PENDIDIKAN ANTIRADIKALISME
Setelah menelaah berbagai uriaan dari berbagai sumber, penulis mencoba mensarikan
menjadi beberapa kesimpulan bahwa istilah radikalise murni dari barat selanjutnya faham
radikalisme dalam Islam muncul dikarenakan kurangnya pemahaman terdahap Islam itu
sendiri, namun jika merujuk pada nash al-Qur’an bahwa Islam dalam ranah social sangat
lentur
namun dalam hal aqidah tetap menjaga kemurnian. Kemudian pendidikan anti radikalisme
Dan juga
Menurut Leon P. Baradat (1984), radikal merupakan terminologi yang paling banyak
disalahpahami. Secara serampangan, radikal dihubungkan dengan tindakan ekstrem, baik
kiri maupun kanan, dan kerap dihubungkan dengan tindakan kekerasan. Padahal, tidak
semua radikal berarti kekerasan.
Kata radikal lebih tepat diasosiasikan dengan gerakan yang cenderung pada perubahan
fundamental secara tiba-tiba. Dengan kata lain, tindakan radikal senantiasa menginginkan
perubahan revolusioner dan cenderung mengabaikan proses yang demokratis. Emmanuel
Sivan (1985) memasukkan Revolusi Islam Iran (1979) sebagai contoh gerakan Islam
radikal karena berimplikasi pada perubahan fundamental yang tiba-tiba.
Setelah ada pemahaman yang jelas, unsur-unsurnya juga harus didasarkan pada sejumlah
kriteria yang jelas. Misalnya ajaran agama bisa disebut radikal jika memenuhi kriteria:
mengandung unsur intoleransi; membolehkan tindakan kekerasan dalam mengatasi
perbedaan pendapat; berisi ancaman dan penghalalan darah mereka yang berlainan agama
dan keyakinan.
Dengan kriteria seperti itu, buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti kelas XI,
cetakan ke-1 tahun 2014, memenuhi kriteria radikal. Sebab, di dalamnya terdapat uraian
mengenai pandangan Muhammad ibnu Abdul Wahab yang menyatakan bahwa “…dan
orang yang menyembah selain Allah telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh”.