Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“BUKTI – BUKTI WUJUD TUHAN”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Pendidikan Agama Islam

OLEH :

MOCHAMMAD HUSNI SYAIFUDIN

04.2014.1.02765

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIL SIPIL DAN PERENCANAAN

INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 1


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat, rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Bukti-bukti Wujud
Tuhan” sebagai salah satu tugas dari mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Makalah ini kami susun berdasarkan sumber-sumber tertulis, baik dalam suatu bidang
mata kuliah maupun dari media teknologi ataupun elektronika.

Dengan segala kerendahan hati kami menyajikan makalah ini, sebab kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kendati demikian kami telah berusaha
maksimal agar makalah ini menjadi sebuah tugas yang memiliki nilai manfaat.

Kami menyadari bahwa dalam makalah yang kami susun ini masih banyak
kekurangan dan kekeliruan baik pengetikan maupun isi dari makalah ini. Namun demikian,
setidaknya dapat memberikan gambaran secara minimal hasil kami menelaah segala kajian
tentang judul makalah ini.

Oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat perbaikan serta penyempurnaan makalah
ini kami menerima dengan segala kelapangan dada, dan kami mengucapkan mohon maaf atas
segala kekurangan dan terima kasih bila ada saran dan kritik untuk penyempurnaan, agar di
masa akan dating kami dapat membuat makalah lebih baik.

Semoga Allah SWT meridhoi usaha serta kerja kami dan diharapkan makalah ini
dapat memberi manfaat bagi pembaca dan semua pihak.

Penulis

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 2


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beriman bahwa Tuhan itu ada adalah iman yang paling utama. Jika seseorang sudah
tidak percaya bahwa Tuhan itu ada, maka sesungguhnya orang itu dalam kesesatan yang
nyata.

Adanya Allah swt adalah sesuatu yang bersifat aksiomatik (sesuatu yang
kebenarannya telah diakui, tanpa perlu pembuktian yang bertele-tele). Namun, di sini akan
dikemukakan dalil-dalil yang menyatakan wujud (adanya) Allah swt, untuk memberikan
pengertian secara rasional. Mengimani Wujud Allah Subhanahu wa Ta’ala Wujud Allah telah
dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’, dan indera.

Dalam Al Qur’an, Allah menjelaskan bahwa Dialah yang menciptakan langit, bintang,
matahari, bulan, dan lain-lain:

“Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia
menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya.” [Al Furqoon:61]

Karena itu kita sebagai manusia, harus mengimani adanya Allah, sebab telah ada
bukti yang nyata tentang adanya Allah SWT.

Manusia dalam kehidupan di dunia pana ini selalu mencari segala yang dianggap
sempurna. Demi terwujudnya kesempurnaan pada dirinya, berbagai sarana ia gunakan. Cinta
kesempurnaan merupakan satu hal yang wajar dan bersifat alami (baca: Fitrah) bagi setiap
makhluk di muka bumi ini, khususnya makhluk yang dinamakan manusia, baik kecintaan itu
bersumber dari hal-hal yang bersifat natural maupun dari kebebasan berkehendak (free will)
yang dimilikinya. Sehubungan dengan makhluk manusia, telah terbukti bahwa setiap manusia
selalu berusaha untuk memenuhi segala kekurangan yang ada pada dirinya. Dan sebelum ia
berhasil merealisasikan hal itu, kita saksikan, biasanya ia selalu menutup-nutupi segala
kekurangan yang dimilikinya di hadapan orang lain.

Dengan potensi akal yang dimilikinya, manusia akan terus mencari segala bentuk
kesempurnaan dirinya. Dengan itu, ia berusaha mencari berbagai bentuk sarana penunjang

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 3


demi tercapainya kesempurnaan yang ia harapkan. Meskipun sering kita jumpai betapa
banyaknya orang-orang yang salah dalam menentukan wujud rill kesempurnaan tersebut. Hal
itu disebabkan kekeliruan mereka dalam mendefinisikan hakikat kesempurnaan diri, atau
karena sebab-sebab eksternal yang bersifat negatif yang banyak mempengaruhinya, seperti
lingkungan,pendidikan,…dsb.

Di sisi lain, manusia merupakan makhluk hidup yang tediri dari berbagai susunan,
baik susunan yang bersifat materi dan inderawi, maupun susunan yang terdiri dari hal-hal
immateri dan non-inderawi (supra-natural). Semua sel-sel yang terdapat dalam tubuh manusia
merupakan bukti konkrit bahwa manusia tersusun dari hal-hal yang bersifat materi dan
inderawi. Pembuktian tersebut dapat dilakukan secara eksperimen. Karenanya, tiada
seorangpun yang mengingkarinya. Bahkan hal itu dapat dibuktikan oleh siapapun, sekalipun
oleh manusia yang tidak beragama. Sementara susunan manusia dari sesuatu yang bersifat
immateri dan non-inderawi masih sering dipermasalahkan oleh banyak pihak. Orang-orang
yang biasa menolak kebenaran segala sesuatu yang bersifat non-materi dan tidak dapat
dibuktikan secara eksperimen, seperti para pendukung materialisme, mereka tidak mudah
menerima adanya eksistensi non-inderawi tersebut. Untuk membuktikan adanya susunan
manusia dari unsur immaterial seperti ruh, maka argumen mereka tentang pembatasan wujud
hanya pada hal-hal yang bersifat inderawi dan dapat dibuktikan dengan jalan ekperimen itu
harus dibatalkan terlebih dahulu. Pendukung positifisme -dari kelompok materialisme-
menyatakan bahwa kami hanya mempercayai sesgala hal yang dapat dideteksi dengan indera
dan dibuktikan keberadaannya dengan cara eksperimen di laboratorium yang bersifat ilmiah.
Adapun selain cara itu, mereka anggap tidak ada artinya dan merupakan hayalan belaka.
Dengan kata lain -menurut mereka- bahwa eksistensi konkrit adalah segala sesuatu yang
dapat dibuktikan keberadanya secara eksperimen. Jika tidak, maka hal itu bersifat abstrak,
merupakan hayalan belaka, tidak ilmiah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Konsekwensi dari ungkapan tersebut adalah bahwa -menurut pandangan
mereka- ajaran agama itu tidak bersifat ilmiah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Karena agama menekankan pemeluknya untuk beriman dan meyakini
keberadaan hal-hal yang bersifat gaib dan eksistensi supra-natural yang tidak dapat
dibuktikan keberadaannya melalui jalan eksperimen secara indrawi. Tentu saja agama apapun
dengan keras menyangkal anggapan semacam itu. Karena salah satu kesamaan yang terdapat
di antara semua ajaran agama adalah meyakini eksistensi non-inderawi dan supra-natural.
Untuk membatalkan pendapat para pendukung materialisme -khususnya positifisme- yang

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 4


mengingkari eksistensi immateri dan supra-natural, terlebih dahulu kita harus melakukan
-minimal- dua hal; Pertama: Membuktikan keterbatasan indera manusia dalam melakukan
eksperimen dan menyingkap segala eksistensi materi alam semesta. Kedua: Membuktikan
keberadaan hal-hal yang bersifat non-inderawi, namun memiliki eksistensi riil.

Stigma yang belum tersingkap dari berbagai macam fenomena alam menunjukkan
kelemahan eksperimen inderawi manusia. Lantas, apakah selama teka-teki tersebut tidak
dapat dipecahkan dengan jalan akal pikiran, kita harus mengingkari keberadaannya di alam
semesta ini? Kemudian jika telah dibuktikan keberadaannya melalui eksperimen, maka
sesuatu yang semula kita ingkari keberadaannya itu lantas menjadi ada. Bukankah ungkapan
tadi dapat diartikan bahwa ada dan tiadanya sesuatu itu sangat bergantung kepada
eksperimen? Padahal banyak sekali hal-hal yang bersifat materi yang telah ada, namun belum
bisa terungkap karena keterbatasan sarana yang dimiliki. Dahulu, para ilmuwan mengatakan
bahwa partikel terkecil yang ada di alam ini bernama atom. Karena pada saat itu partikel
terkecik yang dapat dideteksi oleh alat pendeteksi tercanggih (mikroskop) hanyalah atom.
Namun setelah mereka dapat menemukan alat pendeteksi yang lebih canggih, ternyata
atompun tersusun dari beberapa partikel lagi, yaitu proton, netron dan elektron. Lantas,
apakah ketika mereka belum menemukan alat pendeteksi yang lebih canggih tersebut ketiga
partikel tadi harus kita katakan tidak ada karena belum terbukti secara eksperimen?
Sebenarnya di dalam dunia materi ini masih sangat banyak eksistensi yang belum dapat
diungkap melalui jalan eksperimen. Ya, eksperimen inderawi memang perlu dipakai untuk
menyingkap berbagai rahasia alam, namun tentunya tidak dapat mencakup seluruh eksistensi
yang ada di alam raya ini. Hanya dengan berbekal eksperimen inderawi manusia tidak akan
mampu menyingkap semua rahasia alam semesta. Karena ia hanyalah merupakan salah satu
sarana dari beberapa sarana yang ada. Ini merupakan langkah pertama yang telah disinggung
di atas. Dengan demikian dapat kita pahami bahwa eksperimen memiliki banyak keterbatasan
yang tidak mungkin dijadikan satu-satunya tolok ukur dalam menjawab teka-teki alam
semestaini.

Langkah kedua adalah membuktikan eksistensi non-materi dan bersifat supra-natural.


Abu Ali Sina yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Sina adalah seorang filosof muslim
paripatetik terkemuka. Dia pernah mengajarkan satu teori yang terkenal dengan sebutan
“terbang di awang-awang” (al-khala’/ath-thair ala al-Hawa’). Beliau mengajarkan bagaimana
cara untuk pembuktian keberadaan “aku” (al-Ana). Siapakah aku? Apakah aku “ada”?

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 5


Pertanyaan tentang eksistensi diri (baca:jiwa). Apakah aku adalah tubuh materi ini, yang
dapat berinteraksi melalui panca indera? Sehubungan dengan persoalan tersebut, Ibnu Sina
memberikan resep untuk menjawab teka-teki tadi dengan mengajarkan sebuah terapi yang
dapat membuktikan eksistensi diri. Dia mengatakan: “Hendaknya anda berada di sebuah
ruangan yang gelap dan sunyi, sekiranya semua panca indera anda dapat diistirahatkan secara
total dan dalam posisi tubuh yang senyaman mungkin. Jika semua panca indera anda sudah
dapat beristirahat secara total dan semua anggota tubuh anda telah lepas dari berbagai
sentuhan dan ikatan apapun. Ketika itu bisikkan pada hati anda; apakah aku ini ada? Jika aku
ini tidak ada, niscaya tidak akan pernah terlintas pertanyaan seperti itu pada diriku. Berarti
aku ini ada. Tetapi siapakah aku? Apakah wujudku ini hanya berupa tubuh materi, padahal
semua anggota tubuh materiku telah kuistirahatkan secara total?”. Setelah anda melakukan
perenungan melalui terapi semacam itu, pasti anda akan dapati bahwa sebenarnya diri anda
memiliki eksistensi, namun ia adalah sesuatu yang bersifat non-materi. Hingga detik ini, para
pengingkar eksistensi non-materi masih terus kebingungan tentang teka-teki yang
menyebabkan manusia itu hidup. Tetapi di sisi lain, mereka tahu bahwa manusia itu dapat
hidup karena keberadaan ruhnya. Namun apakah hakikat ruh? Berbagai eksperimen telah
mereka lakukan, namun sedikitpun mereka tidak berhasil menyingkap esensi ruh manusia.
Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa ada eksistensi rill yang bersifat non-inderawi yang
tidak dapat dibuktikan berdasarkan eksperimen inderawi, karena ia bersifat supra-natural.

Setelah kita meyakini keberadaan supra-natural di alam semesta ini, termasuk pada
diri manusia yang biasanya disebut dengan ruh, jiwa, akal, hati sanubari, fitrah dan
sebagainya, maka muncul pertanyaan dalam hati kita; dari manakah asal-muasal eksistensi
supra-natural tersebut yang dari sisi tingkat kesempurnaannya di atas eksistensi material?
Dari sinilah mulai muncul pembahasan tentang ketuhanan. Tuhan yang oleh setiap pemeluk
agama diyakini sebagai sumber segala eksistensi. Tuhan merupakan eksistensi absolut, oleh
karena itu konsekwensi logisnya adalah bahwa Dia dari segala sisi-Nya -termasuk semua
atribut yang ada pada eksistensi dzat-Nya- bersifat absolut juga. Karena mustahil sesuatu
yang terbatas terdapat pada sesuatu yang tidak terbatas dan bersifat absolut. Tuhan dengan
keabsolutan-Nya, menjadi kausa prima dari alam semesta ini, baik yang bersifat materi
maupun yang bersifat non-materi. Lalu, Benarkah eksistensi absolut yang bernama Tuhan itu
ada, sebagaimana yang diklaim oleh para pengikut ajaran agama?

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 6


B. Rumusan Masalah

Dari      latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan
sebagai berikut :

1.      Apakah bukti-bukti bahwa tuhan itu ada?

2.      Bagaimanakah dalil-dalil yang menyebutkan bahwa Allah itu ada?

3.      Apa sajakah sifat wajib Allah itu?

C. Tujuan

Adapun Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Belajar untuk menjadi mahasiswa yang aktif dalam peningkatan capability.

2.      Untuk memperoleh data-data yang ada hubungannya dengan penyusunan makalah ini
sekaligus menganalisis hasil dari pembuatan makalah.

3.      Untuk menganalisa dan mampu menyebutkan hal-hal pokok dalam pembuatan makalah.

D. Manfaat

Adapun m anfaat dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:

1.      Memperluas awasan dan pengetahuan akan kajian teori dengan kajian praktis.

2.      Mengetahui proses atau tahapan dalam mencari dan menemukan kebenaran.

3.      Mendapat pengetahuan baru yang dapat dikembangkan pada sesi berikutnya.

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 7


BAB II

PEMBAHASAN

A. BUKTI ADANYA ALLAH SWT

            Sebenarnya masalah tentang keberadaan Allah SWT sudahlah nyata, bahkan suatu
hakikat yang tidak perlu diragukan lagi persoalannya. Tidak ada jalan untuk mengingkarinya.
Persoalan tentang keberadaan Allah SWT adalah terang benderang bagaikan cahaya fajar
diwaktu pagi yang cerah.

Semua yang ada dilingkungan alam semesta ini pun dapat digunakan sebagai bukti tentang
adanya Tuhan (Allah SWT), bahkan benda-benda yang terdapat disekitar alam semesta dan
unsur-unsurnya dapat pula mengokohkan atau membuktikan bahwa benda-benda itu pasti ada
pencipta dan pengaturnya.

1. 1.      ALAM SEMESTA ADALAH PENGOKOHAN WUJUD MAHA


PENCIPTA

Periksalah alam cakrawala yang ada diatas kita, yang didalamnya itu terdapat matahari,
bulan, bintang, dan sebagainya. Demikian pula alam yang berbentuk bumi ini dengan segala
sesuatu yang ada di dalamnya baik yang berupa manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan
benda padat, juga perihal adanya hubungan yang erat dengan perimbangan yang pelik yang
merapikan susunan diantara alam-alam yang beraneka ragam itu serta yang menguatkan
keadaannya masing-masing itu, semuanya tidak lain kecuali merupakan tanda dan bukti
perihal wujudnya Allah. Selain menunjukkan adanya Dzat itu juga membuktikan keesaanNya
dan hanya Dia sajalah yang Maha Kuasa untuk menciptakannya.

Kiranya tidak terlukis sama sekali dalam akal fikiran siapapun bahwa benda-benda tersebut
terjadi tanpa ada yang mengadakan atau menjadikan, sebagaimana juga halnya tidak mungkin
terlukiskan bahwa sesuatu buatan itu tidak ada yang membuatnya. Oleh sebab itu, manakala
sudah tetap bahwa penciptaan alam semesta ini memang karena adanya kesengajaan, maka
tetap pula lah perihal adanya Tuhan (Allah) sebagai Dzat Maha Pengatur yang bijaksana,
Maha Mulia dan Tinggi yakni dari jalan yang sama-sama dapat dirasakan.

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 8


Dengan demikian tidak ada jalan lain untuk membantah atau mengingkarinya dan ini tepat
sekali dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT:

“Apakah dalam Dzat Allah masih ada keragu-raguan, yaitu Tuhan Maha Pencipta langit dan
bumi?” (S. Ibrahim:10).

Allah Ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya yg Agung:

“Sesungguhnya Rabb kalian semua adalah Allah yg telah menciptakan langit & bumi dalam
masa enam hari, kemudian Dia bersemayam diatas Arsy. Dia menutupkan malam pd siang
yg mengikutinya dgn cepat, & diciptakannya pula matahari, bulan & bintang-bintang
(masing-masing) tunduk pd perintah-Nya, Ingatlah menciptakan & memerintah itu hanyalah
hak Allah, Maha suci Allah Rabb semesta alam .” (Al Qur’an Surat: Al A`raaf:;54)

1. 2.      FITRAH SEBAGAI BUKTI ADANYA ALLAH

Alam semesta atau jagad raya dengan segala sesuatu yang ada didalamnya yang nampak
sangat teratur kokoh, indah, sempurna, rapi dan seluruhnya sebagai ciptaan baru, bukannya
itu saja yang dapat digunakan sebagai saksi tentang adanya Tuhan (Allah) yang maha
mendirikan langit dan bumi ini, tetapi masih ada saksi lain lagi yang dapat digunakan untuk
itu dan bahkan dapat lebih meresapkan. Saksi yang lainnya itu adalah berupa perasaan-
perasaan yang tertanam dalam jiwa setiap insan yang merasakan akan adanya Allah SWT.
Perasaan ini adalah sebagai pembawaan sejak manusia itu dilahirkan dan oleh sebab itu dapat
disebut sebagai perasaan fitrah. Fitrah adalah keaselian yang diatasnya itulah Allah
menciptakan makhluk manusia itu. Ini dapat pula diibaratkan dengan kata lain sebagai
gharizah diniah atau pembawaan keagamaan.

Ghazirah dianiah adalah satu-satunya hal yang merupakan batas pemisah antara makhluk
Tuhan yang disebut manusia dan yang disebut binatang, sebeb binatang pasti tidak
memikirkannya. Ghazirah keagamaan ini adakalanya tertutup atau hilang, sebagian atau
seluruhnya, dengan adanya sebab yang mendatang, sehingga manusia yang sedang dihinggapi
penyakit ini lalu tidak mengerti sama sekali tentang kewajiban dirinya terhadap Tuhan. Ia
tidak terjaga dari kenyenyakan tidurnya dan tidak dapat dibangunkan dari kelalaiannya itu,
kecuali apabila ada penggerak yang menyebabkan ia jaga dan bangun. Setelah
kebangunannya ini barulah ia akan meneliti penyakit apa yang sedang dideritanya itu atau
bahaya apa yang sedang meliputi tubuhnya dan mengancam keselamatannya.

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 9


Dalam hal ini Allah Ta’ala berfirnan :

“Dan jikalau manusia itu ditimpa bahaya, maka ia pun berdoalah kepada Kami (Allah)
diwaktu berbaring, diwaktu duduk atau berdiri. Tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu
dari padanya, iapun berjalanlah seolah-olah tidak pernah berdoa kepada Kami atas bahaya
yang telah menghinggapinya itu”. (S. Yunus.12).

1. 3.      BUKTI KEJADIAN DAN PENGALAMAN

Setiap manusia tentu pernah berdoa kepada Tuhannya, kemudian dikabulkanlah apa yang
menjadi permintaannya. Pernah pula memanggilNya dan iapun dijawab apa yang diinginkan
serta dikehendakinya. Ia pernah pula memintaNya dan apa yang diminta itupun diberikan.
Tidak sedikit orang yang sakit dan memohon kesembuhan kepadaNya disamping berusaha
dengan berobat yang dilakukan dan kemudian ia berhasil sembuh.

Pengalaman-pengalaman manusia dalam kehidupannya di dunia ini sebenarnya sudah


membimbing dirinya sendiri untuk dapat sampai kepada penemuan akan Allah SWT secara
kesadaran dan bukan karena adanya paksaan, sebab pengalaman-pengalaman itu memang
dapat membuka segala macam hakikat yang ia sendiri pasti tidak merasakan dengan panca
inderanya.

“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan
doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al
Anbiya: 76)

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robbmu, lalu diperkenankan-Nya


bagimu.” (Al Anfaal: 9)

Anas bin Malik Ra berkata, “Pernah ada seorang badui datang pada hari Jum’at. Pada
waktu itu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah berkhotbah. Lelaki itu berkata’ “Hai
Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu
mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengatasi kesulitan kami.”
Rasulullah lalu mengangkat kedua tanganya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung
bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 10


membasahi jenggotnya. Pada Jum’at yang kedua, orang badui atau orang lain berdiri dan
berkata, “Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta bendapun tenggelam,
doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah.” Rasulullah lalu mengangkat kedua
tangannya, seraya berdoa: “Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan
Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami.” Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada
suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa hujan).” (HR. Al Bukhari)

1. 4.      BUKTI-BUKTI DARI NAQAL (KETERANGAN AGAMA)

Diantara bukti-buktinya yang dapat kita saksikan tentang wujudnya Allah ialah bahwa para
nabi dan rasul yang terpilih dari sekian banyak hamba-hambaNya, mereka itu semua adalah
manusia yang amat pilihan sekali,seluruhnya itu sejak zaman nabiullah Adam a.s sampai ke
zaman Rasulullah SAW mempunyai satu garis penyiaran yang benar-benar sama dan
sejalan, yaitu memberitahukan dengan pasti kepada seluruh umat manusia bahwa alam
semesta ini ada Tuhan (Allah) yang Maha Bijaksana. Oleh segenap nabi dan rasul itu
hanya satu itulah pokok penyiaran yang disampaikannya yang merupakan hal yang penting
sekali.

Allah SWT memberikan pengokohan kepada para nabi dan rasulNya itu untuk mengalahkan
segenap musuh dan lawannya, kemudian menjadikan kalimat Tuhan sebagai mercusuar yang
tertinggi dan kekufuran dibenamkan sampai kebawah sekali.

Sabda Nabi dan Rasul adalah benar dalam ucapannya terhadap Allah SWT, berikhlas hati
untukNya, penganjur untuk mengajak menuju jalanNya yang benar, membela keagungan
agamaNya dan memperoleh pengokohan yang berupa kemukjizatan dari padaNya.

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.: Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.” (Asy
Syu’araa: 63)

Selanjutnya mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu
mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah. Allah swt berfirman:

“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah.” (Ali Imran: 49)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 11


1. 5.      DALIL NAQLI

Sekalipun secara fitrah manusia bisa mengakui adanya Allah, dan dengan akal pikiran bisa
membuktikannya, namun manusia tetap memerlukan dalil naqli (al-Quran dan Sunnah) untuk
membimbing manusia untuk mengenal Tuhan yang sebenarnya (Allah) dengan segala asma
dan sifatNya. Sebab fithrah dan akal tidak bisa menjelaskan siapa Tuhan yang sebenarnya itu
(Allah).

1. Allah SWT adalah Al-awwal artinya tidak ada permulaan bagi wujudNya. Dia jugaAl-
Akhir akhirnya tidak ada akhir dari wujudNya.

“Dialah yng awal dan yang akhir, yang zhahir dan yang bathin, dan Dia Mengetahui segala
sesuatu.” (Al-Hadid 57:3).

1. Tidak ada satu pun yang menyerupaiNya.

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat”.  (As-Syura 42:11).

1. Allah SWT Maha Esa

“Katakanlah : ‘Dialah Allah, Yang Maha Esa…” (Al-Ikhlas 112:1).

1. Allah SWT memiliki Al-Asma’ was Shiffaat  (nama-nama dan sifat-sifat) yang


disebutkanNya untuk diriNya di dalam Al-Quran serta semua nama dan sifat yang
dituturkan untukNya oleh Rasulullah SAW dalam sunnahnya, seperti Ar-Rahmaan,
Ar-Rahiim, Al’Aliim, Al-Aziz, As-Sami, Al-Bashiir dan lain-lain.

Firman Allah :

“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut
asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka perbuat.” (Al-A’raf 7:18).

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 12


1. 6.      PENGOKOH KETUHANAN

Bukti-bukti adanya Tuhan diantaranya lagi adalah bahwa umat yang beriman kepada Tuhan
(Allah) dengan keimanan yang sebenar-benarnya, mereka itulah ummat yang tertinggi dari
yang lainnya perihal ilmu pengetahuan dan lebih banyak pula peradaban dan tata
kesopanannya.Selain itu juga pasti lebih suci jiwanya, lebih bersih hatinya, lebih banyak
pengorbanannya dan lebih suka mengalahkan diri sendiri dan paling banyak memberikan
kemanfaatan kepada sesama manusia.

Kaum mukmin sengaja diberi oleh Allah SWT suatu pertolongan yang berupa kekuatan yang
dapat digunakan untuk membetulkan peri kemanusiaannya, agar dengan demikian dapatlah
dicapai setinggi-tinggi kesempurnaan hidup yang dapat diperoleh manusia sebagai makhluk
Allah. Jadi, adanya perubahan dalam jiwa kaum mukmin, sifat-sifat, akhlak atau budi pekerti
serta kecondongan-kecondongan itu adalah merupakan bukti yang seterang-terangnya tentang
adanya kekuatan rohaniah yang amat rahasia dan tersembunyi yang bekerja secara diam-diam
dibalik tubuh yang kasar ini. Kesan-kesan demikian ini nampak jelas dalam apa yang
ditempuh oleh kaum mukmin dalam perjalanan hidupnya dan dengan ikatan-ikatan yang
penuh rahasia itu pula akan dicapainya kedudukan yang setinggi-tingginya.

WUJUD ALLAH SWT :

Wujud Allah SWT adalah nyata benar, dan tetap ada di dalam jiwa serta merupakan penarik
keajaiban-keajaiban, keindahan segala yang dibuatNya dan keagungan tanda-tandaNya.

Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit
dan bumi?’. Tentu mereka akan menjawab : ‘Allah’”. (S. Luqman:25)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 13


DZAT ALLAH HANYA DAPAT DISIFATKAN DAN TIDAK DAPAT
DILIHAT

Qur’an ketika memperkenalkan Allah SWT kepada manusia sebagai penciptanya, selalu
memperhunakan bukti-bukti dan bekas-bekas (kejadian-kejadian) yang menunjukkan sifat-
sifat Tuhan, kesempurnaan, keindahan dan kemurnianNya serta suci dari menyerupai
makhlukNya. Disamping itu, Qur’an menutup pintu penyelidikan manusia untuk meninjau
lebih jauh dan memikirkan dengan mendalam sekitar hakikat Allah dan DzatNya.

Firman Allah :

“Itulah Allah, Tuhan kamu, tidak ada Tuhan selain dari padaNya, Pencipta segala sesuatu.
Sebab itu, sembahlah Dia, dan Dia pengurus segalanya. Penglihatan tidak sampai
melihatNya, tetapi Dia mengetahui segala penglihatan. Dia Lemah Lembut dan Maha
Tahu.” (Qur’an 6: 102-103).

Diceritakan dalam Qur’an, pada suatu ketika Nabi Musa memohon kepada Tuhan supaya
dapat melihatNya, dengan arti Tuhan memperlihatkan diriNya dengan nyata kepada Musa.
Tuhan menjawab, bahwa Musa tidak akan dapat melihatNya.

Firman Allah :

“Setelah Musa sampai kepada waktu yang ditentukan itu, dan Tuhan telah berfirman
kepadanya, lalu dia mengatakan : Wahai Tuhanku. Perlihatkanlah diri engkau kepadaku
supaya dapat kulihat. Tuhan menjawab : engkau tidak akan dapat melihat Aku.
Memandanglah kepada bukit itu, kalau dia tetap ditempatnya, nanti engkau dapat melihat
Aku. Tetapi setelah Tuhan memperlihatkan kebesaran diriNya kepada bukit itu, ia jadi
runtuh dan Musa jatuh pingsan. Setelah Musa sadar akan dirinya, dia mengatakan : Maha
Suci Engkau. Aku kembali (tobat) kepada Engkau, dan akulah orang yang mula-mula
beriman.

“Tuhan mengatakan : Hai Musa. Sesungguhnya Aku telah memilih engkau lebih dari orang
lain, untuk menyampaikan risalahKu (perutusanKu) dan perkataanKu. Sebab itu, ambillah
apa yang Ku berikan kepada engkau, dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang
tahu berterima kasih.” (Qur’an 7 : 143 : 144).

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 14


Dari keterangan diatas ternyata kelemahan manusia untuk mengetahui hakikat Allah yang
Maha Suci itu. Hal itu merupakan ‘aqidah iman kepada Allah. Dengan sendirinya, kelemahan
manusia itu sendiri menjadi bukti yang nyata tentang ketinggian sifat Ketuhanan, sehingga
tidak dapat dimasukkan ke dalam lingkungan obyek pemikiran akal manusia yang sangat
terbatas kekuatannya. Pemikiran itu tidak mempunyai kemampuan untuk menembus alam
gaib (meta physic) dibalik alam benda ini. Alam gaib itu tidak dapat disamakan dengan alam
benda yang nyata ini. Jalan untuk mengetahui Tuhan dan mempercayai, bahwa Dia Ada dan
Esa adalah dengan memperhatikan bekas-bekas (perbuatan) Tuhan dan juga dengan
memperhatikan kesadaran batin yang ada dalam jiwa, sebagaimana yang telah disebutkan
dalam keterangan lain.

B. SIFAT WAJIB BAGI ALLAH SWT

1. Wujud : Artinya Ada

Yaitu tetapi dan benar yang wajib bagi zat Allah Ta’ala yang tiada disebabkan dengan
sesuatu sebab. Maka wujud ( Ada ) – disisi Imam Fakhru Razi dan Imam Abu Mansur Al-
Maturidi bukan ia a’in maujud dan bukan lain daripada a’in maujud , maka atas qaul ini
adalah wujud itu Haliyyah ( yang menepati antara ada dengan tiada) . Tetapi pada pendapat
Imam Abu Hassan Al-Ashaari wujud itu  ‘ain Al-maujud , karena wujud itu zat maujud
karena tidak disebutkan wujud melainkan kepada zat. Kepercayaan bahwa wujudnya Allah
SWT. bukan saja di sisi agama Islam tetapi semua kepercayaan di dalam dunia ini mengaku
menyatakan Tuhan itu ada. Firman Allah SWT. yang bermaksud :

” Dan jika kamu tanya orang-orang kafir itu siapa yang menjadikan langit dan bumi nescaya
berkata mereka itu Allah yang menjadikan……………” ( Surah Luqman : Ayat 25 )[2]

2. Qidam : Artinya Sedia

Pada hakikatnya menafikan ada permulaan wujud Allah SWT karena Allah SWT.
menjadikan tiap-tiap suatu yang ada, yang demikian tidak dapat tidak keadaannya lebih
dahulu daripada tiap-tiap sesuatu itu. Jika sekiranya Allah Ta’ala tidak lebih dahulu daripada
tiap-tiap sesuatu, maka hukumnya adalah mustahil dan batil. Maka apabila disebut Allah
SWT. bersifat Qidam maka jadilah ia qadim. Di dalam Ilmu Tauhid ada satu perkataan yang
sama maknanya dengan Qadim Yaitu Azali. Setengah ulama menyatakan bahwa kedua-dua
perkataan ini sama maknanya Yaitu sesuatu yang tiada permulaan baginya. Maka qadim itu

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 15


khas dan azali itu am. Dan bagi tiap-tiap qadim itu azali tetapi tidak boleh sebaliknya, Yaitu
tiap-tiap azali tidak boleh disebut qadim. Adalah qadim dengan nisbah kepada nama
terbahagi kepada empat bagian :

v     Qadim Sifati ( Tiada permulaan sifat Allah Ta’ala )

v     Qadim Zati ( Tiada permulaan zat Allah Ta’ala )

v     Qadim Idhafi ( Terdahulu sesuatu atas sesuatu seperti terdahulu bapa nisbah kepada   
anak )

v     Qadim Zamani ( Lalu masa atas sesuatu sekurang-kurangnya satu tahun )

Maka Qadim Haqiqi ( Qadim Sifati dan Qadim Zati ) tidak harus dikatakan lain daripada
Allah Ta’ala.

3. Baqa’ : Artinya Kekal

Sentiasa ada, kekal ada dan tiada akhirnya Allah SWT . Pada hakikatnya ialah menafikan ada
kesudahan bagi wujud Allah Ta’ala. Adapun yang lain daripada Allah Ta’ala , ada yang kekal
dan tidak binasa Selama-lamanya tetapi bukan dinamakan kekal yang hakiki ( yang sebenar )
Bahkan kekal yang aradhi ( yang mendatang jua seperti Arasy, Luh Mahfuz, Qalam, Kursi,
Roh, Syurga, Neraka, jisim atau jasad para Nabi dan Rasul ). Perkara –perkara tersebut kekal
secara mendatang tatkala ia bertakluq dengan Sifat dan Qudrat dan Iradat Allah Ta’ala pada
mengekalkannya. Segala jisim semuanya binasa melainkan ‘ajbu Az-zanabi ( tulang kecil
seperti biji sawi letaknya di tungking manusia, itulah benih anak Adam ketika bangkit
daripada kubur kelak ). Jasad semua nabi-nabi dan jasad orang-orang syahid berjihad Fi
Sabilillah yang mana ianya adalah kekal aradhi jua. Disini nyatalah perkara yang diiktibarkan
permulaan dan kesudahan itu terbahagi kepada 3 bagian :

v     Tiada permulaan dan tiada kesudahan Yaitu zat dan sifat Alllah SWT.

v      Ada permulaan tetapi tiada kesudahan Yaitu seperti Arash, Luh Mahfuz , syurga dan
lain-lain lagi.

v     Ada permulaan dan ada kesudahan Yaitu segala makhluk yang lain daripada perkara
yang diatas tadi ( Kedua ).

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 16


4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith. Artinya : Bersalahan Allah Ta’ala dengan segala
yang baharu.

Pada zat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru , yang telahada atau yang belum ada.
Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada
zatnya , sifatnya atau perbuatannya. Sesungguhnya zat Allah Ta’ala bukannya berjirim dan
bukan aradh Dan tiada sesekali zatnya berdarah , berdaging , bertulang dan juga bukan jenis
leburan , tumbuh-tumbuhan , tiada berpihak ,tiada bertempat dan tiada dalam masa. Dan
sesungguhnya sifat Allah Ta’ala itu tiada bersamaan dengan sifat yang baharu karena sifat
Allah Ta’ala itu qadim lagi azali dan melengkapi ta’aluqnya. Sifat Sama’ ( Maha
Mendengar ) bagi Allah Ta’ala berta’aluq ia pada segala maujudat tetapi bagi mendengar
pada makhluk hanya pada suara saja. Sesungguhnya di dalam Al-Quraan dan Al-Hadith yang
menyebut muka dan tangan Allah SWT. , maka perkataan itu hendaklah kita iktiqadkan thabit
( tetap ) secara yang layak dengan Allah Ta’ala Yang Maha Suci daripada berjisim dan Maha
Suci Allah Ta’ala bersifat dengan segala sifat yang baru.

5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : Artinya : Berdiri Allah Ta’ala dengan sendirinya .

Tidak berkehendak kepada tempat berdiri ( pada zat ) dan tidak berkehendak kepada yang
menjadikannya Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan Allah SWT. berkehendak kepada
tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya. Allah SWT itu terkaya dan tidak berhajat
kepada sesuatu sama adapada perbuatannya atau hukumannya. Allah SWT menjadikan tiap-
tiap sesuatu dan mengadakan undang-undang semuanya untuk faedah dan maslahah yang
kembali kepada sekalian makhluk . Allah SWT menjadikan sesuatu ( segala makhluk ) adalah
karena kelebihan dan belas kasihannya bukan berhajat kepada faedah. Allah SWT. Maha
Terkaya daripada mengambil apa-apa manafaat di atas kataatan hamba-hambanya dan tidak
sesekali menjadi mudharat kepada Allah Ta’ala atas sebab kemaksiatan dan kemungkaran
hamba-hambanya. Apa yang diperintahkan atau ditegah pada hamba-hambanya adalah
perkara yang kembali faedah dan manafaatnya kepada hamba-hambaNya jua. Firman Allah
SWT. yang bermaksud :

” Barangsiapa berbuat amal yang soleh ( baik ) maka pahalanya itu pada dirinya jua dan
barangsiapa berbuat jahat maka balasannya (siksaannya ) itu tertanggung ke atas dirinya jua
“. ( Surah Fussilat : Ayat 46 ). Syeikh Suhaimi r.a.h berkata adalah segala yang maujudat itu
dengan nisbah berkehendak kepada tempat dan kepada yang menjadikannya, terbahagi
kepada empat bagian :

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 17


v     Terkaya daripada tempat berdiri dan daripada yang menjadikannya Yaitu zat Allah SWT.

v     Berkehendak kepada tempat berdiri dan kepada yang menjadikannya Yaitu segala aradh (
segala sifat yang baharu ).

v     Terkaya daripada zat tempat berdiri tetapi berkehendak kepada yang menjadikannya
Yaitu segala jirim. ( Segala zat yang baharu ) .

v     Terkaya daripada yang menjadikannya dan berdiri ia pada zat Yaitu sifat Allah Ta’ala.

6. Wahdaniyyah. Artinya : Esa Allah Ta’ala pada zat, pada sifat & pada perbuatan.

Maka hakikatnya ibarat daripada menafikan berbilang pada zat, pada sifat dan pada perbuatan
sama ada bilangan yang muttasil (yang berhubung ) atau bilangan yang munfasil ( yang
bercerai ).

Makna Esa Allah SWT pada zat itu Yaitu menafikan Kam Muttasil pada Zat ( menafikan
bilangan yang berhubung dengan zat ) seperti tiada zat Allah Ta’ala tersusun daripada darah ,
daging , tulang ,urat dan lain-lain. Dan menafikan Kam Munfasil pada zat ( menafikan
bilangan yang bercerai pada zat Allah Ta’ala )seperti tiada zat yang lain menyamai zat Allah
Ta’ala.

Makna Esa Allah SWT pada sifat Yaitu menafikan Kam muttasil pada Sifat ( menafikan
bilangan yang berhubung pada sifatnya ) Yaitu tidak sekali-kali bagi Allah Ta’ala pada satu-
satu jenis sifatnya dua qudrat dan menafikan Kam Munfasil pada sifat ( menafikan bilangan –
bilangan yang bercerai pada sifat ) Yaitu tidak ada sifat yang lain menyamai sebagaimana
sifat Allah SWT. yang Maha Sempurna.

Makna Esa Allah SWT pada perbuatan Yaitu menafikan Kam Muttasil pada perbuatan
( menafikan bilangan yang bercerai–cerai pada perbuatan ) Yaitu tidak ada perbuatan yang
lain menyamai seperti perbuatan Allah bahkan segala apa yang berlaku di dalam alam
semuanya perbuatan Allah SWT sama ada perbuatan itu baik rupanya dan hakikatnya seperti
iman dan taat atau jahat rupanya tiada pada hakikat-nya seperti kufur dan maksiat sama ada
perbuatan dirinya atau perbuatan yang lainnya ,semuanya perbuatan Allah SWT dan tidak
sekali-kali hamba mempunyai perbuatan pada hakikatnya hanya pada usaha dan ikhtiar yang
tiada memberi bekas. Maka wajiblah bagi Allah Ta’ala bersifat Wahdaniyyah dan ternafi bagi
Kam yang lima itu Yaitu

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 18


1. Kam Muttasil pada zat.
2. Kam Munfasil pada zat.
3. Kam Muttasil pada sifat.
4. Kam Munfasil pada sifat.
5. Kam Munfasil pada perbuatan.

Maka tiada zat yang lain , sifat yang lain dan perbuatan yang lain menyamai dengan zat , sifat
dan perbuatan Allah SWT . Dan tertolak segala kepercayaan-kepercayaan yang membawa
kepada menyekutukan Allah Ta’ala dan perkara-perkara yang menjejaskan serta merusakkan
iman.

7. Al – Qudrah : Artinya : Kuasa qudrah Allah SWT.

Memberi bekas pada mengadakan meniadakan tiap-tiap sesuatu. Pada hakikatnya ialah satu
sifat yang qadim lagi azali yang thabit ( tetap ) berdiri pada zat Allah SWT. yang
mengadakan tiap-tiap yang ada dan meniadakan tiap-tiap yang tiada bersetuju dengan iradah.
Adalah bagi manusia itu usaha dan ikhtiar tidak boleh memberi bekas pada mengadakan atau
meniadakan , hanya usaha dan ikhtiar pada jalan menjayakan sesuatu . Kepercayaan dan
iktiqad manusia di dalam perkara ini berbagai-bagaiFikiran dan fahaman seterusnya
membawa berbagai-bagai kepercayaan dan iktiqad.

1. Iktiqad Qadariah :
2. Perkataan qadariah Yaitu nisbah kepada qudrat . Maksudnya orang yang beriktiqad
akan segala perbuatan yang dilakukan manusia itu sama ada baik atau jahat semuanya
terbit atau berpunca daripada usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri dan sedikitpun tiada
bersangkut-paut dengan kuasa Allah SWT.
3. Iktiqad Jabariah :
4. Perkataan Jabariah itu nisbah kepada Jabar ( Tergagah ) dan maksudnya orang yang
beriktiqad manusia dan makhluk bergantung kepada qadak dan qadar Allah semata-mata (
tiada usaha dan ikhtiar atau boleh memilih samasekali ).
5. Iktiqad Ahli Sunnah Wal – Jamaah :
6. Perkataan Ahli Sunnah Wal Jamaahialah orang yang mengikut perjalanan Nabi dan
perjalanan orang-orang Islam Yaitu beriktiqad bahwa hamba itu tidak digagahi semata-
mata dan tidak memberi bekas segala perbuatan yang disengajanya, tetapi ada perbuatan
yang di sengaja pada zahir itu yang dikatakan usaha dan ikhtiar yang tiada memberi bekas
sebenarnya sengaja hamba itu daripada Allah Ta;ala jua. Maka pada segala makhluk ada

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 19


usaha dan ikhtiar pada zahir dan tergagah pada batin dan ikhtiar serta usaha hamba adalah
tempat pergantungan taklif ( hukum ) ke atasnya dengan suruhan dan tegahan ( ada pahala
dan dosa ).

8. Iradah : Artinya : Menghendaki Allah Ta’ala.

Maksudnya menentukan segala mumkin ttg adanya atau tiadanya. Sebenarnya adalah sifat
yang qadim lagi azali thabit berdiri pada Zat Allah Ta’ala yang menentukan segala perkara
yang harus atau setengah yang harus atas mumkin . Maka Allah Ta’ala yang selayaknya
menghendaki tiap-tiap sesuatu apa yang diperbuatnya. Umat Islam beriktiqad akan segala hal
yang telah berlaku dan yang akan berlaku adalah dengan mendapat ketentuan daripada Allah
Ta’ala tentang rezeki , umur , baik , jahat , kaya , miskin dan sebagainya serta wajib pula
beriktiqad manusia ada mempunyai nasib ( bagian ) di dalam dunia ini sebagaimana firman
Allah SWT. yang bermaksud : ” Janganlah kamu lupakan nasib ( bagian ) kamudi dalam
dunia ” . (Surah Al – Qasash : Ayat 77). Kesimpulannya ialah umat Islam mestilah
bersungguh-sungguh untuk kemajuan di dunia dan akhirat di mana menjunjung titah perintah
Allah Ta’aladan menjauhi akan segala larangan dan tegahannyadan bermohon dan berserah
kepada Allah SWT.

9. ‘Ilmu :  Artinya : Mengetahui Allah Ta’ala .

Maksudnya nyata dan terang meliputi tiap-tiap sesuatu sama ada yangMaujud (ada) atau yang
Ma’adum ( tiada ). Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada ( thabit ) qadim lagi azali
berdiri pada zat Allah Ta’ala. Allah Ta’ala Maha Mengetahui akan segala sesuatu sama ada
perkara. Itu tersembunyi atau rahasia dan juga yang terang dan nyata. Maka ’ilmu Allah
Ta’ala Maha Luas meliputi tiap-tiap sesuatu diAlam yang fana’ ini.

10. Hayat . Artinya : Hidup Allah Ta’ala.

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala . Segala
sifat yang ada berdiri pada zat daripada sifat Idrak ( pendapat ) Yaitu : sifat qudrat, iradat ,
Ilmu , Sama’ Bashar dan Kalam.

11. Sama’ : Artinya : Mendengar Allah Ta’ala.

Hakikatnya ialah sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada Zat Allah Ta’ala.
Yaitu dengan terang dan nyata pada tiap-tiap yang maujud sama ada yang maujud itu qadim

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 20


seperti ia mendengar kalamnya atau yang ada itu harus sama ada atau telah ada atau yang
akan diadakan. Tiada terhijab (terdinding ) seperti dengan sebab jauh , bising , bersuara ,
tidak bersuara dan sebagainya. Allah Ta’ala Maha Mendengar akan segala yang terang dan
yang tersembunyi. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud :

” Dan ingatlah Allah sentiasa Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui “.

( Surah An-Nisa’– Ayat 148 )[3]

12. Bashar : Artinya : Melihat Allah Ta’ala .

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada zat Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala wajib bersifat Maha Melihat sama ada yang dapat dilihat oleh manusia atau
tidak, jauh atau dekat , terang atau gelap , zahir atau tersembunyi dan sebagainya. Firman
Allah Ta’ala yang bermaksud :

” Dan Allah Maha Melihat akan segala yang mereka kerjakan “. ( Surah Ali Imran – Ayat
163 )[4]

13. Kalam : Artinya : Berkata-kata Allah Ta’ala.

Hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada , yang qadim lagi azali , berdiri pada zat Allah
Ta’ala. Menunjukkan apa yang diketahui oleh ilmu daripada yang wajib, maka ia
menunjukkan atas yang wajib sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Aku
Allah , tiada tuhan melainkan Aku ………”. ( Surah Taha – Ayat 14 ) Dan daripada yang
mustahil sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” ……..( kata orang Nasrani )
bahwasanya Allah Ta’ala yang ketiga daripada tiga……….”. (Surah Al-Mai’dah – Ayat 73).
Dan daripada yang harus sebagaimana firman Allah Ta’ala yang bermaksud : ” Padahal Allah
yang mencipta kamu dan benda-benda yang kamu perbuat itu”. (Surah Ash. Shaffaat – Ayat
96). Kalam Allah Ta’ala itu satu sifat jua tiada berbilang. Tetapi ia berbagai-bagai jika
dipandang dari perkara yang dikatakan Yaitu :

1. Menunjuk kepada ‘amar ( perintah ) seperti tuntutan mendirikan solat dan lain-lain
kefardhuan.
2. Menunjuk kepada nahyu ( tegahan ) seperti tegahan mencuri dan lain-lain larangan.
3. Menunjuk kepada khabar ( berita ) seperti kisah-kisah Firaundan lain-lain.

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 21


4. Menunjuk kepada wa’ad ( janji baik ) seperti orang yang taat dan beramal soleh akan
dapat balasan syurga dan lain-lain.
5. Menunjuk kepada wa’ud ( janji balasan siksa ) seperti orang yang mendurhaka kepada
ibu & bapak akan dibalas dengan azab siksa yang amat berat.

14. Kaunuhu Qadiran :

Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkuasa Mengadakan Dan Mentiadakan.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia
ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Qudrat.

15. Kaunuhu Muridan :

Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Menghendaki dan menentukan tiap-tiap sesuatu.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala , tiada ia maujud dan tiada ia
ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Iradat.

16. Kaunuhu ‘Aliman :

Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mengetahui akan Tiap-tiap sesuatu.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia
ma’adum , Yaitu lain daripada sifat ‚Ilmu.

17. Kaunuhu Hayyun :

Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Hidup.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia
ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Hayat.

18. Kaunuhu Sami’an :

Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Mendengar akan tiap-tiap yang Maujud.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia
ma’adum, Yaitu lain daripada sifat Sama’.

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 22


19. Kaunuhu Bashiran :

Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Melihat akan tiap-tiap yang Maujudat ( Benda yang ada
).

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia
ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Bashar.

20. Kaunuhu Mutakalliman :

Artinya : Keadaan Allah Ta’ala Yang Berkata-kata.

Hakikatnya Yaitu sifat yang berdiri dengan zat Allah Ta’ala, tiada ia maujud dan tiada ia
ma’adum , Yaitu lain daripada sifat Kalam.[5]

C. SIFAT MUSTAHIL BAGI ALLAH S.W.T

Wajib atas tiap-tiap mukallaf mengetahui sifat-sifat yang mustahil bagi Allah yang menjadi
lawan daripada dua puluh sifat yang wajib baginya. Maka dengan sebab itulah di nyatakan di
sini sifat-sifat yang mustahil satu-persatu :

1.  ‘Adam berarti “tiada”

2.  Huduth berarti “baharu”

3.  Fana’ berarti “binasa”

4.  Mumathalatuhu Lilhawadith berarti “menyerupai makhluk”

5.  Qiyamuhu Bighayrih berarti “berdiri dengan yang lain”

6.  Ta’addud berarti“berbilang-bilang”

7.  ‘Ajz berarti “lemah”

8.  Karahah berarti “terpaksa”

9.  Jahl berarti “jahil/bodoh”

10. Mawt berarti “mati”

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 23


11. Samam berarti “tuli”

12. ‘Umy berarti “buta”

13.  Bukm berarti“bisu”

14.  Kaunuhu ‘Ajizan berarti “keadaannya yang lemah”

15.  Kaunuhu Karihan berarti “keadaannya yang terpaksa”

16.  Kaunuhu Jahilan berarti “keadaannya yang jahil/bodoh”

17.  Kaunuhu Mayyitan berarti “keadaannya yang mati”

18.  Kaunuhu Asam berarti “keadaannya yang tuli”

19.  Kaunuhu A’ma berarti“keadaannya yang buta”

20.  Kaunuhu Abkam berarti “keadaannya yang bisu”

D. SIFAT HARUS BAGI ALLAH S.W.T

Adalah sifat yang harus pada hak Allah Ta’ala hanya satu saja Yaitu Harus bagi Allah
mengadakan sesuatu atau tidak mengadakan sesuatu atau di sebut sebagai “mumkin” (Fi’lu
kulli Mumkinin Autarkuhu). Mumkin  ialah sesuatu yang  harus ada dan tiada. Harus disini
artinya boleh-boleh saja. Artinya boleh-boleh saja Allah SWT menciptakan sesuatu, yakni
tidak ada paksaan dari sesuatu, karena Allah bersifat Qudrat dan Irodah. Dan boleh-boleh saja
bagi Allah SWT meniadakan sesuatu.[6]

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 24


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanda-tanda adanya Allah sangat jelas dan tampak bagi siapa saja yang mau melihatnya. Ini
adalah sebuah bukti kebenaran bahwa Pencipta dari disain yang berlaku di seluruh alam
semesta ini adalah Allah. Sebagian orang yang menolak adanya Allah berbuat demikian
bukan karena mereka sungguh-sungguh tidak mempercayai-Nya namun karena mereka ingin
menghindar dari aturan moral yang harus mereka taati sebagai orang-orang yang beriman.
Setiap orang dengan nuraninya mengetahui eksistensi dan kekuasaan abadi Allah. Kendati
demikian, seseorang yang mengakui adanya Allah dan merasakan kekuasaan-Nya, juga tahu
bahwa dirinya kelak akan ditanyai oleh-Nya, dan bahwa dia harus mematuhi hukum-hukum-
Nya dan hidup untuk-Nya. Sedangkan orang yang berkeras untuk menolak sekalipun dia
sudah mengetahui fakta-fakta ini, berbuat demikian karena bila dia menerima fakta yang
sangat besar ini tidak sesuai dengan kepentingan-kepentingannya dan perasaan superioritas
yang ada di dalam dirinya. Di dalam al¬Qur.an orang-orang ini digambarkan di dalam Surat
an-Naml:

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) pada-hal hati
mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang
berbuat kebinasaan..” (Q.s. an-Naml, 14).

Harapan kami, mudah-mudahan makalah ini dapat dijadikan suatu manfaat bagi para
pembaca terutama bagi penulis dan dapat diterima disisi Allah SWT sebagai amal baik,
memberi barokah dan manfaat serta dapat memberi petunjuk kepada siapa saja yang berusaha
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, Amin Yaa Robbal ‘Alamiin.[7]

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 25


DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayid. 2002. Aqidah Islam. Bandung:  Penerbit Diponegoro.

Taymiyah, Ibnu. 1983. Aqidah Islam. Bandung : Al-Ma’arif.

Ilyas, Yunahar. 2004. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI Universitas


Muhammadiyah Yogyakarta.

Syaltut, Mahmud. 1994. Aqidah dan Syariah Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Posted by Abah Zacky as-Samarani under aqidah

Organisasi.Org Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia

A.Nasir H.Sahilun,Drs :Pengantar ilmu kalam,cetakan 3,Jakarta;PT Raja Grafindo

Persada, 1996.

[1] Posted by Abah Zacky as-Samarani under aqidah

[2] Al-Quran surat luqman : 25

[3] Al Quran surat Nisa : 148

[4] Al Quran surat Ali Imran : 163

[5] http://orgawam.wordpress.com/2008/09/11/sifat-20-allah-swt/

[6] ibid

[7] A.Nasir H.Sahilun,Drs :Pengantar ilmu kalam,cetakan 3,Jakarta;PT Raja Grafindo

Persada, 1996.

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM - INSTITUT TEKNOLOGI ADHI TAMA SURABAYA 26

Anda mungkin juga menyukai