Anda di halaman 1dari 7

Pendopo Oejank Indro

Dunia Maya Mang Oejank Indro

Karl Marx: Sosialisme dan Komunisme

Oleh, Mang Oejank Indro

Pendahuluan

Istilah sosialisme selalu identik dengan sosok Karl Marx. Padahal pemikiran tentang sosialisme
terlampau jauh berkembang sejak abad ke V – sebelum Marx mulai memikirkan recolusi proletariat.
Pemikiran Marx sendiri tentang sosialisme sebenarnya sudah termaktub dalam beberapa karya dan
budaya Yunani kuno – meskipun terbatas pada objek dari sosialisme itu sendiri. sosialisme untuk semua
digagas oleh Jambulos dan Euhemeros. Jambulos mendeskripsikan sebuah ‘negara matahari’ dimana
segala-galanya – termasuk para isteri – dimiliki bersama.

Kata ‘sosialisme’ sendiri mucul di Prancis sekitar tahun 1830, begitu juga ‘komunisme’. Kedua kata ini
pada awalnya memiliki makna yang selaras, namun ‘komunisme’ segera dipakai oleh golongan sosialis
radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta
mengharapkan keadaan komunis itu dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan
kaum terhisap sendiri (Frans. 2003:14). Sosialisme pada abad pertengahan memiliki motif-motif yang
erat dengan nilai-nilai religius tertentu, yaitu Kristen. Terutama dalam pertimbanhan tentang
penyambutan Kerajaan Allah, orang harus bebas dari keterikatan.

Sedangkan memasuki zaman pencerahan, perkembangan paham sosialisme tidak mampu berkembang
pesat. Hal ini disebabkan dominasi golongan borjuasi yang menuntut kebebasan politik supaya dapat
bebas berusaha dan berdagang untuk kepentingan milik pribadi – sebesar dan sebebas mungkin. Sejak
bergulirnya Revolusi Prancis (1789-1795), sosialisme memasuki era modern dalam perkembangannya.
Keyakinan dasar para pemimpin sosialis modern adalah, secara prinsipil produk pekerjaan merupakan
milik si pekerja. Milik bersama dianggap tuntutan akal budi. Mereka meyakini bahwa masyarakat akan
berjalan jauh lebih baik kalau tidak berdasarkan milik pribadi.

Sejalan dengan perkembangan sosialisme, paham komunisme sebagai ‘sosialisme radikal’ pun
berkembang mengiringi perkembangan induknya. Sejarah perkembangan kedua pemikiran ini – sampai
saat ini – seolah mengerucut pada pergolakan yang terjadi di belahan Eropa, khusunya Uni Soviet –
sekarang Rusia. Diantara tokoh-tokoh yang memiliki dominasi penuh atas kedua pemikiran ini adalah
Karl Marx, Engels, Stalin, dan George Lukaes. Oleh karena itu, untuk memahami perkembangan
pemikiran sosialis dan komunis, penulis menitik beratkan kajian pada perkembangan pemikiran Marx,
Engels, dan Stalin. Sedangkan untuk memperkuat pengaruh pemikiran sosialisme dan komunisme
modern, tulisan George Lukaes yang berjudul History and Class Conciousness (1923) tentunya tidak
dapat ditinggalkan.

Sosialisme-nya Marx

Pandangan Marx tentang sosialisme bertentanngan dengan konsepsi-konsepsi sosialisme yang


diciptakan Fourier dan Owen – yang menciptakan ‘dunia baru’ dimana setiap orang hidup bahagia. Marx
berasumsi bahwa konsepsi tersebuat hanya angan-angan belaka, karena tidak menunjukkan jalan
bagaimana mencapainya. Semua itu utopia, kata Marx, hanya impian belaka. Disisi lain, Marx sendiri
selalu menolak member gambaran sosialisme. Menurutnya, sosialisme – ilmiah – tidak dapat “membuat
resep bagi dapur umum dimasa datang”.

Sementara itu, untuk membedakan ajaran dari gagasan sosialisme utopis, Marx menyusun suatu teori
sosial yang menurutnya didasari hokum-hukum ilmiah dan karena itu pasti terlaksana. Marx meyakini
adanya ‘hukum-hukum gerak’ dalam masyarakat yang dijalankan dengan prinsip ‘kebutuhan yang
mutlak’ didasarkan pada penjelasan naïf dari kemajuan ilmu pengetahuan alam (Elster. 2000:31).
Pertimbangan moral, menurut Marx, bukanlah dasar bagi sosialisme. Penilaian bahwa kapitalisme itu
jahat dan sosialisme itu baik tidak berlaku mutlak, melainkan jika syarat-syarat objektif pengahpusan hak
milik pribadi atas sesuatu itu terpenuhi. Hal ini berarti klaim Marx terhadap sosialisme-nya yang bersifat
ilmiah bisa diterima, karena berdasarkan pengetahuan hukum-hukum objektif perkembangan
masyarakat – yang kemudian tersohor dengan istilah ‘Pandangan Materialis Sejarah’ (Frans. 2003:137).

Sosialisme yang akan datang menggantikan kapitalisme adalah buah dari pada perkembangan
masyarakat dalam sejarah dibawah pengaruh hokum dialektik. Menurut Marx, menggunakan jalan
ilmiah, sosialisme tidak dapat ditentukan sekarang bentuk dan rupa masa yang akan datang – artinya
susunan baru pada masyarakat tidak dibuat, melainkan dilahirkan.[1] Melihat realita sejarah, menurut
penulis, sosialisme yang berorientasi pada terbentuknya ‘masyarakat tidak berkelas’ adalah bagian dari
hegemoni dan upayah manusia mencapai sebuah kesetaraan. Meskipun realita yang berkembang kini
tidak berjalan horizontal, melainkan vertikal. Dengan demikian, apakah tujuan sosialisme yang
diutarakan oleh Marx sudah tercapai?

Konsep sosialisme Marx memang lebih kompleks daripada filsuf lainnya. Tujuan sosialisme dalam
pandangn Marx bukanlah membuat suatu konstruksi masyarakat dalam suatu sistem yang selesai
bentuknya, melainkan menyelidiki suatu perkembangan sejarah yang melahirkan dua kelas yang
bertentangan, dan kemudian mempelajari betapa berpengaruhnya faktor-faktor kelas tersebut terhadap
kondisi ekonomi masyarakat yang akan melenyapkan pertentangan tersebut.[2]

Pendapat Marx diatas dikuatkan oleh Engels dalam bukunya “Perkembangan Sosialisme dari Utopia
sampai ke Ilmu.”[3] Ajarannya adalah bahwa komunisme merupakan ajaran tentang syarat-syarat yang
mesti dipenuhi untuk mencapai kemerdekaan kaum buruh. Dalam menyusun teori mengenai
perkembangan masyarakat, Marx sangat tertarik oleh gagasan filsuf Jerman George Hegel mengenai
dialektika karena di dalamnya terdapat unsur kemajuan melalui konflik dan pertentangan. Dan unsur
inillah yang dia perlukan menyusun teorinya mengenai perkembangan masyarakat melalui revolusi.
Untuk melandasi teori sosial, maka dia merumuskan terlebih dahulu teori mengenai materialisme
dialektik (dialectical materialism). Kemudian konsep-konsep itu dipakainya untuk menganalisa sejarah
perkembangan masyarakat yang dinamakannya materialisme historis (historical materialism). Dan
karena materi oleh Marx diartikan sebagai keadaan ekonomi, maka teori marx juga sering disebut
’analisa ekonomis terhadap sejarah’. Dalam menjelaskan teorinya Marx menekankan bahwa sejarah
(yang dimaksud hanyalah sejarah Barat) menunjukkan bahwa masyarakat zaman lampau telah
berkembang menurut hukum-hukum dialektis yaitu maju melalui pergolakan yang disebabkan oleh
kontradiksi-kontradiksi intern melalui suatu gerak spiral ke atas sampai menjadi masyarakat dimana
Marx berada. Atas dasar analisa terakhir ia sampai pada kesimpulan bahwa menurut hukum ilmiah
dunia kapitalis akan mengalami revolusi -yang disebutnya revolusi proletariat- yang akan
menghancurkan sendi-sendi masyarakat kapitalis tersebut, dan akan meratakan jalan untuk timbulnya
masyarakat komunis.

Engels: Penabur Benih Komunisme

Kelahiran sebuah buku “Manifest Komunis” adalah tahap awal perkembangan paham komunis ke
seluruh penjuru dunia – tidak terkecuali Indonesia. Bersama dengan Engel, Marx mengarang buku
tersebut sebagai pegangan para buruh dalam berjuang untuk mempercepat rubuhnya kapitalisme.
Secara singkat, pokok manifest dalam buku tersebut adalah: Produksi ekonomi dan struktur masyarakat
setiap masa yang dilahirkannya menjadi dasar sejarah politik dan sejarah penghidupan rohani pada
masa itu. Karena itu, sejarah tiap-tiap masyarakat sejak lenyapnya milik bersama atas tanah sampai
sekarang adalah perjuangan kelas. Pejuangan itu yang bentuknya berlainan dari masa ke masa adalah
perjuangan nyata antara kelas yang dihisap dan kelas yang menghisap. Perjuangan itu sudah sampai
pada saat yang dinantikan, bahwa kelas yang dihisap dan tertindas – proletariat – tidak dapat lagi
membebaskan diri dari kelas yang menghisap dan menindas – dengan tiada sekaligus memerdekakan
seluruh masyarakat selamanya dari penghisapan, penindasan, dan perjuangan kelas (Hatta. 1972:4).

Pecahnya peristiwa Revolusi Rusia, atau yang lebih dikenal dengan Revolusi Bolsyhevik pada bulan
Oktober 1917, merupakan momen penting tumbuh kembangnya komunisme yang dimulai dari Soviet.
Semenjak kemenangan Stalin terhadap musuh utamanya – Trotsky – tahun 1929, komunisme seolah
berada di puncak dunia. Banyak pengikut paham ini tersebar di penjuru dunia semenjak Komitern[4]
pertama 1919. Meskipun pengikut komunis mulai propaganda sejak munculnya hasil Komitern kedua
(17 Juli – 7 Agustus 1920) yang bertempat di Moskow.

Sebelum membahas perkembangan pemikiran Marx dan pengaruhnya terhadap Lenin dan Stalin.
Penulis ingin menguraikan pokok-pokok gagasan Engels yang mensistemasikan pemikiran Marx menjadi
Marxisme. Engels memilahnya kedalam tiga sub pokok; filsafat, sejarah, dan politik.[5] Engels
mensistemasikan filsafat Marx menjadi materialisme-dialektik yang mengandung; pertama, sebagai
materialisme, ‘materialisme dialektik’ menyatakan tiga (3) hal: (1) Pengetahuan kita tidak menciptakan
dunia itu yang kita lihat, melainkan mencermikan melalui panca-indera kita; (2) tidak ada Tuhan dan
materi itu abadi, artinya materialisme bersifat ateis; (3) dalam manusia, badan manusia adalah primer,
sedangkan roh adalah sekunder. Kedua, sebagai dialektika, materialisme dialektik juga menyatakan 3
hal atau 3 hukum pokok; (1) hukum persatuan dan perjuangan unsur-unsur yang bertentangan – dalam
setiap benda terdapat dua segi yang berlawanan; positif dan negatif, kanan dan kiri, atas dan bawah); (2)
hukum loncatan dialektik atau perubahan kuantitatif ke kualitatif – artinya jika suatu benda dengan
ketegangan didalamnya menjadi-jadi, maka akhirnya benda itu akan melompat ke suatu tahap
kehidupan yang lebih tinggi secara hakiki; (3) hukum negasi dari negasi – apa yang dinegasi atau ditolak,
tidak begitu saja ditiadakan, melainkan dipertahankan dan diangkat pada tingkatan yang lebih tinggi.

Selanjutnya adalah dalam hal sejarah, yaitu interpretasi seputar materialisme historis. Pada bagian ini,
Engels memformulasikan suatu teori tentang interaksi timbal-balik – sama halnya denan interaksi
timbal-balik pada partikel kimiawi. Terakhir adalah dalam hal politik, Engels memperlihatkan
kecenderungannya pada penekanan bahwa negara perlu dihancurkan. Meskipun Engels sendiri pernah
mengutarakan bahwa negara dalam bentuk republic merupakan “the ready political from for the future
rule of the proletariat”. Artinya, pada tahap-tahap awal setelah revolusi proletar, dalam batas-batas
tertentu masih diperlukan. Selanjutnya, campur tangan kekuasaan dalam hubungan-hubungan sosial
akan berhenti dengan sendirinya. Pemerintahan atas dasar masyarakat akan diganti oleh administrasi
yang akan memimpin langsung proses produksi. Negara tidak diabolisi, melainkan akan maju dengan
sendirinya.

Wajah Baru Marxisme

Semenjak kekuasaan Stalin, paham sosialisme yang dikembangkan Marx secara perlahan meluber
menjadi berbagai paham dengan corak berbeda. Perpaduan pemikiran Marx-Engels-Lenin melebur
menajdi ‘Marxisme Leninisme’ atau yang sering disebut ‘Marxisme versi Stalin’. Penafsiran ini diklaim
oleh Stalin sebagai satu-satunya tafsiran resmi atas pemikiran Marx yang paling benar dan tepat, yang
harus diterima oleh seluruh penganut Marxis dimanapun.

Secara singkat pemikiran Marx-Lenin – sering disebut Doktrin Kremlin – telah meninterpretasikan
pemikiran Marx menjadi tiga bagian utama (Irmayani. 2003: 62). Yaitu; (1) filsafat materialisme dialektik
dan materialisme historis; (2) kritik terhadap ekonomi politik kapitalisme; (3) sosialisme ilmiah sebagai
doktrin politik komunisme yang terdiri strategi dan taktik perjuangan revolusioner dan komunisme
ilmiah. Terlebih ketika Stalin menstabilkan ajaran Lenin – yang merupakan sosok pemimpin negara
sosialis pertama di dunia – menjadi Marxisme-Leninisme atau Marxisme versi Stalin, menyebabkan
sayap Marxis kehilangan sisi Marxisnya. Seperti contoh SDP yang ada di Jerman. Terbelahnya paham
sosialisme yang dibawa Marx terjerumus kepada pilihan yang sulit dipilih oleh penganut setia Marx
sendiri. Pada satu sisi, jika mereka bergabung dengan SDP, tentu saja mustahil. Mengingat SDP sudah
tidak lagi berlandaskan pemahaman tentang Marx. Disisi lain, jika bergabung dengan sayap Komunis,
lebih menyesatkan lagi bagi penganut setia Marx, karena sayap Komunis telah menghianati pesan Karl
Marx. Pilihan ketiga juga lebih radikal, yaitu golongan Fasisme yang jelas-jelas memsuhi Marxis dan
Komunis. Akhirnya jalan yang ditempuh adalah mebangun ‘rumah baru’ yang mereka sebut sebagai
Neo-Marxisme.

Dalam sebuah studi, George Lukacs (1885-1971) mencoba menggali lagi dimensi-dimensi kritis dialektika
Marx melalui dialektika Hegel dengan tujuan memberi pencerahan terhadap Marxisme. Lukacs
menemukan bahwa pesan inti dalam pemikiran Marx ialah: mengembalikan manusia dari segala macam
eksploitasi kapitalis yang telah mencabut aspek objektif revolusionernya, dan yang membuatnya
menjadi komoditi, kepada manusia sebagai makhluk alamiah dan sosial serta produktif. Lukacs juga
menerima prinsip-prinsip sejarah Marx, jadi apa yang dikatakan Hegel bahwa hakekat esensial manusia
adalah terbuka dalam totalitas sejarah objektivitas dinamik dari jiwa dunia. Dan setelah Lukacs
mengujinya pada kesadaran kelas proletariat dan filsafat fraxisnya Marx, ia menerima bahwa “manusia
tidak hanya sebagai penginterpretasi sejarah, melainkan juga pembuat sejarah”.

Teori-teori yang diformulasikan Marx bersifat ilmiah. Hal ini karena ia mengemukakan syarat-syarat
perkembangan masyarakat yang melalui feodalisme dan kapitalisme ke dalam sosialisme – sebagai
tujuan terakhir dari rangkaian teas-antitesa-sintesa. Bagi Marx, tidak sesuatu hal sekonyong-konyong
terjadi. Semuanya pasti melalui proses. Dan proses tersebut akan membawa kepada tujuan, ketika tiba
waktunya.

Simpulan : Refleksi dan Koreksi

Berdasarkan pembahasan diatas, banyak diantara para pemikir sosialis maupun praktisi gerakan gerakan
sosialisme masih mengandalkan Marxisme sebagai dasar pemikiran maupun gerakannya. Ada yang
menggunakan Marxisme secara kritis akan tetapi ada juga yang secara dogmatis memujanya habis
habisan hingga saat ini. Kecenderungan kecenderungan demikian terjadi tidak hanya di negara-negara
Eropa akan tetapi juga di negara-negara dunia ketiga sepertihalnya Indonesia. Di Eropa, Marxisme
digunakan sebagai alat analisa pemikiran, artinya peran Marxisme lebih berlaku pada perdebatan-
perdebatan intelektual filsafat dalam melahirkan berbagai varian varian baru. Sementara di negara-
negara dunia ketiga dimana tingkat kegiatan praksis sosialisme lebih berjalan, Marxisme masih menjadi
ideologi dasar dan terutama bagi mereka yang baru saja lepas dari kungkungan rezim otoriter militeristik
dimana Marxisme masih memukau seperti ‘menemukan air ditengah dahaga ideologi’ dengan teori-teori
pembebasannya. Harus diakui bahwa hampir satu abad Marxisme memberi kontribusi baik maupun
buruk yang tak terhingga kepada dunia. Marxisme memberi peringatan kepada kita tentang bahaya
kapitalisme industri dan menyadarkan kita tentang pentingnya kebersamaan manusia secara kolektif.

Meski demikian, Marxisme gagal untuk membuktikan teori-teorinya dan gagal pula didalam tingkatan
yang lebih kongkret. Bubarnya Uni Sovyet, yang dikatakan masih berada dalam fase sosialis menuju
masyarakat komunis adalah kegagalan Marxisme pada tingkatan tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa
Marxisme gagal baik secara teori maupun prakteknya. Kegagalan teoritis Marxisme yang pertama adalah
tentang teori nilai lebih. Marx menafisrkan kapitalisme dengan teori lebih kerja sebagai suatu sistem
eksploitasi kelas buruh oleh kaum kapitalis. Kaum kapitalis menyimpan bagi dirinya sendiri nilai lebih itu
yang dihasilkan oleh kaum pekerja. Akumulasi dan konsentrasi kekayaan dalam tangan kelompok
kapitalis yang jumlahnya semakin kecil, bersama dengan hukum kemunduran tingkat keuntungan,
menuju kepada kehancuran diri sistem eksploitasi tersebut. Pada akhirnya menurut Marx, akan terjadi
pengambil alihan oleh kelas buruh. Artinya kelas buruh (proletariat) memegang kendali sarana produksi
dan untuk membangun kediktaturan proletariat sebagai tahap awal transisi menuju masyarakat tanpa
kelas. Hal ini gagal karena kapitalisme tidaklah menyusut hingga masa sekarang.

Musuh utama Marx, kapitalisme, ternyata bisa menyesuaikan perkembangan dengan memberi tuntutan
tuntutan buruhnya di bawah standar. Hal ini terlihat seperti di Indonesia, kaum pekerja terjebak dan
larut dalam tuntutan tuntutan upah minimum yang memang di rekayasa olah para kapitalis. Kaum
buruhpun tidak pernah terjadi untuk mengambil alih kepemilikan kaum kapitalis secara ekonomis
mengingat faktor faktor sekunder seperti politik memang tidak pernah diperhitungkan secara jelas
dalam Marxisme. Kegagalan Marxisme yang kedua adalah klaim tentang sosialisme ilmiah itu sendiri.
Marx memang menolak sosialisme bentuk lama yang dikatakan utopis dan mencoba memberi kerangka
rasional dalam gagasannya. Akan tetapi Marxisme juga tenggelam dalam mimpi utopiannya sendiri
tentang masyarakat tanpa kelas. Mengapa? Sebab penentuan cita-cita akhir, bagaimanapun hakekatnya
bertentangan langsung dengan prinsip dialektis yang didengungkan oleh Marx sendiri.

Kegagalan Marxisme yang ketiga adalah pemahaman yang dilanjutkan oleh Lenin dan Stalin telah
berubah menjadi suatu kolektivisme sempit. Produksi barang material tidak lagi diarahkan kepada
peningkatan keberadaan personal, melainkan kepada pertumbuhan kekuasaan kolektif tersebut. Bukti
paling kongkret dari kegagalan kegagalan diatas adalah bubarnya negara Uni Sovyet yang selama 70
tahun lebih memakan korban jutaan warganya. Prinsip sosialisme sebagai kebersamaan sangatlah
penting, meski demikian kita juga tidak bisa mengingkari hak hak azasi yang paling pribadi sebagai
manusia dalam kerangka nilai etis. Fase kediktaturan proletarian yang sama otoriternya dengan fasisme
jelas tidak bisa diterima bahkan oleh warganya sekalipun.

Sumber Rujukan :

Alfandi. 2004. Konflik Pemikiran antara Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Partai Sosialis Indonesia
(PSI) dalam Periode 1955-1960, dalam skripsi. Univrsitas Muhammadiyah Malang. http://jiptummpp-gdl-
s1-2004-alfandi992-113-pendahul-n.PDF. (diakses 23 Desember 2011)

Didi Tarmidi. 2000. Demokrasi dan Komunisme, dalam Jurnal Buana ed. XVII.
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/LAINNYA/DIDI_TARMIDI/Jurnal_(_DEMOKRASI_DAN_KOMUNISME_).
pdf (diakses 23 Desember 2011).
Frans Magnis Suseno. 2003. Pemikiran Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionis.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hatta, Moh. [1972]. Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia. [Jakarta]: Penerbit Jambatan.

Irmayani, T. 2003. Perkembangan Pemikiran Marx dalam Jurnal Wawasan Vol. 3, No. 2.

Jon Elster. 2000. Karl Marx. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

[1] Lihat selengkapnya dalam Der achtzehnte Brumaire des Louis Bonaparte, Marx menjelaskan dengan
jelas kegagalan Revolusi Prancis pada awalnya, karena syarat-syarat revolusi belum ada di benak
masyarakat.

[2] Pedapat Marx ini merupakan tentangan terhadap pendapat Proudhon dalam bukunya “La
Philosophie de la Misere”.

[3] Judul aslinya adalah Die Entruicklung des Sosialismu'I von del' Utopie zrrr 'Wrissenschaf. Terbit di
Berlin tahun 1930.

[4] Komitern merupakan sebuah wadah perhimpunan partai-partai komunis di dunia. Komitern
meupakan organisasi tertinggi bagi partai tertinggi di beberapa negara.

[5] Baca selengkapnya dalam Tentang Marxisme karya Aidit, DN. 1963.

Iswanda Fauzan di Thursday, December 29, 2011

Share

No comments:

Post a Comment

Kami

Anda mungkin juga menyukai