, anak-anak terlantar, kurangnya bahan makanan, yang puncaknya
merupakan faktor pendorong untuk melakukan kejahatan dengan berbagai macam dan caranya.

5
Berdasarkan hasil wawancara wawancara tanggal 2 Mei 2015 dengan Bapak Made
Sudarsa, selaku penyidik di Polresta Denpasar, bahwa faktor eksternal penyebab terjadinya
tindak pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah hukum Polresta Denpasar, yaitu :
1. Faktor ekonomi. Beberapa kasus pembunuhan yang terjadi dalam keluarga seringkali dipicu
oleh faktor ekonomi, seseorang yang melakukan kejahatan didasarkan atas rendahnya taraf dan
kesejahteraan hidupnya. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat sedangkan penghasilan yang
kurang membuat seseorang akan mengalami stress atau gangguan pada mental dan psikisnya.
2. Faktor alat-alat media. Media massa merupakan salah satu alat yang berfungsi untuk
menyampaikan informasi antara pemerintah dan rakyat atau antara sesama anggota masyarakat.
Media massa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-hari dan media ini tentu
mempengaruhi penerimaan konsep-konsep, sikap-sikap, nilai-nilai dan pokok-pokok moral. Pada
hakekatnya alat-alat media ini memiliki fungsi yang positif terhadap pengguna jasa media
tersebut. Faktor-faktor alat-alat media yang mempengaruhi terjadinya tindak pidana dalam
keluarga terdiri dari:
a. surat kabar dan buku-buku (media cetak). Media cetak dalam hal menyediakan berita-berita
tentang kejahatan, surat kabar menjadi media yang banyak melupakan tanggung jawabnya.
Berita-berita mengenai kejahatan misalnya pembunuhan, penganiayaan, kekerasan merupakan
berita menarik sebagai bahan untuk diperdagangkan sehingga berita yang demikian sering
dimuat berkali-kali di surat kabar 30 secara gamblang. Hal ini tentunya mempengaruhi
perkembangan jiwa si pembaca baik secara langsung maupun tidak langsung. Munculnya
berbagai pemberitaan tentang kejahatan seperti pembunuhan, penganiayaan, kekerasan yang
akan membawa pengaruh yang bukan tidak mungkin untuk ditiru oleh pembaca. Bagi pembaca
yang tidak dapat menyikapinya secara positif justru akan berdampak negative dalam dirinya.
b. radio, televisi, dan film (media elektronik). Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam
bidang dan alatalat media elektronik yang canggih seperti radio, televisi, radio, kaset dan film
sangat mempengaruhi perkembangan kejahatan berupa penganiayaan, kekerasan bahkan
pembunuhan dalam lingkup keluarga. Hal ini disebabkan oleh karena hampir setiap hari berbagai
media elektronik ini menyajikan acara tontonan film yang mengandung adeganadegan kekerasan
yang terlalu diekspos secara gamblang. Seringnya melihat tontonan yang sedemikian rupa akan
berdampak negative terhadap kejiwaan penonton karena jiwanya akan terkontaminasi akibat
sudah terbiasa melihatnya. Sehingga periwtiwa kekerasan yang dilihat tersebut dianggap sudah
menjadi keadaan yang biasa dijumpai sehari-hari, maka ketika apa yang dilihat atau ditonton
akan dipraktekan pada orang-orang dilingkungannya.
3. Faktor lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan kelompok terkecil, bila
dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya yang ada dalam masyarakat. Walaupun
demikian, lingkungan keluarga lingkungan yang paling kuat pengaruhnya dalam pembentukan
prilaku seseorang. Anak-anak sejak dilahirkan, diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan itu.
Mereka memperoleh pengalaman-pengalaman yang membentuk kepribadiannya dan prilakunya.
Bila interaksi sosial dalam keluarga tidak lancer, maka ini memungkinkan interaksi sosial
dengan masyarakat yang tidak wajar. Selain peran keluarga sebagai pemicu yang pertama,

6
keluarga juga sebagai pusat pendidikan dan kebudayaan. Anak dalam keluarga mempelajari
norma-norma pertama kali di lingkungan keluarga, sehingga dalam dirinya terbentuk pola-pola
tingkah laku. Jika keluarga atau orang tua tidak memperhatikan pendidikan anak baik secara
formal maupun non formal, maka kemungkinan si anak tidak dapat berinteraksi dengan normal
dalam masyarakatdan cenderung untuk menggunakan cara sendiri dalam berinteraksi dan
memandang lingkungan sosial yang lain. Peran lingkungan keluarga sangat aktif untuk
mengawasi dan melindungi serta mengajarkan anak untuk melihat segala resiko kehidupan yang
akan dialami kelak dikemudian hari sampai sang anak mengenal norma-norma kehidupan
sebelum mereka melakukan interaksi sosial di dalam lingkungan masyarakat dengan baik.
4. Faktor pemakaian narkotika dan alkoholisme. Pemakaian narkotika dan akoholisme berakibat
langsung terhadap pemakainya, seseorang dapat menjadi lebih agresif, fan tifak bisa mengontrol
diri.
5. Faktor peran korban Korban dalam hal terjadinya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga
bisa menjadi penyebab untuk terjadinya suatu tindak kejahatan. Ada pelaku pasti ada korban.
Bisa jadi korban yang memicu terjadinya kejahatan, dalam interaksi dan hubungan sosial yang
terjadi antara pelaku dan korban bisa saja terjadi konflik yang disebabkan oleh korban yang
memprovokasi timbulnya konflik. Menyimak dari hasil wawancara sebagaimana diuraikan di
atas, dapat dirangkum bahwa faktor eksternal penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan
dalam keluarga adalah faktor ekonomi, faktor alat-alat media, faktor lingkungan keluarga, faktor
pemakaian narkotika dan alkoholisme, faktor peran korban dan faktor situasional. Beberapa
faktor tersebut sesuai dengan teori kriminologi oleh Bonger yang menyebutkan faktor eksternal
penyebab tindak pidana pembunuhan adalah terlantarnya anak-anak, kesengsaraan, alkoholisme,
dan perang. Walau pun tidak sepenuhnya teori kriminologi oleh Bonger sama dengan yang faktor
penyebab pembunuhan yang terjadi di Bali, tetapi faktor-faktor antara teori kriminologi oleh
Bonger dan kenyataan dilapangan memiliki keterkaitan satu sama lain, semisalnya faktor
kesengsaraan yaitu merupakan faktor penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan karena
keadaan ekonomi yang rendah. Disini terlihat adanya keterkaitan antara faktor kesengsaraan
dengan faktor ekonomi sebagai penyebab tindak pidana pembunuhan.

7
BAB III PENUTUP
kesimpulan
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan pembahasan yang telah diuraikan disetiap babnya,
maka dapat ditarik kesimpulan yakni sebagai berikut :
1. Faktor-faktor penyebab timbulnya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga di wilayah
hukum Polresta Denpasar terdiri dari 2 (dua) faktor, yaitu faktor internal (faktor yang berasal
dari dalam individu) dan faktor eksternal (faktor yang terdapat diluar individu).Faktor internal
penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan dalam keluarga ada 5 (lima) faktor yaitu, faktor
daya emosional, faktor psikologis/kejiwaan, dan faktor lemahnya iman, faktor nafsu ingin
memiliki, dan demoralisasi seksual. Faktor eksternal tindak pidana pembunuhan dalam keluarga
disebabkan oleh 6 (enam) yaitu : faktor ekonomi, faktor alat-alat media, faktor lingkungan
keluarga,faktor pemakaian narkotika dan alkoholisme, dan faktor peran korban.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. Zainuddin, 2013, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta Atmasasmita, Romly,
2005, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Aditama, Bandung.

8
9

Anda mungkin juga menyukai