LP Jiwa Halusinasi
LP Jiwa Halusinasi
DENGAN HALUSINASI
Disusun Oleh :
SUCI AGUSTINA
40221042
FAKULTAS KESEHATAN
KEDIRI
2021
A. DEFINISI
Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa
stimulus yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia
untuk membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsangan eksternal
(Trimelia, 2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduaan tanpa adanya stimulus yang nyata
(Keliat, 2014).
Halusinasi adalah gangguan persepsi tentang suatu objek atau gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi
semua sistem penginderaan (Dalami, Ermawati dkk 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi
adalah adanya gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan
pikiran sering terjadi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan dengan persepsi yang salah
terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata.
B. JENIS HALUSINASI
Menurut Trimeilia (2011) jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
1. Halusinasi pendengaran (auditory)
Mendengar suara yang membicarakan, mengejek, mentertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal
yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan telinga pada
sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menutup
telinga, mulut komat-kamit, dan ada gerakan tangan.
2. Halusinasi penglihatan (visual)
Stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambar, orang atau
panorama yang luas dan kompleks, bisa yang menyenangkan atau
menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada tempat tertentu,
menunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada objek yang dilihat.
3. Halusinasi penciuman (olfactory)
Tercium bau busuk, amis, dan bau yang menjijikan, seperti bau darah, urine
atau feses atau bau harum seperti parfum. Perilaku yang muncul adalah
ekspresi wajah seperti mencium dengan gerakan cuping hidung, mengarahkan
hidung pada tempat tertentu, menutup hidung.
4. Halusinasi pengecapan (gustatory)
Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis dan menjijikan, seperti rasa
darah, urine atau feses. Perilaku yang muncul adalah seperti mengecap, mulut
seperti gerakan mengunyah sesuatu, sering meludah, muntah.
5. Halusinasi perabaan (taktil)
Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat, seperti
merasakan sensasi listrik dari tanah, benda mati atau orang. Merasakan ada
yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil dan makhluk halus.
Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau meraba-raba
permukaan kulit, terlihat menggerakkan badan seperti merasakan sesuatu
rabaan.
6. Halusinasi sinestetik
Merasakan fungsi tubuh, seperti darah mengalir melalui vena dan arteri,
makanan dicerna atau pembentukan urine, perasaan tubuhnya melayang di
atas permukaan bumi. Perilaku yang muncul adalah klien terlihat menatap
tubuhnya sendiri dan terlihat seperti merasakan sesuatu yang aneh tentang
tubuhnya.
C. ETIOLOGI
Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Dalami, dkk,
2014) :
a. Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit
atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi
(Prabowo, 2014) :
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
D. RENTANG RESPON HALUSINASI
Menurut Stuart dan Laraia (2005) halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat
mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui pancaindra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus
pancaindra walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Rentang respon
tersebut dapat digambarkan seperti dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Keterangan :
1. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal
jika menghadapi suatu akan dapat memecahkan masalah tersebut. Respon
adaptif meliputi :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
2. Respon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang
benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra
c. Emosi berlebihan atau kurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
untuk menghindari interaksi dengan orang lain
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain
3. Respon maladaptif adalah respon indikasi dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan, adapun
respon maladaptif ini meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan social
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak ada
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
d. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam.
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala gangguan persepsi sensori halusinasi yang dapat teramati
sebagai berikut ( Dalami, dkk, 2014 ) :
1. Halusinasi penglihatan
a. Melirikkan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa saja
yang sedang dibicarakan.
b. Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang sedang tidak
berbicara atau pada benda seperti mebel.
c. Terlihat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak
tampak.
d. Menggerakan-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang
menjawab suara.
2. Halusinasi pendengaran
Adapun perilaku yang dapat teramati
a. Tiba-tiba tampak tanggap, ketakutan atau ditakutkan oleh orang lain,
benda mati atau stimulus yang tidak tampak.
b. Tiba-tiba berlari keruangan lain
3. Halusinasi penciuman
Perilaku yang dapat teramati pada klien gangguan halusinasi penciuman
adalah :
a. Hidung yang dikerutkan seperti mencium bau yang tidak enak.
b. Mencium bau tubuh
c. Mencium bau udara ketika sedang berjalan ke arah orang lain.
d. Merespon terhadap bau dengan panik seperti mencium bau api atau darah.
e. Melempar selimut atau menuang air pada orang lain seakan sedang
memadamkan api
4. Halusinasi pengecapan
Adapun perilaku yang terlihat pada klien yang mengalami gangguan
halusinasi pengecapan adalah :
a. Meludahkan makanan atau minuman.
b. Menolak untuk makan, minum dan minum obat.
c. Tiba-tiba meninggalkan meja makan.
5. Halusinasi perabaan
Perilaku yang tampak pada klien yang mengalami halusinasi perabaan
adalah :
a. Tampak menggaruk-garuk permukaan kulit. Menurut Pusdiklatnakes
(2012), tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap
klien serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi
adalah sebagai berikut :
1) Data Subjektif
Klien mengatakan :
a) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
c) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
d) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, melihat
hantu dan monster
e) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
f) Merasakan rasa seperti darah, urin dan feses
g) Merasa takutan atau senang dengan halusinasinya
2) Data Objektif
a) Bicara atau tertawa sendiri
b) Marah marah tanpa sebab
c) Mengarahkan telinga kearah tertentu
d) Menutup telinga
e) Menunjuk kearah tertentu
f) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
h) Menutup hidung
i) Sering meludah
j) Menggaruk garuk permukaan kulit
F. MEKANISME KOPING HALUSINASI
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi termasuk (Dalami,
dkk, 2014 ) :
1. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku kembali
seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan dengan masalah
proses informasi dan upaya untuk menanggulangi ansietas.
2. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi pada
orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai upaya untuk
menjelaskan keracunan persepsi).
3. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-lain,
sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan bermusuhan.
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut
(Kusumawati, 2012) :
a. Fase pertama
Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan. Pada
tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa
bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien
mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cari ini
hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika
sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikkan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai
dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan fase controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman
sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai
dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat,
tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
d. Fase keempat
Adalah conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah,
dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol
dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di
lingkungan.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Marasmis (2004) Pengobatan harus secepat mungkin diberikan, disini
peran keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ
klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat
penting didalam hal merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang
kondusif dan sebagai pengawas minum obat (Prabowo, 2014).
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2005) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang
mengalami halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain
(Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis, obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi
pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizofrenia
adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan
adalah :
1) Genogram
2) Konsep diri
c. Peran diri: klien menyadari peran sebelum sakit, saat dirawat peran
klien terganggu.
a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat.
Tindakan keperawatan :
Dalami E, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
CV. Trans Info Media. Jakarta: Salemba Medika.
Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Masyarakat. Jakarta: Badan PPSDM Kesehatan.
Prabowo, Eko. 2014. Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika