(makhluk yang unik), yang berbeda dengan makhluk lain. Karena manusia memiliki ruh lah ia
mudah menerima wahyu dari Allah swt.
Mempelajari wahyu dikatakan santapan rohani, bukan santapan nyawa. Manusia
berpotensi mendapatkan hidayah Karena mempunyai roh.Selain memiliki nafs, qalb, dan ruh
manusia juga memiliki ‘aql. Kata ‘aql dalam al-qur’an menggunakan bentuk kata kerja masa kini
dan lampau. Dari segi bahasa, kata ini dapat diartikan tali pengikat, penghalang. ‘Aql
merupakan sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan
atau berbuat dosa.
Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 151 “…” dan janganlah kamu mendekati
perbuatan keji, baik yang nampak atau tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah kecuali demi kebenaran, itulah wasiat Allah kepadamu agar kamu ber’aqal
(dapat memahaminya)” Menurut Hamka, dalam bukunya Falsafah Hidup, Islam sangat
memuliakan ‘aql, maka dari itu Islam adalah agama yang menjunjung tinggi “aql. Orang yang
dapat menempatkan dirinya merasa terikat pada aturan-aturan Allah dalam firman-firman-Nya,
maka itulah sebenarnya orang-orang yang ber’aqal.
Seorang muslim dalam aktifitas kehidupnya dapat menggunakan ‘aqalnya jauh dari
perbuatan keji, ruhnya banyak berisikan wahyu Allah, hatinya jadi tentram sehingga dirinya
terkendali kejalan yang diridhai Allah, terhindar dari langkah-langkah syetan yang buruk
Demikianlah hakekat hidup manusia dengan berbagai potensi yang terdapat dalam dirinya
untuk melaksanakan pekerjaan.
amalam yang bermanfa’at. Sabda Rasulullah Saw. Dari Abu hurairah“ Sebaik-baik Islamnya
seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfa’at” (HR. Tarmizi).
Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan rezki yang halal dan
memberikan manfa’at yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagai ibadahnya kepada
Allah swt. Firman-Nya :“Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu dimuka
bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”
(al-Jmu’ah: 10)Dalam pandangan Islam bekerja merukapan bagian dari ibadah, makaaplikasi
dan implementasinya perlu diikat dan dilandasi oleh akhlak/etika, yang senantiasa disebut etika
profesi. Etika/akhlaq yangmencerminkan sifat terpuji, yaitu Shiddiq, istiqamah, futhanah,
amanah dan tablig. Dari uraian diatas, dapat difahami, bahwa seorang muslim yang akan
mendapat kasih sayang dari Allah swt. Adalah apabila orang itu jauh dari sifat malas, senang
melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfa’at, rajin bekerja, tidak menyia-nyiakan waktu,
menyadari bahwa semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam rangka beribadah kepada Allah
Swt.
yang demikian itu baik bagi dirinya, jika ia mengalami kesulitan , ia menghadapinya dengan
sabar dan tabah, dan itupun juga baikbagi dirinya (HR. Bukhari).
Akhlak seorang muslim dalam bekerja menemukan kemudahan selalu bersyukur, ketika
menghadapi kesulitan dia tabah dan sabar . Mudah dan sulit baginya sama, karena semua itu
adalah untuk menguji kekuatan imannya. Pada sa’atnya ia mendapatkan kesalahan dalam
bekerja, menyimpang dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya, ia segera bertobat, segera ingat
akan Tuhannya, menghentikan segala kesalahannya dan memohon ampun atas kekeliruannya.
“Sesungguhnya orang-orang yangbertaqwa bila dalam dirinya timbul perasaan was-was
dari setan, mereka segera ingat kepada Allah. Maka waktu itu juga mereka melihat kesalahan-
kesalahannya (al-A’raf :201) Demikianlah akhlak seorang muslim dalam bekerja.
4. Etika Bekerja Dalam Islam
Dalam mewujudkan nilai-nilai ibadah dalam bekerja yang dilakukan oleh setiap insan,
diperlukan adab dan etika yang membingkainya, sehingga nilai-nilai luhur tersebut tidak hilang
sirna sia-sia. Diantara adab dan etika bekerja dalam Islam adalah :
a. Bekerja dengan ikhlas karena Allah SWT.
Ini merupakan hal dan landasan terpenting bagi seorang yang bekerja. Artinya ketika
bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah SWT. Ia sadar, bahwa bekerja adalah
kewejiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Ia faham bahwa memberikan
nafkah kepada diri dan keluarga adalah kewajiban dari Allah. Ia pun mengetahui, bahwa
hanya dengan bekerjalah ia dapat menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang lainnya,
seperti zakat, infak dan shodaqah. Sehingga ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya
dengan dzikir kepada Allah.
b. Itqon, tekun dan sungguh-sungguh dalam bekerja.
Implementasi dari keikhlasan dalam bekerja adalah itqon (baca ; profesional) dalam
pekerjaannya. Ia sadar bahwa kehadiran tepat pada waktunya, menyelesaikan apa yang
sudah menjadi kewajibannya secara tuntas, tidak menunda-nunda pekerjaan, tidak
mengabaikan pekerjaan, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari esensi bekerja itu
sendiri yang merupakan ibadah kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadits, riwayat Aisyah ra,
bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang hamba
yang apabila ia bekerja, dia itqan (baca ; menyempurnakan) pekerjaannya." (HR. Thabrani).
c. Jujur dan amanah.
Etika lain dari bekerja dalam Islam adalah jujur dan amanah. Karena pada
hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik secara duniawi
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 5
dari atasannya atau pemilik usaha, maupun secara duniawi dari Allah SWT yang akan
dimintai pertanggung jawaban atas pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan
amanah dalam bekerja diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan
menjadi haknya, tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Rasulullah SAW
memberikan janji bagi orang yang jujur dan amanah akan masuk ke dalam surga bersama
para shiddiqin dan syuhada'. Dalam hadits riwayat Imam Turmudzi : Dari Abu Said Al-Khudri
ra, beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Pebisnis yang jujur lagi dipercaya
(anamah) akan bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada'.
d. Menjaga etika sebagai seorang muslim.
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seroang muslim, seperti
etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan
customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri
kesempurnaan iman seorang mu'min. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan,
"Orang mu'min yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya."
(HR. Turmudzi). Dan dalam bekerja, seorang mu'min dituntut untuk bertutur kata yang
sopan, bersikap yang bijak, makan dan minum sesuai dengan tuntunan Islam, berhadapan
dengan customer dengan baik, rapat juga dengan sikap yang terpuji dan sebagainya yang
menunjukkan jatidirinya sebagai seorang yang beriman. Bahkan dalam hadits yang lain
Rasulullah SAW menggambarkan bahwa terdapat dua sifat yang tidak mungkin terkumpul
dalam diri seorang mu'min, yaitu bakhil dan akhlak yang buruk. (HR. Turmudzi)
e. Tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-
prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini
dapat dibagi menjadi beberapa hal, Pertama dari sisi dzat atau substansi dari pekerjaannya,
seperti memporduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi
dan permusuhan), riba, risywah dsb. Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung
dengan pekerjaan, seperti tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan,
membuat fitnah dalam persaingan dsb. Pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip syariah,
selain mengakibatkan dosa dan menjadi tidak berkahnya harta, juga dapat menghilangkan
pahala amal shaleh kita dalam bekerja. Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang
beriman, taatlah kepada Allah dan taatlal kepada Rasul-Nya dan janganlah kalian
membatalkan amal perbuatan/ pekerjaan kalian.." (QS. 47 : 33).
f. Menghindari syubhat
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 6
mungkin. Karena dampak negatif dari ranjau-ranjau ini sangat besar, diantaranya dapat
memusnahkan seluruh pahala amal shaleh kita. Berikut adalah diantara beberapa sifat-sifat
buruk dalam dunia kerja yang perlu dihindari dan diwaspadai:
a. Hasad (Dengki)
Hasad atau dengki adalah suatu sifat, yang sering digambarkan oleh para ulama
dengan ungkapan "senang melihat orang susah, dan susah melihat orang senang." Sifat
ini sangat berbahaya, karena akan "menghilangkan" pahala amal shaleh kita dalam
bekerja.Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra berkata, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah
oleh kalian sifat hasad (iri hati), karena sesungguhnya hasad itu dapat memakan kebaikan
sebagaimana api melalap kayu bakar. (HR. Abu Daud)
b. Saling bermusuhan
Tidak jarang, ketika orang yang sama-sama memiliki ambisi dunia berkompetisi
untuk mendapatkan satu jabatan tertentu, atau ingin mendapatkan "kesan baik" di mata
atasan, atau sama-sama ingin mendapatkan proyek tertentu, kemudian saling fitnah,
saling tuduh, lalu saling bermusuhan. Jika sifat permusuhan merasuk dalam jiwa kita, dan
tidak berusaha kita hilangkan, maka akibatnya juga sangat fatal, yaitu bahwa amal
shalehnya akan "dipending" oleh Allah SWT, hingga mereka berbaikan.Dalam hadits lain
Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra berkata,bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Pintu-pintu surga
dibuka pada hari senin dan kamis, maka pada hari itu akan diampuni dosa setiap hamba
yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang sedang
bermusuhan dengan saudaranya sesama muslim, maka dikatakan kepada para malaikat,
“Tangguhkan dua orang ini sampai mereka berbaikan.” (HR. Muslim).
c. Berprasangka Buruk
Sifat inipun tidak kalah negatifnya. Karena ambisi tertentu atau hal tertentu,
kemudian menjadikan kita bersu'udzon atau berprasangka buruk kepada saudara kita
sesama muslim, yang bekerja dalam satu atap bersama kita, khususnya ketika ia
mendapatkan reward yang lebih baik dari kita. Sifat ini perlu dihindari karena merupakan
sifat yang dilarang oleh Allah & Rasulullah SAW, di samping juga bahwa sifat ini
merupakan pintu gerbang ke sifat negatif lainnya.Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
bersabda :
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 8
َّ سو َل
َّللا َ ُيث فَقَا َل ُحذَ ْيفَة
ُ سم ْعتُ َر َ َع ْن ُحذَ ْيفَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَ َّن َر ُج اًل يَنُ ُّم ْال َحد
سلَّ َم َيقُو ُل ََل َي ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ نَ َّمام َّ صلَّى
َ َّللاُ َعلَيْه َو َ
Dari Hudzaifah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersbada, “Tidak akan masuk
surga sesroang yang suka mengadu domba.” HR Bukhari Muslim)
dilaksanakan oleh seseorang yang bukan profesinya, akan mendapatkan hasil yang tidak
bermutu dan bahkan akan berantakan. Sabda Rasul Saw. “Bila menyerahkan suatu urusan
kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun pekerjaannya, kalau ingin
mengharpkan hasil yang berkualitas dan baik, maka dia harus profeisinal / ahli dalam pekerjaan
yang menjadi tanggung jawabnya itu.
Ahli dalam bekerja, berarti menguasai ilmu pengetahuan yang berhubungan lansung
dengan pekerjannya. Seorang pekerja yang bekerja dalam dunia pertanian, tentu dia harus
bereilmu tentang tanaman, pemupukan, pengiran dan lain-lain. Dia harus mengerti, memahami
dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya dalam
pertanian. Sifat kreatifits dan kemampuan melakukan berbagai macam inovasi yangbermanfa’at
tentang pertanian akan muncul dalam dirinya.
Tentunya kreatif dan inovatif hanya mungkin akan dimiliki manakala seseorang selalu
berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan apapun bentuk pekerjanya.
Sebagai seorang guru (pengejar) dituntut harus ahli dalam ilmu keguruan, jangan
setengah-setengah, tapi belajar, terus belajar tentang profesi keguruan sampai akhir hayatnya.
Firman Allah dalam al-Baqarah : 208 ”Hai orang yang beriman, masuklah kamu
kedalam kedamaian /Islam secara menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah
setan, karena setan itu adalah musuhmu yang nyata”. Tersirat dalam ayat ini, bahwa aktifitas
apapun yang dilakukan menuntut pelakunya untuk berilmu secara mendalam dan menyeluruh
(kaffah) sesuai dengan profesinya.
Orang beriman diminta untuk memasukkan totalitas dirinya kedalam wadah islam
secara menyeluruh, sehingga semua kegiatannya berada dalam wadah islam /kedamaian. Ia
damai dengan dirinya, keluarganya, seluruh manusia, binatang, tumbuh tumbuhan dan alam
raya semuanya. Wadah Islam secara menyeluruh yang dimaksud juga penguasaan ilmu islam
secara menyeluruh sehingga mampu melaksanakan aktifitas islam dengan berkualitas dan
bermutu.
a. Bekerja Sebagai suatu kewajiban seorang hamba kepada Allah SWT.
Allah SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba hambanya (QS.Attaubah
/9 :105) “Dan Katakanlah : ‘Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang orang
mu’min akan melihat pekerjaan itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
Ibadah, Akhlaq, Mu’amalah 10
maha mengetahui akan yang Ghaib, dan yang Nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu
apa yang telah kamu Kerjakan.
b. Mendapatkan Cinta Allah SWT.
Dalam Sebuah riwayat digambarkan “sesungguhnya allah swt mencintai seorang
mu’min yang telah giat bekerja (HR.Thabrani).
c. Terhindar dari Azab Api Neraka
· Dalam Sebuah riwayat dikemukakan, “Pada suatu saat, Sa’ad bin Muadz Al-
Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru pulang dari perang Tabuk,
beliau melihat tangan Sa’ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karna diterpa
sengatan matahari. Rasullulah bertanya, ‘Kenapa Tanganmu?’ sa’ad menjawab ‘karena
mengola tanah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi
tanggunganku.’ Kemudian Rasullulah SAW mengambil tangan Sa’ad dan menciumnya
seraya berkata “ Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka”
(HR.Tabrani).
Kesimpulannya, bekerja dengan sikap professional juga harus memperhatikan
adab dan etika sebagai seorang Muslim seperti etika dalam berbicara, menegur,
berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan dengan customer/klien, rapat dan
sebagainya.
Kesimpulan
Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik,
psikologis, maupun sosial. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang mendapat dukungan sosial dan
individu itu sendiri. Manusia diwajibkan untuk berusaha, bukan menunggu karena Allah tidak
menurunkan harta benda, iptek dan kekuasaan dari langit melainkan manusia harus
mengusahakannya sendiri. Manusia harus menyadari betapa pentingnya kemandirian ekonomi bagi
setiap muslim. Kemandirian atau ketidak ketergantungan kepada belas kasihan orang lain ini
mengandung resiko, bahwa umat Islam wajib bekerja keras. Dan syarat itu adalah memahami
konsep dasar bahwa bekerja merupakan ibadah. Dengan pemahaman ini, maka akan terbangun
etos kerja yang tinggi.
Tujuan bekerja menurut Islam ada dua, yaitu memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga,
dan memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Islam menjunjung tinggi nilai kerja, tetapi Islam juga
memberi balasan dalam memilih jenis pekerjaan yang halal dan haram.