Anda di halaman 1dari 6

Sejarah dan Perkembangan Bimbingan dan Konseling

Berdirinya Bimbingan dan Konseling dimulai dari abad ke 19. Pada mulanya Bimbingan
dan Konseling mulai berdiri dan berkembang di Amerika dengan disiplin ilmu yang berbeda-
beda. Setelahnya, Bimbingan dan Konseling meluas ke berbagai pelosok bumi dan mulai
diterapkan sebagai salah satu program pengembangan manusia yang diterapkan di layanan
persekolahan.

a. Sejarah Bimbingan dan Konseling di Amerika.

Bimbingan dan Konseling mulai ada pada tahun 1908 di Amerika dengan berdirinya
vocational bureau pada tahun 1908 oleh Frank Parsons. Frank Parson dikenal juga sebagai
Father of The Guedance Movement in America Education. Frank menekankan bahwa
penting bagi setiap individu untuk diberikan pertolongan dari orang lain untuk lebih
memahami kekurangan dan kelemahan diri sehingga dapat digunakan untuk proses
pengembangan diri lebih baik dan menentukan pekerjaan yang cocok bagi dirinya.

Pertama kali istilah bimbingan dikenal pada abad ke- 19 hingga awal abad ke 20 di
Boston. Pada awalnya istilah ini dikenal dengan berdirinya biro di bidang profesi dan
ketenagakerjaan. Tujuannya yaitu untuk membantu pemuda dalam memilih karir atau
pekerjaan sesuai dengan keahlian mereka dan juga melatih para guru untuk memberikan
layanan bimbingan di sekolah.

Pada masa yang hampir sama, Jasse B Davis juga memulai memberikan layanan pada
tahun 1898. Pada tahun 1907 dia mencoba memasukkan program bimbingan ke dalam
pensisikan siswa SMA di Detroit. Eli Weaver pada tahun 1905 mendirikan Students Aid
Committee of High School di Newyork dan dalam mengembangkan komitenya, dia
berada pada suatu kesimpulan. Kesimpulan yang dikemukakannya yaitu bahwa siswa
membutuhkan saran dan konsultasi sebelum mereka masuk ke dunia kerja.Pada tahun
1920 para konselor sekolah di Boston dan New York diharapkan mampu membantu siswa
dalam memilihkan pekerjaan yang tepat sesuai dengan keahlian masing- masing
individunya. Selama itu pula, pada tahun 1920 an sertifikasi untuk konselor sekolah mulai
diterapkan.Pada perkembangannya, mula mula bimbingan konseling dikenal sebagai
bimbingan untuk pekerjaan atau karir, namun pada perkembangan lebih lanjut merambah
pada bidang pendidikan atau Education Guidance yang dirintid Jasse B. Davis. Dimana
bimbingan ini dikenal dengan adanya bimbingan dalam segi kepribadian atau Personal
Guidance. Bimbingan konseling juga berkembang di bidang- bidang yang lain seperti
pengertian, dan praktek bimbingan konseling terhadap ilmu sosial, budaya,
kewarganegaraan, keagamaan, dan lain sebagainya.

b. Sejarah Bimbingan dan Konseling di Indonesia.


Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya
Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah.
Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) di Malang tanggal 20 dan 24 Agustus
1960.
Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan
jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP
yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP
Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan
Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun Pola Dasar Rencana dan
Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk
Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Kurikulum 1975 berisi layanan Bimbingan dan Konseling sebagai salah satu dari wilayah
layanan dalam sistem persekolahan mulai dari jenjang SD sampai dengan SMA, yaitu
pembelajaran yang didampingi layanan Manajemen dan Layanan Bimbingan dan
Konseling. Pada tahun 1976, ketentuan yang serupa juga diberlakukan untuk SMK.
Dalam kaitan inilah, dengan kerja sama Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu
Pendidikan IKIP Malang, pada tahun 1976 Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan dalam
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling untuk guru-guru SMK yang
ditunjuk. Tindak lanjutnya memang tidak diketahui perkembangannya, karena para
kepala SMK kurang memberikan ruang gerak bagi alumni pelatihan Bimbingan dan
Konseling tersebut untuk menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
sekembalinya mereka ke sekolah masing-masing. Dan dengan penetapan jurusan yang
telah pasti sejak kelas I SMK, memang agak terbatas ruang gerak yang tersisa, misalnya
untuk melaksanakan layanan bimbingan karier.
Meskipun ketentuan perundang-undangan belum memberikan ruang gerak, akan tetapi
karena didorong oleh keinginan kuat untuk memperkokoh profesi konselor, maka dengan
diplopori oleh para pendidik konselor yang bertugas sebagai tenaga akademik di beberapa
LPTK, pada tanggal 17 Desember 1975 di Malang didirikanlah Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI), yang menghimpun konselor lulusan Program Sarjana Muda
dan Sarjana yang bertugas di sekolah dan para pendidik konselor yang bertugas di LPTK,
di samping para konselor yang berlatar belakang bermacam - macam yang secara de facto
bertugas sebagai guru pembimbing di lapangan.
Ketika ketentuan tentang Akta Mengajar diberlakukan, tidak ada ketentuan tentang
”Akta Konselor”. Oleh karena itu, dicarilah jalan ke luar yang bersifat ad hoc agar
konselor lulusan program studi Bimbingan dan Konseling juga bisa diangkat sebagai
PNS, yaitu dengan mewajibkan mahasiswa program S-1 Bimbingan dan Konseling untuk
mengambil program minor sehingga bisa mengajarkan 1 bidang studi. Dalam hal itu IPBI
tetap mengupayakan kegiatan peningkatan profesionalitas anggotanya antara lain dengan
menerbitkan Newsletter sebagai wahana komunikasi profesional meskipun tidak mampu
terbit secara teratur, di samping mengadakan pertemuan periodik berupa konvensi dan
kongres.
Untuk jenjang SD, pelayanan bimbingan dan konseling belum terwujud sesuai dengan
harapan, dan belum ada konselor yang diangkat di SD, kecuali mungkin di sekolah swasta
tertentu, tetapi pelaksanaan bimbingan dilakukan secara inplisit dalam program
pendidikan. Untuk jenjang sekolah menengah, posisi konselor diisi seadanya termasuk,
ketika SPG di-phase out mulai akhir tahun 1989, sebagian dari guru-guru SPG yang tidak
diintegrasikan ke lingkungan LPTK sebagai dosen Program D-II PGSD, juga ditempatkan
sebagai guru pembimbing, umumnya di SMA.
Di awal tahun 1960, muncul tenaga konselor di SD, yang kemudian pada tahun 1975,
berdasarkan hukum publik 94-145, Pemerintah Amerika,menyediakan dana khusus untuk
melayani anak-anak penyandang cacat,sehingga banyak daerah yang memasukkan tenaga
Konselor di sekolah-sekolah terutama tingkat dasar dan menengah.Pengaruh kuat lainnya
datang dari organisasi profesi, yaitu: Asosiasi Konseling Amerika (ACA),Asosiasi
Konselor Sekolah Amerika (ASCA), dan Asosiasi Pendidikan Konselordan Supervisi
(ACES) (Wittmer, 1993). Para anggota organisasi ini berupaya menggerakkan para
profesional untuk mengembangkan aturan-aturan seperti program akreditasi dan
sertifikasi. Sehingga secara berangsur-angsur konseling sekolah menjadi lebih
profesional, dan utuh baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
Dengan diberlakukannya Kurikulum 1994, mulailah ada ruang gerak bagi layanan ahli
bimbingan dan konseling dalam sistem persekolahan di Indonesia, sebab salah satu
ketentuannya adalah mewajibkan tiap sekolah untuk menyediakan 1 (satu) orang konselor
untuk setiap 150 (seratus lima puluh) peserta didik, meskipun hanya terealisasi pada
jenjang pendidikan menengah.
Sejumlah hal dilakukan sebagai konsolidasi profesi sedhingga Bimbingan dan konseling
menjadi profesi yang utuh dan berwibawa antara lain kata penyuluhan menjadi konseling,
BK di sekolah hanya dilakukan oleh guru Pembimbing, dan lain sebagainya. Pada tahun
2001 dalam kongres di Lampung Ikatan Pertugas Bimbingan Indonesia (IPBI) berganti
nama menjadi Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN).
Berikut perkembang Bimbingan dan Konseling di Indonesia :

Periode Peristiwa

Prawacana dan Perkenalan Berpuncak pada dibukanya jurusan Bimbingan dan


Penyuluhan pada tahun 1963 di IKIP Bandung sekarang UPI.
(1960-1970an)
Sampai pada akhirnya diluluskan sarjana BP dan
memperkenalkan perlu adanya layanan BP kepada
masyarakat akademik dan pendidik.

Pemasyarakatan Diberlakukan kurikulum 1975. Pada tahun ini dibentuk


organisasi profesi BP dengan nama IPBI (Ikatan Petugas
(1970-1980an)
Bimbingan Indonesia). Pada periode ini ditandai juga dengan
pemberlakuan kurikulum 1984, layanan BP difokuskan pada
bidang bimbingan karir. Pada periode ini muncul beberapa
permasalahan seperti (1) berkembangnya pemahaman yang
keliru, yang mengidentikkan bimbingan karir (BK) dengan
bimbingan penyuluhan (BP), sehingga muncul istilah BK/BP,
(2) kerancuan dalam mengimplementasikan SK Menpen No.
26/Menpen/1989 terhadap penyelenggaraan layanan
bimbingan di sekolah.

Konsolidasi Pada periode ini IPBI berusaha keras untuk mengubah


kebijakan bahwa pelayanan BP itu dapat dilaksanakan oleh
(1980-2000)
semua guru, ditandai oleh (1) diubahnya secara resmi kata
penyuluhan menjadi konseling: istilah yang dipakai sekarang
adalah bimbingan konseling/BK, (2) pelayanan BK di sekolah
hanya dilaksanakan oleh guru pembimbing yang secara
khusus ditugasi untuk itu, (3) mulai diselenggarakan
penataran (nasional dan daerah) untuk guru-guru pembing,
(4) mulai adanya formasi untuk pengangkatan menjadi guru
pembimbing, (5) pola pelayanan BK di sekolah “dikemas?
Dalam “BK pola 17”, dan (6) dalam bidang kepengawasan
sekolah dibentuk kepengawasan bidang BK, (7)
dikembangkan sejumlah penaduan pelayanan BK di sekolah
yang lebih operasional oleh IPBI.

Lepas Landas Setelah tahun 2001 terdapat beberapa peristiwa yang dapat
dijadikan tongkat bagi pengembangan profesi konseling
(2000-Sekarang)
menuju era lepas landas, yaitu : (1) penggantian nama
organisasi IPBI menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan
Konseling), (2) lahirnya undang-undang No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya
termuat ketentuan bahwa konselor termasuk salah satu
jenis tenaga pendidik (Bab 1 Pasal 1 Ayat 4), (3) kerjasama
pengurus besar ABKIN dengan Dikti Depdiknas tentang
standarisasi profesi konseling, (4) kerjasama ABKIN dengan
Direktorat PLP dalam merumuskan kompetensi guru
pembimbing (konselor).

Anda mungkin juga menyukai