Anda di halaman 1dari 16

BK PERKEMBANGAN KENAPA ISTILAH BP DIGANTI DENGAN BK

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai mahasiswa yang berkecimpung dalam masalah yang menyangkut Psikologi
pendidikan atau yang disebut dengan BK ( Bimbingan Konseling) haruslah mengerti
Epistemologis BK ( Bimbingan dan Konseling ) sebab sebelum kita mempelajari sesuatu
alangkah baiknya jika kita mengerti dan memahami seluk beluk ilmu yang akan kita pelajari
dan menjadi profesi hidup kita, Epistemologis merupakan penafsiran terhadap teks yang
dibangun berdasarkan teori epistema. Epistema bahasa Yunani Kunonya, epistm, atau
bahasa Inggerisnya, epistemic adalah teori pengetahuan tentang: (a) asal-usul, (b) anggapan,
(c) karakter, (d) rentang, dan (e) kecermatan, kebenaran atau keabsahan pengetahuan,
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui
akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis dan Epistemologi atau teori
pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung-jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lainlain mempunyai metode tersendiri dalam teori ilmu pengetahuan diantaranya metode induktif,
metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatif, dan metode dialektis. Dengan
kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, Gregory Bateson menilai kemajuan ini
cenderung memperbudak manusia akibat dari kesalahan epistemologi barat dan ini harus
diluruskan.

Jadi suatu ilmu selalu ada epstemologisnya agar kita sebagai mahasiswa yang sedang belajar
ilmu tersebut dapat dengan mudah mempelajari apa yang ada dalam Bk sebab kita telah mengerti
seluk-beluk ilmu yang sedang kita pelajari.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Asal-usul BK ( Bimbingan Konseling) adalah?
Anggapan Mengenai BK yaitu?
Karakter BK yaitu seperti?
Kecermatan BK yaitu?
Kebenaran atau Keabsahan BK yaitu?
C. Tujuan
Tujuan Yang harus di capai dalam penelitian ini yaitu?
1. Dapat membuat kita ( Mahasiswa ) mengerti dengan jelas mengenai BK
2. Dapat membuat Mahasiswa semangat belajar BK
3. Mengerti Tujuan dalam BK
4. Dapat menjadi Referensi dalam peneliti selanjutnya

BAB II
PEMBAHASAN
1. Asal Usul BK ( Bimbingan Konseling )
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya
Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran
ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 24
Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang
mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP
Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini
Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun Pola Dasar Rencana dan
Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk
Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di
IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah
yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan
sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan
Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp
an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan
bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas
seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan
di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang

bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang
bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir
bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No.
83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan
tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan
lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan
Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan
Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru
Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.
a. Pra Lahirnya Pola 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang
tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra
bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK,
munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud
kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif
dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi
sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani
masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani orang sakit
dan atau kurang normal, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain
pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK
berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat,
menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada
penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk
menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak
jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai
berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan
dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah

mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi


Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya
terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI).
Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi
Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin
segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk
melaksanakan ini karena di sana dikatakan Tugas guru adalah mengajar dan/atau
membimbing. Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru
pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan
oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang
kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal
dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan
Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan
dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior,
guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk
memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan
memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di
masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang
bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru
Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya,
bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan
pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:

1. Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan


fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang
terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa
Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
2. Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelaskelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran
yang berhalangan hadir.
3. Guru Pembimbing ditugasi sebagai polisi sekolah yang mengurusi dan menghakimi para
siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian
seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
4. Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program
pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
5. Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi
guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam
organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap
sekolah di Indonesia.
b. Lahirnya Pola 17
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yang menyangkut bimbingan dan
konseling adalah : 1. Istilah bimbingan dan penyuluhan secara resmi diganti menjadi
bimbingan dan konseling. 2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru
pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan
konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru. 3. Guru yang diangkat atau
ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka yang
berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran bimbingan dan
konseling selama 180 jam. 4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola yang
jelas : a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya. b. Bidang bimbingan : bimbingan
pribadi, sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan : layanan orientasi, informasi,
penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan
konseling kelompok.d. Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus,

kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang
kemudian disebut BK Pola-17 5. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan
melalui tahap :a. Perencanaan kegiatanb. Pelaksanaan kegiatanc. Penilaian hasil kegiatand.
Analisis hasil penilaiane. Tindak lanjut6. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di
dalam dan di luar jam kerja sekolah. Hal-hal yang substansial di atas diharapkan dapat mengubah
kondisi tidak jelas yang sudah lama berlangsung sebelumnya. Langkah konkrit diupayakan
seperti :1. Pengangkatan guru pembimbing yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan
konseling.2. Penataran guru-guru pembimbing tingkat nasional, regional dan lokal mulai
dilaksanakan.3. Penyususnan pedoman kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, seperti :a.
Buku teks bimbingan dan konselingb. Buku panduan pelaksanaan menyeluruh bimbingan dan
konseling di sekolahc. Panduan penyusunan program bimbingan dan konselingd. Panduan
penilaian hasil layanan bimbingan dan konselinge. Panduan pengelolaan bimbingan dan
konseling di sekolah4. Pengembangan instrumen bimbingan dan konseling5. Penyusunan
pedoman Musyawarah Guru Pembimbing (MGP) Dengan SK Mendikbud No 025/1995
khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas : istilah yang
digunakan bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah
mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK Pola-17,
pelaksanaan kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan
tindak lanjut. Pelaksanaan kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Peningkatan
profesionalisme guru pembimbing melalui Musyawarah Guru Pembimbing, dan guru
pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks dan buku panduan.

2. Anggapan Mengenai BK
1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik
dengan pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan
pelayanan bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu
sendiri. Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka
sama sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga

yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari
pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari praktik
pendidikan sehari-hari.
Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa dituntut untuk dapat melakukan
kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para siswanya, namun kenyataan menunjukkan bahwa
masih banyak hal yang menyangkut kepentingan siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat
dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah melalui pelayanan pengajaran semata, seperti dalam
hal pelayanan dasar (kurikulum bimbingan dan konseling), perencanaan individual, pelayanan
responsif, dan beberapa kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.
Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah
dari pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan
yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran dan/atau
manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang
optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing
memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (1).
2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan
konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan konseli/pasien
terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah teruji sesuai
dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah konseli/pasien,
mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya.
Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan
dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor
bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah.Cara
penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat, serta
teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara pemecahan
masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan mental/psikis,
modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan teknik-teknik khas
bimbingan dan konseling.

3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat
insidental.
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak
dari masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini
bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif atas
masalah-masalah yang muncul pada saat itu.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan
terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling
yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan
maupun penyembuhan (pengentasan)
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau
siswa yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat
melayani seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat
kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan konseling
yang tersedia.

5. imbingan dan Konseling melayani orang sakit dan/atau kurang/tidak normal.


Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami
masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut dapat
terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika seseorang mengalami keabnormalan yang
akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk penyembuhannya. Masalahnya,
tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-gesa dan kurang hati-hati dalam
mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak normal. Pelayanan bantuan pun
langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).
6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.

Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan
atau keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan
mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan, menemukan
siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan bimbingan dan
konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali sesuatu yang lebih
dalam dibalik tidak masuk kelasnya.
7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah
seseorang dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat
kompleks dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah
dipelajari lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling
penting bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika
segenap kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka
konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih kompeten

8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai polisi sekolah.


Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah polisi sekolah yang
harus menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah.Tidak jarang
konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang bagi
siswa yang bersalah.
Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor
justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan
kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring,
penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku positif
yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling akan
memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.

9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.


Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat.
Pemberian nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan
konseling. Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam
rangka pengembangan pribadi klien secara optimal.
10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau petugas
lain
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses
yang sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan orangorang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang dihadapi oleh
klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak berdiri
sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-pihak lain;
terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitarnya. Oleh
sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru pembimbing saja .Dalam
hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain sering kali sangat
menentukan. Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja sama yang saling
mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami masalah itu. Di
samping itu guru pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dan
dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata pelajaran merupakan
mitra bagi guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-masalah belajar.
Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan
bantuan ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor atau guru pembimbing harus
mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani masalah
siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti praktik pribadi,
artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang lain atau tanpa campur
tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya pekerjaan mandiri yang
tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.
11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif

Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat
penggerak bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif
terlibat dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan
konselor bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif,
bersikap jemput bola, tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan
kepadanya.Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha
pelayanan itu.
Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban
kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang pada
dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini konselor,
maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan sama sekali.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya
bisa saja benar dan bisa pula tidak. Jawaban benar, jika bimbingan dan konseling
dianggap sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan
jawaban tidak, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu), dengan
kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan dan
konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidang
bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan yang cukup
lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan
pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh
untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama pun
cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya sama setelah dikaji secara
mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang berbeda untuk
mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi klien, jenis dan

sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan konseling, dan
sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri
konselor adalah mulut dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya
instrumen (tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan
alat-alat itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali
usaha pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan
ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak
melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling
yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha
mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan

15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat
diatasi sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali
tidak terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan cepat itu adalah dalam hitungan detik
atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke mulut
akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan beberapa hari
kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang mengkonsultasikan
tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari hasil konsultasi akan
dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
3. Karakter BK yaitu seperti?
BK ( Bimbingan dan Konseling ) merupakan suatu wadah untuk menyelesaikan masalah
serorang atau kelompok sampai masalah tersebut memang betul-betul untuk dapat di membantu
menyelesaikan masalah anda dan kerahasian kami jaga 100% karena dalam BK terdapat Azaz
azaz yang harus di patuhi oleh setiap guru BK, seorang guru BK dan pendukung bonek smagat

dan kami menyediakan a. Konseling ialah berhubungan dengan usaha, untuk mempengaruhi
perubahan sebagian besar dari tingkah laku klien secara sukarela.
Maksud dari konseling ialah menyajikan kondisi yang dapat memperlancar dan mempermudah
perubahan sukarela itu.
Klien atau konseli mempunyai batas gerak sesuai dengan tujuan konseling secara khusus
ditetapkan bersama oleh konselor dan klien pada waktu permulaan proses konseling itu.
Konidisi yang memperlancar perubahan tingkah laku itu diselenggarakan melalui wawancara.
Suasana mendengarkan terjadi dalam konseling, tetapi tidak semua proses konseling itu terdiri
dari mendengarkan itu saja
.Konselor memahami klien
.Konseling diselenggarakan dalam keadaan pribadi dan hasilnya dirahasiakan
.Klien mempunyai masalah-masalah psikologis dan konselor memiliki keterampilan atau
keahlian di dalam membantu memecahkan masalah-masalah

4. Kecermatan BK yaitu?
Kecermatan BK ( Bimbingan Konseling ) Menyangkut Ketepatan Menguunakan
Layanan, Ketepatan menggunakan Strategi dalam penyelesaian masalah,keberhasilan mencapai
suatu tujuan dalam konseling, dan yang paling penting Kecermatan Konselor dalam Berikap,
Bekerja, Bertanggungjawab, dan saat menyelesaikan masalah konseli. Sebab pekerjaan konselor
sangatlah banyak dan di butuhkan kecermatan yang sangat tepat dalam menyelesaikan semua
masalah yang sedang dihadapi oleh konselor.
5. Kebenaran atau Keabsahan BK yaitu?
Kebenaran atau Keabsahan BK sesuai dengan keberadaan konselor dalam system
pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan
kualifikasi guru, dosen pamong belajar, tutor widyaswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20
Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6). Kesejajaran posisi ini berarti bahwa tenaga pendidik itu mmeiliki
keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan guru. Hal ini
mengandung implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor,
perlu

disusun

standar

kualifikasi

akademik

dan

kompetensi.

Dengan

demikian

mempertimbangkan berbagai kenyataan serta pemikiran yang telah dikaji, bias ditegaskan bahwa
pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor berada dalam konteks tugas
pelayanan yang bertujuan memandirikan individu. Juga telah di legalitas Eksistensi dalam UU
No 20/2003 Pasal 1 (6) dan KEPERAWANAN PP 19/2005. Jadi dapat disimpulkan bahwa BK
(Bimbingan Konseling) telah diakaui Kebenarannya dan Keabsahannya oleh Pemerintah untuk
dapat menjadi suatu Profesi dalam dunia pendidikan maupun pekerjaan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jadi menurut kesimpulan diatas yaitu tentang Epistemologis BK ( Bimbingan Konseling )
dimana pengetian Epistemologis sendiri yaitu merupakan penafsiran terhadap teks yang
dibangun berdasarkan teori epistema. Epistema bahasa Yunani Kunonya, epistm, atau
bahasa Inggerisnya, epistemic adalah teori pengetahuan tentang: (a) asal-usul, (b) anggapan,
(c) karakter, (d) rentang, dan (e) kecermatan, kebenaran atau keabsahan pengetahuan dan
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui
akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif,
metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis dan Epistemologi atau teori
pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung-jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lainlain mempunyai metode tersendiri dalam teori ilmu pengetahuan diantaranya metode induktif,
metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatif, dan metode dialektis. Dengan

kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, Gregory Bateson menilai kemajuan ini
cenderung memperbudak manusia akibat dari kesalahan epistemologi barat dan ini harus
diluruskan. Maka sudah di jelaskan diatas tentang epistemologis BK muali Asal-usul, Anggapan,
Karakter, Kecermatan dan Keabsahan atau Kebenaran BK dalam bidang profesi.

B. SARAN
Adapun beberapa Saran yang kami berikan bagi anda pembaca yaitu :
1. Jika mempelajari sesuatu, kalian harus mengerti seluk beluk / asal usul dari apa yang kalian
pelajari.
2. Untuk mahasiswa BK dapat memahami epistemologis BK secara utuh dan akurat
3. Mempelajari epistemologis dari suatu ilmu dapat mendorong anda untuk lebih bersemangat
lagi dalam mempelajari ilmu tersebut.

Anda mungkin juga menyukai