Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembahasan

Membicarakan tentang landasan dalam bimbingan dan konseling pada


dasarnya tidak jauh berbeda dengan landasan-landasan yang biasa diterapkan
dalam pendidikan, seperti landasan dalam pengembangan kurikulum, landasan
pendidikan non formal atau pun landasan pendidikan secara umum.
Landasan dalam bimbingan dan konseling pada hakekatnya merupakan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh
konselor selaku pelaksana utama dalam mengembangkan layanan bimbingan
dan konseling. Ibarat sebuah bangunan, untuk dapat berdiri tegak dan kokoh
tentu membutuhkan fundasi yang kuat dan tahan lama. Apabila bangunan
tersebut tidak memiliki fundasi yang kokoh, maka bangunan itu akan mudah
goyah atau bahkan ambruk. Demikian pula, dengan layanan bimbingan dan
konseling, apabila tidak didasari oleh fundasi atau landasan yang kokoh akan
mengakibatkan kehancuran terhadap layanan bimbingan dan konseling itu
sendiri dan yang menjadi taruhannya adalah individu yang dilayaninya (klien).
Secara teoritik, berdasarkan hasil studi dari beberapa sumber, secara umum
terdapat empat aspek pokok yang mendasari pengembangan layanan
bimbingan dan konseling ada yaitu : landasan filosofis, landasan pendidikan,
landasan psikologis, landasan sosial budaya.

B. Rumusan dan Pertanyaan


1. Bagaimanakah sejarah awal munculnya bimbingan dan konseling?
2. Apa landasan filosofis bimbingan dan konseling?
3. Apa landasan psikologis bimbingan dan konseling?
4. Apa landasan pendidikan bimbingan dan konseling?
5. Apa landasan sosial budaya bimbingan dan konseling?

1
C. Tujuan dan Manfaat Pembahasan
Tujuan :
1. Untuk mengetahui sejarah dari bimbingan dan konseling
2. Untuk mengetahui landasan filosofis bimbingan dan konseling
3. Untuk mengetahui landasan psikologis bimbingan dan konseling
4. Untuk mengetahui landasan pendidikan bimbingan dan konseling
5. Untuk mengetahui landasan sosial budaya bimbingan dan konseling

Manfaat :
1. Kita bisa mengetahui sejarah awal lahirnya bimbingan dan konseling
2. Konselor memiliki pedoman yang akurat dalam memberikan layanan
bimbingan dan konseling kepada klien melalui pemahaman yang
mendalam tentang filsafat manusia.
3. Konselor bisa memahami aspek-aspek psikologis pribadi klien.
4. Konselor bisa memahami pentingnya pendidikan sebagai upaya
pengembangan individu
5. Mengetahui landasan sosial budaya bimbingan dan konseling

D. Metode Pembahasan
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif.. Data yang
diperoleh mula-mula disusun, dijelaskan, kemudian dianalisa. Adapun teknik
yang digunakan adalah studi pustaka, yaitu mencari data penunjang dengan
mengumpulkan data / fakta menggunakan buku. Selain itu, penulis juga
mendapatkan bahan dari internet.

2
BAB II
TINJAUAN TEORETIS

A. Sejarah dan Latar Belakang Bimbingan dan Konseling


1. Di Amerika Serikat1
Pada awal sejarah bimbingan dimulai pada awal abad ke-20 di
Amerika Serikat dengan didirikannya suatu “Vocational Bureau” tahun
1908 oleh Frank Parson, yang untuk selanjutnya dikenal dengan nama
“The Father of Guidance” yang menekankan pentingnya setiap individu
diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami
berbagai kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan
agar dapat dipergunakan secara intelegensi dalam memilih pekerjaan yang
tepat bagi dirinya.
Menurut Arthur E. Traxler and Robert D. North, dalam bukunya
yang berjudul “Techniques of Guidance” (1986), disebutkan beberapa
kejadian penting yang mewarnai sejarah bimbingan diantaranya:
a. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Timbullah suatu gerakan
kemanusiaan yang menitikberatkan pada kesejahteraan manusia dan
kondisi sosialnya. gerakan ini membeantu Vocational Beureau Parsons
dalam bidang keuangan agar dapat menolong anak-anak muda yang
tidak dapat bekerja dengan baik.
b. Agama. Para rohaniwan berpandangan bahwa dunia adalah dimana ada
pertentangan yang secara terus-menerus antara baik dan buruk. Karena
itu bantuan sekolah untuk menyiapkan anak muda agar siap atau
mampu hidup yang lebih baik sangat diperlakukan bantuan dari
sekolah. Dengan adanya garakan atau aliran ini menimbulkan
tumbuhnya gerakan bimbingan disekolah.
c. Aliran kesehatan mental (mental hygiene). Timbul dengan tujuan
perlakuan yang manusiawi terhadap penderita penyakit jiwa dan
perhatian terhadap berbagai gejala, tingkat penyakit jiwa, pengobatan
1
Dewa Ketut Sukardi. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program BK di Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta. hal. 2

3
dan cara pencegahannya. Karena adanya suatu kesadaran bahwa
penyakit ini bisa diobati apabila ditemukan pada tingkat yang lebih dini.
Gerakan ini mendorong para pendidik untuk lebih peka terhadap
masalah-masalah gangguan kejiwaan, rasa tidak aman dan rasa
kehilangan identitas diantara anak-anak muda.
d. Perubahan dalam masyarakat. Akibat dari perang dunia I dan II,
pengangguran, depresi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
wajib belajar dan lain-lainnya, mendorong beribu-ribu anak untuk
masuk sekolah, tanpa mengetahui untuk apa mereka bersekolah.
perubahan masyarakat semacam ini mendorong para pendidik untuk
memperbaiki setiap anak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya agar
mereka dapat menyelesaikan pendidikannya dengan berhasil.
e. Gerakan mengenal siswa sebagai individu. Gerakan ini era sekali
kaitannya dengan gerakan tes pengukuran. Bimbingan diadakan
disekolah disebabkan tugas sekolah untuk mengenal atau memahami
siswa-siswanya secara individual. Karena sulitnya untuk mengenal atau
memahami siswa secara idividual atau pribadi, maka diciptakanlah
berbagai tenik dan instrumen diantaranya tes psikologi dan pengukuran.
2. Di Indonesia2
Kegiatan “bimbingan” pada hakikatnya telah berakar dalam
kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi patut diakui
bahwa bimbingan yang bersifat ilmiah dan profesional masih belum
berkembang secara mantap atas dasar falsafah pancasila. Secara bertahap
kita sedang berusaha menonjolkan hal tersebut. Berikut ini aa dibahas
mengenai perkembangan usaha bimbingan dalam pendidikan Indonesia
sebelum kemerdekaan, dekade 40-an,
a. Sebelum kemerdekaan
Masa sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda
dan Jepang. Kehidupan rakyat Indonesia berada dalam cengkraman
penjajah, dimana pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan
penjajah. Para siswa dididik untuk mengabdi demi kepentingan

2
Ibid. hal.4

4
penjajah. Daam situasi seperti ini, upaya bimbingan sudah tentu
diarahkan bagi perwujudan tujuan pendidikan masa itu, yaitu
menghasilkan manusia mengabdi penjajah. Akan tetapi rasa
nasionalisme rakyat Indonesia ternyata sangat besar dan tebal, sehingga
upaya penjajah banyak mengalami hambatan.
Rakyat Indonesia yang cinta akan nasioanalisme dan kemerdekaaan
berusaha untuk memperjuangkan kemandirian bangsa Indonesia melalui
pendidikan. Salah satu diantaranya adalah Taman Siswa yang
dipelopori oleh KH. Dewantara yang dengan gigih menanamkan
nasionalisme dikalangan para siswanya. Lebih dari itu, falsafah
dasarnya yang terkenal yaitu “ Ing Ngaro Sung Tulodo, Ing Madya
Mangun Karso Dan Tut Wuri Handayani”, mnengandung makna yang
sangat mendalam dlihat dari sudut pendidikan. Dari sudut pandangan
bimbingan hal tersebut pada hakikatnya adalah dasar pelaksanaan
bimbingan. Dengan dasar itu siswa dibantu untuk mandiri melalui
pinsip keteladanan, motivasi dan bimbingan.
Di samping itu, lembaga-lembaga pendidikan dipesantren lebih
menekankan upaya memandirikan para santri sebagai manusia yang
beragama, berpribadi, bersosial dan berbudaya melalui sistem
pendidikan yang berlaku dipesantren. Situasi seperti itu pada
hakikatnya merupakan upaya-upaya bimbingan meskipun bukan
merupakan suatu kegiatan formal yang terprogram. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa situasi pendidikan pada masa penjajahan
terkandung modal dasar atau benih-benih untuk berkembangnya
bimbingan.
b. Dekade 40-an (perjuangan)3
Dekade 40-an bangsa Indonesia merupakan tonggak sejarah
memproklamasikan kemerdekaannya yaitu 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan merupakan kulminasi perjuangan untuk mencapai
kehidupan kebangsaan yang bebas dan mandiri ditengah-tengah bangsa
lain didunia. Dengan modal kemerdekaan ini bangsa Indonesia

3
Ibid. hal. 5

5
menunjukkan diri sebagai bangsa mandiri. Meskipun kemerdekaan
telah diproklamasikan, akan tetapi bangsa Indonesia masih harus
berjuang keras untuk eksistensi dirinya.
Dalam bidang pendidikan ada dekade 40-an lebih banyak ditandai
dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan.
Setelah itu pendidikan mulai di tata oleh Mentri PPK pertsms yaitu KH
Dewantara. Pada masa itu disel-sela perjuangan yang masih gencar,
pendidikan diupayakan sebagai suatu wujud kemerdekaan. Masalah
kebodohan dan keterbelakangan merupakan masalah besar dan tatangan
yang paling besar bagi pendidikan pada saat itu.
c. Dekade 50-an : Perjuangan
Membantu siswa dalam mencapai prestasi melalui berbagai kegiatan
pendidikan.
d. Dekade 60-an : Perintisan
Merintis ke arah terwujudnya suatu sistem pendidikan nasional.
e. Dekade 70-an : Penataan
Menyadarkan bangsa Indonesia akan kelemahan masa lampau dan
kesediaan memperbaiki di masa yang akan datang melalui
pembangunan.
f. Dekade 80-an : Pemantapan
Pada dekade 80-an lebih menekankan dihasilkannya manusia
pembangunan yang lebih mandiri yang peka perkembangan iptek dan
pertumbuhan bangsa.
g. Menyongsong Era Lepas Landas
Manusia diharapkan mampu menghadapi tekanan-tekanan zaman baru.
Karakter manusia yang dharapkan yaitu : mental,disiplin dan mental.
h. Bimbingan Berdasarkan Pancasila
Membantu menciptakan dan mewujudkan manusia pancasila.

B. Landasan Filosofis4
1. Makna, Fungsi, dan Prinsip-prinsip Filosofis Bimbingan dan Konseling
4
Syamsu Yusuf, Juntika Nurihsan. 2006. Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung:Rosdakarya

6
Kata filosofis atau filsafat adalah bahasa arab yang berasal dari kata
yunani: filosofia (philosophia). Dalam bahasa Yunani kata filosofi itu
merupakan kata majemuk yang terdiri atas filo(philos) dan sofia(shopos).
Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin mengetahui
segala sesuatu. Sementara sofia artinya kebijaksanaan atau hikmah. Dengan
demikian, filsafat itu artinya cinta kepada kebijaksanaan atau hikmah; atau
ingin mengerti segala sesuatu dengan mendalam.
Sikun Pribadi(1981) mengartikan filsafat sebagai suatu “ usaha
manusia untuk memperoleh pandangan atau konsepsi tentang segala yang
ada, dan apa makna hidup manusia di alam semesta ini.” Dapat diartikan
juga sebagai perenungan atau pemikiran tentang kebenaran, keadilan,
kebaikan, keindahan, religi serta sosial budaya.
Sepanjang masa manusia selalu bertanya-tanya tentang makna atau
hakikat segala sesuatu, termasuk hakikat dirinya sendiri. Pertanyaan-
pertanyaan itu seperti: Apakah makna hidup itu? Dari mana asal manusia,
dan kemana perginya? Siapakah saya(manusia) ini? Pertanyaan-pertanyaan
itu tidak udah untuk dijawab, karena menyangkut misteri hidup, yang tetap
merupakan teka-teki bagi manusia.
Mempelajari filsafat tidak hanya sebatas memikirkan sesuatu sebagai
perwujudan dari hasrat atau keinginan untuk mengetahui sesuatu(curiosity),
melainkan memang filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia,
yaitu bahwa (1) setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan,
(2) keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri,(3) dengan
berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik, dan (4) untuk
menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah.
Dengan beerfilsafat seseorang akan memperoleh wawasan atau cakrawala
pemikiran yang luas sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat.
Keputusan tersebut mempunyai konsekuensi tertentu yang harus dihadapi
secara penuh tanggung jawab.Menghadapi resiko sebagai rasa tanggung
jawab bukan berdasar suatu paksasaan, melainkan lahir dari kesadaran akan
nilai kemanusiaan yang melekat pada dirinya, yaitu bahwa manusia adalah
makhluk yang bertanggung jawab akan perbuatan atau tindakannya sendiri.

7
Orang yang mencintai hikmah atau berpikir yang bijaksana(orang yang
berfilsafat) dalam mengambil suatu keputusan akan senantiasa didasarkan
kepada pertimbangan yang matang untuk menemukan sesuatu yang
dipandang baik atau bermakna bagi diri sendiri atau orang lain. Oleh karena
itu, keputusan yang diambilnya akan terhindar dari kemungkinan konflik
dengan pihak lain, bahkan sebaliknya dapat mendatangkan kenyamanan
atau kesejahteraan hidup bersama, walaupun berada dalam iklim kehidupan
yang serba kompleks.
Pembahasan tentang makna dan fungsi filsafat di atas dalam kaitannya
dengan layanan bimbingan dan konseling, Prayitno dan Erman Amti (2003 :
203-204) mengemukakan pendapat Belkin(1975) yaitu bahwa “ Pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi kegiatan atau tindakan yang semuanya
diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan
pemikiran filsafat tentang berbagai hal yang tersangkut-paut dalam
pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis
menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada
umumnya, dan pada konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor
dalam memahami situasi konseling dan dalam mengambil keputusan yang
tepat. Disamping itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga
memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih
fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.
John J. Pietrofesa et.al. (1980: 30-31) mengemukakan bahwa terdapat
beberapa prinsip yang terkait dengan landasan filosofis dalam bimbingan,
yaitu sebagai berikut.
Objective Viewing. Dalam hal ini konselor membantu klien agar
memperoleh suatu perspektif tentang masalah khusus yang dialaminya, dan
membantunya untuk menilai atau mengkaji berbagai alternatif atau strategi
kegiatan yang memungkinkan klien mampu merespon interes, minat, dan
keinginannya secara konstruktif. Seseorang akan berada dalam dilema
apabila dia tidak mempunyai pilihan. Melalui layanan bimbingan,
seseorang(klien) akan dapat menggali atau menemukan potensi dirinya, dan

8
kemampuan untuk beradaptasi terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan baru
yang dialaminya.
The counselor must have the best interest of the client at heart. Dalam
hal ini konselor harus merasa puas dalam membantu klien mengatasi
masalahnya. Konselor menggunakan keterampilannya untuk membantu
klien dalam upaya mengembangkan keterampilan klien dalan mengatasi
masalah (coping) dan keterampilan hidupnya(life skills).
John J. Pietrofesa et.al. (1980) selanjutnya mengemukakan pendapat
James Cribbin tentang prinsip-prinsip filosofis dalam bimbingan itu sebagai
berikut.
a. bimbingan hendaknya didasarkan kepada pengakuan akan kemuliaan
dan harga diri individu (klien) atas hak-haknya untuk mendapat bantuan.
b. Bimbingan merupakan proses pendidikan yang berkesinambungan.
Artinya bimbingan merupakan bagian integral dalam pendidikan.
c. Bimbingan harus respek terhadap hak-hak setiap klien yang meminta
bantuan atau pelayanan.
d. Bimbingan bukan prerogatif kelompok khusus profesi kesehatan mental.
e. Fokus bimbingan adalah membantu individu dalam merealisasikan
potensi dirinya.
f. Bimbingan merupakan elemen pendidikan yang bersifat individualisasi,
personalisasi, dan sosialisasi.

2. Hakikat Manusia
Pada uraian berikut dipaparkan beberapa pendapat para ahli atau
mazhab konseling tentang hakikat manusia.
a. Viktor E. Frankl
Manusia, selain memiliki dimensi fisik dan psikologis, juga memiliki
dimensi spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara mendalam
apabila manusia itu hendak dipahami dengan sebaik-baiknya. Melalui
dimensi spiritualnya itulah manusia mampu mencapai hal-hal yang
berada di luar dirinya dan mewujudkan ide-idenya.
b. Sigmund Freud

9
Manusia dideterminasi oleh kekuatan-kekuatan irasional, motivasi-
motivasi tak sadar, dorongan-dorongan biologis, dan pengalaman masa
kecil.
c. Passons
Individu memiliki kepribadian yang utuh, menyeluruh, bukan terdiri dari
bagian-bagian badan, emosi, pikiran, sensasi, dan persepsi. Individu
dapat dipahami apabila dilihat dari keterpaduan semua bagian-bagian
tersebut.

3. Tujuan dan Tugas Kehidupan


Secara naluriah manusia memiliki kebutuhan untuk hidup bahagia,
sejahtera, nyaman, dan menyenangkan. Freud mengatakan bahwa manusia
dalam hidupnya selalu mengejar kenikmatan(pleasure principle) dan
menghindar dari rasa sakit. Menurut Prayitno dan Erman Amti ciri-ciri
hidup sehat sepanjang hayat itu ditandai dengan lima kategori tugas
kehidupan, yaitu sebagai berikut :
1. Spiritualitas
2. Pengaturan diri
3. Bekerja
4. Persahabatan
5. Cinta
Paparan tentang hakikat, tujuan dan tugas kehidupan manusia di atas
sebagai hasil olah pikir atau nalar para ahli mempunyai implikasi kepada
layanan bimbingan dan konseling. Dalam hal ini terutama terkait dengan
perumusan tujuan bimbingan dan konseling, dan cara pandang konselor
terhadap klien yang seyogianya didasarkan kepada harkat dan martabat
kemanusiaannya manusia.
Bagi bangsa Indonesia yang menjadi landasan filosofis bimbingan dan
konseling adalah Pancasila, yang nilai-nilainya sesuai dengan fitrah manusia
itu sendiri sebagai makhluk Tuhan yang bermartabat. Pancasila sebagai
landasan bimbingan dan konseling mempunyai implikasi sebagai berikut.

10
a. Tujuan bimbingan dan konseling harus selaras dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap sila Pancasila
b. Konselor seyogianya seharusnya menampilkan kualitas pribadi yang
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
c. Perlu melakukan penataan lingkungan (fisik dan sosial budaya) yang
mendukung terwujudkannya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
perorangan maupun masyarakat pada umumnya.

C. Landasan Psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran
layanan (klien).. Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian
psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang : (a) motif dan
motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan, (c) perkembangan individu; (d)
belajar; dan (e) kepribadian.
Dalam proses pendidikan, peserta didik tidak jarang mengalami masalah
stagnasi perkembangan, sehingga menimbulkan masalah-masalah psikologis,
seperti lahirnya prilaku menyimpang (delinquency), frustasi, depresi, agresi
atau bersifat infantilitas (kekanak-kanakan).5
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan
seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh
kebutuhan asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa
lapar, bernafas dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari
hasil belajar, seperti rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan
tertentu dan sejenisnya. Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan
dan digerakkan,– baik dari dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun
dari luar individu (motivasi ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku
instrumental atau aktivitas tertentu yang mengarah pada suatu tujuan.

5
Lahmuddin. 2012. Landasan Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.
jurnal.uinsu.ac.id/index.php/analytica/article/view/372. Diakses pada Sabtu, 29 April 2017 pukul
22:36

11
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang
membentuk dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala
sesuatu yang dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang
mencakup aspek psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan
darah, bakat, kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan
pada dasarnya bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk
mengoptimalkan dan mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana
individu itu berada. Pembawaan dan lingkungan setiap individu akan
berbeda-beda. Ada individu yang memiliki pembawaan yang tinggi dan ada
pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya dalam kecerdasan, ada yang
sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat kurang (debil, embisil atau
ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang dibesarkan
dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan prasarana yang
memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan
berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang
dimilikinya tidak dapat berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan
berkembangnya individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal)
hingga akhir hayatnya, diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik,
bahasa dan kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang
perkembangan individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya :
(1) Teori dari McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan
kultural dalam perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang
dorongan seksual; (3) Teori dari Erickson tentang perkembangan psiko-
sosial; (4) Teori dari Piaget tentang perkembangan kognitif; (5) teori dari
Kohlberg tentang perkembangan moral; (6) teori dari Zunker tentang
perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang perkembangan sosial;

12
dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas perkembangan individu
semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai
aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat
arah perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan
faktor pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia
mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti
perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan
memanfaatkan yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru
itulah tujuan belajar dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda
perkembangan, baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses belajar diperlukan
prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang dihasilkan dari
kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.

Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat


beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1)
Teori Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori
Pemrosesan Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai
berkembang teori belajar alternatif konstruktivisme.

e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan
tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian
kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan
Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian
yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia
menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap.

13
Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam
diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari
pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu
Yusuf (2003) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons
individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya
mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional,
frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan
kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas
sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya.
Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya
konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya
yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas
tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi
dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori


kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : Teori Psikoanalisa
dari Sigmund Freud, Teori Analitik dari Carl Gustav Jung, Teori Sosial
Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari
Murray, Teori Medan dari Kurt Lewin, Teori Psikologi Individual dari
Allport, Teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, Teori The
Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin
(2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup :

1) Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku,


konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
2) Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya
mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari
lingkungan.

14
3) Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau
ambivalen.
4) Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap
rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung,
sedih, atau putus asa.
5) Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari
tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko
secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
6) Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Konselor berperan dan berfungsi sebagaiseorang psychoeducator


dengan perangkat kompetensi psikologis dan berpikir yang dikuasainya
untuk memfasilitasi individu mencapai tingkat perkembangan yang lebih
tinggi. Konselor harus kompeten dalam hal memahami kompleksitas
interaksi individu dalam ragam konteks sosial dan budaya, menguasai
strategi asesmen lingkungan dalam kaitannya dengan keberfungsian
individu dalam lingkungan, dan memahami proses perkembangan manusia.6

Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam


upaya memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani
(klien) maka konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap
motif dan motivasi yang melatarbelakangi perilaku individu yang
dilayaninya (klien). Selain itu, seorang konselor juga harus dapat
mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan menjadikannya sebagai
modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup kliennya.
Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan
yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya.
Terkait dengan upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk

6
Sunaryo Kartadinata. 2007. Teori Bimbingan dan Konseling.
file.upi.edu/Direktori/FIP/.../TEORI_BIMBINGAN_DAN_KONSELING-2.pdf. Diakses pada Sabtu, 29
April 2017 pukul 23:27

15
memahami tentang aspek-aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar
yang mendasarinya. Berkenaan dengan upaya pengembangan kepribadian
klien, konselor kiranya perlu memahami tentang karakteristik dan keunikan
kepribadian kliennya. Oleh karena itu, agar konselor benar-benar dapat
menguasai landasan psikologis, setidaknya terdapat empat bidang psikologi
yang harus dikuasai dengan baik, yaitu bidang psikologi umum, psikologi
perkembangan, psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan psikologi
kepribadian.

D. Landasan Pendidikan
Menurut Budi Santoso, 1992 (dalam Prayitno dan Erman Amti,
2004:180) pendidikan itu merupakan salah satu lembaga sosial yang universal
dan berfungsi sebagai sarana reproduksi social.
Pendidikan akan ditinjau sebagai landasan BK dari tiga segi yaitu:7
a. pendidikan sebagai upaya pengembangan individu; bimbingan merupakan
bentuk upaya pendidikan.
b. pendidikan sebagai inti proses Bimbingan dan Konseling.
c. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan Bimbingan dan Konseling.
Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang bagi manusia
hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya
melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak
akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya,
kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.
Undang-Undang No. 2 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
menetapkan pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pendidikan Sebagai Inti Proses Bimbingan Dan Konseling

7
Riswani. 2012. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling. Pekanbaru : hal. 51

16
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani
oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan gerakan
Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat . pada tahun 1953,
Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan Konseling adalah proses yang
berorientasi pada belajar, belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri
sendiri, belajar untuk mengembangkan dan merupakan secara efektif berbagai
pemahaman.. (dalam Belkin, 1975). Lebih jauh, Nugent (1981) mengemukakan
bahwa dalam konseling klien mempelajari keterampilan dalam pengambilan
keputusan. Pemecahan masalah, tingkah laku, tindakan, serta sikap-sikap baru.
Dengan belajar itulah klien memperoleh berbagai hal yang baru bagi dirinya;
dengan memperoleh hal-hal baru itulah klien berkembang.
Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan
konseling Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-
tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu
dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan konseling meliputi
aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang menyangkut
kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan personal dan emosional,
serta kematangan sosial, semuanya untuk peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan pendidikan menengah (Borders dan
Drury, 1992). Hasil-hasil bimbingan dan konseling pada kawasan itu
menunjang keberhasilan pendidikan pada umumnya.

E. Landasan Sosial Budaya


Landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang
dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang
mempengaruhi terhadap perilaku individu.8
Kebutuhan akan bimbingan timbul karena adanya masalah-masalah yang
dihadapi oleh individu yang terlibat dalam kehidupan masyarakat. Semakin
rumit struktur masyarakat dan keadaannya, semakin banyak dan rumit pulalah
masalah yang dihadapi oleh individu dalam masyarakat itu.

8
Siti Zahara Nasution. 2009. Landasan Bimbingan Konseling.
ocw.usu.ac.id/course/download/.../der_122_slide_landasan_bimbingan_konseling.pdf. Diakses
pada Sabtu, 29 April 2017 pukul 23.00 wib

17
Faktor-faktor sosial dan budaya yang menimbulkan kebutuhan akan
bimbingan sebagai berikut :9
a. Perubahan konstelasi keluarga
Pada tahun 1970 keluarga di amerika mengalami perubahan yang cukup
berarti, seperti: melemahnya otoritas pria(suami), meningkatnya tuntutan
kesamaan hak bagi kum prempuan, dan meretaknya kedekatan hubungan
antar anggota keluarga. Masalah tersebut diikuti oleh permasalahan lain,
yaitu semakin meningkatnya masalah perceraian dari tahun 1970 sampai
tahun 1980-an, dan kecenderungan pola orangtua tunggal(one/single-
parent) dalam keluarga.
Berikut hasil penelitian dan pemikiran sejumlah para ahli nasional tentang
keluarga sebagai berikut :
1) Anak-anak diasuh secara berbeda dan sering dilakukan oleh orang
luar(outsiders)
2) ibu dihantui perasaan bersalah pada saat meninggalkan anak-anaknya
untuk pergi bekerja.
3) Perceraian dan masalah lain yang menyertainya terus meningkat.
4) Keluarga kehilangan fungsi ekonomi, karena kaum perempuan menjadi
lebih mandiri dalam bidang finansial.
Pasangan suami-istri cenderung kurang berminat untuk mempunyai
anak. Ketidakberfungsian keluarga yang melahirkan dampak negatif bagi
kehidupan moralitas anak. Perceraian dan perpisahan, nyata-nyata
menempati posisi tinggi. Diperkirakan 40%-50% generasi mendatang akan
menjadi keluarga yang broken home, akibat perceraian orangtuanya, atau
mereka yang hanya memiliki orangtua tunggal. oleh karena itu, tidak boleh
kaget apabila kenakalan remaja, kekerasan dan tindak kriminal yang
dilakukan anak-anak muda akan semakin mewabah. Di samping iu,
kebergantungan para pemuda pada obat-obata terlarang tidak akan dapat
dikontrol lagi, di sebagian besar negara di dunia ini.
Keluarga yang fungsional (normal) adalah keluarga yang ditandai
dengan ciri-ciri sebagai berikut.

9
Op.Cit., hal 119

18
1) Saling memperhatikan dan mencintai
2) Bersikap terbuka dan jujur
3) Orang tua mau mendengarkan anak , menerima perasaannya dan
megakui pengalamannya.
4) Ada sharing masalah di antara anggota keluarga
5) Mampu berjuang mengatasi masalah kehidupannya
6) Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi
7) Orangtua mengayomi atau melindungi anak
8) Komunikasi antar anggota keluarga berlangsung dengan baik
9) Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan
nilai-nilai budaya
10) Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi

Sementara keluarga yang disfungsional (tidak normal) ditandai


dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Adanya perkembangan dorongan dan penindasan perasaan
2) Mengalami kamatian emosional, dingin dalam pergaulan, kurang
adanya kehangatan dan persahabatan, penuh kemuraman dan
kesedihan
3) Kurang bisa beradaptasi dengan keadaan yang berubah
4) tidak berfungsinya struktur keluarga

Bagi keluarga yang mengalami kondisi disfungsional seperti diatas,


seringkali dihadapkan kepada kebuntuan dan kesulitan mencari jalan
keluar atau pemecahan masalah yang dihadapinya, sehingga apabila tidak
segera mendapat bantuan dari luar, maka masalah yang dihadapinya akan
semakin parah. Salah satu bantuan yang dapat memfasilitasi keluarga
memecahkan masalah yang dihadapinya adalah layanan konseling(family
counseling) yang diberikan oleh seorang konselor yang profesional.
b. Perkembangan Pendidikan
Sebagai akibat dari pelaksanaan falsafah demokrasi dan
perkembangan teknologi, perkembangan harus disesuaikan dengan

19
kebutuhn masyarakat. Oleh karena itu problem pendidikan perlu
dikembangkan sesuai dengan perkembangan masyarakat itu.
Perkembangan pendidikan tampak dalam tiga arah, ialah arah meninggi,
meluas dan mendalam.
Arah meninggi tampak dalam bertambahnya kesempatan dan
kemungkinan bagi murid untuk mencapai tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Arah ini menimbulkan kebutuhan bimbingan bagi murid-murid
untuk memilih kelanjutan sekolah yang paling tepat, serta menilai
kemampuan murid yang bersangkutan, apakah dia tepat melanjutkan
pelajaran.
Arah meluas tampak dalam pembagian sekolah dalam berbagai
jursan khusus dan sekolah kejuruan. Hal ini menimbulkan kebutuhan akan
bimbingan untuk memilih jurusan yang khusus dan memilih bidang studi
yang tepat bagi setiap murid.
arah mendalam tampak dalam berkembangnya ruang lingkup dan
keragaman disertai dengan pertumbuhan tingkat kerumitan dalam setiap
bidang studi. Hal ini menimbulkan masalah bagi murid untuk mendalami
setiap bidang studi dengan tekun. Perkembangan ke arah ini bersangkut
paut pula dengan kemampuan dan sikap serta minat murid terhadap bidang
studi tertentu. Ini semua menimbulkan akibat bahwa setiap murid
memerlukan perhatian yang bersifat individual dan khusus. dalam hal ini
pula terasa sekali kebutuhan akan bimbingan di sekolah.

c. Dunia Kerja
Dewasa ini masalah karir telah menjadi komponen layanan
bimbingan yang lebih penting dibandingkan pada masa sebelumnya.
Fenomena ini disebabkan oleh adanya perubahan dalam dunia kerja
terutama 1970-an. Berbagai perubahan itu diantaranya sebagai berikut :
1) Semakin berkurangnya kebutuhan terhadap para pekerja yang tidak
memiliki keterampilan.
2) Meningkatnya kebutuhan terhadap para pekerja yang profesional dan
memiliki keterampilan teknik.

20
3) Berkembangnya berbagai jenis pekerjaan sebagai dampak dari
penerapan teknologi maju.
4) Berkembangnya perindustrian di berbagai daerah.
5) Berbagai jenis pekerjaan yang baru memerlukan cara-cara pelayanan
yang baru.
6) Semakin bertambahnya jumlah para pekerja yang masih berusia muda
dalam dunia kerja.

d. Perkembangan Kota Metropolitan


Ernaldi Bahar(Republika, 25 september 1995) mengemukakan
bahwa “gangguan jiwa merupakan gambaran khas sebuah kota
metropolitan ang diperkirakan angkanya akan semakin membesar setiap
tahunnya”.Perkembangan metropolitan yang cepat dengan berbagai
masalahnya sering tak mampu diadaptasi masyarakat dengan baik,
sehingga memicu timbulnya ketegangan. Hal ini terjadi di kota-kota besar
dunia, seperti di New York(USA), angka gangguan jiwa menjangkiti 1 dari
4 orang atau 25 %, dan di London(Inggris) yang mencapai angka 20 %.
Sedangkan di Jakarta sendiri salah satu dari 5 orang, jelasnya dari 8,7 juta
penduduk Jakarta yaitu 1,74 juta menderita gangguan jiwa.

e. Perkembangan Komunikasi
Dampak media massa(terutama televisi) terhadap kehidupan
manusia sangatlah besar. Program-program yang ditayangkannya tidak
sedikit yang merusak nilai-nilai pendidikan, karena banyak adegan
kekerasan, mistik dan amoral. Sehubungan dengan hal tersebut sangatlah
penting bagi orangtua untuk membimbing anaka dalam rangka
mengembangkan kemampuannya untuk menilai setiap bimbingan yang
memfasilitasi berkembangnya kemampuan anak dalam mengambil
keputusan(decision-making skill) merupakan pendekatan yang sangat
tepat.

f. Seksisme dan Rasisme

21
Seksisme merupakan paham yang mengunggulkan salah satu jenis
kelamin dari jenis kelamin yang lainnya. Sementara rasisme merupakan
paham yang mengunggulkan ras yang satu dari ras lainnya. Di Amerika,
seksisme masih merupakan kebiasaan atau fenomena umum dikalangan
masyarakat. Seperti orang tua memilihkan karir bagi anak wanita, yaitu
membatasi atau tidak memberikan kebebasan kepada anak wanita untuk
memilih sendiri karir yang diminatinya.
Rasisme masih mnyelimuti iklim kehidupan masyarakat di
Amerika. Selama tahun 1978-1979 para pemimpin kulit hitam sudah
bersikap apatis dalam melawan perlakuan diskriminatif (rasisme) terhadap
mereka. perlakuan tersebut seperti adanya pembatasan pemberian
kesempatan bekerja kepada kalangan muda kulit hitam. kondisi ini
menyebabkan semakin banyaknya para penganggur dikalangan muda kulit
hitam, yaitu diperkirakan sekitar 25%.
g. Kesehatan Mental
Masalah kesehatan mental di Amerika Serikat ternyata semakin
marak, tidak dapat dihentikan. data tentang maraknya masalah kesehatan
mental ini dilaporkan oleh Coleman yang melakukan survei pada tahun
1974. Laporan itu menunjukkan bahwa (a) 10 juta orang Amerika
mengalami gangguan jiwa (neurotik), (b) 2 juta orang mengalami sakit
jiwa (psikosis), 200 ribu orang atau lebih mencoba melakukan bunuh diri,
(c) 4 juta orang atau lebih mengalami kepribadian anti sosial, (d) 1,5 juta
remaja atau orang dewasa melakukan kejahatan yang serius, (e) 500 ribu
orang berurusan dengan lembaga-lembaga pengadilan, (f) 9 juta orang
kecanduan minuman keras (alkohol), (g) 1 juta orang atau lebih
menyalahgunakan obat-obatan terlarang, (h) 5,5 juta anak-anak dan orang
dewasa mengalami gangguan emosional.
terkait dengan masalah ini, maka sekolah-sekolah atau lembaga-
lembaga perusahaan dituntut untuk menyelenggarakan program layanan
bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan mental yang
sehat, dan mencegah serta menyembuhkan mental yang tidak sehat.
h. Perkembangan Teknologi

22
Dengan perkembangan teknologi yang pesat, timbul dua masalah
penting, yang menyebabkan kerumitan struktur dan keadaan masyarakat,
ialah : (1) penggantian sebagian besar masalah tenaga kerja dengan alat-
alat mekanis-elektronik, dan ahal ini mau tidak mau menyebabkan
pengangguran, (2) bertambahnya jenis-jenis pekerjaan dan jabatan baru
yang menghendaki keahlian khusus dan memerlukan pendidikan khusus
pula bagi orang-orang yang hendak menjabatnya. hal ini menimbulkan
kebutuhan pada mereka untuk meinta bantuan kepada orang lain atau
badan yang berwenang untuk memecahkannya. Dan disinilah kebutuhan
akan bimbingan itu terasa sangat dibutuhkan.
i. Kondisi Moral dan Keagamaan
Terutama kaum muda, penilaian terhadap keyakinan agama itu
sering didasarkan atas kesenangan pribadi yang nyata yanga akan membawa
kepada perasaan tertekan oleh norma-norma agama ataupun nilai moral
yang dianut oleh orang tuanya atau masyarakat terdekat. Ini
dibandingkannya pula dengan norma-norma yang telah diciptakan dalam
kelompok mereka sendiri. Dengan demikian mereka kan dihadapkan kepada
piliha-pilihan yang tidak mudah untuk ditentukan, karena menyangkut hal
yang sangat mendasar dan peka. Makin banyak ragamnya ukuran penilaian,
makin besar pula konflik yang diderita oleh individu yang bersangkutan dan
makin terasalah kebutuhan akan bimbingan yang baik untuk
menanggulanginya.
j. Kondisi Sosial Ekonomi
Masalah ini terutama dirasakan oleh individu yang berasal dari
golongan ekonomi lemah, tidak mampu, atau golongan “rendahan”.
Dikalangan mereka, terutama anak-anak yang berasal dari sosial ekonomi
lemah, tidak mustahil timbul kecemburuan sosial, perasaan rendah diri, atau
perasaan tidak nyaman untuk bergaul dengan anak-anak dari kelompok
orang-orang kaya. Untuk menanggulangi masalah ini dengan sendirinya
memerlukan adanya bimbingan, baik terhadap mereka yang datang dari
golongan yang kurang mampu ataupun mereka dari golongan sebaliknya.

23
BAB III
ANALISIS
A. Analisis Teoritis
Bimbingan dan konseling merupakan suatu kegiatan bantuan dan
tuntunan yang diberikan kepada siswa pada khususnya untuk meningkatkan
mutu siswa tersebut. Bimbingan dan konseling yang ada sekarang ini
mempunyai sejarah yang cukup panjang. Di Amerika sejarah bimbingan dan

24
konseling dimulai pada permulaan abad ke-20 dengan didirikan
suatu”Vocational Bureau” yang menekankan pentingnya setiap individu
diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai
kekuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya. Sedangkan di Indonesia,
bimbingan dan konseling sudah ada sejak sebelum kemerdekaan. Mereka
dididik dan diarahkan untuk mengabdi kepada penjajah.
Seiring dengan berjalannya waktu, bimbingan dan konseling mulai
mengarahkan peserta didik untuk menemukan jati diri mereka sebagai bangsa
Indonesia yang mempunyai visi dan misi dalam hidup.
Sebelum melakukan bimbingan dan konseling, terdapat beberapa
landasan yang harus diketahui oleh para konselor supaya konselor bisa akurat
dalam melakukan pelayanan. Landasan-landasan tersebut adalah sebagai
berikut.
Pertama, landasan filsafat. Filsafat artinya ingin mengetahui secara
mendalam. Sepanjang masa manusia selalu bertanya-tanya tentang makna atau
hakikat segala sesuatu, termasuk hakikat dirinya sendiri. Pada hakikatnya
manusia selain memiliki dimensi fisik dan psikologis, juga memiliki dimensi
spiritual. Ketiga dimensi itu harus dikaji secara mendalam apabila manusia itu
hendak dipahami dengan sebaik-sebaiknya. Melalui dimensi spiritualnya itulah
manusia mampu mencapai hal-hal yang berada di luar dirinya dan mewujudkan
ide-idenya.
Landasan filosofis bimbingan terkait dengan cara pandang para ahli
berdasarkan olah pikirnya tentang hakikat manusia, tujuan, dan tugas hidupnya
di dunia ini, serta upaya-upaya untuk mengembangkan, mengangkat, atau
memelihara nilai-nilai kemanusiaan manusia.
Kedua, landasan psiklogis. Masing-masing individu memiliki
karakteristik pribadi yang unik. Dalam arti terdapat perbedaan individual
diantara mereka, seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosiabilitas,
sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian diri. Setiap individu memiliki
kebutuhan dan senantiasa dinamis dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.Disamping itu, individu senantiasa mengalami berbagai
perubahan baik dalam sikap maupun dalam tingkah laku lainnya.

25
Agar perkembangan pribadi peserta didik itu dapat berlangsung dengan
baik, dan terhindar dari munculnya masalah-masalah psikologis, maka mereka
perlu diberikan bantuan yang sifatnya pribadi. upaya bantuan yang dapat
memfasilitasi perkembangan peseta didik melalui pendekatan peserta didik
adalah layanan bimbingan dan konseling.
Ketiga, landasan pendidikan. Pendidikan merupakan inti dari bimbingan
dan konseling. Melalui pendidikan peserta didik dapat diarahkan kearah yang
positif. Menjadikan peserta didik sebagai manusia yang beragama, berpribadi,
bersosial, dan berbudaya.
Keempat, landasan sosial budaya. Kebutuhan akan bimbingan timbul
karena adanya masalah-masalah yang dihadap oleh individu yang terlibat
dalam kehidupan masyarakat. Semakin rumit struktur masyarakat dan
keadaannya, semakin rumit dan semakin banyak pulalah masalah yang
dihadapi oleh individu itu dalam masyarakat. Ketidakberfungsian keluarga
melahirkan dampak negatif bagi kehidupan moralitas anak. Keluarga seringkali
dihadapkan kepada kebuntuan atau kesulitan dalam mengatasi masalah
tersebut.
Setiap orang diberi kesempatan untuk menikmati pendidikan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau pun oleh badan swasta. Kesempatan
yang terbuka ini menyebabkan berkumpulnya murid-murid dari berbagai
kalangan yang berbeda-beda latar belakangnya antara lain : agama, etnis,
keadaan sosial, adat istiadat, dan ekonomi. Hal semacam ini menyebabkan
bertumpuknya masalah yang dihadapi oleh oleh orang yang terlibat dalam
kelompok campuran tersebut.
Pemecahan masalah-masalah diatas dapat dilakukan dengan
memfasilitasi individu-individu tersebut dengan layanan bimbingan dan
konseling.

B. Analisis Praktis
Situasi global membuat kehidupan semakin kompetitif dan membuka
peluang bagi manusia untuk mencapai status dan tingkat kehidupan yang lebih
baik. Dampak positif dari kondisi global telah mnedorong manusia untuk terus

26
berfikir dan meningkatkan kemampuan. Adapun dampak negatif dari
globalisasi adalah: (1) keresahan hidup dikalangan masyarakat yang semakin
meningkat karena banyaknya konflik, stres, kecemasan dan frustasi; (2) adanya
kecenderungan pelanggaran disiplin, kolusi dan korupsi, makin sulit
diterapkannya ukuran baik-jahat dan benar-salah secara lugas; (3) adanya
ambisi kelompok yang dapat menimbulkan konflik fisik; dan (4) pelarian dari
masalah melalui jalan pintas, yang bersifat sementara dan adiktif seperti
penggunaan obat-obatan terlarang.
Untuk menangkal dan mengatasi masalah tersebut perlu diberikan
layanan bimbingan. Di Indonesia, bimbingan dan konseling sudah ada sejak
sebelum kemerdekaan Indonesia. Para konselor melakukan bimbingan untuk
tujuan-tujuan tertentu. Umumnya bimbingan dan konseling ini dilakukan
melalui pendidikan.
Setiap konselor harus mengetahui landasan-landasan BK agar konselor
punya pedoman yang akurat dalam memberikan layanan.
Pertama, landasan filsafat. Konselor seyogianya memiliki pemahaman
yang mendalam tentang filsafat manusia agar layanan yang diberikan kepada
individu sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan individu.
Kedua, landasan Psikologis. Bagi seorang konselor, memahami aspek-
aspek psikologis pribadi klien(konsele) merupakan tuntutan yang mutlak,
karena pada dasarnya layanan bimbingandan konseling merupakan upaya
untuk memfasilitasi perkembangan aspek-aspek psikologis, pribadi atau
perilaku klien, sehingga mereka memiliki pencerahan diri dan mampu
memperoleh kehidupan yang bermakna, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
orang lain.
Ketiga, landasan pendidikan. Pendidikan sebagai upaya pengembangan
individu dan sebagai inti proses bimbingan dan konseling. Keempat, landasan
sosial budaya. Kecenderungan bertumbuhnya kota-kota di abad ke-21 akan
mendorong semakin meledaknya arus urbanisasi. Kondisi ini akan
menimbulkan dampak sosial yang buruk bagi kehidupan masyarakat di
perkotaan. Kondisi kehidupan di atas dapat menjadi sumber pemicu
malapetaka kehidupan terutama masalah-masalah psikologis seperti gejala

27
gangguan jiwa dan sakit jiwa. Bimbingan dan konselng dibutuhkan untuk
membantu masyarakat mengatasi masalah-masalah mereka sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan
Sebagai sebuah layanan profesional, bimbingan dan konseling harus
dibangun di atas landasan yang kokoh. Karena landasan bimbingan dan
konseling yang kokoh merupakan tumpuan untuk terciptanya layanan
bimbingan dan konseling yang dapat memberikan manfaat bagi kehidupan.

28
Landasan bimbingan dan konseling meliputi : (a) landasan filosofis, (b)
landasan psikologis; (c) landasan pendidikan; (d) landasan sosial budaya.
Landasan filosofis berkenaan dengan upaya memahami hakikat manusia,
dikaitkan dengan proses layanan bimbingan dan konseling.
Landasan psikologis berhubungan dengan pemahaman tentang perilaku
individu yang menjadi sasaran layanan bimbingan dan konseling, meliputi : (a)
motif dan motivasi; (b) pembawaan dan lingkungan; (c) perkembangan
individu; (d) belajar; dan (d) kepribadian.
Landasan Pedagogis berkaitan dengan pendidikan. Artinya, ketika
seseorang melakukan praktik bimbingan dan konseling berarti ia sedang
mendidik.
Landasan sosial budaya berkenaan dengan aspek sosial-budaya sebagai
faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu, yang perlu
dipertimbangakan dalam layanan bimbingan dan konseling, termasuk di
dalamnya mempertimbangkan tentang keragaman budaya.

B. Rekomendasi
Dalam makalah ini tentunya ada banyak sekali koreksi dari para pembaca,
karena kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna.
Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca yang dengan itu semua kami harapkan makalah ini akan
menjadi lebih baik lagi

DAFTAR PUSTAKA

Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi.


Jakarta : Rajawali Pers.

Ketut Sukardi, Dewa. 2002. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta :


Rineka Cipta.

Yusuf Syamsu. 2006. Landasan dan Bimbingan Konseling. Bandung :


Rosdakarya

29
Riswani. 2012. Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling. Pekanbaru :

Mu’awanah, Elfi. 2012. Bimbingan dan Konseling Islam. Jakarta : Bumi Aksara

jurnal.uinsu.ac.id/index.php/analytica/article/view/372

ocw.usu.ac.id/course/download/.../der_122_slide_landasan_bimbingan_konseling.pdf

file.upi.edu/Direktori/FIP/.../TEORI_BIMBINGAN_DAN_KONSELING-2.pdf.

30

Anda mungkin juga menyukai