Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SEMINAR

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN PERKEMBANGAN


BAB I

BAB I
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa menurut KBBI adalah orang yang belajar di Perguruan tinggi. Sedangkan
pengertian mahasiswa menurut Suwono (dalam pengertian definisi mahasiswa menurut para
ahli, 2012) adalah setiap orang yang berusia antara 18-30 tahun dan terdaftar resmi untuk
mengikuti pelajaran di perguruan tinggi negeri. Menjadi mahasiswa merupakan sesuatu yang
tak jarang menjadi kebanggan baik bagi individu itu sebagai mahasiswa maupun keluarganya.
Menurut data dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) jumlah mahasiswa
mahasiswa aktif di Indonesia 3.573.484. Saat ini untuk dapat menjadi mahasiswa lebih
mudah dibandingkan dahulu karena adanya penawaran beasiswa baik untuk calon maupun
yang sudah menjadi mahasiswa. Dalam salah satu jenis beasiswa pemerintah, yakni bidik
misi pada tahun 2014 telah memberikan bantuan kepada lebih 60 ribu mahasiswa, sementara
di tahun 2013 sebanyak 58.900 (Penerima Bidikmisi 2014 Capai 60 Ribu, 2014).
Seseorang yang telah diterima sebagai mahasiswa akan mengalami kehidupan yang
berbeda dengan yang dijalani ketika saat masih sekolah. Masalah yang dihadapi juga lebih
kompleks daripada sebelumnya. Dan tugas menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh
mahasiswa dan bahkan dapat menimbulkan stress (Adnamazida , 2013).Dalam penelitian
yang dilakukan oleh Bullare (2009) tentang Sumber, strategi daya tindak dan stres yang
dialami pelajar universitas , masalah akademik menjadi salah satu dari subskala sumber
stress yang memiliki korelasi positif dan siknifikan dengan stress yang dialami oleh
mahasiswa. Hal ini ditunjukkan dengan hasil perhitungan korelasi person dimana sumber
stress dari akademik memiliki nilai k < 0.1.
Tugas kuliah memang menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dengan kehidupan
sebagai mahasiswa. Berbagai tugas akademik hampir selalu diberikan oleh dosen kepada
mahasiswanya, baik berbentuk tugas yang dapat dikerjakan di rumah atau kos maupun tugas
yang harus diselesaikan saat itu juga.Tugas-tugas yang diberikan oleh dosen tersebut ada
yang bersifat individual maupun kelompok. Tugas yang bersifat individual cenderung lebih
simple karena tidak perlu menyamakan persepsi dengan oranglain maupun mencari waktu
untuk dapat berkumpul dengan lengkap. Tetapi, tugas individu memiliki kekurangan, yakni
beban tugas yang harus ditanggung lebih besar dari pada kerja kelompok. Dengan adanya

tugas kelompok dapat meringankan beban dalam penyelesaian tugas. Karena dalam
kelompok tersebut dapat terjadi saling tukar pikiran dan pendapat atau tugas tersebut dapat
dibagi sesuai dengan keahlian masing-masing. Dengan demikian jika secara individu beban
tugas terasa sangat berat,maka akan terasa ringan jika tugas dikerjakan secara kelompok
karena beban yang ada ditanggung oleh beberapa individu. Namun, dalam mengerjakan suatu
tugas kelompok tidak selalu semua bekerja secara optimal, ada beberapa yang memiliki
kontribusi hanya sedikit dalam kelompok.

Fenomena kurangnya keterlibatan seseorang

dalam kelompok disebut sebagai social loafing . Secara teori social loafing menurut Williams
&Karau (1993) yaitu ketika seseorang cenderung lebih mengurangi usaha dan motivasi saat
tugas kelompok dari pada saat tugas individu. Social loafing yang terjadi dalam suatu kerja
kelompok bisa dalam bentuk salah satu anggota yang tidak berperan apapun atau pelimpahan
pekerjaan bagiannya kepada orang lain. Social loafing memang tidak saja terjadi di
lingkungan kerja seperti kantor semata, fenomena satu ini juga dapat terjadi di lingkungan
kampus. Beberapa mahasiswa yang berhasil diwawancarai mengatakan bahwa mereka
menemukan fenomena social loafing ini.
Subjek 1 : Iya, mesti seperti itu. Bahkan ada satu dua orang yang tidak berperan
sama sekali juga ada.

Interviewer : Apakah pernah menemui fenomena social loafing ketika di kampus?


Subjek 2

: Iya pernah

Interviewer : Pernahkan kamu melihat menemui fenomena social loafing ketika


melakukan kerja kelompok?
Subjek 3

:iya sering. Misal anggotanya sibuk banget gitu ya. Padahal udah

dibagiannya, kamu dapat ini-ini tapi ternyata dia nggak ada kabar, dihubungin nggak
bisa-bisa, sampai ahirnya deatline dan ahirnya yang ngerjain ya anggota yang lain.
Mahasiswa yang berhasil diwawancarai tersebut

juga mengungkapkan adanya

dampak dari social loafing yang mempengaruhi baik itu kinerja maupun anggota yang lain
dalam kelompok. Pekerjaan tidak dapat dikerjakan dengan cepat karena masih harus
menunggu satu orang. Pekerjaan yang dikerjakan dengan terburu juga sering kali mendapat

hasil yang tidak sebaik dengan yang diharapkan. Perilaku social loafing yang melimpahkan
bagian dari beban kelompok yang harusnya tapi dilimpahkan ke anggota yang lain juga
membuat kondisi kelompok menjadi tidak menyenangkan.
Subjek 1 : Ya..merasa iri, karena kadang tugas juga mepet detline sementara
dia belum mengerjakan, ahirnya harus nunggu dia, ahirnya jadinya nggak enak
Subjek 2: Kalau missal dalam kelompok yang kerja hanya satu orang itu pasti
akan nagruh banget (ke kinerja kelompok). Misal keompokannya sama orang sibuk.
Pasti susah buat menghubungi mereka untuk kumpul. Kalaupun kumpul tapi yang
dating Cuma satu orang, jadinya ngrasa yang kerja Cuma aku thok, kan jadinya nggak
enak
Subjek 3 : Sebenarnya tugasnya dibagi, ya.. lumayanlah buat meringankan
beban anggota lain di kelompok. Kalau missal dia nggak ngerjain, otomatis anggota
yang ngerjain itu bebannya tambah berat, kasian. Kalau pendapat anggota yang
lain, mereka ngeluh, dan ngeluhnya ke kelompok lain, bukan ke orangnya langsung.
Karena orang nya juga jarang ikut kumpul
Para penelitipun banyak yang melakukan penelitian untuk mencari penyebab
terjadinya social loafing. Contoh penelitan tersebut seperti yang dilakukan oleh Linden, dkk
(2004) tentang

menghasilkan pada level individu (peningkatan saling ketergantungan

terhadap tugas, penurunan visibilitas tugas dan keadilan distributif) memiliki hubungan yang
positif terhadap social loafing, pada tingkat kelompok

seperti ukuran kelompok dan

kekompakan kelompok yang menurun juga mempengaruhi peningkatan terjadinya social


loafing, dan secara tak terduga, penelitian ini juga menemukan hal lain yang mempengaruhi
social loafing, yakni persepsi anggota. Sementara Kerr (1983) dalam jurnalnya yang berjudul
Motivation losses in small groups: A social dilemma analysis menunjukkan bahwa ada
pengaruh faktor hilangnya motivasi terhadap kecenderungan melakukan social loafing.
Sementara penelitian lain juga dilakukan oleh Hoigrard dkk (2006) yang berusaha mencari
hungan antara kohesi kelompok dan norma kelompok terhadap kecenderungan social loafing,
dan hasilnya menunjukkan bahwa kohesi sosial tinggi, kohesi tugas rendah dan norma
kelompok rendah merupakan hal yang mendasari terjadinya social loafing. Kesemua faktor
yang mendasari terjadinya social loafing ada yang bersifat internal (persepsi anggota
kelompok dan hilangnya motivasi) dan eksternal ( ketergantungan pada tugas, visibitas tugas
yang menurun, keadilan distributif, ukuran dan kekompakan kelompok, serta kohesi tugas
dan kelompok, serta norma kelompok).

Faktor ekternal dan internal tersebut menunjukkan hilangnya motivasi menjadi salah
satu alasan penting munculnya perilaku social loafing. Ketika seseorang kehilangan motivasi
secara otomatis ia akan malas melakukan sesuatu, tak terkecuali dalam bekerja secara
kelompok. Carti (2013) melakukan penelitian terhadap para konselor di kabupaten Brebes
terkait motavasi dalam memberikan konseling perorangan di SMP se-Brebes. Dan hasilnya
bahwa motivasi para guru tersebut dipengaruhi oleh locus of control. Dimana jika locus of
control para guru tersebut tinggi, maka motivasi untuk memberikan konseling perseorangan
juga tinggi.
Locus of control sendiri menurut Larsen & Buss (2002 dalam Catri) merupakan
konsep tentang persepsi seseorang akan sesuatu yang terjadi dalam hidupnya dan tanggung
jawabnya. Menurut Robbins dan Judge (2007) locus of control dibagi menjadi 2 yakni,
internal locus of control dan external locus of control. Internal locus of control adalah
individu yakin apa yang terjadi pada dirinya karena usahanya sendiri, dan external locus of
control menganggap takdir seperti keberuntungan atau kesempatan sebagai penyebab dari
sesuatu yang terjadi pada dirinya.
Seseorang dalam bertindak pastilah karena adanya tujuan atau motivasi tertentu.
Tujuan atau motivasi tersebut biasanya tak terlepas dari seseorang dalam mempersepsikan
sesuatu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakuan oleh Cartie pada tahun 2013 dimana
locus of control atau bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu memiliki korelasi yang
positif dengan motivasi. Dan tujuan motivasi itu sendiri akan mempengaruhi seseorang dalam
bertindak, serta meotivasi menjadi salah satu dari penyebab munculnya perilaku social
loafing. Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk mencari hubungan antara locus of
control dengan social loafing.
1.2 Identifikasi Masalah
Dunia mahasiswa tak pernah lepas daripada tugas yang diberikan oleh dosen. Tugastugas tersebut terdiri dari berbagai bentuk, ada tugas langsung dan tugas yang dapat
dikerjakan dirumah, adapula tugas individu dan tugas kelompok. Terkait tugas kelompok,
tentu banyak sekali dinamika dan suka duka dalam mengerjakan tugas kelompok. Salah satu
sukanya yaitu beban tugas terasa lebih ringan karena bebas tugas yang ada dibagi dengan
banyak kepala.
Tugas kelompok merupakan tugas yang idealnya dan seharusnya dikerjakan secara
berkelompok, setiap orang memiliki peran yang sama dan menerima beban tugas yang sama
pula. Seperti yang telah dibahas di latar belakang sebelumnya bahwa dalam dalam praktek
kerja kelompok yang sebenarnya, khususnya dalam lingkungan akademik masih ditemukan

adanya individu yang memiliki kontribusi kurang maksimal dalam kelompok sehingga
terkadang hal tersebut distributive beban dan peran dalam kelompok menjadi tidak adil. serta
memunculkan juga beberapa dampak tidak menyenangkan akibat adanya social loafing.
berdasarkan hasil wawancara awal kepada beberapa mahasiswa, mereka juga merasakan hal
demikian, yaitu merasa tidak adil karena tugas yang atas nama kelompok tapi pengerjaannya
oleh beberapa atau bahkan hanya seorang individu? Mereka yang bekerja sedikit akan
mendapat nilai yang sama dengan mereka yang berperan banyak dalam kelompok.
Beberapa pun faktor menjadi penyebab kemungkinan terjadinya perilaku social
loafing seperti faktor internal (persepsi anggota kelompok dan hilangnya motivasi) dan
eksternal ( ketergantungan pada tugas, visibitas tugas yang menurun, keadilan distributive,
ukuran dan kekompakan kelompok, serta kohesi tugas dan kelompok, serta norma
kelompok).
Penulis mengambil locus of control karena Seseorang dalam bertindak pastilah karena
adanya tujuan atau motivasi tertentu. Tujuan atau motivasi tersebut biasanya tak terlepas dari
seseorang dalam mempersepsikan sesuatu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakuan
oleh Cartie pada tahun 2013 dimana locus of control atau bagaimana seseorang
mempersepsikan sesuatu memiliki korelasi yang positif dengan motivasi. Dan tujuan
motivasi itu sendiri akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak, serta meotivasi menjadi
salah satu dari penyebab munculnya perilaku social loafing.
1.3 Batasan Masalah
a. Mahasiswa adalah setiap orang yang berusia antara 18-30 tahun dan terdaftar resmi
untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi baik swasta maupun negeri. Mahasiwa yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah mahasiswa di universitas X
b. Sosial Loafing atau kemalasan sosial adalah suatu kedaan dimana seorang individu
yang berada dalam suatu kelompok cenderung sedikit berperan dalam mengerjakan tugas
untuk mecapai tujuan kelompok. Sedangkan social loafing yang dimaksud disini adalah
sosial loafing pada mahasiswa saat mengerjakan tugas kelompok dari dosen
c. Locus of control menggambarkan bagaimana individu meyakini dan memandang segala
sesuatu yang ada dan terjadi disekitarnya yang pada ahirnya akan mempengaruhi perilaku
individu yang bersangkutan. Locus of control dibagi menjadi dua, yakni : locus of control
internal dan locus of control eksternal. Locus of control internal adalah menggap
keberhasilan yang dicapai karena ada peran atau tindakan dari individu yang bersangkutan,
sementara locus of control eksternal memandang keberhasilan yang dicapai karena
merupakan control dari lingkungan.
1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang ada dalam latar belakang masalah dan pembtasan masalah,
maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara
locus of control dengan sosial loafing pada mahasiswa?
1.5

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan

dengan tujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara locus of control dengan social
loafing pada mahasiswa
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diaharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi penulis sendiri maupun
pihak lain yang berkepentingan terhadap masalah ini. Bagi peneliti sendiri penelitian ini
untuk menjawab pertanyan peneliti tentang ada atau tidaknya hubungan antara locus of
control dengan social loafing pada mahasiswa. Bagi pihak lain yang berkepentingan,
dharapkan penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1.

Manfaat Teoritis
Manfaat yang dapat dirasakan dari segi teoritis ini adalah penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan ilmiah untuk memperluas pemahaman, pengembangan teori, serta


menguji secara metodologis tentang hubungan antara locus of control dengan social loafing
pada mahasiswa. Penelitian ini diharapkan pula dapat memperkaya ranah penelitian
mengenai hubungan antara locus of control dengan social loafing pada mahasiswa.
2.

Manfaat praktis
1. Bagi ranah pendidikan
Memberikan kontribusi dalam pengukungan tentang locus of control dan social
loafing pada mahasiswa yang mengerjakan tugas kelompok
2. Bagi mahasiswa
Menumbuhkan kesadaran bagi mahasiswa tentang adanya fenomena social loafing,
yang dalam hal ini adalah saat kerja kelopok,dan salah satu penyebabnya. Sehingga
bagi mahasiswa yang merasa melakukan social loafing akan mengetahui penyebab dan
diharapkan mahasiswa yang bersangkutan dapat memperbaiki dan mengubah baik
perilaku maupun keyakinannya agar tidak melakukan social loafing lagi. Atau bagi
mahasiswa yang menjumpai fenomena social loafing, dapat membantu temannya yang
melakukan social loafing untuk merubah atau memperbaiki keyakinannya agar tidak
melakukan social loafing kembali.
3. Bagi pendidik
Diharap dapat menyikapi fenomena ini dengan bijak. Misalnya dibuatnya penilaian
kerja di individu dalam tugas kerja kelompok. Dan memberikan bimbingan kepada

mahasiswa yang memiliki kecenderungan social loafing. Agar semua anggota


kelompok merasa adil saat mengerjakan tugas kelompok, baik dari segi nilai maupun
beban tugas. Sehingga dapat menikmati setiap proses dengan suasana kelompok yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA
Adnamazida , R. [2013]. 7 Penyebab stress pada mahasiswa. [online] diakses pada
10

Desember

2015

dari

http://www.merdeka.com/sehat/7-penyebab-stres-pada-

mahasiswa.html
Bullare, F.B. (2009). Sumber stres, strategi daya tindak dan stres yang dialami
pelajar universiti. Sabah : University Malaysia Sabah
Carti. (2013). Skripsi : Hubungan locus of control dengan motivasi konselor dalam
memberikan layanan konseling perorangan di smp negeri se-kabupaten brebes tahun
pelajaran 2012/2013. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Definisi mahasiswa. [online] yang diakses pada 9 Desember 2015 dari
http//kbbi.web.id/mahasiswa
Hoigaard, R., dkk. (2006). The relationship betweengroup cohesion, group norms, and
perceived social loafing in soccer teams. Sage Publications Volume 37 Number 3 (217-232)
Penerima Bidikmisi 2014 Capai 60 Ribu. [2014]. [online] yang diakses pada 9
Desember 2015 dari http://forlap.dikti.go.id/mahasiswa/homegraphjenjang
Karau, S. & Williams, K. D. (1991). Social loafing and social compensation: The
effects of expectations of Co-Worker performance.

Journal of Personality and Social

Psychology, Vol. 61, No. 4, 570-581


Kerr, N. L. (1983). Motivation losses in small groups: A social dilemma
analysis. Journal of Personality and Social Psychology, 45(4), 819-828.
Linden, R.C, dkk. (2004). Social loafing: a field investigation. Journal of
Management 30(2) 285304
Robbbins dan Judge. 2007. Perilaku Organisasi, Jakarta : Salemba Empat
Sarwono, S.W. (1997). Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka

Anda mungkin juga menyukai