Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Keperawatan

Volume 13 Nomor 2, Juni 2021


e-ISSN 2549-8118; p-ISSN 2085-1049
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/Keperawatan

PENERAPAN COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY, FAMILY PSYCHOEDUCATION


THERAPY, DAN SUPPORTIVE THERAPY PADA KLIEN HALUSINASI
Eka Budiarto1*, Budi Anna Keliat2, Ice Yulia Wardani2
1
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan, Jl. Raya Ambokembang No.8,
Kambang Tengah, Ambokembang, Kec. Kedungwuni, Pekalongan, Jawa Tengah 51172, Indonesia
2
Departemen Keperawatan Jiwa, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Jl. Prof. Dr. Bahder
Djohan, Kampus UI Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia
*budiartoeka66@yahoo.com

ABSTRAK
Halusinasi merupakan salah satu tanda gejala skizofrenia yang menjadikan alasan klien dirawat di
rumah sakit sehingga memerlukan tindakan keperawatan yang efektif dan efisien. Tindakan
keperawatan diberikan pada klien halusinasi ditujukan selain untuk mengontrol tanda gejala juga
untuk menurunkan angka kekambuhan. Tindakan keperawatan dapat diberikan secara komprehensif
yaitu tindakan keperawatan individu, keluarga, dan kelompok. Metode penulisan yang digunakan
adalah quasi experimental pre-post test without control group. Teknik sampling menggunakan
purposive sampling. Responden diperoleh 30 orang yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok
yang mendapatkan TKN dan CBT berjumlah 13 orang, TKN, CBT dan FPE sembilan orang, dan
kelompok yang mendapat TKN, CBT, FPE, dan Terapi Suportif delapan orang. Tanda gejala yang
ditemukan sebelum diberikan tindakan keperawatan rata-rata tanda gejala kognitif mencapai 56%,
afektif 44%, fisiologi 42%, perilaku 47%, dan sosial 65%. Klien yang diberikan TKN dan CBT
menunjukkan hasil bahwa 100% klien mengalami peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi
dengan TKN dan CBT sampai sesi akhir. Selain itu, klien juga mengalami penurunan rata-rata tanda
gejala tanda kognitif, afektif, fisiologi, perilaku, dan sosial. Hasil yang sama juga diperoleh pada klien
yang diberikan TKN, CBT, dan FPE dan klien yang diberikan TKN, CBT, FPE, dan Terapi Suportif.
Namun, klien yang mendapatkan paket tindakan keperawatan lengkap yang meliputi TKN, CBT, FPE,
dan Terapi Suportif yang menunjukkan penurunan rata-rata tanda gejala halusinasi paling besar
dibandingkan paket terapi yang lain. Oleh karena itu, TKN halusinasi, CBT, FPE, dan Terapi Suportif
yang dilaksanakan dalam satu paket tindakan dapat diberikan pada klien halusinasi.

Kata kunci: cognitive behavior therapy; family psychoeducation therapy; halusinasi; skizofrenia;
supportive therapy

THE IMPLEMENTATION OF COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY, FAMILY


PSYCHOEDUCATION THERAPY, AND SUPPORTIVE THERAPY ON
HALLUCINATION CLIENTS

ABSTRACT
Hallucination is the most appearing symptom found in schizophrenic clients. Nursing intervention
given to hallucination symptoms intends to control the signs and to reduce the recurrence rate of the
symptom. The method of this research is descriptive study. The respondents were chosen by a
purposive sampling technique. They were 30 clients who were divided into three groups: 13
respondents whowere given general nursing intervention (TKN) and Cognitive Behavior Therapy
(CBT), 9 respondents who were given TKN, CBT and Family Psychoeducation Therapy (FPE), and 8
respondents who were given TKN, CBT, FPE, and Supportive Therapy. Symptoms found before given
nursing intervention were 56% cognitive, 44% affective, 42% physiology, 47% behavior, and 65%
social. Respondents who received TKN and CBT could increase their ability to control hallucination
as much as 100% until the final session. Moreover, their cognitive, affective, physiological,
behavioral, and social signs decreased. The positive results were also reached by the other groups.
However, respondents who received a complete intervention showed the greatest reduction in

467
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

hallucination symptoms compared to other previous groups. Therefore, nursing intervention


consisting of TKN, CBT, FPE, and Supportive Therapy is strongly suggested to be given to
hallucination clients.

Keywords: cognitive behavior therapy; family psychoeducation therapy; hallucination; schizophrenia;


supportive therapy

PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa merupakan kondisi kesejahteraan secara penuh yang diindikasikan oleh
individu yang memiliki kesadaran penuh akan potensi diri, koping adaptif terhadap masalah,
dan kemampuan untuk produktif (WHO, 2016). Prevalesni kesehatan mental masih tinggi
baik di dunia maupun Indonesia. Terdapat 60 juta orang lebih di dunia yang didiagnosa
bipolar, 47,5 juta orang dimensia, 35 juta orang depresi, dan 21 juta skizofrenia (WHO,
2017). Di Indonesia, pravalensi skizofrenia mengalami peningkatan 0,18% dari total
penduduk Indonesia sejak tahun 2013 (Riskesdas, 2018).

Di Indonesia diperkirakan jumlah klien skizofrenia mencapai 400.000 orang. Prevalensi orang
dengan gangguan jiwa ringan atau gangguan mental emosional mencapai 21.175.000 orang.
Sedangkan perkiraan kejadian depresi mencapai 13.650.000 orang (Riskesdas, 2018).
Meskipun angka skizofrenia menunjukkan angka yang rendah dibanding dengan GME dan
depresi, namun 45% klien yang dirawat di rumah sakit jiwa adalah klien skizofrenia
(Videbeck, 2011). Skizofrenia merupakan jenis gangguan jiwa yang umum dijumpai di rumah
sakit. Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding gangguan jiwa lainnya.
Meskipun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 2 dari 10 klien
skizofrenia (20%) yang dirawat di rumah sakit (Ashturkar & Dixit, 2013). Padahal sebanyak
40%-60% klien skizofrenia yang membutuhkan perawatan di rumah sakit (Shives, 2012;
Kumari et al., 2013; Ma et al., 2018).

Pentingnya klien skizofrenia dirawat dikarenakan klien skizofrenia dapat memunculkan


banyak gejala yang bervariasi. Salah satu tanda gejala yang sering ditemukan adalah
halusinasi. Halusinasi merupakan ketidakmampuan klien dalam mengelola persepsi yang
sebenarnya tidak terjadi (Maramis, 2008). Kejadian halusinasi pada klien skizofrenia
mencapai 70% (Stuart, 2009). Halusinasi paling dominan dialami oleh klien yang mengalami
skizofrenia paranoid (Stuart, 2014). Faktor yang dapat memicu halusinasi diantaranya adalah
minimnya komunikasi dalam keluarga, konflik keluarga, dan ketidakmampuan keluarga
merawat klien. Minimnya pengetahuan keluarga tentang penyakit, tanda gejala, dan cara
perawatan membuat keluarga tidak berperan dalam perawatan klien. Padahal, peran keluarga
terbukti penting dalam mengontrol klien halusinasi melalui dukungan keluarga yang diberikan
kepada klien (Muttar Munir, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekambuhan klien
halusinasi dapat terjadi akibat kurangnya peran keluarga dalam perawatan klien di rumah
(Nurdiana, 2007). Hasil penelitian lain menjelaskan penyebab kurangnya peran keluarga
dalam perawatan dikarenakan oleh pengalaman keluarga yang merasakan beban dalam
merawat klien halusinasi (Amin Khoirul, 2015). Beban dirasakan keluarga berkaitan dengan
ketidakmauan klien minum obat, merasa putus asa dengan kondisi klien, rasa marah dan takut
terhadap perilaku klien, dan merasa malu terhadap tetangga sekitar.

Tindakan keperawatan diberikan pada klien halusinasi ditujukan selain untuk mengontrol
tanda gejala juga untuk menurunkan angka kekambuhan. Hasil praktik residensi 1 di RSMM
Kota Bogor diperoleh bahwa 169 klien skizofrenia telah diberikan asuhan keperawatan.
Sebanyak 76,3% klien mengalami masalah halusinasi. Faktor predisposisi yang dialami klien
adalah 75,7% karena riwayat skizofrenia sebelumnya, 74,6% karena pengalaman tidak

468
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

menyenangkan, dan 47,3% karena faktor ekonomi. Klien skizofrenia yang dirawat sebanyak
70,4% merupakan klien dengan her opname karena putus obat. Faktor presipitasi lainnya
adanya sebanyak 52,7% klien mengalami pengalaman tidak menyenangkan dan 37,9%
mengalami konflik keluarga.

Berdasarkan hasil praktik residensi 1 menunjukkan bahwa masih tinggi angka klien putus
obat dan mengalami kekambuhan. Perawat baik secara dependen maupun independen dapat
mengelola kondisi klien untuk mencegah kekambuhan dan meningkatkan produktifitas
skizofrenia khususnya dengan halusinasi. Pemberian asuhan keperawatan dilakukan harus
menyeluruh dan berkesinambungan. Pemberian asuhan keperawatan juga dapat melibatkan
individu, kelompok, dan keluarga. Pemberian asuhan keperawatan klien halusinasi diharapkan
dapat mempengaruhi kemampuan kognitif dan psikomotor klien dalam mengontrol halusinasi
sehingga dapat menurunkan tanda dan gejala halusinasi. Tindakan keperawatan individu pada
klien halusinasi dapat diberikan CBT. CBT merupakan terapi psikososial dengan yang
melibatkan kognitif dan perilaku, dapat merubah pikiran negatif menjadi positif, sehingga
perilaku yang maladaptif menjadi adaptif (Martin, 2010). Cognitive behavior therapy (CBT)
dapat menurunkan gejala halusinasi dan meningkatkan kemampuan klien dalam mengelola
tanda gejala halusinasi (Wahyuni, 2010).

Tindakan keperawatan pada keluarga dapat diberika FPE. FPE melibatkan keluarga dalam
perawatan klien. Peran keluarga dalam perawatan sejak dini dapat meningkatkan keberhasilan
program perawatan dan pengobatan klien serta meningkatkan kemandirian keluarga dalam
merawat klien. Keluarga yang berperan aktif dalam perawatan klien dapat meningkatkan
kemampuan klien untuk mengontrol halusinasinya (Ramdhany, 2013). Tindakan keperawatan
kelompok dapat diberikan pada klien. Terapi suportif dapat diberikan baik pada kelompok
klien maupun keluarga. Terapi suportif yang dilakukan pada klien skizofrenia menunjukkan
bahwa klien merasa lebih mendapatkan dukungan emosional, perhatian, pengalaman dan
perasaaan didengar yang empati (Klingberg et al., 2010). Terapi suportif juga dilakukan pada
keluarga dan diperoleh hasil peningkatan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor
keluarga (Hernawaty, 2009; Widiastuti, 2010). Penelitian tentang pemberian CBT, FPE, dan
Terapi Suportif sekaligus belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
membandingkan kondisi klien halusinasi yang diberikan tindakan keperawatan TKN dan
CBT, TKN, CBT, dan FPE, TKN, CBT, FPE dan Terapi Suportif.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain descriptive study. Teknik
sampling menggunakan purposive sampling. Responden diperoleh 30 orang yang terbagi
dalam tiga kelompok. Kelompok yang mendapatkan TKN dan CBT berjumlah 13 orang,
TKN, CBT dan FPE berjumlah sembilan orang, dan kelompok yang mendapat TKN, CBT,
FPE, dan Terapi Suportif berjumlah delapan orang. Data diperoleh langsung dari klien
melalui intrumen tanda gejala dan kemampuan klien mengontrol halusinasi. Data diukur
sebelum dan sesudah klien diberikan tindakan keperawatan sesuai kelompok. Kemudian data
pre dan post dianalisis dengan tendensi sentral untuk mendapatkan gambaran pada tanda
gejala halusinasi sebelum dan sesudah intervensi. Etik penelitian No: SK-150/ UN2. F12.
F1.2.1/ ETIK2020.

HASIL
Berikut merupakan hasil pemberian tindakan keperawatan spesialis pada klien dengan
halusinasi. Tindakan keperawatan diberikan pada individu yaitu CBT, pada keluarga yaitu
FPE, dan pada kelompok yaitu terapi suportif. Kombinasi tindakan keperawatan dibagi

469
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

menjadi tiga kelompok yaitu TKN dan CBT, TKN,CBT, dan FPE, dan TKN, CBT dan Terapi
Suportif.
Tabel 1.
Perubahan Tanda dan Gejala Klien Halusinasi yang Diberikan TKN dan CBT (n=13)
Jumlah Item Tanda Jumlah Rata-rata tanda dan gejala
Aspek
Gejala Pre Test Post Test
Kognitif 9 0,52 0,17
Afektif 9 0,40 0,09
Fisiologis 7 0,43 0,10
Perilaku 8 0,48 0,16
Sosial 5 0,63 0,23

Tabel 2.
Perubahan Kemampuan Klien Halusinasi Setelah Diberikan TKN dan CBT (n=13)
Kemampuan Pre Post
TKN: ( n=13)
Melawan; menghardik 7 13
Mengabaikan; cuek 0 13
Distraksi; cakap-cakap dan aktifitas terjadwal 0 13
Minum obat 0 13
CBT (n=13)
Identifikasi penyebab pikiran dan perilaku negatif 0 13
Merubah pikiran dan perilakku negatif 0 13
Memanfaatkan sistem pendukung 0 13
Evaluasi 0 13

Tabel 3.
Perubahan Tanda dan Gejala Klien Halusinasi yang Diberikan TKN, CBT, dan FPE (n=9)
Jumlah Rata-rata
Jumlah Item Tanda
Aspek tanda dan gejala
Gejala
Pre Test Post Test
Kognitif 9 0,59 0,07
Afektif 9 0,41 0,04
Fisiologis 7 0,52 0,05
Perilaku 8 0,50 0,04
Sosial 5 0,93 0,20

Tabel 1 menunjukkan bahwa klien halusinasi mengalami penurunan tanda gejala kognitif,
afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial setelah diberikan tindakan keperawatan TKN dan CBT.
Tabel 2 menunjukkan bahwa 100% klien halusinasi mengalami peningkatan kemampuan
mengontrol halusinasi dengan TKN dan CBT sampai sesi akhir. Tabel 3 menunjukkan bahwa
klien halusinasi mengalami penurunan tanda gejala kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan
sosial setelah diberikan tindakan keperawatan TKN, CBT dan FPE.

Tabel 4 menunjukkan bahwa 100% klien halusinasi mengalami peningkatan kemampuan


mengontrol halusinasi dengan TKN, CBT, dan FPE sampai sesi akhir. Tabel 5 menunjukkan
bahwa klien halusinasi mengalami penurunan tanda gejala kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku, dan sosial setelah diberikan tindakan keperawatan TKN, CBT, FPE, dan Terapi
Suportif. Tabel 6 menunjukkan bahwa 100% klien halusinasi mengalami peningkatan
kemampuan mengontrol halusinasi dengan TKN, CBT, FPE dan Suportif sampai sesi akhir.

470
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Tabel 4.
Perubahan Kemampuan Klien Halusinasi Setelah Diberikan TKN, CBT, dan FPE (n=9)
Kemampuan Pre Post
TKN: ( n=9)
Melawan; menghardik 3 9
Mengabaikan; cuek 0 9
Distraksi; cakap-cakap dan aktifitas terjadwal 0 9
Minum obat 0 9
CBT (n=9)
Identifikasi penyebab pikiran dan perilaku negatif 0 9
Merubah pikiran dan perilakku negatif 0 9
Memanfaatkan sistem pendukung 0 9
Evaluasi 0 9
FPE (n=9)
Identifikasi masalah 0 9
Cara merawatan klien 0 9
Manajemen stress 0 9
Manajemen beban 0 9
Memanfaatkan sistem pendukung 0 9
Evaluasi 0 9

Tabel 5.
Perubahan Tanda dan Gejala Klien Halusinasiyang Diberikan TKN, CBT, FPE dan Terapi
Suportif (n=8)
Jumlah Item Tanda Gejala Jumlah Rata-rata Tanda Dan Gejala
Aspek
Pre Test Post Test
Kognitif 9 0,55 0,08
Afektif 9 0,47 0,08
Fisiologis 7 0,32 0,07
Perilaku 8 0,34 0
Sosial 5 0,50 0,15

Tabel 6.
Perubahan Kemampuan Klien Halusinasi Setelah Diberikan TKN, CBT, FPE dan Suportif
(n=8)
Kemampuan Pre Post
TKN: ( n=8)
Melawan; menghardik 4 8
Mengabaikan; cuek 0 8
Distraksi; cakap-cakap dan aktifitas terjadwal 0 8
Minum obat 0 8
CBT (n=8)
Identifikasi penyebab pikiran dan perilaku negatif 0 8
Merubah pikiran dan perilakku negatif 0 8
Memanfaatkan sistem pendukung 0 8
Evaluasi 0 8
FPE (n=8)
Identifikasi masalah 0 8
Cara merawatan klien 0 8
Manajemen stress 0 8
Manajemen beban 0 8
Memanfaatkan sistem pendukung 0 8
Evaluasi 0 8

471
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Kemampuan Pre Post


T. SUPPORTIF (n=8)
Identifikasi masalah dan sumber pendukung didalam dan diluar keluarga
0 8
yang ada
Latihan menggunakan sistem pendukung dalam keluarga 0 8
Latihan menggunakan sistem pendukung luar keluarga 0 8
Evaluasi hasil dan hambatan sumber penggunaan sumber pendukung 0 8

PEMBAHASAN
Asuhan keperawatan pada klien halusinasi dilakukan pada 30 klien yang mengalami masalah
keperawatan halusinasi. Kejadian halusinasi pada klien skizofrenia mencapai 70% (Stuart,
2009). Fontaine (2009) Hal tersebut sesuai dengan Fontaine (2009) yang menyatakan
halusinasi pendengaran merupakan gejala paling sering ditemukan pada klien skizofrenia
yang mencapai 50–80% dari klien yang mengalami halusinasi. Penyebab halusinasi yang
muncul diantaranya karena ketidakmampuan klien dalam menghadapi suatu stressor,
mengenal, dan mengontrol halusinasi itu sendiri (Maramis, 2009).

Klien halusinasi menunjukkan tanda gejala sebelum diberikan tindakan keperawatan rata-rata
tanda gejala kognitif mencapai 56%, afektif 44%, fisiologi 42%, perilaku 47%, dan sosial
65%. Tanda gejala tersebut dapat berkembang menjadi lebih berat dan menimbulkan masalah
lain seperti risiko perilaku kekerasan dan risiko bunuh diri jika tidak mendapat penanganan
yang tepat. Perawat secara independen dapat memberikan terapi keperawatan jiwa untuk
mengontrol tanda gejala halusinasi. Pemberian asuhan keperawatan dapat dilakukan secara
menyeluruh dan berkesinambungan. Pemberian asuhan keperawatan dapat melibatkan
individu, kelompok, dan keluarga.

Tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien dengan halusinasi yaitu tindakan
keperawatan generalis dan spesialis. Tindakan keperawatan dilakukan kepada kllien
halusinasi dengan mengidentifikasi halusinasi yang muncul (isi, jenis, durasi, situasi dan
respon), mengontrol halusinasi dengan menghardik atau mengusir, bersikap cuek, bercakap-
cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan dan minum obat dengan teratur, serta
melakukan terapi aktivitas stimulasi persepsi (Fortinash, 2007).

TKN dan CBT diberikan kepada 13 klien yang menunjukkan hasil bahwa 100% klien
halusinasi mengalami peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi dengan TKN dan CBT
sampai sesi akhir. Selain itu, klien juga mengalami penurunan rata-rata tanda gejala tanda
gejala kognitif dari 0,52 menjadi 0,17, tanda gejala afektif dari 0,40 menjadi 0,09, tanda
gejala fisiologi dari 0,43 menjadi 0,10, tanda gejala perilaku dari 0,48 menjadi 0,16, dan tanda
gejala sosial dari 0,63 menjadi 0,23. Hasil asuhan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang menyebutkan bahwa perubahan gejala halusinasi pada kelompok yang mendapatkan
CBT terdapat perubahan yang bermakna. Respon kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan
sosial klien menurun secara bermakna (Retno & Setianingsih, 2016). Cognitive behavior
therapy (CBT) dapat menurunkan gejala halusinasi dan meningkatkan kemampuan klien
dalam mengelola tanda gejala halusinasi (Wahyuni, 2010).

Terapi CBT berfokus pada perubahan kognitif dan perilaku klien. Klien yang mendapatkan
CBT dapat memiliki pikiran dan perilaku yang lebih positif. CBT diberikan pada klien
halusinasi dapat merubah pikiran dan perilaku negatif menjadi pikiran dan perilaku yang
positif. Klien dilatih untuk mengubah pikiran yang tidak rasional tersebut menjadi pikiran
yang rasional sehingga perasaan menjadi lebih baik dan menunjukkan perilaku yang adaptif.

472
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Hasil asuhan keperawatan pada sembilan klien halusinasi yang diberikan TKN, CBT, dan
FPE juga diperoleh hasil 100% klien halusinasi mengalami peningkatan kemampuan
mengontrol halusinasi dengan TKN, CBT, dan FPE sampai sesi akhir. Rata-rata penurunan
tanda gejala halusinasi diperoleh hasil tanda gejala kognitif dari 0,59 menjadi 0,07, afektif
dari 0,41 menjadi 0, fisiologis dari 0,52 menjadi 0,05, perilaku dari 0,5 menjadi 0,04, dan
sosial dari 0,93 menjadi 0,20. Penambahan terapi keluarga yaitu FPE diperoleh dapat
membantu menurunkan tanda gejala lebih besar dibandingkan dengan klien yang hanya
diberikan TKN dan CBT saja. FPE adalah terapi untuk keluarga yang bertujuan untuk
memandirikan keluarga dalam merawat klien halusinasi di rumah dengan edukasi, manajemen
stress, beban, dan pemanfaatan sumber pendukung yang ada (Stuart & Laraia, 2005). Terapi
ini diberikan untuk meningkatkan pengetahuan keluarga, mengajarkan ketrampilan yang
dapat membantu keluarga merawat klien, mengurangi kekambuhan, dan meningkatkan peran
keluarga dalam perawatan.

Peran keluarga dalam perawatan dapat meningkatkan keberhasilan program perawatan dan
pengobatan klien skizofrenia serta kemandirian keluarga dalam merawat klien. Penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa keluarga yang mendapatkan terapi keluarga dapat
meningkatkan peran dan fungsi keluarga dalam merawat klien skizofrenia di rumah (Nasr,
2013). Penelitian Ruti Wiyati et al. (2010) menyebutkan bahwa FPE pada keluarga dengan
anggota keluarga yang mengalami isolasi sosial dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan
psikomotor keluarga. FPE sebagai tindakan keperawatan keluarga yang dapat diberikan juga
terbukti dapat meningkatkan pengetahuan tentang kondisi klien (Yadev dan Kar, 2014),
meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien (Pahlavanzadeh et al, 2010), dan
mengatasi stress dan beban keluarga akibat merawat klien (Maldonado, J.G., Urizar A.C,
2007).

FPE diberikan pada keluarga karena kekambuhan klien skizofrenia juga disebabkan oleh
pengetahuan keluarga dan ekspresi emosi keluarga (Fadli, 2013; Amaresha, 2012).
Keterlibatan keluarga ditujukan untuk meningkatkan peran keluarga dalam merawat pasien
halusinasi. Keluarga yang aktif dan peduli dalam merawat klien halusinasi dapat
mempercepat klien mencapai kemandirian dalam mengontrol halusinasi (Ramdhany, 2013)
Dengan keterlibatan keluarga diharapkan pasien mampu mengontrol halusinasi yang dialami
sehingga gejala halusinasi berkurang. Hasil asuhan keperawatan pada delapan klien dengan
halusinasi yang diberikan TKN,CBT, FPE dan Terapi Suportif menunjukkan 100% klien
mengalami peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi dengan TKN, CBT, FPE dan
Suportif sampai sesi akhir. Penurunan tanda gejala juga terjadi pada aspek kognitif, afektif,
fisiologis, perilaku, dan sosial. Penambahan terapi suportif pada kelompok ketiga juga
diperoleh hasil peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi dan penurunan tanda gejala
yang lebih besar dibandingkan kelompok sebelumnya.

Terapi kelompok diberikan terapi suportif yang diikuti oleh empat klien dengan halusinasi
dan diperoleh hasil bahwa seluruhnya mengalami peningkatan kemampuan dalam terapi
suportif sampai pada sesi 4. Terapi suportif yang dilakukan pada klien skizofrenia
menunjukkan bahwa klien merasa lebih mendapatkan dukungan emosional, perhatian,
pengalaman dan perasaaan didengar yang empati (Klingberg et al., 2010). Terapi suportif juga
dilakukan pada keluarga dan diperoleh hasil peningkatan kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotor keluarga (Hernawaty, 2009; Widiastuti, 2010).

Hasil asuhan keperawatan secara keseluruhan diukur berdasarkan perubahan tanda gejala dan
kemampuan klien. Dari ketiga paket terapi tersebut diperoleh bahwa klien yang mendapatkan

473
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

paket terapi lengkap berupa tindakan keperawatan individu yaitu TKN+CBT, tindakan
keperawatan keluarga yaitu FPE, dan tindakan keperawatan kelompok yaitu terapi suportif
mengalami penurunan rata-rata tanda gejala yang lebih tinggi dibandingkan paket tindakan
lainnya. Selain itu, peningkatan kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi dan
kemampuan keluarga dalam merawat klien halusinasi juga mengalami peningkatan. Hal
tersebut dikarenakan bahwa integrasi asuhan keperawatan klien yang diberikan baik pada
individu, keluarga, dan kelompok lebih membuat klien mendapatkan dukungan sosial.

Dukungan sosial dapat diperoleh dari keluarga dan kelompok khususnya. Keluarga secara
mandiri dapat menjadi pengawas minum obat bagi klien dengan melakukan pendampingan
dan pengawasan saat klien minum obat termasuk dalam pelibatan aktifitas sehari-hari.
Dengan keterlibatan keluarga diharapkan pasien mampu mengontrol halusinasi yang dialami
sehingga gejala halusinasi berkurang. Peningkatan pengetahuan keluarga tentang cara
merawat klien mampu merubah pikiran keluarga tentang hal-hal yang seharusnya dilakukan
agar perawatan kepada pasien menjadi optimal. Dengan pengetahuan yang meningkat dan
sikap yang lebih baik terbukti mampu merubah perilaku dari keluarga dalam merawat pasien.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Riza (2012) bahwa tingkat pengetahuan
sangat berhubungan dengan perilaku keluarga dimana pengetahuan merubah perilaku melalui
perubahan sudut pandang atau sikap yang lebih baik.

Terapi suportif yang dilakukan pada klien skizofrenia menunjukkan bahwa klien merasa lebih
mendapatkan dukungan emosional, perhatian, pengalaman dan perasaaan didengar yang
empati (Klingberg et al., 2010). Terapi suportif juga dilakukan pada keluarga dan diperoleh
hasil peningkatan kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor keluarga (Hernawaty, 2009;
Widiastuti, 2010). Berdasarkan hasil asuhan yang diberikan pada klien halusinasi maka dapat
disimpulkan bahwa tindakan keperawatan secara individu, keluarga, dan kelompok lebih
efektif menurunkan tanda gejala dan meningkatkan kemampuan klien dan keluarga.
Khususnya tindakan keperawatan yang meliputi TKN,CBT, FPE, dan terapi suportif dapat
diberikan pada klien halusinasi. Hasil asuhan keperawatan ini dapat dijadikan dasar dalam
pemberian tindakan keperawatan pada klien halusinasi lainnya yang belum diberikan asuhan
keperawatan sesuai paket terapi ini.

SIMPULAN
Penerapan CBT, FPE, dan Terapi Suportif pada klien halusinasi dilakukan pada 30 klien yang
mengalami halusinasi. Klien halusinasi menunjukkan tanda gejala sebelum diberikan tindakan
keperawatan rata-rata tanda gejala kognitif mencapai 56%, afektif 44%, fisiologi 42%,
perilaku 47%, dan sosial 65%. Sebanyak tujuh klien diberikan TKN dan CBT menunjukkan
hasil bahwa 100% klien halusinasi mengalami peningkatan kemampuan mengontrol
halusinasi dengan TKN dan CBT sampai sesi akhir. Selain itu, klien juga mengalami
penurunan rata-rata tanda gejala tanda kognitif, afektif, fisiologi, perilaku, dan sosial. Hal
yang sama juga diperoleh pada tiga klien yang diberikan TKN, CBT, dan FPE dan empat
klien yang diberikan TKN, CBT, FPE, dan Terapi Suportif. Namun, klien yang mendapatkan
paket tindakan keperawatan lengkap yang meliputi TKN, CBT, FPE, dan Terapi Suportif
yang menunjukkan penurunan rata-rata tanda gejala halusinasi paling besar dibandingkan
paket terapi yang lain.

DAFTAR PUSTAKA
Amaresha AC, Venkatasubramanian G, (2012). Expreseed Emotion in Schizophrenia. Indian
J Psychol Med. 34(1): 12-20

474
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Ashturkar, M. D., & Dixit, J. V. (2013). Selected Epidemiological Aspects of Schizophrenia:


A Cross Sectional Study at Terityary Care Hospital in Maharashtra. National Journal of
Community Medicine, 65-69.
Christy LM. (2011). Relapse in scizophrenia. Med Bull. 16(5):8-9.
Copel, L.C. (2007). Kesehatan Jiwa & Psikiatri, Pedoman Klinis Perawat (Psychiatric and
Mental Health Care: Nurse’s Clinical Guide). Jakarta: EGC
Devaramane, V., Pai, N. B., & Vella, S.-L. (2011). The Effect of Brief Family Intervention on
Primary Carer's Functioning and Their Schizopfrenia Relatives Level of
Psychopathology in India. Asian Journal of Psychiatry, Vol 210.
Emsley, R., Chiliza, B., Asmal, L., & Harvey, B. H. (2013). The Nature of Relapse in
Schizophrenia. BMC Psychiatric, 13, 50.http://www.biomedcentral.com/1471-
244x/13/50
Erlina S, Pramono D, .(2010). Determinan terhadap timbulnya skizofrenia pada pasien rawat
jalan di rumah sakit jiwa prof. hb saanin padang sumatera barat. Berita Ked Masy. 2010;
26(2):71-80.
Fontaine, K.L. (2009). Mental health nursing. new jersey. Pearson Education.
Frisch, N. C., & Frisch, L. E. (2006). Psychiatric mental health nursing (3rd ed.). United state
America: Thomson Delmar Learning.
Gonzales, C, et al. (2010). Effect of Family Psychoeducation on Expressed Emotion and
Burden of Care in First-Episode Pshycosis : A Prospective Observasional Study. The
Spanish Journal of Psychology. Vol. 13.
Herminsih et al. (2017). Pengaruh Terapi Family Psychoeducaion (FPE) terhadap Kecemasan
dan Beban Keluarga dalam Merawat Anggota Keluarga dengan Skizofrenia di
Kecamatan Bola Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. J. K. Mesencepahlon. 2017; 3
(2): 81.
Heslin, K. C & Weiss, A. J. (2015). Statistical Brief #189; Hospital Readmissions Involving
Psychiatric Disorders, 2012. Agency for Healthcare Research and
Quality.https://www.hcupus.ahrq.gov/reports/statbriefs/sb189-Hospital-Readmissions-
Psychiatric-Disorders-2012.jsp
Hoffman, H. (1994). Age and other factors relevant to the rehospitalization of schizophrenic
outpatients. Acta Psychiatrica Scandinavica, 89 (3); 205-10. Doi: 10.1111/j.16000447.
1994.tb08093.x
Lasebikan, V.O., Ayinde, O.O.. (2013). Family Burden in Caregivers of Schizophrenia
Patients: Prevalence and Socio-demographic Correlates. Indian J PsycholMed. Jan-
Mar;35(1):60-66.
Lesmanawati, D., A., S. (2012). Analisis Efektivitas Biaya Penggunaan Terapi Antipsikotik
Pada Pasien Skizofrenia di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Grhasia Yogyakarta.
online: http://grhasia.jogjaprov.go.id/images/grhasia/pdf/shintadr2.pdf
Lin W. (2017). Schizophrenic Patients Poor Perception in Personal Hygiene. 2017;369–
74.

475
Jurnal Keperawatan Volume 13 No 2, Hal 467 - 476, Juni 2021 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

Maldonado, J.G., & Urı´zar, A.C. (2007). Effectiveness of a psycho-educational intervention


for reducing burden in latin american families of patients with schizophrenia. Quality of
Life Research. 16:739–747 DOI 10.1007/s11136-007-9173-9.
Martin. (2019). Cognitive Behaviour Therapy. Available at:
http://www.minddisorders.com/Br-Del/Cognitive-behavioraltherapy.html.
Muhith, Abdul. (2015). Pendidikan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Andi offset. New
York:Wiley
Pahlavanzadeh, S., Navidian, A., & Yatdani, M.. (2010). The effect of psycho-education on
depression, anxiety and stress in family caregivers of patients with mental disorders.
Behbood journal. 14(3): 228-236.
Powers MB, Kleine RA De, Smits JAJ. (2019). Core Mechanisms of Cognitve Behavioral
Therapyfor Anxiety and Depression : A Review. Psychiatr Clin NA [Internet].
2019;40(4):611– 23. Available from: https://doi.org/10.1016/j.psc.2017.08.010
Shives, L. R. (2012). Basic concepts of psychiatric-mental health nursing (8th ed.).
Philadelphia, PA: Wolters Kluwer Health and Lippincott Williams & Wilkins.
Sira, I., (2011). Karakteristik Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Alianyang Pontianak
Periode 1 Januari – 31 Desember 2009. Naskah Publikasi Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Pontianak
Stuart,G.WT (2009). Principles and practice of psychiatric nursing. (9th edition). St Louis:
Mosby. Varcarolis, E.M.(2006).Psychiatric nursing clinical guide; assesment tools and
diagnosis. Philadelphia: W.B Saunders Co
Stuart, G. W. (2013). Principles and practice of psychiatric nursing (10th ed.). St Louis,
Missouri: Elsever Mosby.
Stuart, GW. (2016). Prinsip Dan Praktek Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Singapore:
Elsevier Inc.
Wahyuni, S.E. (2010). Pengaruh cognitive behaviour therapy terhadap halusinasi pasien di
Rumah Sakit Jiwa Pempropsu Medan. Tesis. Tidak dipublikasikan
Wardaningsih, S. (2007). Tentang Pengaruh Psikoedukasi pada Kemampuan Keluarga dalam
Merawat Pasien dengan Halusinasi di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Tesis. Tidak
Dipublikasikan. Universitas Indonesia.
Yadev, S. & Kar, S.K. (2014). Models of psychoeducation: An Indian perspetive. Indian
journal of applied research. 4 (7): 422-423.
Yunalia, E. M. (2017). Hubungan antara Konsep Diri dengan Penerimaan Perubahan Fisik
Remaja Putri pada Masa Pubertas. Nursing Science Jurnal, 1, 30–36.
Zauszniewski, J. A., Bekhet, A. K., & Suresky, M. J. (2010). Resilience in Family Members
of Persons with Serious Mental Illness. Nursing Clinics of North America, 45(4), 613-
626. https://doi.org/10.1016/j.cnur.2010.06.007.

476

Anda mungkin juga menyukai