Anda di halaman 1dari 14

Epistemologis Bimbingan dan Konseling

Dra. Nelly Nurmelly, MM


Widyaiswara Muda Balai Diklat Keagamaan Palembang

Abstrak :

Psikologi Pendidikan dan Bimbingan atau yang disebut dengan BK di Indonesia ini
kebanyakan para pakar, tokoh, dimana Epistemologis sendiri menyangkut Asal-Usul,
Anggapan, Karakter, Kecermatan, dan Keabsahan atau Kebenaran BK ( Bimbingan dan
Konseling ) maka dari itu kami memberikan suatu sajian bacaan mengenai Epistemologis
BK, Epistemologis merupakan penafsiran terhadap teks yang dibangun berdasarkan teori
episteme. Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia
Epistemologi adalah teori pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara
mendapatkan pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan. Azyumardi Azra
mengungkapkan bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian,
pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Sedangkan objek dari
epistemologi adalah Segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh
pengetahuan. Setelah itu tujuan dari epistemology adalah bukanlah hal utama menjawab
pertanyaan, apakah saya dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang
memungkinkan saya dapat tahu. Dalam hal ini proses untuk memperoleh pengetahuan.
Reformasi epistemologi Islam dalam dunia pendidikan sangat penting dilakukan demi
menghasilkan pendidikan bermutu dan yang mencerdaskan, terlebih dalam krisis kekinian
yang menyangkut pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini. Krisis yang terjadi dalam
dunia pengetahuan dan pendidikan Islam saat ini menyebabkan tradisi keilmuan menjadi
beku dan mandek, sehingga pendidikan Islam sampai saat ini masih belum mampu
menunjukkan perannya secara optimal.

Kata Kunci : Epistemologis, Psikologi,Konseling


PENDAHULUAN

Sebagai orang yang berkecimpung dalam masalah yang menyangkut Psikologi Pendidikan
atau yang disebut dengan BK ( Bimbingan Konseling) haruslah mengerti Epistemologis BK
( Bimbingan dan Konseling ) sebab sebelum kita mempelajari sesuatu alangkah baiknya jika
kita mengerti dan memahami seluk – beluk ilmu yang akan kita pelajari dan menjadi profesi
hidup kita, Epistemologis merupakan penafsiran terhadap teks yang dibangun berdasarkan
teori epistema. Epistema —bahasa Yunani Kunonya, epistémé, atau bahasa Inggerisnya,
epistemic— adalah teori pengetahuan tentang: (a) asal-usul, (b) anggapan, (c) karakter, (d)
rentang, dan (e) kecermatan, kebenaran atau keabsahan pengetahuan, Epistomologi atau
Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-
pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia
melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode
deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis dan Epistemologi
atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ilmu
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung-jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan yang diperoleh manusia
melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori ilmu pengetahuan
diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatif, dan
metode dialektis. Dengan kamajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, Gregory
Bateson menilai kemajuan ini cenderung memperbudak manusia akibat dari kesalahan
epistemologi barat dan ini harus diluruskan.
1. Asal Usul BK ( Bimbingan Konseling )
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya
Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah.
Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di
Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung
dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 berdiri Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta,
IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP
Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil
disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP.
Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman
Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA
Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan
guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan
dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan
Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989
dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru
dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut
ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk
mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan
mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas,
parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan
BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau
orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya
di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993
tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan
tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu
dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah
Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan
dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
di sekolah mulai jelas.
a. Pra Lahirnya Pola 17
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak
jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan
dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya
persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud
kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi
negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah
dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi
pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK
melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus
aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh
siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan
BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien,
memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan
lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak
jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai
berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah
mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi
Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya
terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia
(IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolah Lahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi
Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin
segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk
melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau
membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru
pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan
Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan
oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru
yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan
legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan
Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana
pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa
bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-
guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya
untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak
menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang
tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya
menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah
apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah
berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi
pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola
yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
1. Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan
fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya.
Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti
Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
2. Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam
kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata
pelajaran yang berhalangan hadir.
3. Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para
siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai
pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
4. Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program
pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
5. Terjadi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi
guru pembimbing, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam
organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap
sekolah di Indonesia.
b. Lahirnya Pola 17
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan
Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yang menyangkut bimbingan
dan konseling adalah : 1. Istilah “bimbingan dan penyuluhan” secara resmi diganti menjadi
“bimbingan dan konseling.” 2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru
pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan
dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru. 3. Guru yang
diangkat atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka
yang berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran
bimbingan dan konseling selama 180 jam. 4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan
dengan pola yang jelas : a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya. b. Bidang
bimbingan : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir c. Jenis layanan : layanan orientasi,
informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan
kelompok dan konseling kelompok.d. Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data,
konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4)
membentuk apa yang kemudian disebut “BK Pola-17” 5. Setiap kegiatan bimbingan dan
konseling dilaksanakan melalui tahap :a. Perencanaan kegiatan b. Pelaksanaan kegiatan
c. Penilaian hasil kegiatan d. Analisis hasil penilaian e. Tindak lanjut 6. Kegiatan bimbingan
dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerja sekolah. Hal-hal yang substansial
di atas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelas yang sudah lama berlangsung
sebelumnya. Langkah konkrit diupayakan seperti :1. Pengangkatan guru pembimbing yang
berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.2. Penataran guru-guru pembimbing
tingkat nasional, regional dan lokal mulai dilaksanakan.3. Penyususnan pedoman kegiatan
bimbingan dan konseling di sekolah, seperti :a. Buku teks bimbingan dan konselingb. Buku
panduan pelaksanaan menyeluruh bimbingan dan konseling di sekolahc. Panduan
penyusunan program bimbingan dan konselingd. Panduan penilaian hasil layanan bimbingan
dan konselinge. Panduan pengelolaan bimbingan dan konseling di sekolah4. Pengembangan
instrumen bimbingan dan konseling5. Penyusunan pedoman Musyawarah Guru Pembimbing
(MGP) Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut bimbingan dan
konseling sekarang menjadi jelas : istilah yang digunakan bimbingan dan konseling,
pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti penataran bimbingan dan
konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK Pola-17, pelaksanaan kegiatan melalui
tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut. Pelaksanaan
kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Peningkatan profesionalisme guru pembimbing
melalui Musyawarah Guru Pembimbing, dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku
teks dan buku panduan.
2. Anggapan Mengenai BK
1. Bimbingan dan Konseling disamakan atau dipisahkan sama sekali dari pendidikan.
Ada sebagian orang yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling adalah identik dengan
pendidikan sehingga sekolah tidak perlu lagi bersusah payah menyelenggarakan pelayanan
bimbingan dan konseling, karena dianggap sudah implisit dalam pendidikan itu sendiri.
Cukup mantapkan saja pengajaran sebagai pelaksanaan nyata dari pendidikan. Mereka sama
sekali tidak melihat arti penting bimbingan dan konseling di sekolah. Sementara ada juga
yang berpendapat pelayanan bimbingan dan konseling harus benar-benar terpisah dari
pendidikan dan pelayanan bimbingan dan konseling harus secara nyata dibedakan dari
praktik pendidikan sehari-hari. Walaupun guru dalam melaksanakan pembelajaran siswa
dituntut untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan interpersonal dengan para siswanya,
namun kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak hal yang menyangkut kepentingan
siswa yang tidak bisa dan tidak mungkin dapat dilayani sepenuhnya oleh guru di sekolah
melalui pelayanan pengajaran semata, seperti dalam hal pelayanan dasar (kurikulum
bimbingan dan konseling), perencanaan individual, pelayanan responsif, dan beberapa
kegiatan khas Bimbingan dan Konseling lainnya.
Begitu pula, Bimbingan dan Konseling bukanlah pelayanan eksklusif yang harus terpisah dari
pendidikan. Pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya memiliki derajat dan tujuan
yang sama dengan pelayanan pendidikan lainnya (baca: pelayanan pengajaran dan/atau
manajemen), yaitu mengantarkan para siswa untuk memperoleh perkembangan diri yang
optimal. Perbedaan terletak dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, dimana masing-masing
memiliki karakteristik tugas dan fungsi yang khas dan berbeda (1).
2. Menyamakan pekerjaan Bimbingan dan Konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater.
Dalam hal-hal tertentu memang terdapat persamaan antara pekerjaan bimbingan dan
konseling dengan pekerjaan dokter dan psikiater, yaitu sama-sama menginginkan
konseli/pasien terbebas dari penderitaan yang dialaminya, melalui berbagai teknik yang telah
teruji sesuai dengan masing-masing bidang pelayanannya, baik dalam mengungkap masalah
konseli/pasien, mendiagnosis, melakukan prognosis atau pun penyembuhannya.
Kendati demikian, pekerjaan bimbingan dan konseling tidaklah persis sama dengan pekerjaan
dokter atau psikiater. Dokter dan psikiater bekerja dengan orang sakit sedangkan konselor
bekerja dengan orang yang normal (sehat) namun sedang mengalami masalah.Cara
penyembuhan yang dilakukan dokter atau psikiater bersifat reseptual dan pemberian obat,
serta teknis medis lainnya, sementara bimbingan dan konseling memberikan cara-cara
pemecahan masalah secara konseptual melalui pengubahan orientasi pribadi, penguatan
mental/psikis, modifikasi perilaku, pengubahan lingkungan, upaya-upaya perbaikan dengan
teknik-teknik khas bimbingan dan konseling.
3. Bimbingan dan Konseling dibatasi pada hanya menangani masalah-masalah yang bersifat
insidental.
Memang tidak dipungkiri pekerjaan bimbingan dan konseling salah satunya bertitik tolak dari
masalah yang dirasakan siswa, khususnya dalam rangka pelayanan responsif, tetapi hal ini
bukan berarti bimbingan dan konseling dikerjakan secara spontan dan hanya bersifat reaktif
atas masalah-masalah yang muncul pada saat itu.
Pekerjaan bimbingan dan konseling dilakukan berdasarkan program yang sistematis dan
terencana, yang di dalamnya mengggambarkan sejumlah pekerjaan bimbingan dan konseling
yang bersifat proaktif dan antisipatif, baik untuk kepentingan pencegahan, pengembangan
maupun penyembuhan (pengentasan)
4. Bimbingan dan Konseling dibatasi hanya untuk siswa tertentu saja.
Bimbingan dan Konseling tidak hanya diperuntukkan bagi siswa yang bermasalah atau siswa
yang memiliki kelebihan tertentu saja, namun bimbingan dan konseling harus dapat melayani
seluruh siswa (Guidance and Counseling for All). Setiap siswa berhak dan mendapat
kesempatan pelayanan yang sama, melalui berbagai bentuk pelayanan bimbingan dan
konseling yang tersedia.
5. Bimbingan dan Konseling melayani “orang sakit” dan/atau “kurang/tidak normal”.
Sasaran Bimbingan dan Konseling adalah hanya orang-orang normal yang mengalami
masalah. Melalui bantuan psikologis yang diberikan konselor diharapkan orang tersebut
dapat terbebaskan dari masalah yang menghinggapinya. Jika seseorang mengalami
keabnormalan yang akut tentunya menjadi wewenang psikiater atau dokter untuk
penyembuhannya. Masalahnya, tidak sedikit petugas bimbingan dan konseling yang tergesa-
gesa dan kurang hati-hati dalam mengambil kesimpulan untuk menyatakan seseorang tidak
normal. Pelayanan bantuan pun langsung dihentikan dan dialihtangankan (referal).
6. Pelayanan Bimbingan dan Konseling berpusat pada keluhan pertama (gejala) saja.
Pada umumnya usaha pemberian bantuan memang diawali dari gejala yang ditemukan atau
keluhan awal disampaikan konseli. Namun seringkali justru konselor mengejar dan
mendalami gejala yang ada bukan inti masalah dari gejala yang muncul. Misalkan,
menemukan siswa dengan gejala sering tidak masuk kelas, pelayanan dan pembicaraan
bimbingan dan konseling malah berkutat pada persoalan tidak masuk kelas, bukan menggali
sesuatu yang lebih dalam dibalik tidak masuk kelasnya.
7. Bimbingan dan Konseling menangani masalah yang ringan.
Ukuran berat-ringannya suatu masalah memang menjadi relatif, seringkali masalah seseorang
dianggap sepele, namun setelah diselami lebih dalam ternyata masalah itu sangat kompleks
dan berat. Begitu pula sebaliknya, suatu masalah dianggap berat namun setelah dipelajari
lebih jauh ternyata hanya masalah ringan saja. Terlepas berat-ringannya yang paling penting
bagi konselor adalah berusaha untuk mengatasinya secara cermat dan tuntas. Jika segenap
kemampuan konselor sudah dikerahkan namun belum juga menunjukan perbaikan maka
konselor seyogyanya mengalihtangankan masalah (referal) kepada pihak yang lebih
kompeten
8. Petugas Bimbingan dan Konseling di sekolah diperankan sebagai “polisi sekolah”.
Masih banyak anggapan bahwa bimbingan dan konseling adalah “polisi sekolah” yang harus
menjaga dan mempertahankan tata tertib, disiplin dan keamanan di sekolah.Tidak jarang
konselor diserahi tugas mengusut perkelahian ataupun pencurian, bahkan diberi wewenang
bagi siswa yang bersalah.
Dengan kekuatan inti bimbingan dan konseling pada pendekatan interpersonal, konselor
justru harus bertindak dan berperan sebagai sahabat kepercayaan siswa, tempat mencurahkan
kepentingan apa-apa yang dirasakan dan dipikirkan siswa. Konselor adalah kawan pengiring,
penunjuk jalan, pemberi informasi, pembangun kekuatan, dan pembina perilaku-perilaku
positif yang dikehendaki sehingga siapa pun yang berhubungan dengan bimbingan konseling
akan memperoleh suasana sejuk dan memberi harapan.
9. Bimbingan dan Konseling dianggap semata-mata sebagai proses pemberian nasihat.
Bimbingan dan konseling bukan hanya bantuan yang berupa pemberian nasihat. Pemberian
nasihat hanyalah merupakan sebagian kecil dari upaya-upaya bimbingan dan konseling.
Pelayanan bimbingan dan konseling menyangkut seluruh kepentingan klien dalam rangka
pengembangan pribadi klien secara optimal.
10. Bimbingan dan konseling bekerja sendiri atau harus bekerja sama dengan ahli atau
petugas lain
Pelayanan bimbingan dan konseling bukanlah proses yang terisolasi, melainkan proses yang
sarat dengan unsur-unsur budaya,sosial,dan lingkungan. Oleh karenanya pelayanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin menyendiri. Konselor perlu bekerja sama dengan
orang-orang yang diharapkan dapat membantu penanggulangan masalah yang sedang
dihadapi oleh klien. Di sekolah misalnya, masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tidak
berdiri sendiri.Masalah itu sering kali saling terkait dengan orang tua,siswa,guru,dan piha-
pihak lain; terkait pula dengan berbagai unsur lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat
sekitarnya. Oleh sebab itu penanggulangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh guru
pembimbing saja .Dalam hal ini peranan guru mata pelajaran, orang tua, dan pihak-pihak lain
sering kali sangat menentukan. Guru pembimbing harus pandai menjalin hubungan kerja
sama yang saling mengerti dan saling menunjang demi terbantunya siswa yang mengalami
masalah itu. Di samping itu guru pembimbing harus pula memanfaatkan berbagai sumber
daya yang ada dan dapat diadakan untuk kepentingan pemecahan masalah siswa. Guru mata
pelajaran merupakan mitra bagi guru pembimbing, khususnya dalam menangani masalah-
masalah belajar.
Namun demikian, konselor atau guru pembimbing tidak boleh terlalu mengharapkan bantuan
ahli atau petugas lain. Sebagai tenaga profesional konselor atau guru pembimbing harus
mampu bekerja sendiri, tanpa tergantung pada ahli atau petugas lain. Dalam menangani
masalah siswa guru pembimbing harus harus berani melaksanakan pelayanan, seperti
“praktik pribadi”, artinya pelayanan itu dilaksanakan sendiri tanpa menunggu bantuan orang
lain atau tanpa campur tangan ahli lain. Pekerjaan yang profesional justru salah satu cirinya
pekerjaan mandiri yang tidak melibatkan campur tangan orang lain atau ahli.
11. Konselor harus aktif, sedangkan pihak lain harus pasif
Sesuai dengan asas kegiatan, di samping konselor yang bertindak sebagai pusat penggerak
bimbingan dan konseling, pihak lain pun, terutama klien,harus secara langsung aktif terlibat
dalam proses tersebut.Lebih jauh, pihak-pihak lain hendaknya tidak membiarkan konselor
bergerak dan berjalan sendiri. Di sekolah, guru pembimbing memang harus aktif, bersikap
“jemput bola”, tidak hanya menunggu didatangi siswa yang meminta layanan
kepadanya.Sementara itu, personil sekolah yang lain hendaknya membantu kelancaran usaha
pelayanan itu.
Pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling adalah usaha bersama yang beban
kegiatannya tidak semata-mata ditimpakan hanya kepada konselor saja. Jika kegiatan yang
pada dasarnya bersifat usaha bersama itu hanya dilakukan oleh satu pihak saja, dalam hal ini
konselor, maka hasilnya akan kurang mantap, tersendat-sendat, atau bahkan tidak berjalan
sama sekali.
12. Menganggap pekerjaan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja
Benarkah pekerjaan bimbingan konseling dapat dilakukan oleh siapa saja? Jawabannya bisa
saja “benar” dan bisa pula “tidak”. Jawaban ”benar”, jika bimbingan dan konseling dianggap
sebagai pekerjaan yang mudah dan dapat dilakukan secara amatiran belaka. Sedangkan
jawaban ”tidak”, jika bimbingan dan konseling itu dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip
keilmuan dan teknologi (yaitu mengikuti filosopi, tujuan, metode, dan asas-asas tertentu),
dengan kata lain dilaksanakan secara profesional. Salah satu ciri keprofesionalan bimbingan
dan konseling adalah bahwa pelayanan itu harus dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam
bidang bimbingan dan konseling. Keahliannya itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan
yang cukup lama di Perguruan Tinggi.
13. Menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien
Cara apapun yang akan dipakai untuk mengatasi masalah haruslah disesuaikan dengan
pribadi klien dan berbagai hal yang terkait dengannya.Tidak ada suatu cara pun yang ampuh
untuk semua klien dan semua masalah. Bahkan sering kali terjadi, untuk masalah yang sama
pun cara yang dipakai perlu dibedakan. Masalah yang tampaknya “sama” setelah dikaji
secara mendalam mungkin ternyata hakekatnya berbeda, sehingga diperlukan cara yang
berbeda untuk mengatasinya. Pada dasarnya.pemakaian sesuatu cara bergantung pada pribadi
klien, jenis dan sifat masalah, tujuan yang ingin dicapai, kemampuan petugas bimbingan dan
konseling, dan sarana yang tersedia.
14. Memusatkan usaha Bimbingan dan Konseling hanya pada penggunaan instrumentasi
Perlengkapan dan sarana utama yang pasti dan dan dapat dikembangkan pada diri konselor
adalah “mulut” dan keterampilan pribadi. Dengan kata lain, ada dan digunakannya instrumen
(tes.inventori,angket dan dan sebagainya itu) hanyalah sekedar pembantu. Ketidaan alat-alat
itu tidak boleh mengganggu, menghambat, atau bahkan melumpuhkan sama sekali usaha
pelayanan bimbingan dan konseling.Oleh sebab itu, konselor hendaklah tidak menjadikan
ketiadaan instrumen seperti itu sebagai alasan atau dalih untuk mengurangi, apa lagi tidak
melaksanakan layanan bimbingan dan konseling sama sekali.Tugas bimbingan dan konseling
yang baik akan selalu menggunakan apa yang dimiliki secara optimal sambil terus berusaha
mengembangkan sarana-sarana penunjang yang diperlukan.
15. Menganggap hasil pekerjaan Bimbingan dan Konseling harus segera terlihat.
Disadari bahwa semua orang menghendaki agar masalah yang dihadapi klien dapat diatasi
sesegera mungkin dan hasilnya pun dapat segera dilihat. Namun harapan itu sering kali tidak
terkabul, lebih-lebih kalau yang dimaksud dengan “cepat” itu adalah dalam hitungan detik
atau jam. Hasil bimbingan dan konseling tidaklah seperti makan sambal, begitu masuk ke
mulut akan terasa pedasnya. Hasil bimbingan dan konseling mungkin saja baru dirasakan
beberapa hari kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemuadian.. Misalkan, siswa yang
mengkonsultasikan tentang cita-citanya untuk menjadi seorang dokter, mungkin manfaat dari
hasil konsultasi akan dirasakannya justru pada saat setelah dia menjadi seorang dokter.
3. Karakter BK yaitu seperti?
BK ( Bimbingan dan Konseling ) merupakan suatu wadah untuk menyelesaikan masalah
serorang atau kelompok sampai masalah tersebut memang betul-betul untuk dapat di
membantu menyelesaikan masalah anda dan kerahasian kami jaga 100% karena dalam BK
terdapat Azaz –azaz yang harus di patuhi oleh setiap guru BK, Maksud dari konseling ialah
menyajikan kondisi yang dapat memperlancar dan mempermudah perubahan sukarela itu.
• Klien atau konseli mempunyai batas gerak sesuai dengan tujuan konseling secara khusus
ditetapkan bersama oleh konselor dan klien pada waktu permulaan proses konseling itu.
• Konidisi yang memperlancar perubahan tingkah laku itu diselenggarakan melalui
wawancara.
• Suasana mendengarkan terjadi dalam konseling, tetapi tidak semua proses konseling itu
terdiri dari mendengarkan itu saja
• .Konselor memahami klien
• .Konseling diselenggarakan dalam keadaan pribadi dan hasilnya dirahasiakan
• .Klien mempunyai masalah-masalah psikologis dan konselor memiliki keterampilan atau
keahlian di dalam membantu memecahkan masalah-masalah
4. Kecermatan BK yaitu?
Kecermatan BK ( Bimbingan Konseling ) Menyangkut Ketepatan Menguunakan Layanan,
Ketepatan menggunakan Strategi dalam penyelesaian masalah,keberhasilan mencapai suatu
tujuan dalam konseling, dan yang paling penting Kecermatan Konselor dalam Berikap,
Bekerja, Bertanggungjawab, dan saat menyelesaikan masalah konseli. Sebab pekerjaan
konselor sangatlah banyak dan di butuhkan kecermatan yang sangat tepat dalam
menyelesaikan semua masalah yang sedang dihadapi oleh konselor.
5. Kebenaran atau Keabsahan BK yaitu?
Kebenaran atau Keabsahan BK sesuai dengan keberadaan konselor dalam system pendidikan
nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru,
dosen pamong belajar, tutor widyaswara, fasilitator dan instruktur (UU No. 20 Tahun 2003
Pasal 1 ayat 6). Kesejajaran posisi ini berarti bahwa tenaga pendidik itu mmeiliki keunikan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama dengan guru. Hal ini
mengandung implikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi pendidik, termasuk konselor,
perlu disusun standar kualifikasi akademik dan kompetensi. Dengan demikian
mempertimbangkan berbagai kenyataan serta pemikiran yang telah dikaji, biar ditegaskan
bahwa pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang diampu oleh konselor berada dalam
konteks tugas pelayanan yang bertujuan memandirikan individu.. Jadi dapat disimpulkan
bahwa BK (Bimbingan Konseling) telah diakaui Kebenarannya dan Keabsahannya oleh
Pemerintah untuk dapat menjadi suatu Profesi dalam dunia pendidikan maupun pekerjaan.
KESIMPULAN
Jadi menurut kesimpulan diatas yaitu tentang Epistemologis BK ( Bimbingan Konseling )
dimana pengetian Epistemologis sendiri yaitu merupakan penafsiran terhadap teks yang
dibangun berdasarkan teori epistema. Epistema —bahasa Yunani Kunonya, epistémé, atau
bahasa Inggerisnya, epistemic— adalah teori pengetahuan tentang: (a) asal-usul, (b)
anggapan, (c) karakter, (d) rentang, dan (e) kecermatan, kebenaran atau keabsahan
pengetahuan dan Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari
ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut
diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya;
metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode
dialektis dan Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan
dengan hakikat dan ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta
pertanggung-jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan
yang diperoleh manusia melalui akal, indera dan lain-lain mempunyai metode tersendiri
dalam teori ilmu pengetahuan diantaranya metode induktif, metode deduktif, metode
positivisme, metode kontemplatif, dan metode dialektis. Dengan kamajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi saat ini, Gregory Bateson menilai kemajuan ini cenderung memperbudak
manusia akibat dari kesalahan epistemologi barat dan ini harus diluruskan. Maka sudah di
jelaskan diatas tentang epistemologis BK muali Asal-usul, Anggapan, Karakter, Kecermatan
dan Keabsahan atau Kebenaran BK dalam bidang profesi.
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia. (2007). Penataan Pendidikan Profesional


Konselor. Naskah Akademik ABKIN (dalam proses finalisasi).
Syamsu Yusuf L.N. (2005). Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah/Madrasah.
Bandung : CV Bani Qureys.
——–. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Remaja Rosda Karya.
——–.dan Juntika N. (2005). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai