Anda di halaman 1dari 26

Literature review : Syok Sepsis

Widi Tri Nur Astuti1 Shela Kurnia Sari2 Shella Nurhaliza3 Ossi Melia Rahma4 Nuryanti 5 Oka
Wanti6 Dwi Sofiyatul Hasanah7 Dwi Ayu Widiarini8 Desi Ratnasari 9 Diana Novita 10 Wafa
Niada’wa11

ABSTRAK
Latar belakang: Sepsis adalah disfungsi organ mengancam nyawa akibat disregulasi respon
tubuh terhadap infeksi. Disfungsi organ dapat ditunjukkan oleh peningkatan dari penilaian
kegagalan organ (terkait sepsis) yang berkelanjutan (Sequential Organ Failure Assessement
(SOFA) dengan skor 2 poin atau lebih. Skor SOFA yang lebih tinggi dikaitkan dengan
peningkatan probabilitas mortalitas. Penanganan dari sepsis dapat menggunakan protokol yang
dikeluarkan oleh Society of Critical Care Medicine (SCCM) dan European Society of Intensive
Care Medicine (ESICM) yaitu “Surviving Sepsis Guidelines”. Tujuan: Melakukan literatur
review yang berhubungan dengan menejemen penanganan kasus sepsis pada pasien dengan
asuhan keperawatan dan penatalaksanaan nya, melalui telaah literatur yang relevan . Metode:
Penelitian literatur review melalui penelusuran situs jurnal terakreditasi seperti google scholar,
dengan kata kunci case report, sepsis, pathogenesis, management sepsis dalam kurun waktu
2010-2020. Hasil: Setelah pengumpulan artikel dengan menggunakan situs yang sudah
terakreditasi didapatkan 18 artikel yang sesuai dengankata kunci, setelah itu dilakukan
pengelompokan berdasarkan kriteria inklusi sehingga artikel yang memenuhi syarat didapatkan
sebanyak 10 artikel studi kasus yang sesuai dengan penanganan kasus sepsis. Kesimpulan:
Pemberian asuhan keperawatan pada pasien syok sepsis. Pengenalan dan penanganan awal untuk
sepsis dan septik syok akan meningkatkan prognosis yang baik dengan pengenalan tanda dan
sumber infeksi harus dilakukan secara bersamaan. Dan pemberian antibiotik harus diberikan
sesegera mungkin.
Kata Kunci : case report, sepsis, pathogenesis, management sepsis.

PENDAHULUAN tinggi dikaitkan dengan peningkatan


probabilitas mortalitas. Skoring penilaian
Berdasarkan consensus internasional
melihat kelainan organ sesuai dengan
dalam The Journal of the American Medical
system dan memiliki manfaat dalam
Assosiation (JAMA) sepsis merupakan
intervensi klinis. Selain itu, variabel data
terjadinya disfungsi organ yang mengancam
laboraturium, yaitu PaO2, jumlah trombosit,
nyawa diakibat karena disregulasi respon
tingkat kreatinin, dan tingkat birilubin juga
tubuh terhadap infeksi. Disfungsi organ
diperlukan untuk perhitungan penuh (Singer,
dapat ditunjukkan oleh peningkatan dari
2016). Dinegara maju seperti Amerika
penilaian kegagalan organ (terkait sepsis)
Serikat, CDC (Centre for Disease Control
yang berkelanjutan (Sequential Organ
and Prevention) menyatakan bahwa 1,5 juta
Failure Assessement (SOFA) dengan skor 2
orang Amerika terkena sepsis dalam
poin atau lebih. Skor SOFA yang lebih
setahun. Sekitar 250.000 orang meninggal serta peningkatan curah jantung) atau
karena sepsis dan 1 dari 3 kasus kematian di vasokontriksi perifer (dingin, anggota gerak
rumah sakit diakibatkan oleh sepsis (Martin, biru atau putih dingin).
2003)
Definisi sepsis-1, yang diajukan pada
Morbiditas dan mortalitas dapat konferensi tahun 1991 membentuk kriteria
meningkat jika tidak segera dikenali dan SIRS. Empat kriteria SIRS disebutkan yaitu:
diobati. Orang yang lebih tua memegang takikardi (denyut jantung >90 kali/menit),
proporsi yang lebih besar (58-65%) dari takipneu (laju pernapasan >20 kali/menit),
pasien sepsis. Ditentukan bahwa kejadian demam atau hipotermia (suhu >38ºC atau
sepsis berat meningkat lebih dari 100 kali <36ºC), dan leukositosis (white blood cells/
lipat seiring bertambahnya usia dan WBC >12.000/mm3, leukopenia (WBC
mortalitas meningkat dari 10% pada <4.000/mm3), atau band cells ≥10%. Pasien
anakanak menjadi 26% pada pasien 60-64 yang memenuhi 2 kriteria atau lebih disebut
tahun dan 38% pada mereka yang usianya ≥ SIRS.
85 tahun. Sayangnya, kelompok usia yang
Penyebab terbesar sepsis adalah
rentan terdiri dari mereka yang berusia ≥ 80
bakteri Gram negatif (60-70% kasus).
tahun, yang meningkat pada nilai 3,8% per
Staphylococci, pneumococci, streptococci,
tahun dan diperkirakan mencapai 20% dari
dan bakteri Gram positif lain lebih jarang
semua orang tua pada tahun 2050 (York,
menimbulkan sepsis dengan angka kejadian
2002). Dalam sebagian besar penelitian
antara 20-40% dari seluruh angka kejadian
sebelumnya, infeksi saluran pernapasan,
sepsis. Jamur oportunistik, virus, atau
intra-abdominal, saluran kemih, dan aliran
protozoa juga dilaporkan dapat
darah, merupakan fokus utama infeksi
menimbulkan sepsis dengan kekerapan lebih
sepsis, terhitung > 75% dari kasus (Albert,
jarang
2003).
METODE
Perjalanan sepsis yang diakibat oleh
bakteri diawali dengan proses infeksi
ditandai dengan masuknya bakterimia
selanjutnya berkembang menjadi Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
dan berakhir pada Multiple Organ
Dysfungtion Syndrome (MODS). Gejala
yang timbul meluputi respon inflamasi
sistemik seperti demam, takikardi, takipnea,
leukositosis, kemudian berkembang menjadi
hipotensi. Pada kondisi vasodilatasi perifer
(hangat yang menyeluruh, muka kemerahan,
No Peneliti Judul Jumlah Kelompok Metode Hasil
Sampel Intervensi
1. Hardian Gunardi Efektivitas Penelitian Berdasarkan strategi pemilihan yang
Vasopresin dan Deskriptif dilakukan, didapatkan dua bukti
Norepinefrin dalam ilmiah yang merupakan laporan
Memperbaiki Lauzier et al12 dan Gordon et al 13 .
Fungsi Ginjal pada Lauzier et al12 meneliti 23 pasien
Pasien Syok Sepsis yang datang dengan fase awal syok
yang Disertai sepsis hiperdinamik dalam 12 jam
Acute Kidney pertama. Penelitian tersebut
Injury menunjukkan bahwa vasopresin
meningkatkan creatinine clearance
secara bermakna (p=0,04) dalam 24
jam pertama, namun tidak dengan
norepinefrin. Gordon et al13 meneliti
778 pasien dengan syok sepsis yang
diberikan infus vasopresin atau
norepinefrin secara acak, terdapat
progresi ke renal Failure atau Loss
yang lebih sedikit pada kelompok
vasopresin (20,8%) dibandingkan
kelompok norepinefrin (39,6%) dalam
28 hari (p=0,03).
2. Astrid Vivianni, Nur Factor- factor Penelitian Distribusi pasien sepsis dan syok
Farhanah predictor mortalitas Observasional sepsis yang meninggal dan bertahan
sepsis dan syok hidup setelah perawatan di ICU dan
sepsis di ICU bangsal RSUP Dr. Kariadi Semarang
RSUP DR. periode 1 Januari 2013 – 30 April
Kariyadi 2016 dibedakan menurut jenis
kelamin, usia, fokus infeksi, skor
APACHE II, skor qSOFA, kadar
leukosit, kadar hemoglobin, kadar
hematokrit, jumlah trombosit, kadar
gula darah sewaktu, kadar albumin,
kadar kreatinin, tekanan darah sistolik,
denyut nadi, laju pernafasan, rasio
PaO2/FiO2, dan komorbid.

3. Diana S. Purwanto, Pemeriksaan penelitian Identifikasi patogen bertujuan untuk


Dalima A.W. Laboratorium sistematik konfir-masi diagnosis dan
Astrawinata sebagai Indikator memberikan informasi target spesifik
Sepsis dan Syok untuk terapi Adanya systemic
Septik inflammatory response syndrome
(SIRS) meningkatkan kemung-kinan
hasil biakan darah yang positif, tetapi
hasil negatif juga sering ditemukan
pada pasien dengan gambaran klinis
sepsis. Sebagai contoh, sistem real
time multiplexed polymerase chain
reaction (PCR) atau amplifikasi primer
universal 16S ribosomal ribonucleic
acid (rRNA) yang dilanjutkan dengan
sekuensing target amplifikasi didesain
untuk deteksi bakteri dan jamur yang
paling sering pada pasien sepsis
Sampel untuk MALDI-TOF-MS dibuat
dengan cara mencampur isolat biakan
dengan suatu larutan penyerap
energi yang bersifat organik, disebut
matriks

Identifikasi mikroba oleh MALDI-TOF-


MS dilakukan dengan membanding-
kan peptida mass fingerprint (PMF)
mikroba yang tidak diketahui
terhadap PMF mikroba yang terdapat
dalam data-base Untuk identifikasi
tingkat spesies, kisaran massa m/z 2-
20 kD yang digunakan dan
mengandung terutama protein
ribosom, dianggap mewakili sekitar
60-70% berat kering sel mikroba.3
Pathogen-associated molecular
patterns (PAMPs) yang dimiliki oleh
patogen telah diidentifkasi sebagai
biomarker sepsis, contohnya ialah
endotoksin pada bakteri Gram negatif
virulen

Suatu penelitian menunjukkan bahwa


terdapat endotoksin pada lebih dari
setengah pasien yang dirawat di
intensive care unit (ICU) hari pertama
perawatan, walaupun hanya seba-
gian kecil pasien terdokumentasi
menderita infeksi bakteri Salah satu
pemerik-saan endotoksin
menggunakan immuno-assay, yaitu
sampel darah pasien yang
mengandung endotoksin direaksikan
dengan antibodi anti-endotoksin,
sehingga terbentuk kompleks imun
yang akan berinteraksi dengan
neutrofil dan menghasilkan oxida-tive
burst, untuk selanjutnya diukur
meng-gunakan chemiluminescence.1
Protein Fase Akut C-Reactive Protein
(CRP) Penggunaan CRP sebagai
biomarker sepsis pertama kali
diidentifikasi pada tahun 1930, yaitu
saat Tillet dan Francis menemukan
bahwa pada serum pasien pneumonia
terdapat protein yang dapat
mempresipitasikan fraksi polisakarida
(fraksi C) dari Streptococcus
pneumoniae Protein ini cepat
menurun saat pasien pulih dan tidak
ditemukan pada populasi sehat

C-reactive protein berikatan dengan


polisakarida dan peptidopolisaka-rida
yang terdapat pada bakteri, fungi,
dan parasit dengan adanya kalsium
Selain itu, CRP dapat juga terikat pada
komponen inti sel pejamu yang
apoptosis atau nekrosis seperti
ribonukleoprotein, sehingga berpe-
ran pada pembersihan jaringan.4
Konsentrasi CRP serum pada populasi
dewasa normal rata-rata ialah 0,8
mg/L (kisaran 0,3-1,7 mg/L) dan <10
mg/L pada 99% sampel normal....
4. Dewi Rachmawati PEMBERIAN Penelitian Pemberian terapi external cooling
TERAPI deskriptif pada pasien demam akibat sepsis berat
EXTERNAL atau syok sepsis dilakukan dengan
COOLING menggunakan cooling blankets atau
PASIEN DEMAM selimut air-circulating cooling, seka
AKIBAT SEPSIS (sponge baths), water blankets atau
BERAT ATAU wraps ice packs, atau cooling pads
SYOK SEPSIS DI dengan kecepatan pendinginan sampai
INSTALASI dengan 1,5οC per jam untuk mencapai
GAWAT target temperatur 33 OC atau 32-34
DARURAT OC
Setelah dilakukan external cooling
selama 24 jam atau lebih segera
rewarming dengan kecepatan 0,2οC-
0,33οC per jam selama 8 jam atau >
12 jam diikuti pemeriksaan
laboratorium, vital sign, EKG dan
pencegahan terjadinya shivering
External cooling salah satu terapi
yang memberikan efek protektif
dengan memodulasi respon inflamasi
dan mensupresi reaksi inflamasi,
menghambat pembentukan apoptosis,
radikal bebas, agregrasi platelet,
menurunkan kecepatan metabolisme
dan menghambat pertumbuhan
endotoksin pada pasien demam akibat
sepsis atau syok sepsis Pemberian
Terapi External Cooling Pasien
Demam Akibat Sepsis Berat Atau
Syok Sepsis Di Instalasi Gawat
Darurat 151 Pendahuluan Demam
atau fever adalah peningkatan suhu
tubuh ≥38,3OC dari suhu normal
Ketika demam atau fever ini
disebabkan oleh infeksi maka pasien
akan didiagnosa dengan sepsis
Pasien dengan sepsis berat 90% pasti
deman atau fever dan 10-20%
mengalami hipotermia sehingga
pasien demam pada sepsis merupakan
tanda perburukan outcome yang
berhubungan dengan peningkatan
mortalitas 40-60% (Schortgen, 2012)
Demam merupakan respon alami dari
dalam tubuh yang bermanfaat dalam
melawan infeksi akan tetapi demam
ini juga dapat membahayakan tubuh
apabila tidak dikontrol.
Akan tetapi pada pasien demam
dengan sepsis berat atau syok sepsis
terjadi stress atau kerusakan sistem
thermoregulasi maka terjadi kegagalan
kompensasi dan induksi patogen
semakin menyebabkan dysregulated
respon inflamasi Ditambah lagi
adanya demam pada sepsis akan
meningkatkan metabolisme rate 6-7%
pada setiap kenaikan 1οC temperatur,
meningkatkan kebutuhan oksigen
(oxygen demand) dan vassopressor
sehingga akan menstimulasi
pengeluaran respon inflamasi yang
semakin banyak, menstimulasi
produksi apoptosis yang merupakan
jalan untuk terjadi kerusakan sel pada
organ tubuh, meningkatkan kerusakan
protein (denaturasi protein) dan
degradasi organ intraseluler
Kerusakan organ tersebut bisa terjadi
di otak, ginjal, jantung yang akhirnya
terjadi multiple organ disfunction
yang menyebabkan kematian
langsung (Schortgen, 2012; Zaaqoq &
Yende, Dewi, R, Pemberian Terapi
External Cooling Pasien Demam
Akibat Sepsis Berat Atau Syok Sepsis
Di Instalasi Gawat Darurat 152 2013;
Shime et al, 2013; Huet et al, 2007).
Demam dengan tanda syok tersebut
merupakan gejala umum yang
diperlihatkan di unit gawat darurat
dan memerlukan penilaian dan
penanganan secara tepat
Salah satu penanganan demam pada
pasien septis berat atau syok sepsis
yang dianjurkan adalah External
cooling (Saltzberg, 2013) External
cooling merupakan salah satu terapi
untuk menurunkan efek atau
komplikasi yang serius dari demam
pada pasien sepsis
External cooling merupakan salah satu
pilihan yang dapat digunakan untuk
mengontrol demam pada pasien
dengan sepsis tanpa mengekspos
pasien dengan efek samping dari obat
antipiretik seperti peningkatan resiko
perdarahan dan toksisitas pada ginjal
maupun hati Eksternal cooling yang
dilakukan selama 24 jam dengan
mempertahankan suhu tubuh antara 32
OC dan 34 OC pada pasien syok
sepsis atau sepsis berat dapat berefek
pada lima area pokok patofisiologi
syok sepsis akibat demam seperti
pertama, menghambat inflamasi
dengan mengurangi pengeluaran
mediator inflamasi
.Penggunaan eksternal cooling pada
pasien sepsis berat atau syok sepsis ini
telah dilakukan beberapa penelitian
Diperkuat penelitian Johansen et al
(2015) yang menyatakan dengan mild
hipotermia maka akan meningkatkan
fungsi coagulopaty pada pasien sepsis
syok, dimana efek positif hal tersebut
adalah akan meningkatkan survival
pada pasien Dewi, R,
Pemberian Terapi External Cooling
Pasien Demam Akibat Sepsis Berat
Atau Syok Sepsis Di Instalasi Gawat
Darurat 153 Akan tetapi pemberian
eksternal cooling ini juga terdapat
beberapa efek samping pada pasien
sepsis dengan demam antara lain
menggiggil, peningkatan produksi
laktat dan terjadinya aritmia (Sadaka
et al, 2013)
Oleh karena itu berdasarkan ulasan
diatas akan dibahas lebih detail terkait
intervensi pemberian external cooling
pada pasien demam dengan sepsis
berat atau syok septik
Metode Metode yang digunakan
dalam literature review ini adalah
mengumpulkan dan melakukan
analisa textbook dan artikel yang
terkait dengan pemberian terapi
external cooling pada pasien demam
dengan penyebab sepsis berat atau
syok sepsis
Hasil Apabila ada pasien datang
dengan deman ke unit gawat darurat
maka dilakukan triage untuk
mendeteksi awal adanya sepsis atau
syok sepsis dengan memeriksa heart
rate, respirasi rate, suhu tubuh dan
saturasi oksigen....

5. Muhammad Budi Lactate Clearance Penelitian ini Data karakteristik menunjukkan


Kurniawan, Erwin sebagai Prediktor merupakan bahwa dari
Pradian, A. Muthalib Mortalitas pada studi 51 pasien yang menjadi subjek
Nawawi Pasien Sepsis Berat observasional penelitian
dan analitik dengan diketahui bahwa lebih banyak pasien
Syok Septik di rancangan dengan
Intesive Care Unit penelitian laki-laki dibanding dengan
Rumah Sakit Dr. kohort perempuan. Dari
Hasan Sadikin prospektif. data usia dapat dilihat seluruh subjek
Bandung. masuk
ke dalam kriteria inklusi (Tabel 1).
Nilai lactate clearance pada pasien
meninggal lebih kecil dibanding
dengan pasien hidup dengan
perbedaan yang signifikan (p<0,05;
Tabel 2). Kemudian, ditentukan nilai
titik potong dan data dimasukkan pada
kurva ROC. Nilai titik potong lactate
clearancedidapatkan 40,15. Pada
output kurva ROC menunjukkan
bahwa nilai lactate
clearancemempunyai nilai diagnostik
yang sangat baik karena kurva sangat
jauh dari garis 50% dan mendekati
100%. Nilai AUC yang diperoleh dari
metode ROC adalah sebesar 95,9%
dan nilai p sebesar 0,000 (Gambar 1).
Pada kelompok subjek yang
meninggal
ditemukan nilai lactate clearance yang
rendah dan pada kelompok yang
hidup memiliki nilai lactate clearance
yang tinggi. Variabel kategori lactate
clearance terdapat perbedaan yang
bermakna dengan angka kejadian
mortalitas (p<0,05; Tabel 3). Nilai
sensitivitas dan nilai duga positif pada
variabel lactate clearancelebih tinggi
dibanding dengan APACHE II dan
nilai akurasi variabel lactate
clarancemendekati nilai akurasi
APACHE II.
6. Diana Anugrah KARAKTERISTI Metode Hasil penelitian menunjukkan
Lestari, K DAN penelitian yangbahwa karakteristik pasien tertinggi
ViriyanataWijaya, PENGGUNAAN digunakan berdasarkan jenis kelamin adalah
Hadi Kuncoro ANTIBIOTIK adalah studi
perempuan (55%), berdasarkan usia
PASIEN SEPSIS non adalah rentang usia 45-64 tahun
DI RUMAH eksperimental (73,33%), berdasarkan pekerjaan
SAKIT ABDUL dengan adalah
WAHAB rancangan IRT (36,66%) dan berdasarkan ruang
SJAHRANIE deskriptif. rawat inap adalah ruang rawat inap
PERIODE 2017. kelas
III (60%). Sebanyak 40% subjek
penelitian menggunakan antibiotik
tunggal dan 60% menggunakan
antibiotik
kombinasi. Profil penggunaan
antibiotik
menunjukkan antibiotik monoterapi
yang
paling banyak digunakan adalah
Ceftriaxone (21,66%) dan antibiotik
kombinasi yang paling banyak
digunakan
adalah Ceftriaxone dengan
Metronidazole
(16,66%).
7. Juniarty J. P. Gambaran Sumber metode hasil penelitian didapatkan bahwa
Nainggolan, Terjadinya Infeksi penelitian ini sumber terjadinya infeksi sepsis dan
Lucky T. Kumaat pada Penderita menggunakan syok septik paling banyak disebabkan
Mordekhai L. Laihad Sepsis dan Syok purposive pneumonia (50 orang) yaitu HAP 21
Septik di ICU sampling pasien (31,3%), CAP 11 pasien
RSUP Prof. Dr. R. (16,4%), VAP 18 pasien (26,9%).
D. Kandou Manado Sumber lainnya ialah urosepsis 8
Periode Agustus pasien (11,9%), kolangitis 3 pasien
2016 sampai (4,5%), abses 2 pasien (3,0%) , kaki
dengan September diabetes 1 pasien (1,5%), osteomielitis
2017 1 pasien (1,5%), ulkus dekubitus
1pasien (1,5%),
dan infeksi intraabdomen 1 pasien
(1,5%).
8. Isabella Kusuma PENGGUNAAN Penelitian ini Hasil menunjukkan perubahan kadar
Anjelin, NICAS SEBAGAI merupakan asam laktat yang signifikan (p =
Antonius Freddy, PENGGANTI penelitian 0,002). Dari semua variabel
Soeryanto Eko, ASAM LAKTAT observasional hemodinamik yang diperiksa dengan
Agung Nugroho, UNTUK analitik dengan NiCAS, perubahan signifikan hanya
Nanik Setijowati MENGEVALUASI pengambilan didapatkan pada total body water (p =
KEBERHASILAN data primer 0,006). Tidak didapatkan korelasi
RESUSITASI yang dilakukan yang signifikan antara perubahan
SEPSIS DAN di IGD RS. dr. kadar asam laktat dengan perubahan
SYOK SEPSIS Saiful Anwar variabel hemodinamik (p > 0,05). Ada
(RSSA) kesesuaian antara perubahan kadar
Malang mulai asam laktat dengan perubahan
Desember variabel
2017- hemodinamik (p > 0,05) tetapi hanya
Desember pada 50-65% kasus. Terdapat
2018. kesesuaian perubahan kadar asam
laktat dengan variabel-variabel
hemodinamik pada sebagian kasus.
Penggunaan alat NiCAS bisa
dipertimbangkan untuk monitoring
pasien, tetapi belum bisa
menggantikan fungsi asam laktat
9. Achmad C. SIRS/SEPSIS DAN Penelitian SIRS/Sepsis dan syok septik dapat
Romdhoni SYOK SEPTIK deskriptif terjadi pada penderita tumor ganas
PADA kepala dan leher yang disebabkan
PENDERITA kondisi imun yang menurun
TUMOR GANAS (immunocompromised). Hal ini
KEPALA DAN dapat disebabkan karena penyakitnya
LEHER dan karena faktor pengobatan yang
kurang tepat, sehingga penderita
mudah terkena infeksi
yang dapat berlanjut menjadi sepsis
bahkan syok septik. Patogenesis
SIRS/sepsis terutama disebabkan
adanya pelepasan endotoksin bakteri
secara masif dan tidak terprediksi
dalam sirkulasi dan jaringan. Terapi
SIRS/sepsis dan syok septik adalah
pengobatan dasar (basic support),
pemberian antibiotika, serta terapi
suportif lainnya. Antibiotika diberikan
secara rasional berdasarkan percobaan
empirik dan kultur kepekaan. Selain
itu juga diberikan kombinasi antara
antibiotika β-laktam dan kombinasi β-
laktam - β-laktamase inhibitor,
aminoglikosida dan kuinolon.
Pemberian
kombinasi diharapkan agar didapatkan
mekanisme kerja yang sinergis dan
konsentrasi yang adekuat di dalam
darah,
khususnya di jaringan yang
merupakan
sumber infeksi. Beberapa faktor
penyebab kegagalan
terapi, antara lain beratnya penyakit
dasar, keterlambatan diagnosis, derajat
sepsis, sarana rumah sakit yang belum
merata dan mahalnya harga obat-
obatan yang digunakan.
10. Afidatul Umroh TATALAKSANA Metode Penulisan artikel ini menggunakan
SYOK SEPTIK literature metode literature review. Penulisan ini
review ini menggunakan sebanyak 34 artikel dari
dilakukan jurnal internasional dan 2 buku yang
untuk dipublikasikan dalam rentang tahun
membahas 1994-
seputar 2020. Referensi yang digunakan
penanganan didapat
yang tepat dengan melakukan literature searching
pada syok dari database NCBI dengan kata kunci
septik septic shock, therapy, epidemiology,
dan risk factor dalam rentang tahun
2010-2020.
Literature searching ini menghasilkan
861
artikel yang kemudian dipilih 34
artikel.
Sumber bacaan yang telah dipilih
kemudian dianalisis dengan metode
systemic literature
review yang meliputi pengumpulan,
evaluasi, dan pengembangan
penelitian
dengan fokus tertentu.
Diagnosis syok septik dapat diketahui
dengan menilai variabel-variabel yang
telahditentukan. Variabel tersebut
digunakan sebagai penanda adanya
kerusakan organ organ dalam tubuh
akibat adanya reaksi
terhadap infeksi. Quick Sequential
Organ
Failure Assessment (qSOFA) adalah
suatu
metode untuk menilai secara cepat
keadaan
pasien yang diduga mengalami infeksi
berat. qSOFA mencakup penilaian
terhadap
kecepatan respirasi, perubahan status
mental, dan tekanan darah yang ada
pada
pasien. Abnormalitas yang ditemui
pada
variabel-variabel tersebut
menempatkan
pasien pada prognosis yang lebih
buruk bila tidak ditangani secara cepat
dan tepat.
Penilaian pada variabel-variabel
dengan
SOFA lebih lanjut akan membantu
menentukan adanya kerusakan organ-
organsecara lebih menyeluruh (Marik
& Taeb,2017)
Sepsis erat kaitannya dengan
vasodilatasi, kebocoran kapiler, dan
penurunan efektivitas sirkulasi darah
dalam tubuh.
Gangguan hemodinamik ini kemudian
akan mengganggu perfusi jaringan
pada sepsis (Dugar, Choudhary, &
Duggal, 2020).
Tujuan terapi pada sepsis dan syok
septik
ialah untuk mengembalikan volume
intravaskular, eradikasi infeksi,
meningkatkan distribusi okigen ke
jaringan, dan mengembalikan
disfungsi organ (Dugar
et al., 2020).
HASIL dari setengah pasien di ICU ialah pasien berusia 65 tahun ke
atas dengan diagnosis penyakit kritis seperti sepsis.Sepsis
Angka kejadian sepsis tidak dipengaruhi jenis kelamin tetapi
terbukti menjadi ancaman bagi pasien geriatri. Berdasarkan
dipengaruhi usia dan jenis penyakit yang mendasarinya. Beberapa
penelitian terdahulu pasien berusia ≥65 tahun memiliki angka
penelitian dilaku- kan terkait hubungan jenis kelamin dengan
mortalitas sepsis yang tinggi dibandingkan dengan pasien yang
sepsis mendapatkan bahwa laki-laki lebih rentan terkena sepsis.
lebih muda.3 Insiden sepsis meningkat tajam di usia dewasa-tua
Laki-laki cenderung mengalami infeksi di paru, sedangkan
yaitu usia <65 tahun dengan 17,7% dan usia >65 tahun dengan
perempuan cenderung mengalami infeksi saluran kencing.
27,7%. Pasien sepsis dengan usia geriatri juga meninggal lebih
Penyebab tersering untuk sepsis ialah infeksi paru. Penelitian lain
awal pada saat rawat inap; sekitar 26% meninggal dunia pada
mendapatkan hasil yang beragam yaitu perempuan memiliki 10%
minggu pertama pada masa perawatan di rumah sakit. Seiring
kemungkinan terkena sepsis dan meninggal dunia. Juga terdapat
dengan bertambahnya usia maka sistem imun juga semakin
penelitian yang melaporkan bahwa jenis kelamin tidak
menurun sehingga infeksi atau keadaan sepsis dapat lebih
berpengaruh bermakna terhadap sepsis.
mudah terjadi. Pada penelitian ini didapatkan bahwa terdapat 13
Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1979-2000 pasien sepsis dengan kelompok usia 60-90 tahun, dan terdapat 1
mengenai epidemiologi sepsis mendapatkan bahwa rata-rata usia pasien dengan severe sepsis dan 1 pasien dengan syok sepsis
untuk pasien sepsis jenis kelamin perempuan 62,1 tahun dan pada kelompok usia 65-74 tahun. Hasil penelitian ini sejalan
untuk laki-laki 56,9 tahun dengan jumlah penderita laki- laki yang dengan hasil penelitian sebelumnya serta teori pendukung.
lebih banyak. Menurut penelitian pada tahun 2008 tidak terdapat PEMBAHASAN
perbedaan atau hanya sedikit bperbedaan antara kedua jenis
kelamin. Pengertian
Data rekam medik pada penelitian ini memeperlihatkan bahwa Sepsis merupakan sepsis dengan perfusi abnormal dan
jumlah pasien sepsis di ICU ialah 19 berjenis kelamin perempuan dan hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg atau menurun
16 berjenis kelamin laki- laki. Berdasarkan data penelitian ini terlihat >40 mmHg di bawah tekanan darah dasar (baseline) pasien
bahwa jumlah pasien laki-laki dan perempuan cukup jauh berbeda tersebut atau tekanan arteri rata-rata <70 mmHg) selama
dalam persentase namun tidak dapat disimpulkan mengenai sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah dilakukan
kemaknaannya karena tidak dilakukan perhitungan statistik. resusitasi cairan yang adekuat, atau sepsis yang membutuhkan
vasopresor untuk mempertahankan agar tekanan darah sistolik
Sepsis memang sudah menjadi masalah yang serius tetap ≥90 mmHg atau tekanan arteri rata-rata ≥70 mmHg.
pada pasien dengan usia tua atau geriatri dan angka mortalitas Peningkatan laktat serum menjadi tanda hipoperfusi jaringan
meningkat sangat tajam seiring dengan bertambahnya usia. dan syok septik. Pada tahun 2001, konferensi definisi sepsis
Berdasarkan data yang didapatkan di Amerika Serikat, lebih internasional diselenggarakan oleh SCCM, the European
Society of Intensive Care Medicine (ESICM), the American rata ≥65 mmHg dan konsentrasi laktat darah >2 mmol/L (>18
College of Chest Physicians (ACCP), the American Thoracic mg/dL) meskipun telah dilakukan resusitasi cairan yang
Society (ATS), dan the Surgical Infection Society (SIS). adekuat. Risiko mortalitas pasien yang dirawat menjadi >40%.
Konferensi ini masih tetap menggunakan definisi di atas, Etiologi
selain itu mengembangkan konsep sistem penderajatan untuk
sepsis berdasarkan empat karakteristik terpisah yang disebut Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun
PIRO. Huruf P mewakili predisposisi, mengindikasikan sepsis dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering,
faktor-faktor yang memengaruhi pasien terhadap terjadinya disebabkan oleh jamur). Mikroorganisme kausal yang paling
sepsis meliputi faktor genetik, lingkungan, dan kondisi sering ditemukan pada orang dewasa adalah Escherichia coli,
komorbid. Huruf I mewakili infeksi, termasuk lokasi infeksi, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pneumonia. Spesies
sumber infeksi, dan jenis organisme. Huruf R mewakili Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga sering
respon terhadap adanya infeksi, termasuk timbulnya SIRS. ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang
Huruf O mewakili disfungsi organ, termasuk kegagalan kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme
sistem organ seperti sistem koagulasi. Definisi baru untuk penyebab infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari
sepsis dan syok septik telah direkomendasikan oleh host terhadap infeksi. Kultur darah positif pada 20-40% kasus
SCCM/ESICM dalam konsensus internasional ke-3 (Sepsis- sepsis dan pada 40-70% kasus syok septik. Dari kasus-kasus
3) pada tahun 2016. Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi dengan kultur darah yang positif, terdapat hingga 70% isolat
organ yang mengancam jiwa, disebabkan oleh yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram positif atau
ketidakmampuan respon pejamu terhadap infeksi. Disfungsi gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau
organ dapat diidentifikasi sebagai perubahan akut sebagai mikroorganisme campuran lainnya.
konsekuensi infeksi yang dirumuskan dalam skor sequential Kultur lain seperti sputum, urin, cairan serebrospinal, atau
(sepsis-related) organ failure assessment (SOFA) ≥2 (Tabel cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik, tetapi
1). Penekanan pada disfungsi organ yang mengancam jiwa daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin
konsisten dengan pandangan bahwa cacat seluler mendasari tidak dapat diakses oleh kultur. Insidensi sepsis yang lebih
kelainan fisiologik dan biokimia sistem organ spesifik. Skor tinggi disebabkan oleh bertambah tuanya populasi dunia,
SOFA ≥2 mencerminkan risiko mortalitas rata-rata 10% pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat bertahan
untuk pasien yang dirawat di rumah sakit dengan tersangka hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi
infeksi. Syok septik merupakan bagian dari sepsis dengan di antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan
disfungsi peredaran darah dan selular/metabolik yang glukokortikoid atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya
mendasari, dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian. pemasangan kateter), dan ventilasi mekanis. Sepsis dapat
Pasien syok septik dapat diidentifikasi secara klinis yaitu dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh. Daerah
sepsis dengan disertai hipotensi menetap yang membutuhkan infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-
vasopresor untuk mempertahankan agar tekanan arteri rata- paru, saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang
sering dihubungkan dengan sepsis yaitu: virulen dibanding bakteri tidak berkapsul. Struktur lain berupa
1) Infeksi paru-paru (pneumonia) protein A, seperti pada dinding sel Staphylococcus aureus,
menghambat ikatan antibodi pejamu terhadap permukaan
2) Flu (influenza) patogen (sebagai antigen).Antibodi mengikat antigen melalui
3) Appendiksitis bagian Fab, protein A mengikat bagian Fc antibodi sehingga
menghambat opsonisasi dan fagositosis. Beberapa patogen
4) Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis) menghindari fagositosis dengan cara melepaskan produk
5) Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus poten di jaringan yang dapat membunuh sel fagosit.
Streptococci memroduksi hemolisin yang melisiskan eritrosit
urinarius) dan merangsang efek toksik pada leukosit dan makrofag.
6) Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika Staphylococcus melepaskan leukocidin yang menyebabkan
infus atau kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui pelepasan lisosom ke dalam sitoplasma.
kulit 7) Infeksi pasca operasi Kebanyakan patogen harus menempel pada sel pejamu
8) Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau sebelum terjadi infeksi. Struktur permukaan sel patogen yang
encephalitis.Sekitar pada satu dari lima kasus, infeksi dan memediasi penempelan disebut adhesin, contohnya fimbriae
sumber sepsis tidak dapat terdeteksi (pili) dan lipoteichoic acid (LTA) pada bakteri. Fimbriae
Patofisiologi membuat bakteri melekat pada permukaan sel pejamu,
sehingga meningkatkan kemampuan patogen untuk kolonisasi.
Sepsis timbul akibat respon pejamu terhadap infeksi, Fimbriae digunakan oleh Neisseria gonorrhoeae untuk
yang diarahkan untuk mengeliminasi patogen. Patogen melekat pada sel epitel traktus genitourinarius. Strain
memiliki mekanisme atau faktor virulensi yang bervariasi Escherichia coli juga menggunakan fimbriae untuk melekat
sehingga memungkinkan patogen untuk bertahan dalam pada sel usus halus, sehingga nantinya mengeluarkan toksin
tubuh pejamu dan menyebabkan penyakit. Faktor virulensi yang menyebabkan gejala diare. Streptococcus pyogenes
menyebabkan patogen mampu menghambat fagositosis, memiliki LTA yang terintegrasi pada peptidoglikan tebal
memfasilitasi adhesi ke sel atau jaringan pejamu, untuk melekat pada sel epitel faring.
meningkatkan survival intrasel setelah difagosit, dan
merusak jaringan melalui produksi toksin dan enzim Beberapa patogen berkemampuan untuk bertahan dan
ekstrasel. memperbanyak diri dalam sel fagosit setelah difagosit,
dengan cara mencegah fusi fagosom dan lisosom
Kapsul menghambat fagositosis terutama dengan cara (fagolisosom), bertahan terhadap efek dari isi lisosom, atau
menutupi struktur permukaan sel sehingga tidak dikenali keluar dari fagosom ke dalam sitoplasma. Sebagai contoh,
oleh reseptor sel fagosit. Bakteri berkapsul seperti Mycobacterium tuberculosis dan Legionella pneumophila
Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza mencegah pembentukan fagolisosom, Mycobacterium leprae
dihubungkan dengan infeksi yang sangat invasif dan lebih menginaktivasi reactive oxygen species (ROS) dan nitrogen
species, dan Listeria monocytogenes merusak membran bersirkulasi, perdarahan, gangguan sistem imun, dan akhirnya
fagosom dan keluar ke sitoplasma kematian.
Kemampuan patogen untuk menghasilkan toksin Respon Pejamu
(eksotoksin atau endotoksin) merupakan faktor utama Terdapat dua mekanisme pertahanan tubuh terhadap
lainyang berperan terhadap virulensi dan invasi patogen. patogen yaitu respon imun bawaan dan didapat. Respon imun
Eksotoksin diproduksi terutama oleh bakteri Gram positif, bawaan berespon secara cepat melalui reseptor selular dan
dan disekresi ke lingkungan ekstrasel bakteri sehingga daat solubel yang disebut sebagai pattern-recognition receptor
berinteraksi dengan sel pejamu dan mengganggu (PRR). Reseptor selular diekpresikan pada membran dan
metabolisme normalnya. Sebagai contoh, Corynebacterium sitoplasma oleh hampir semua sel terutama sel fagosit
diphtheriae mengeluarkan toksin difteri yang bekerja (terutama makrofag dan neutrofil) dan sel dendritik.
menghambat sintesis protein, sehingga terjadi nekrosis sel-
sel jantung, saraf, dan hati. Streptococcus pyogenes Molekul solubel berperan pada respon awal terhadap
memroduksi streptolysin O yang merusak membran sel, mikroorganisme patogen yang berada di aliran darah dan
menyebabkan faringitis. Toksin Vibrio cholerae cairan ekstraselular lainnya. Komponen molekul solubel
menyebabkan peningkatan cyclic adenosine monophosphate utama adalah sistem komplemen, pentraxins, collentins, dan
(cAMP) pada sel epitel usus, sehingga terjadi diare karena ficolins. Molekul solubel dapat berperan sebagai opsonin
hipersekresi klorida dan air. Di satu sisi, endotoksin melalui ikatan dengan mikroorganisme, sehingga
diproduksi oleh bakteri Gram positif dan negatif. Bakteri memudahkan sel fagosit yang memiliki reseptor membran
Gram negatif memroduksi lipopolisakarida (LPS) yang spesifik terhadap opsonin, untuk memfagosit pathogen
menyusun membran luar bakteri dan terdiri atas 3 regio, tersebut. Selain itu, molekul solubel dapat bersifat
yaitu polisakarida spesifik-O, polisakarida inti, dan lipid A. kemoatraktan yang akan merangsang respon inflamasi dengan
Aktivitas toksin dari endotoksin terdapat pada lipid A. menarik lebih banyak sel fagosit ke lokasi infeksi dan
Paparan terhadap endotoksin dapat menyebabkan efek yang langsung mengeliminasi patogen tersebut. Contoh peran
sistemik, seperti perubahan tekanan darah dan suhu tubuh, molekul solubel yaitu aktivasi sistem komplemen pada jalur
abnormalitas koagulasi, penurunan jumlah sel leukosit dan alternatif. Secara normal, komplemen C3 di plasma teraktivasi
trombosit yang bersirkulasi, perdarahan, gangguan sistem terus menerus dalam tingkat rendah menghasilkan C3b. Saat
imun, dan akhirnya kematian. menyusun membran luar ada mikroorganisme patogen, C3b bisa mengenali struktur
bakteri dan terdiri atas 3 regio, yaitu polisakarida spesifik-O, permukaan mikroorganisme seperti LPS untuk selanjutnya
polisakarida inti, dan lipid A. Aktivitas toksin dari mengaktivasi jalur alternatif sistem komplemen. Fragmen C3a
endotoksin terdapat pada lipid A. Paparan terhadap dan C5a yang bersifat kemoatraktan akan menarik lebih
endotoksin dapat menyebabkan efek yang sistemik, seperti banyak fagosit ke lokasi infeksi dan langsung mengeliminasi
perubahan tekanan darah dan suhu tubuh, abnormalitas patogen tersebut. Contoh peran molekul solubel yaitu aktivasi
koagulasi, penurunan jumlah sel leukosit dan trombosit yang sistem komplemen pada jalur alternatif. Secara normal,
komplemen C3 di plasma teraktivasi terus menerus dalam 2) frekuensi nadi >90 kali/menit;
tingkat rendah menghasilkan C3b. Saat ada mikroorganisme 3) frekuensi napas >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg;
patogen, C3b bisa mengenali struktur permukaan
mikroorganisme seperti LPS untuk selanjutnya mengaktivasi 4) jumlah leukosit >12.000/µL atau <4.000/ µL atau >10%
jalur alternatif sistem komplemen. Fragmen C3a dan C5a bentuk imatur (batang). Sekurangnya dua dari empat kriteria
yang bersifat kemoatraktan akan menarik lebih banyak di atas harus terpenuhi untuk mendefinisikan SIRS. Meskipun
fagosit ke lokasi infeksi SIRS sering terjadi karena infeksi, keadaan non-infeksi seperti
luka bakar, pakreatitis akut, dan trauma, dapat juga
Respon imun didapat melibatkan sejumlah besar sel menyebabkan SIRS. Kriteria di atas tidak memasukkan
efektor dan molekul antibodi yang berfungsi untuk eliminasi penanda biokimia, seperti C-reactive protein (CRP),
patogen, dan sel memori yang melindungi pejamu dari prokalsitonin, atau interleukin (IL)-6, yang sering meningkat
infeksi berulang. Respon imun didapat melawan bakteri pada sepsis. Sepsis didefinisikan sebagai SIRS yang disertai
intrasel melibatkan sel limfosit T dan aktivasi sel fagosit infeksi yang terbukti atau dicurigai.
(cell-mediated immunity). Sel T melawan infeksi melalui 2
cara, yaitu pertama sel T helper (CD4+) mengaktivasi sel Sepsis
fagosit melalui aksi ligan CD40 dan interferon gamma (IFN- Sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang
γ), menyebabkan matinya bakteri yang bertahan dan mengancam jiwa, disebabkan oleh ketidakmampuan respon
memperbanyak diri dalam sel fagosit, dan kedua sel T pejamu terhadap infeksi. Disfungsi organ dapat diidentifikasi
sitotoksik (CD8+) menghancurkan sel terinfeksi termasuk sebagai perubahan akut sebagai konsekuensi infeksi yang
mengeliminasi bakteri di dalamnya. Terhadap bakteri dirumuskan dalam skor sequential (sepsis-related) organ
ekstrasel respon imun melibatkan antibodi terhadap antigen failure assessment (SOFA) ≥2 (Tabel 1). Penekanan pada
dinding sel dan toksin bakteri. Antibodi berperan melalui disfungsi organ yang mengancam jiwa konsisten dengan
mekanisme neutralisasi, opsonisasi, dan aktivasi komplemen pandangan bahwa cacat seluler mendasari kelainan fisiologik
melalui jalur klasik. dan biokimia sistem organ spesifik. Skor SOFA ≥2
Klasifikasi mencerminkan risiko mortalitas rata-rata 10% untuk pasien
yang dirawat di rumah sakit dengan tersangka.
Pertama, pada tahun 1991 the American College of
Chest Physicians and Society of Critical Care Medicine Sepsis Berat
(ACCP/SCCM) mengajukan konsep SIRS, sepsis, sepsis Sepsis berat adalah sepsis yang Disertai dengan satu atau
berat, dan syok septik. lebih tanda disfungsi organ, seperti menurunnya fungsi ginjal,
SIRS hipoksemia, dan perubahan status mental.
Kriteria SIRS meliputi: Syok Septik
1) suhu tubuh >38◦C atau <36◦C per oral; Syok septik merupakan sepsis dengan perfusi abnormal
dan hipotensi (tekanan darah sistolik <90 mmHg atau Konsisten dengan infeksi, diagnosis mudah ditegakkan dan
menurun >40 mmHg di bawah tekanan darah dasar terapi dapat dimulai secara dini.
(baseline) pasien tersebut atau tekanan arteri rata-rata <70 Pada bayi dan orang tua, manifestasi awalnya
mmHg) selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun telah kemungkinan adalah kurangnya Beberapa gambaran yang
dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, atau sepsis yang lebih menonjol, yaitu pasien ini mungkin lebih sering
membutuhkan vasopresor untuk mempertahankan agar ditemukan Dengan manifestasi hipotermia dibandingkan
tekanan darah sistolik tetap ≥90 mmHg atau tekanan arteri dengan hipertermia, leukopenia dibandingkan Leukositosis,
rata-rata ≥70 mmHg. Peningkatan laktat serum menjadi dan pasien tidak dapat ditentukan skala takikardia yang
tanda hipoperfusi jaringan dan syok septik . Pasien syok dialaminya (seperti pada pasien tua yang mendapatkan beta
septik dapat diidentifikasi secara klinis yaitu sepsis dengan blocker atau antagonis kalsium) atau pasien ini kemungkinan
disertai hipotensi menetap yang membutuhkan vasopresor menderita takikardia yang berkaitan dengan penyebab yang
untuk mempertahankan agar tekanan arteri rata-rata ≥65 lain (seperti pada bayi yang gelisah). Pada pasien dengan usia
mmHg dan konsentrasi laktat darah >2 mmol/L (>18 mg/dL) yang ekstrim, setiap keluhan sistemik yang non-spesifik dapat
meskipun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat. mengarahkan adanya sepsis, dan memberikan pertimbangan
Risiko mortalitas pasien yang dirawat menjadi >40%. sekurang- kurangnya infeksi, seperti foto toraks dan urinalisis.
Manifestasi Klinis Pasien yang semula tidak memenuhi kriteria sepsis mungkin
Gejala Klinis Syok Sepsis berlanjut menjadi gambaran sepsis yang terlihat jelas
sepenuhnya selama perjalanan tinggal di unit gawat darurat,
Perjalanan sepsis akibat bakteri diawali oleh proses dengan permulaan hanya ditemukan perubahan samar-samar
infeksi yang ditandai dengan bakteremia selanjutnya pada pemeriksaan.
berkembang menjadi systemic inflammatory response
syndrome (SIRS). Dilanjutkan sepsis, sepsis berat, syok Perubahan status mental seringkali merupakan tanda klinis
sepsis dan berakhir pada multiple organ dysfunction pertama disfungsi organ, karena perubahan status mental
Syndrome (MODS). dapat dinilai tanpa pemeriksaan laboratorium, tetapi mudah
terlewatkan pada pasien tua, sangat muda, dan pasien dengan
Sepsis dimulai dengan tanda klinis respons inflamasi kemungkinan penyebab perubahan tingkat kesadaran, seperti
sistemik (yaitu demam, Takikardia, takipnea, leukositosis) intoksikasi. Penurunan produksi urine (≤0,5ml/kgBB/jam)
dan berkembang menjadi hipotensi pada kondisi Vasodilatasi merupakan tanda klinis yang lain yang mungkin terlihat
perifer (renjatan septik hiperdinamik atau “hangat”, dengan sebelum hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan dan
muka kemerahan dan Hangat yang menyeluruh serta seharusnya digunakan sebagai tambahan pertimbangan klinis.
peningkatan curah jantung) atau vasokonstriksi perifer
(renjatan septik hipodinamik atau “dingin” dengan anggota Pemeriksaan Penunjang
gerak yang biru atau putih Dingin). Pada pasien dengan • Pemeriksaan Laboratorium
manifestasi klinis ini dan gambaran pemeriksaan fisik yang
Pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk melihat kultur bakteri diperlukan pada setiap pasien.
variable inflamasi, • Pemeriksaan Rontgen
• Pemeriksaan ekspresi HLD-DR ialah salah satu Pemeriksaan rontgen dada diperlukan pada pasien dengan
pemeriksaan yang menandakan terjadinya imunosupresi. kecurigaan sepsis akibat pneumonia. Pemeriksaan rontgen
Ekspresi HLADR yang rendah mampu memrediksi abdominal dengan posisi supine atau lateral decubitus juga
prognosis yang buruk dan meningkatnya risiko infeksi diperlukan pada pasien yang dicurigai terdapat infeksi pada
nosokomial. Penelitian klinis menitikberatkan pada ekspresi abdomen
HLA-DR monosit yang secara bermakna tertekan pada
pasien sepsis tetapi kembali normal dalam waktu 10 hari • CT Scan
pada pasien yang bertahan hidup. Transisi menuju sepsis CT Scan diperlukan untuk menyingkirkan adanya abses
berat dilihat bukan dari hilangnya ekspresi HLA-DR tetapi abdominal atau infeksi pada retroperitoneal. CT Scan kepala
dari kegagalan kembali ke normal diperlukan apabila pasien mengalami perubahan status mental,
• Pemeriksaan sitokin atau dicurigai mengalami infeksi pada daerah kepala (otitis,
sinusitis, riwayat operasi.
yang banyak dilakukan yaitu menggunakan teknik
imunoasay. Enzyme-linked immunosorbant assay (ELISA) Penatalaksanaan
adalah metode pengukuran sitokin yang banyak digunakan. Penatalaksanaan Sepsis berdasarkan kemampuan untuk
Kelemahan ELISA salah satunya ialah hanya dapat mengatasi infeksi dan mempertahankan homeostasis.
mengukur satu sitokin pada sampel. Saat ini telah
dikembangkan teknik multiplex arrays yang mampu Pengelolaan tersebut meliputi : pengobatan penyakit dasar,
mengukur banyak sitokin dalam satu sampel, dan meliputi pemberantasan sumber infeksi, pemberian antibiotika, support
pemeriksaan dengan menggunakan flow cytometry, respirasi, sirkulasi dan hemodinamik dan pemberian cairan.
chemiluminescence, atau electrochemiluminescence Jika terjadi syok septik sudah harus dilakukan perawatan di
ruang intensif.
• Analisis Gas Darah
Tingkat kesembuhan penanganan pasien sepsis tergantung
Analisis gas darah diperlukan terutama pada pasien dengan kepada keberhasilan dalam mengatasi infeksi dasar,
sepsis akibat infeksi pada saluran pernapasan. Adanya mempertahankan sirkulasi dan hemodinamik/perfusi jaringan
hiperlaktatemia dapat mengindikasikan adanya hipoperfusi agar mendapatkan oksigenisasi yang cukup.
jaringan. Pasien dengan hiperlaktatemia memiliki angka
mortalitas yang lebih tinggi. Beberapa tahap penatalaksanaan sepsis adalah (1) Terapi
cairan. Pada pasien sepsis akan terjadi kekurangan cairan
• Pemeriksaan Mikroskopik atau Kultur Bakteri intravaskular relatif sampai berat terutama pada syok septik.
Pemeriksaan mikroskopik dengan pewarnaan Gram dan Pada awalnya tubuh mempertahankan perfusi organ vital
terutama otak dan ginjal dengan mengadakan vasokontriksi
pembuluh darah viseral dan mengurangi aliran darah kekulit. atau IV karena mempunyai efek terhadap bakteri gram (+) dan
Jika upaya mempertahankan perfusi organ gagal, tekanan gram (-). Dan kombinasi Cephalosporin dengan betalaktam.
arteri sentral akan menurun. Untuk itu maka (a) Cairan Dalam pemberian terapi jangan dilupakan pemberian adanya
resusitasi segera diberikan dengan cairan yang ada. (b) mikroorganisme lain sebagai penyebab sepsis yaitu parasit,
Cairan koloid lebih dianjurkan untuk resusitasi awal karena jamur dan virus. Menurut Cunha 2010 pemberian antibiotika
mempunyai efek hemodinamik segera. (c) Infus cairan pada sepsis adalah sebagai berikut : (3) Terapi Suportif .
selanjutnya dapat memakai koloid dan atau kristaloid. Terapi suportif merupakan terapi pendukung yang penting
Pemberian cairan dekstrose 5 % tidak dipakai untuk dalam perbaikan kondisi sepsis. Salah satunya adalah
resusitasi, karena akan disebar segera ke rongga intraseluler. pemberian imunonutrisi kumpulan beberapa nutrient spesifik
Pada syok septik dianjurkan pemberian cairan bolus 1000 ml seperti arginin, glutamin, nukleotida dan asam lemak omega 3.
cairan kristaloid atau 500 ml koloid dalam 20-30 menit. Pemberian imunonutrisi ini memberikan pengaruh terhadap
Pemberian cairan berikutnya dilihat dari respon klinik, parameter imunologik dan inflamasi terutama memperbaiki
pemeriksaan auskultasi paru untuk mendengarkan ronchi, GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue). Diharapkan
pengukuran ventricular filling pressure dan bila mungkin dengan pemberian imunonutrisi terjadi perkembangan
penilaian oksigenisasi. penyakit yang membaik, penurunan komplikasi, jangka waktu
Penilaian terapi cairan dianggap cukup jika dicapai perawatan dan kematian. (4) Terapi Suplementasi. Merupakan
tekanan darah sistolik 90 mm Hg dengan perbaikan perfusi. terapi spesifik pada sepsis yang sampai saat ini masih dalam
Pada pasien tua atau dengan penyakit jantung iskemia atau penelitian. Misalnya pemberian antibodi monoklonal sebagai
penyakit cerebrovaskular perlu tekanan darah > 100 mmHg. antiendotoksin, pemberian steroid, strategi anti mediator,
(2) Pemberian Antibiotika pada keadaan sepsis pada netralisasi NO, hemofiltrasi, fitofarmaka dan Intravenous
prinsipnya sudah berlaku pemberian antibiotika kombinasi Imunoglobulin. Penelitian tersebut masih memerlukan
rasional sesuai dengan hasil kultur dan uji sensitivitas. metanalisis dengan jumlah populasi peneletian yang banyak
Sebelum adanya hasil kultur maka pengobatan empirik sehingga dapat diberikan berdasarkan Evidence Base
dilakukan berdasarkan penyakit dasarnya. Pemberian Medicine.
antibiotika secara empiris adalah Cephalosporin generasi III Kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai