Anda di halaman 1dari 17

KONTEKS TUGAS DAN EKSPEKTASI TUGAS KONSELOR

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah landasan dan wawasan bimbingan dan
konseling yang diampu oleh Dr. Triyono, M.Pd. dan
Dr. Diniy Hidayatur Rahman, M.Pd.

Disusun oleh
Nauval Bachtiar (200111842013)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
NOVEMBER 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis mampu menyelesaikan makalah. Makalah disusun
berdasarkan materi pembelajaran pada mata kuliah landasan dan wawasan BK
dengan judul “Konteks Tugas dan Ekspektasi Tugas Konselor”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim yang terlibat dalam
pembuatan makalah ini, khususnya kepada Dr. Triyono, M.Pd. dan Dr. Diniy
Hidayatur Rahman, M.Pd. selaku dosen mata kuliah landasan dan wawasan BK
yang senantiasa membimbing penulis. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam menyusun makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita, serta penulis
berharap, makalah sederhana yang disajikan ini dapat memberi manfaat dalam
menambah wawasan ilmu pengetahuan kita, baik itu bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya. Aamiin.

Malang, 1 November 2020

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL..............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian...................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN................................................................................................................. 3
A. Komponen Pendidikan.......................................................................................... 3
B. Kompetensi Konselor.............................................................................................8
C. Wilayah Kerja Guru BK/konselor..................................................................... 10
BAB III
PENUTUP.........................................................................................................................12
A. Simpulan.................................................................................................................. 12
DAFTAR RUJUKAN...................................................................................................... 13

iii
iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Driyakarya, pendidikan adalah pemanusian atau
pengembangan manusia muda ke taraf insani. Sedangkan menurut Ki Hajar
Dewantara, pendidikan merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak.
Berdasarkan pengertian tentang pendidikan, dapat di rumuskan bahwa
pendidikan bisa di artikan yaitu, pendidikan mengandung pembinaan
kepribadian, pengembangan kemampuan, atau potensi yang perlu di
kembangkan dari yang belum tahu menjadi tahu.
Keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan
sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen,
pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator, dan instruktur (UU No. 20
Tahun 2003 pasal 1 ayat 6). Kesejajaran posisi ini tidaklah berarti bahwa
semua tenaga pendidik itu tanpa keunikan konteks tugas dan ekspestasi
kerja. Demikian juga konselor memiliki keunikan konteks kerja dan
ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan guru. Hal ini mengandung
implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk
konselor, perlu disusun standar kualifikasi akedemik dan kompetensi berdasar
kepada konteks tugas dan ekspektasi kinerja masing-masing.
Dengan mempertimbangkan berbagai kenyataan serta pemikiran yang
telah dikaji, bisa ditegaskan bahwa pelayanan ahli bimbingan dan konseling
yang dianggap oleh konselor berada dalam konteks tugas ”kawasan pelayanan
yang bertujuan mendirikan individu dalam menavigasi perjalanan hidupnya
melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait
dengan keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk
mewujudkan kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi
warga masyarakat yang peduli masalah umum melalui pendidikan”.

1
Sedangkan ekspektasi kinerja konselor yang mampu pelayanan
bimbingan dan konseling selalu digerakan motif alturistik dalam arti selalu
menggunakan penyikapan yang empatik, menghormati keragaman, serta
mengedepankan kemaslahatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan
selalu mencermati kemungkinan dampak jangka panjang dari tindak
pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pengampu
pelayanan profesional itu juga dinamakan ”the reflective practitioner”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, berikut ini rumusan
masalah makalah:
1. Apa saja komponen pendidikan?
2. Bagaimana kompetensi konselor?
3. Bagaimana wilayah kerja guru BK/konselor
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini tujuan
penulisan makalah:
1. Menjelaskan apa saja komponen pendidikan.
2. Menjelaskan apa saja kompetensi yang harus dimiliki konselor.
3. Menjelaskan wilayah kerja guru BK/konselor.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komponen Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah usaha yang terencana dalam mewujudkan
proses pembelajaran yang efektif. Sehingga anak-anak bisa mengembangkan
potensi dirinya dalam hala spiritual, penegendalian diri, kepribadian dll.
Dalam pengertian diatas terlihat bahwa pendidikan dilaksanakan dengan
mewujudkan pembelajaran yang dirancang agar peserta didik dapat
mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimiliki.
Banyak hal yang perlu diperhatikan agar tujuan utama suatu
pendidikan bisa tercapai. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah
penyusunan konsep, perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi atau penilaian
pendidikan. Pendidikan tidak cukup hanya dengan proses pembelajaran saja,
namun dibutuhkan sebuah sistem yang terstruktur sehingga pendidikan dapat
yang ada di setiap instansi sekolah dapat beraktivitas dan berkelanjutan.
Sistem pendidikan memiliki sebuah komponen-komponen utama yang
saling terkait untuk membangun pendidikan agar mencapai tujuan. PH
Coombs (1968) menyebutkan bahwa ada beberapa komponen pendidikan
yaitu:

1. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan suatu hal yang ingin dicapai oleh
lembaga pendidikan melalui suatu kegiatan pendidikan. Tujuan
pendidikan ini didasari oleh sifat ilmu pendidikan yang normatif dan
praktis. Ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif, ilmu
pendidikan merumuskan kaidah-kaidah, norma-norma dan ukuran
tingkah laku manusia. Ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan prkatis,
tugas pendidikan dalam hal ini adalah menanamkan sistem norma
tingkah laku yang dijunjung tinggi oleh lembaga pendidikan dalam
masyarakat melalui para pendidik.
Tujuan pendidikan dapat dilihat dalam kurikulum pendidikan yang
terjabar mulai dari

3
a. Tujuan nasional, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa
seperti yang dicantumkan pada pembukaan UUD 1945.
b. Tujuan institusional, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
lembaga pendidikan.
c. Tujuan kurikuler, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh tiap bidang
studi pelajaran/ mata kuliah.
d. Tujuan instrukisonal, adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Dengan penjabaran tersebut, dapat terlihat bahwa tujuan pendidik
atau guru dalam pembelajaran dikelas berkaitan dengan tujuan
pendidikan nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945.
2. Peserta Didik
Berkembangnya konsep pendidikan, berpengaruh pada pemikiran
masyarakat terhadap pengertian peserta didik. Kalau dulu orang berpikir
peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah saja, maka
sekarang peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang
dewasa.
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan kemampuan/
potensi/ bakat yang ada pada diri mereka melalui proses pembelajaran
yang disediakan oleh lembaga pendidikan dan pada jalur, jenjang dan
jenis pendidikan tertentu/ sesuai dengan usia mereka. Peserta didik dapat
di didik karena mereka memiliki kemampuan/ potensi/ bakat yang
memungkinkan untuk dikembangkan, mempunyai daya eksplorasi
(penjelajahan dengan tujuan memperoleh pengetahuan yang lebih
banyak), dan dorongan untuk menjadi manusia yang lebih baik.
3. Pendidik
Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah pendidik.
Secara akademis, pendidik adalah tenaga kependidikan yakni anggota
masyarakat yang mengabdikan diri dan diangat pada lembaga tertentu
yang berkualitas, seperti guru, dosen, tutor, fasilitator, instruktur, dan
sebutan lain yang sesuai dengan khususunya.

4
Terdapat beberapa jenis pendidik yang tidak terbatas pada pendidik
di sekolah saja. Dilihat dari lembaga pendidikan, munculah beberapa
individu yang tergolong pada pendidik. Pertama guru sebagai pendidik
dalam lembaga sekolah, kedua orang tua sebagai pendidik dalam
lingkungan keluarga, dan ketiga pimpinan masyarakat baik formal
maupun nonformal sebagai pendidik dilingkungan masyarakat.
Sehubungan dengan hal tersebut yang termasuk kategori pendidik adalah
sebagai berikut :
a. Orang Dewasa
Orang dewasa sebagai pendidik dilandasi oleh sifat umum
kepribadian orang dewasa, sebagaimana dikemukakan oleh
syaifullah yaitu:
Manusia yang memiliki pandangan hidup dan prinsip hidup
yang pasti dan tetap. Manusia yang telah memiliki tujuan hidup atau
cita-cita hidup tertentu, termasuk cita-cita untuk mendidik. Manusia
yang cakap mengambil keputusan batin sendiri atau perbuatannya
sendiri dan yang akan dipertanggung jawabkan sendiri. Manusia
yang telah cakap menjadi anggota masyarakat secara konstruktif dan
aktif penuh inisiatif. Manusia yang telah mencapai umur kedewasaan,
paling rendah 18 tahun. Manusia berbudi luhur dan berbadan sehat.
Manusia yang memiliki kepribadian.
b. Orang Tua
Kedudukan orang tua sebagai pendidik, merupakan pendidik
yang kodrati dalam lingkungan keluarga. Artinya orang tua sebagai
pendidik utama dan yang pertama yang berlandaskan pada hubungan
kasih sayang bagi keluarga atau anak yang lahir di lingkungan
keluarga mereka. Kedudukan orang tua sebagai pendidik sudah
berlangsung lama, bahkan sebelum ada orang yang memikirkan
tentang pendidikan.
c. Guru/ Pendidik di Sekolah
Guru sebagai pendidik di sekolah yang secara langsung
maupun tidak langsung mendapat tugas dari orang tua atau

5
masyarakat untuk melaksanakan pendidikan. Karena itu, kedudukan
guru sebagai pendidik harus memenuhi persyaratan-persyaratan, baik
persyaratan pribadi maupun persyaratan jabatan. Persyaratan pribadi
didasarkan pada ketentuan yang terkait dengan nilai dari tingkah
laku yang dianut, kemampuan intelektual, sikap dan emosional.
Persyaratan jabatan (profesi) terkait dengan pengetahuan yang
dimiliki, baik yang berhubungan dengan pesan yang ingin
disampaikan, maupun cara penyampainnya.
d. Pemimpin Masyarakat dan Pemimpin Keagamaan
Peran pemimpin masyarakat menjadi pendidik didasarkan
pada aktifitas dari pemimpin tersebut dalam mengadakan pembinaan
atau bimbingan kepada anggota masyarakat yang dipimpin.
Pemimpin keagamaan sebagai pendidik tampak pada aktifitas
pembinaan atau pengembangan sifat kerohanian manusia, yang
didasarkan pada nilai-nilai keagamaan.
4. Alat dan Fasilitas Pendidikan
Alat dan fasilitas pendidikan sangat dibutuhkan dalam mendukung
proses pendidikan. Dengan adanya fasilitas-fasilitas pendidikan, maka
proses pendidikan akan berjalan dengan lancar. Sehingga tujuan
pendidikan akan lebih mudah dicapai. Contoh alat dan fasilitas
pendidikan diantaranya adalah ruang kelas, lapangan upacara,
laboratorium lengkap dengan alat-alat percobaannya, internet di ruang
lingkup sekolah, lapangan olahraga, tempat ibadah, perpustakaan, WC
sekolah, kantin sekolah, ruang UKS, dan masih banyak lagi yang lainnya.
5. Metode Pendidikan
Salah satu hal yang harus dilakukan oleh guru adalah dapat
menguasai keadaan kelas sehingga tercipta suasana belajar yang
menyenangkan. Dengan demikian, guru harus menerapkan metode
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didiknya.
6. Isi Pendidikan
Isi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan perlu disampaikan kepada peserta

6
didik isi/ materi yang biasanya disebut kurikulum dalam pendidikan
formal. Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program
pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan
yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik
dalam satu periode jenjang pendidikan. Macam-macam pendidikan
tersebut terdiri dari pendidikan agama, pendidikan sosial, pendidikan
keterampilan, pendidikan jasman, dll.
7. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri
anak yang ada di alam semesta dan yang memberikan pengaruh terhadap
perkembangannya. Dengan kata lain lingkungan pendidikan merupakan
latar tempat berlangsungnya proses pendidikan.
Lingkungan pendidikan dapat berupa benda-benda, orang-orang,
keadaan-keadaan, dan peristiwa-peristiwa yang ada di sekitar peserta
didik yang bisa memberikan pengaruh terhadap perkembangannya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, baik secara sengaja maupun
tidak disengaja. Terdapat tiga pusat lingkungan pendidikan, dimana
lingkungan tersebut meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Komponen pendidikan ini semuanya harus terpenuhi dalam
pelaksanaan pendidikan. Ketika salah satu tidak terpenuhi maka akan
menghambat komponen yang lain. Contoh pendidik, ketika komponen ini
tidak ada maka bisa dipastikan hal-hal lain seperti fasilitas, teknologi dan
peserta didik tidak akan terpenuhi. Karena aspek pendidikan memerlukan
tenaga pendidik. Begitu juga yang lain, apabila ada salah satu komponen yang
tidak terpenuhi maka akan berdampak pada komponen yang lain karena antar
komponen memang saling berkaitan.
Oleh karena itu, kewajiban memenuhi komponen diatas dalam rangka
melaksanakan pendidikan yang baik harus menjadi prioritas yang paling
utama. Apalagi dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, kementrian
pendidikan dan pihak-pihak terkait perlu memperhatikan setiap detail dari

7
komponen-komponen sistem pendidikan diatas dan memastikan agar
terpenuhi agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai dengan mudah.
B. Kompetensi Konselor
Sebagaimana lazimnya dalam suatu profesi, sosok utuh kompetensi
konselor terdiri atas 2 komponen yang berbeda namun terintegrasi dalam
praksis sehingga tidak bisa dipisahkan yaitu kompetensi akademik dan
kompetensi profesional.

1. Kompetensi Akademik Konselor


Sebagaimana layanan ahli pada bidang lain seperti akutansi,
notariat dan layanan medik kompetensi akademik konselor yang utuh
diperoleh melalui program S-1 Pendidikan Profesional Konselor
Terintegrasi (Kardinata, Sunaryo: 2008.). Ini berarti, untuk menjadi
pengampu pelayanan dibidang pendidikan profesional guru. Kompetensi
akademik seorang Konselor Profesional terdiri atas kemampuan :
a. Mengenal secara mendalam konseli yang hendak dilayani. Sosok
kepribadian serta dunia konseli yang perlu didalami oleh konselor
meliputi bukan saja kemampuan akademik yang selama ini dikenal
sebagai intelegensi yang hanya mencakup kemampuan kebahasaan
dan kemampuan numerikal matematika yang lazim dinyatakan
sebagai IQ yang mengedepankan kemampuan berpikir analitik,
melainkan juga seyogiyanya melebar kesegenap spektrum
kemampuan intelektual manusia sebagaimana dipaparkan dalam
gagasan intelegensi multipel.
b. Menguasai khasanah teoritik dan prosedural termasuk teknologi dalam
bimbingan dan konseling. Penguasaan kahasanah teoritik dan
prosedural serta teknologi dalam bimbingan dan konseling mencakup
kemampuan :
1) Menguasai secara akademik teori, prinsip, teknik dan prosedur
dan saran yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling.
2) Mengemas teori, prinsip, prosedur serta sarana bimbingan dan
konseling sebagai pendekatan, prinsip, teknik dan prosedur dalam

8
penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling yang
mendirikan.
3) Menyelenggarakan layanan ahli bimbingan dan konseling yang
memandirikan. Untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan
dan konseling yang memandirikan. seorang konselor harus
mampu:
a) Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling.
b) Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling serta melakukan penyusuaian-penyesuaian sambil
jalan (mid-course adjustments) berdasarkan keputusan
transasional selama rentang proses bimbingan dan konseling
dalam rangka memandirikan konseli (mind competence).
c) Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling
d) Mengembangkan Profesionalitas sebagai konselor secara
berkelanjutan.
2. Kompetensi Profesional Konselor
Penguasaan Kompetensi Profesional Konselor terbentuk melalui
latihan dalam menerapkan Kompetensi Akademik dalam bidang
bimbingan dan konseling yang telah dikuasai itu dalam konteks otentik
disekolah atau arena terapan layanan ahli lain yang relevan melalui
Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program Pengalaman
Lapangan (PPL) yang sistematis dan sungguh-sungguh (rigorous), yang
terentang mulai dari observasi dalam rangka pengenalan lapangan, latihan
bimbingan (supervised prctice) yang kemudian terus meningkat menjadi
latihan melalui penguasaan struktur (self-initiated practice) dalam program
pemegangan, kesemuanya di bawah pengawasan Dosen Pembimbing dan
Konselor Pamong. (Tohirin: 2007)
Sesuai dengan misinya untuk menumbuhkan kemampuan
profesional konselor, maka kriteria utama keberhasilan dalam keterlibatan
mahasiswa dalam Program Pendidikan Profesi Konselor berupa Program
Pengalaman Lapangan itu adalah pertumbuhan kemampuan calon konselor

9
dalam menggunakan rentetan panjang keputusan-keputusan kecil yang di
bingkai kearifan dalam mengorkestrasikan optimasi pemanfaatan dampak
layanannya demi ketercapaian kemandirian konseli dalam konteks tujuan
utuh pendidikan. Oleh karena itu, pertumbuhan kemampuan mahasiswa
calon konselor sebagaimana digambarkan di atas, mencerminkan lintasan
dalam pertumbuhan penguasaan kiat profesional dalam menyelenggarakan
pelayanan Bimbingan dan Konseling yang berdampak menumbuhkam
sosok utuh profesional konselor sebagai praktisi yang aman buat konseli
(safe practitioner).
Ini berarti bahwa, asesmen penguasaan kemampuan profesional itu
perlu lebih mengedepankan rekan jejak (track record) dalam
penyelenggeraan pengelolaan pelayanan bimbingan dan konseling dalam
kurun waktu tertentu. Demi transparansi, asesmen penguasaan kompetensi
profesional calon konselor itu dilakukan dengan menggunakan penguji
luar baik dosen Bimbingan dan Konseling yang berasal dari LPTK lain,
unsur Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) maupun
konselor pamong yang berasal dari sekolah lain. Mahasiswa yang berhasil
dengan baik menguasai kompetensi profesional konselor melalui Program
Pendidikan Profesional Konselor yang berupa Program Pengalaman
Lapangan sebagaimana dipaparkan dalam bagian ini, dianugerahi
Sertifikat Konselor dan berhak mencantumkan singkatan gelar
profesi ”Kons” di belakang namanya.
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan
dirumuskan atas dasar kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan
ekspektasi kinerja konselor. Namun bila ditata ke dalam empat kompetensi
pendidik sebagaimana tertuang dalam PP 19/2005, maka rumusan
kompetensi akademik dan profesional konselor dapat dipetakan dan
dirumuskan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
profesional. (ABKIN: 2018)

C. Wilayah Kerja Guru BK/konselor

10
Wilayah kerja guru BK/konselor diatur oleh Kementerian Pendidikan
Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan Tahun
2016 bahwa pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah didasarkan
kepada tujuan, prinsip, dan azas bimbingan dan konseling. Kegiatannya
mencakup semua komponen dan bidang layanan melalui layanan langsung,
media, kegiatan administrasi, peminatan peserta didik, serta kegiatan
tambahan dan pengembangan keprofesian berkelanjutan guru bimbingan dan
konseling atau konselor.
Layanan langsung, meliputi (1) konseling individual, (2) konseling
kelompok, (3) bimbingan kelompok, (4) bimbingan klasikal, (5) bimbingan
kelas besar atau lintas kelas, (6) konsultasi, (7) kolaborasi, (8) alih tangan
kasus, (9) kunjungan rumah, (10) advokasi, (11) konferensi kasus,dan (12)
peminatan.
Layanan melalui media, meliputi (1) papan bimbingan, (2) kotak
masalah, (3) leaflet, dan (4) pengembangan media bimbingan dan konseling.
Kegiatan administrasi, meliputi (1) pelaksanaan dan tindak lanjut asesmen
kebutuhan, (2) penyusunan dan pelaporan program kerja, (3) evaluasi
program bimbingan dan konseling, dan (4) pelaksanaan administrasi dan
manajemen bimbingan dan konseling. Kegiatan tugas tambahan, meliputi (1)
Kepala/Wakil Kepala Sekolah, Pembina OSIS, Pembina Ekstrakurikuler,
Pembina Pramuka, dan Koordinator BK. Serta pengembangan keprofesian
berkelanjutan konselor/guru bimbingan dan konseling, meliputi (1) seminar,
(2) workshop, (3) pendidikan dan pelatihan, dan (4) studi lanjut.

11
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Ada tiga komponen penting yang memungkinkan terjadinya proses
pendidikan, diantaranya peserta didik, pendidik dan materi yang akan diberikan.
Komponen lain seperti alat dan fasilitas pendidikan, metode pendidikan, dan
lingkungan pendidikan berperan sebagai komponen pendukung.
Meski tiga komponen utama telah dipenuhi sebagai syarat utama
terjadinya proses pendidikan, namun komponen pendukung lainnya juga
perperan penting. Dalam hal ini, antara komponen yang satu dengan yang lain
sangatlah saling berhubungan. Jika sebuah lembaga pendidikan menginginkan
pendidikan di lembaganya berjalan dan berkembang dengan baik, adanya
komponen pendukung ini sangat diperlukan. Karena dengan demikian,
pendidik dapat menyalurkan ilmunya dengan maksimal dan peserta didikpun
dapat menerima materi pembelajaran dengan baik.

12
DAFTAR RUJUKAN

Kardinata, Sunaryo. (2008). Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan


Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Tohirin. (2007). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis


Integrasi). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Winkel dan Sri Hastuti.
2005. Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Yogyakarta:
MEDIA ABADI.

ABKIN. (2018). Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia. Yogyakarta:


Pengurus Besar Asosiasi Bimbingan dan Konseling.

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Guru Dan Tenaga


Kependidikan. 2016. Panduan OperasionalPenyelenggaraan Bimbingan
Dan Konseling Sekolah Menengah Atas (SMA). Jakarta: Tim Penyusun
Panduan Bimbingan Dan Konseling Sekolah Dasar , Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah Atas, Dan Sekolah Menengah Kejuruan.

13

Anda mungkin juga menyukai