Anda di halaman 1dari 33

HUBUNGAN ANTARA STRESS KERJA DAN COPING STRESS

DENGAN WELL-BEING PARA PEKERJA MARKETING DI JAKARTA

PROPOSAL

Oleh :

NAMA : FIRDHA APRIVHA DEWI

NIM : 1724090217

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I

JAKARTA

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Proposal yang diajukan oleh :

Nama : Firdha Aprivha Dewi

NIM : 1724090217

Program Studi : S1- Psikologi

Judul : Hubungan Antara Stress Kerja Dan Coping Stress dengan Well-Being Para
Pekerja Marketing Di Jakarta

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi dan


diterima sebagai persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Program Studi Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia Y.A.I
pada hari Kamis, 16 April 2020.

DEWAN PENGUJI Tanda Tangan

1. ....................................... ............................................
Ketua dewan penguji

2. ....................................... .............................................
Sekertaris

3. Zainun Mu’tadin, S.Psi., M.Psi. ..............................................


Dosen Pembimbing

Mengesahkan
Dekan Fakultas Psikologi UPI Y.A.I

(Dr. I Nyoman Surna, M.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, tak lupa shalawat dan salam penulis curahkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan Antara Stress Kerja Dan Coping Stress Dengan Well-Being
Para Pekerja Marketing Di Jakarta”.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir
ini yaitu:

1. Bapak Dr. I Nyoman Surna, M. Psi, selaku Dekan Fakultas Psikologi


Universitas Persada Indonesia Y.A.I
2. Bapak Adi Kristiawan, S.Psi., MM, selaku Ketua Jurusan Fakultas Psikologi
Universitas Persada Indonesia Y.A.I
3. Bapak Zainun Mu’tadin, S.Psi., M.Psi., yang penulis hormati selaku Dosen
Pembimbing yang sudah begitu sangat baik meluangkan waktu dalam setiap
bimbingan untuk memberi motivasi, masukan, serta arahan yang positif demi
kelancaran proses penyusunan skripsi ini.
4. Para bapak/ibu dosen yang selama ini telah memberikan dan membekali ilmu
yang berguna dan bermanfaat untuk penulis selama menuntut ilmu di
Universitas Persada Indonesia Y.A.I
5. Para Jajaran Staf Universitas Persada Indonesia Y.A.I yang sudah berkenan
membantu saya selama saya di kampus.
6. Kedua orang tua saya yang telah memberikan doa, dukungan dan usaha kepada
penulis baik secara moril dan materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan
oleh penulis.
7. Kakak saya Firya Sakinah Andari, yang sudah banyak membantu dan
memberikan masukan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
8. Para sahabat, teman seperjuangan, dan teman angkatan 2017, yang telah
memberikan banyak bantuan, masukan, serta dukungan selama saya kuliah
sampai menyelesaikan skripsi ini.

iii
9. Subyek Penelitian seluruh karyawan CV. Prima Cook yang telah membantu
peneliti untuk mengisi kuisioner sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
10. Kepada seluruh pihak yang telah membantu dan tidak bisa saya sebutkan satu
persatu, atas segala doa dan dukungannya yang telah diberikan kepada saya.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang berlipat ganda atas segala
kebaikan yang telah diberikan kepada saya. Penulis menhyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari sempurna dan masih terdapat banyak kekurangannya. Namun
demikian penulis berharap bahwa skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-
pihak yang berkepentingan. Akhir kata, penulis memohon maaf atas segala
kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari teman-teman sekalian.

Jakarta, 16 April 2020

Firdha Aprivha Dewi

iv
BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian serta manfaat penelitian.

A. Latar Belakang Masalah

Dunia kerja saat ini dihadapkan dengan kompetisi antar perusahaan yang

semakin ketat, karena perusahaan tidak hanya dihadapkan pada persaingan dalam

negeri saja, tetapi juga luar negeri. Menghadapi situasi dan kondisi tersebut,

perusahaan harus berkompetisi dengan perusahaan lainnya,karena perusahaan

dituntut agar lebih produktif, supaya tidak kalah dalam persaingan. Oleh karena itu

para pekerja pun dituntut untuk bekerja lebih keras, stress kerja meningkat

akibatnya well-being kerja dari para karyawan mulai sering terabaikan.

Sumber daya manusia merupakan bagian penting dalam sebuah perusahaan atau

organisasi, karena sumber daya manusia memiliki peranan yang mempengaruhi

dalam menjaga dan mengembangkan segala yang ada di dalam

perusahaan/organisasi. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia harus selalu

dikembangkan agar kinerjanya bisa lebih baik. Untuk meningkatkan kinerja yang

lebih baik dalam sebuah perusahaan/ organisasi dibutuhkan kerjasama yang baik

antara perusahaan dan sumber daya manusia, Salah satunya yaitu dengan

memperhatikan kesejahteraan sumber daya manusia. Kesejahteraan yang dirasakan

oleh sumber daya manusia atau karyawan didalam lingkungan kerja akan

memberikan kebahagiaan terhadap diri seseorang sehingga meningkatkan

semangat kerja dalam dirinya.

1
2

Greenberg & Avigdor (2011) mengatakan bahwa di tempat kerja, kebahagiaan

setara dengan keuntungan. Mendorong pekerja berbahagia merupakan sebuah

perubahan besar yang dapat dilakukan perusahaan untuk mendapatkan kemampuan,

mengembangkan daya saing, dan meningkatkan pendapatan. Pekerja yang bahagia

akan lebih berkomitmen dan akan menyelesaikan tugas lebih efisien dengan standar

yang lebih tinggi. Kebahagiaan merupakan suatu hal yang penting dalam hidup,

karena dengan bahagia setiap orang pasti merasakan kehidupan yang nyaman, hari-

harinya juga terasa lebih berharga.

Dapat kita lihat pada dunia kerja saat ini, bahwa lapangan pekerjaan yang

sedikit, dan sumber daya manusia yang ada saat ini setiap harinya semakin

bertambah banyak, hal ini yang menuntut individu untuk terus bersaing agar tidak

kalah atau tersingkirkan oleh yang lain. Para individu pun senantiasa dituntut untuk

terus berkompetensi tidak hanya dengan komponen fisik dari pekerjaannya saja,

namun juga dari komponen sosial dilingkungan kerjanya.

Beberapa hal sering mempengaruhi performa para karyawan saat bekerja,

seperti terjadinya gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja fisik yang buruk,

desain dan organisasi kerja yang tidak memadai, seperti kecapekan dan beban kerja

yang berlebihan, merupakan faktor-faktor yang dapat menimbulkan gangguan

kesehatan serta memicu terjadinya stres kerja. Stres akibat kerja merupakan

masalah penting dalam kesehatan kerja, karena stres kerja inilah yang menjadi

penyebab karyawan mengalami ketidak sejahteraan kerja.

Individu atau seorang karyawan bereaksi terhadap sumber stres ketika


3

penilaiannya terhadap sumber stres dalam suatu perusahaan ini dianggap sebagai

sesuatu yang negatif yang dapat mengancam hidupnya.

Individu atau seorang karyawan bereaksi terhadap sumber stres ketika

penilaiannya terhadap sumber stres dalam suatu perusahaan ini dianggap sebagai

sesuatu yang negatif yang dapat mengancam hidupnya.

Dalam Luthans (1992) dikatakan bahwa reaksi-reaksi stres tersebut dapat berupa

reaksi fisik, reaksi psikologi dan reaksi perilaku. Reaksi fisik misalnya,

meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah. Reaksi psikologis misalnya,

perubahaan mood dan emosi yang lain. Reaksi perilaku seperti meningkatnya

frekuensi merokok pada perokok dan perubahan pola makan. Ketiga macam reaksi

ini saling berhubungan dan tidak jarang muncul bersamaan (Soewondo, 1993).

Stressor yang sering dilupakan oleh para peneliti adalah persoalan waktu,

menurut Beehr (1995) terkait dengan waktu ada dua macam stres yaitu kronis dan

akut. Stressor kronis adalah stressor yang memiliki waktu yang panjang, misalnya

dalam hal pekerjaan dan organisasi yang hanya berubah secara lambat. Sebaliknya

ada juga stres akut yang merupakan kejadian-kejadian dalam waktu pendek, yang

membuat pekerja sangat stres sekali.

Contoh dari stres akut itu adalah tanggal deadline pajak bagi akuntan, perawat

yang mendapat tekanan dari pasien dan selalu disalahkan oleh dokter atau

atasannya, atau memiliki pengalaman memulai pekerjaan baru.

Stres sebagai suatu kejadian atau peristiwa dimana tuntutan lingkungan dan

tuntutan internal fisiologis atau psikologis menuntut melebihi sumber daya adaptif
4

individu (Lazarus & Folkman dalam Safaria, 2011). Setiap individu pasti memiliki

batasan dalam menerima dan menanggapi sesuatu pekerjaan untuk mencapai

kepuasan kerja, sehingga yang terjadi para pekerja sering merasa kurang nyaman

dengan keadaannya saat bekerja. Sedangkan dalam sebuah perusahaan atau

organisasi, sumber daya manusia atau para pekerja sangat penting bagi

perkembangan perusahaan. Menjaga perasaan dan keadaan psikologis para

karyawan untuk melaksanakan semua pekerjaan dan pengoperasian perusahaan

sebagai tim pelaksana, semuanya kembali lagi pada keseriusan pihak manager

dalam mengantisipasi maupun mencari solusi pemecahan atas berbagai

permasalahan yang menimpa karyawan.

Aspek-aspek stress kerja yang dikemukakan oleh Beehr & Newman (1995) ada

tiga, yaitu aspek fisik, aspek psikis, dan aspek perilaku. Aspek fisik dapat berupa

gejala – gejala fisiologis seperti gangguan pencernaan, gangguan pernafasan,

hipertensi. Aspek psikis dapat berupa gejala gejala emosional seperti panik, gelisah,

deperesi. Aspek perilaku dapat berhubungan dengan kehidupan pribadi dan

kehidupan pekerjaan. Stres kerja yang terjadi dapat mempengaruhi keadaan diri

serta dalam waktu tertentu akan sangat mengganggu pikiran dan pekerjaan dari para

pekerja sehingga dapat menurunkan kesejahteraan kerja.

Robbins (2002) dalam bukunya menjelaskan stres kerja merupakan kondisi

dinamis dimana seorang individu dihadapkan dengan kesempatan, keterbatasan,

atau tuntutan sesuai dengan harapan dan hasil yang ingin dia capai dalam kondisi

penting dan tidak menentu. Keadaan ini sebenarnya merupakan gambaran atau

ungkapan nyata dari tubuh manusia yangmendapatkan tuntutan beban yang


5

melebihi batas kekuatan dari tubuh suatu individu. Seperti dalam penelitian yang

dilakukan oleh Northwestern National Life Insurance Co (NWNL) di Minneapolis

(dalam Gibson et al.,2013) menunjukkan bahwa tujuh dari sepuluh pekerja sering

mengalami stres.

Berbagai macam istilah dan konsep baru mudah diciptakan oleh Selye (Szabo

et al., 2012), dia memperkenalkan istilah distress dan eustress pada awal tahun 70-

an untuk membedakan apakah respon terhadap stres itu dimunculkan oleh stressor

negatif atau tidak menyenangkan atau malah dimunculkan oleh emosi yang positif,

didalam tulisan autobiografinya yaitu “Stress Of My Life” dia menekankan bahwa

stres bukanlah apa yang terjadi pada dirimu tetapi bagaimana anda bereaksi

terhadapnya.

Kondisi tersebut mengakibatkan perlu adanya penanganan terhadap stres yang

mulai timbul agar tidak merusak keadaan dari sumber daya manusia yang telah ada.

Penanganan stres itu sendiri biasa disebut coping stres.

Ada dua strategi coping yang dapat dipakai, yaitu strategi coping yang berfokus

pada permasalahan (problem focused coping) yang dilakukan untuk mencari solusi

terhadap masalah yang dihadapinya dan strategi coping untuk mengatur emosi

(emotion focused coping) yang dilakukan dengan cara mengatur emosi individu

dalam menghadapi stres (Lukaningsih & Bandiyah, 2011).

Kedua bentuk coping tersebut berkaitan dengan upaya kognitif dan emosi

seseorang dalam mengatasi masalah yang memungkinkan dapat berdampak pada

perbedaan peningkatan subjective well-being. Individu akan melakukan pemilihan


6

strategi coping yang sesuai dengan situasi tekanan yang dihadapinya untuk

menyelesaikan stres.

Penelitian yang dilakukan oleh Moslehi et al. (2015) menunjukkan bahwa

Problem focused coping memiliki hubungan yang signifikan terhadap kualitas

hidup pada individu yang mengalami gangguan psikotik. Berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Rahmatika (2014), dalam penelitian menunjukkan

bahwa semakin tinggi emotion focused coping yang digunakan maka semakin

rendah tingkat stress, dan begitu pun sebaliknya.

Moosa & Munaf (2012) Coping memainkan peran besar dalam kehidupan

individu terutama dengan mengacu pada kesejahteraan. Temuan penelitian

menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan dalam emotion focused coping dan

Problem focused coping yang digunakan oleh kelompok klinis dan non klinis dalam

menghadapi masalah. Oleh karena itu strategi coping dapat menjadi salah satu

strategi untuk orang-orang yang memiliki masalah psikologis atau mungkin

membantu psikoterapis dalam membuat intervensi dalam rangka meningkatkan

strategi koping individu dan untuk membuat mereka mampu menghadapi tekanan

lingkungan dan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial kerja.

Latar belakang diatas sesuai dengan apa yang peneliti temukan di CV. Prima

Cook yang mana stress kerja (tekanan waktu dan kecemasan) dapat mempengaruhi

well-being pekerja. Akibat adanya stress kerja ini membutuhkan coping stress,

sehingga well being pekerja dapat terpenuhi. Peneliti tertarik untuk mengadakan
7

penelitian yang lebih mendalam tentang “Hubungan Antara Stress Kerja Dan

Coping Stress Dengan Well-Being Para Pekerja Marketing Di Jakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka

perumusan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada Hubungan antara Stress Kerja dan Coping Stress pada para Pekerja

Marketing di CV. Prima Cook Jakarta?

2. Apakah ada Hubungan antara Coping Stress dengan Well-Being para Pekerja

Marketing di CV. Prima Cook Jakarta?

3. Apakah ada Hubungan antara Stress Kerja dan Coping Stress dengan Well-

Being para Pekerja Marketing di CV. Prima Cook Jakarta?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan

dari penelitian ini adalah,sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui hubungan antara Stress Kerja dan Coping Stress pada para

Pekerja Marketing di CV. Prima Cook Jakarta.

2. Untuk mengetahui hubungan antara Coping Stress dengan Well-Being para

Pekerja Marketing di CV. Prima Cook Jakarta.

3. Untuk mengetahui hubungan antara Stress Kerja dan Coping Stress dengan

Well-Being para Pekerja Marketing di CV. Prima Cook Jakarta.


8

D. Manfaat Penelitian

Dalam hasil penelitian ini diharapkan terdapat manfaat yang baik secara

teoritis maupun praktis yang diperoleh serta dapat memberikan kegunaan dari

beberapa pihak.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapakan dapat menambah wawasan dan kontribusi

Ilmiah di bidang psikologi, Khususnya pada Psikologi Industri dan Organisasi dan

Psikologi Positif.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat yaitu

menambah pengetahuan bagi setiap individu, Khususnya bagi para pekerja

marketing untuk mengetahui bagaimana menangani masalah dan mendapatkan

kesejahteraan psikologis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan beberapa teori dan konsep-konsep yang digunakan

sebagai landasan penelitian. Pembahasan ini meliputi Stres Kerja, Coping Stress

dan Subjective well-being, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.

A. Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Stres kerja adalah respon dari fisik maupun emosional individu yang muncul

ketika individu tidak mampu mengatasi tuntutan dan kebutuhan dari pekerjaan yang

dilakukan (Alves, 2005).

Luthans (2006) menjelaskan, stres kerja sebagai suatu interaksi individu

dengan lingkungan kerja yang dihubungkan dengan respon-respon adaptif terhadap

tuntutan fisik maupun psikologis pada individu secara berlebihan.

Menurut (Parker & DeCotis, 1983) stres kerja merupakan kesadaran individu

atau perasaan disfungsi personal akibat kondisi yang dirasakan di tempat kerja.

Mereka menjelaskan bahwa perasaan tersebut adalah kesadaran subjektif atas

kesadaran emosional individu.

Stres kerja sebagai respon seperti yang dinyatakan oleh Chaplin (1989) yaitu

suatu keadaan tertekan, baik fisik maupun psikis.

9
10

Schult & Schult (dalam Asnawi, 1999) mengatakan bahwa stres kerja

merupakan gejala psikologis yang dirasakan mengganggu dalam pelaksanaan tugas

sehingga dapat mengancam eksistensi diri dan kesejahteraannya.

Pendekatan proses menyatakan bahwa stres merupakan transaksi antara

sumber stres dan kapsitas diri yang menentukan, apakah respon bersifat positif

ataukah negatif.

Menurut Leung et al. (2007), ada 6 dimensi dari stres kerja, yaitu perilaku

individu, dukungan sosial, konflik peran, lingkungan kerja, beban kerja, dan situasi

rumah dan pekerjaan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stres kerja yang dialami individu

memicu munculnya perilaku disfungsional, sehingga menganggu kesehatan secara

fisik dan mental dalam bentuk rendahnya well being.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa stres kerja

merupakan suatu transaksi atau respon adaptif antara sumber-sumber stres kerja

dengan kapasitas diri, yang berpengaruh terhadap respon apakah bersifat positif

ataukah negatif.

Jika respon bersifat positif, maka sebenarnya sumber stres merupakan pemacu

bagi semangat karyawan, sedangkan respon bersifat negatif merupakan indikator

bahwa sumber stres merupakan penekan.


11

2. Faktor-Faktor Stres Kerja

Northcraft (1990) mengatakan bahwa ada beberapa sumber stres di tempat

kerja yang lebih berkaitan dengan individu :

Ada beberapa faktor penyebab stres yang berkaitan dengan individu yaitu

kondisi organisasi, tuntutan sosial dan keluarga, dan karakterisktik kepribadian.

Dari sisi organisasi, sumber stres meliputi :

a) Pekerjaan itu sendiri yaitu beban pekerjaan yang terlalu sedikit atau terlalu

berat, kondisi lingkungan fisik yang yang jelek, tekanan waktu dsb.

b) Peran dalam organisasi yaitu apakah karyawan merasakan conflict role, role of

ambiguity, besarnya tanggungjawab, partisipasi dalam organisasi, dan

pengambilan keputusan.

c) Perkembangan karir yaitu apakah karyawan merasakan overpromotion,

underpromotion, kurangnya rasa aman dalam pekerjaan, dan sebagainya.

d) Hubungan dalam organisasi yaitu sejauh mana hubungan yang kurang baik

antara karyawan - pimpinan, karyawan-karyawan, atau antar pimpinan sendiri.

e) Keberadaan organisasi meliputi konsultasi yang kurang efektif, hambatan

dalam perilaku, dan politik dalam organisasi.

f) Hubungan organisasi dengan fihak luar yaitu bagaimana kesesuaian antara

tuntutan keluarga vs tuntutan organisasi dan antara minat pribadi vs kebijakan

organisasi.
12

3. Aspek-Aspek Stres Kerja

(Chovwen, 2013)menyebutkan stres kerja menjadi dua bagian, yaitu:

1. Stress positif (eustress)

Eustress bersifat membangun dan progresif dalam diri yang tidak dapat

dihindari.Eustress adalah bentuk stres yang berasal dari peran di tempat kerja

yang membutuhkan kecerdasan karyawan dan mengembangkan kemampuan

mereka untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi.

2. Stress negatif (distress)

Stres negatif sifatnya adalah menghambat dan retrograsif di dalam

perusahaan. Distress membuat karyawan orang tidak produktif atau kontra

produktif dan hal ini menimbulkan sikap mudah tersinggung. Distress berasal

dari peran tempat kerja yang tidak efektif memanfaatkan kemampuan pekerja

atau melebihi kemampuan pekerja untuk mengatasi dan menyesuaikan secara

tepat.

Ada dua komponen stres kerja yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan

teori Parker dan Decotiss, yaitu :

a) Tekanan Waktu

Tekanan waktu merupakan perasaan pada individu saat berada di bawah

tekanan yang substansial. Tekanan waktu ini merupakan persepsi dari pekerja

saat tidak mampu menyelesaikan pekerjaan pada waktu yang ditentukan.


13

b) Kecemasan

Kecemasan berkaitan dengan tegangan atau tekanan yang dialami oleh

pekerja yang disebabkan oleh syarat-syarat dari pekerjaan mereka.

Kecemasan adalah keadaan emosional yang tidak menyenangkan yang

memiliki konsekuensi adaptif dan maladaptif

4. Moderator Stres Kerja

Ada beberapa tipe kepribadian yang rentan stres dan ada tipe kepribadian yang

tidak mudah terkena stres. Salah satu karakteristik kepribadian yang rentan terhadap

stres kerja adalah kepribadian tipe A. Orang dengan kepribadian tipe A mempunyai

obsesi terhadap waktu, ada perasaan dikejar-kejar waktu, dan ingin segera

menyelesaikan pekerjaan, tidak sabar, dan mempunyai sense of urgency yang

tinggi.

Sebaliknya, tipe kepribadian B kurang rentan terhadap stres kerja karena

merasa tidak dikejar waktu, tidak terobsesi oleh waktu, dan menikmati pekerjaan

dengan rileks (Northcraft, 1990) Berdasarkan pendekatan kognitif, ada dua macam

pola pikir yaitu pola pikir positif yang menyebabkan optimis dan pola pikir negatif

yang menyebabkan orang pesimis. Orang-orang optimis, akan memandang

peristiwa yang negatif (bad event) sebagai suatu tantangan, sedangkan bagi orang-

orang pesimis peristiwa negatif dianggap sebagai ancaman.

Pola pikir negatif dan positif ini sangat berkaitan dengan pendekatan stres dari

perspektif psikologis yang dikemukakan oleh Lazarus. Stres dimulai dari proses
14

penilaian primer dan penilaian sekunder, yang pada gilirannya akan menentukan

strategi koping.

B. Coping Stress

1. Pengertian Coping Stress

Coping stress adalah usaha untuk mengontrol, mengurangi, atau belajar untuk

menoleransi ancaman yang menimbulkan stres (Feldman, 2012). Seseorang

terbiasa menggunakan respon coping tertentu untuk mengatasi stres.

Coping stress adalah upaya kognitif dan perilaku seseorang untuk mengelola

(mengurangi, meminimalkan, menguasai, atau mentolerir) tuntutan internal dan

eksternal dari transaksi orang-lingkungan terhadap stres yang dialami yang dinilai

sebagai berat atau melebihi sumber daya seseorang (Folkman & Lazarus, dalam

Smet, 1994).

Definisi ini mengandung implikasi bahwa (a) tindakan coping tidak

diklasifikasikan menurut efeknya, namun menurut karakteristik tertentu dari proses

coping. (b) Proses ini meliputi reaksi perilaku serta kognitif pada individu. (c)

Dalam kebanyakan kasus, koping terdiri dari tindakan tunggal yang berbeda yang

diselenggarakan secara berurutan, membentuk episode coping. (d) tindakan coping

dapat dibedakan dengan fokus mereka pada unsur-unsur yang berbeda dari

pertemuan stres (Lazarus dan Folkman, dalam Krohne, 2002).

Berdasarkan definisi diatas bahwa coping stress merupakan suatu usaha

individu untuk mengatasi, mengurangi, dan mengelola stres terhadap tuntutan


15

internal maupun tuntutan eksternal yang dialami individu dari interaksi individu

dengan lingkungan yang mengacu pada upaya kognitif dan perilaku seseorang.

2. Aspek-aspek yang mempengaruhi Coping Stress

Coping Stress memiliki dua fungsi utama: Menangani masalah yang

menyebabkan distress (problem-focused coping) dan mengatur emosi (emotion-

focused coping) (Lazarus, dkk dalam Smet, 1994 ).

a. Problem Focus Coping

Problem focus coping adalah usaha untuk mengurangi stressor. Individu akan

mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan-keterampilan yang

baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini, bila dirinya yakin akan

dapat mengubah situasi.

Taylor (dalam Smet, 1994) problem focus coping terdiri dari :

1) Confrontive Coping adalah strategi usaha-usaha yang bersifat agresif untuk

mengubah situasi, termasuk dengan cara mengambil resiko.

2) Planful Problem-Solving adalah strategi yang menggambarkan usaha-usaha

terpusat pada masalah yang dilakukan secara hati-hati untuk mengatasi situasi

yang menekan.

3) Seeking Social Support adalah strategi yang dipakai individu untuk

mendapatkan dukungan dan pengertian dari orang lain.


16

b. Emotion focus coping

Emotion focus coping adalah usaha yang digunakan untuk mengatur respon

emosional terhadap stres. Pengaturan ini digunakan individu, apabila individu

tidak mampu mengubah kondisi yang stressful. Taylor (dalam Smet, 1994.)

Emotion focused coping terdiri dari :

1) Distancing adalah usaha yang bertujuan untuk melepaskan diri dari masalah

atau membuat sebuah harapan positif

2) Self-Control adalah yaitu mencoba untuk mengatur perasaan diri sendiri atau

tindakan dalam hubungannya untuk menyelesaikan masalah.

3) Accepting Responsibility adalah yaitu menerima untuk menjalankan masalah

yang dihadapinya sementara mencoba untuk memikirkan jalan keluarnya.

4) Escape-Avoidance adalah melakukan tindakan atau menghindar dari situasi

yang tidak menyenangkan.

5) Positive Reappraisal adalah yaitu mencoba untuk membuat suatu arti positif

dari situasi dalam masa perkembangan kepribadian, kadang-kadang dengan

sifat yang religius.


17

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Coping Stress

Faktor-faktor yang mempengaruhi coping stress berdasarkan hasil analisis

peneliti ada dua, yaitu:

a. Faktor Internal

1) Efikasi diri (Rizky, Zulharman, dan Risma, 2012)

2) Optimisme (Ningrum, 2011)

3) Karakteristik kepribadian (Endler & Zeidner, 2002)

4) Kematangan beragama (Indirawati, 2006)

5) Kecerdasan emosi (Saptoto, 2010)

b. Faktor eksternal

1) Attachment (Bayani dan Sarwasih, 2013)

2) Peer group (Bayani dan Sarwasih, 2013)

3) Dukungan sosial (Hasan dan Rufaidah, 2013)

Berdasarkan faktor-faktor yang sudah dipaparkan diatas, tinggi rendahnya

coping stress dapat dipengaruhi oleh internal (efikasi diri, optimisme, karakteristik

kepribadian, kematangan bergama, kecerdasan emosi) dan eksternal (attachment,

peer group, dan dukungan sosial). Faktor-faktor ini akan mempengaruhi coping

stress sesuai dengan individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut akan berpengaruh

baik sesuai dengan cara pandang dan tindakan individu dalam menghadapi

permasalahan.
18

C. Psychological Well – Being

1. Pengertian Psychological well-being

Psychological well-being sebagai kondisi individu yang memiliki sikap positif

terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur

tingkah lakunya sendiri, menciptakan dan mengatur lingkungan yang kompatibel

dengan kebutuhan, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup lebih bermakna,

serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya (Ryff C. D, 1989).

Psychological well-being adalah tentang bagaimana kehidupan seseorang

dapat berjalan dengan baik, psychological well-being tidak mengharuskan individu

untuk selalu merasa baik, emosi yang menyakitkan seperti kekecewaan, gagal, dan

kesedihan adalah bagian normal dari kehidupan (Huppert, 2009).

Menurut Ryff C. D (1989) manusia yang dapat dikatakan baik secara

psikologis adalah individu yang terbebas dari indikator-indikator kesehatan mental

negatif seperti kecemasan, dapat tercapainya kebahagiaan dan lain-lain.

Seseorang dengan psychological well-being yang baik akan menunjukkan

sikap positif terhadap dirinya maupun orang lain meskipun mereka sadar akan

keterbatasan dirinya (penerimaan diri), menjaga kehangatan dan memiliki rasa

percaya dengan hubungan interpersonal dan membentuk lingkungan mereka,

sehingga kebutuhan dan keinginan pribadinya dapat terpenuhi. Juga memiliki

makna dan tujuan dalam menjalani hidup dan mampu mengembangkan potensinya

untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia seutuhnya (Ryff C. D, 1989).


19

2. Dimensi Psychological Well-Being

Ryff C. D (1989) mengemukakan konsep psychological well-being dari enam

(Self Acceptance, Positive Relation with Others, Autonomy, Environmental

Masterydimensi, Purpose in Life, Personal Growth) yaitu:

1. Penerimaan diri (Self Acceptance)

Penerimaan diri adalah ciri utama dari kesehatan mental, dan juga

karakteristik individu yang mengaktualisasikan dirinya, berfungsi secara

matang dan optimal. Dalam teori perkembangan manusia, self accaptance

berkaitan dengan penerimaan diri individu pada masa kini dan masa lalunya.

2. Hubungan Positif dengan Orang lain (Positive Relation with Others)

Pada teori sebelumnya banyak menekankan bahwa pentingnya menjaga

kehangatan, penuh kepercayaan dan hubungan interpersonal merupakan

komponen utama dari kesehatan mental. Kemampuan untuk mencintai

dipandang sebagai komponen dari kondisi kesehatan mental yang sehat.

Selain itu, individu yang mencapai aktualisasi diri adalah individu

memiliki hubungan positif dengan orang lain sebagai perasaan empati dan

afeksi serta kemampuan untuk membina hubungan yang mendalam.

Membina hubungan yang hangat dengan orang lain merupakan salah satu

kriteria dari kematangan (criteri ofmaturity). Teori perkembangan juga

menekankan intimacy dan generativity sebagai tugas utama yang harus dicapai

manusia dalam tahap perkembangan tertentu.


20

3. Otonomi (Autonomy)

Otonomi diartikan sebagai keadaan dimana individu mampu mengatur

tingkah lakunya, mengarahkan diri sendiri (self determination), dan mandiri

(Independence). Individu memiliki internal ofevaluation, yakni tidak mencari

persetujuan orang lain melainkan mengevaluasi dirinya dengan nilai atau

standar yang telah diterapkannya sendiri.

Oleh karena itu, individu tidak memikirkan penilaian dan harapan orang

lain terhadap dirinya. Selain itu individu yang otonom juga tidak

menggantungkan diri pada orang lain untuk membuat keputusan dan mampu

untuk tidak menyesuaikan diri terhadap tekanan sosial untuk berpikir dan

bertindak dalam hal tertentu.

4. Penguasan Lingkungan (Environmental Mastery)

Menurut (Ryff, 1989) penguasan lingkungan digambarkan dengan

kemampuan individu untuk memilih atau membuat lingkungan yang sesuai

dengan kondisi psikisnya merupakan ciri dari kesehatan mental.

Untuk mencapai tingkat kematangan, individu perlu memiliki partisipasi

aktif dalam lingkungannya. Menurut teori life-span dalam perkembangan,

seorang individu membutuhkan kemampuan untuk mengelola dan

mengendalikan lingkungan yang kompleks. Teori ini menekankan pada

kemampuan individu untuk bergerak maju di lingkungannya dan mengubahnya

secara kreatif dengan kegiatan fisik dan mental.


21

5. Tujuan Hidup (Purpose in Life)

Dimensi ini menjelaskan bahwa individu dengan kondisi mental yang

Sehat mampu menentukan arah dan tujuan yang berarti dalam hidupnya dengan

melibatkan keyakinan. Definisi kematangan (maturity) juga menekankan

pemahaman yang jelas tentang tujuan hidup dan rasa ingin mengarahkan dan

intensionalitas. Dalam teori life span mengacu pada berbagai perubahan tujuan

atau tujuan dalam hidup, seperti menjadi produktif dan kreatif ataumencapai

integrasi emosional di kemudian hari.

6. Pertumbuhan Pribadi (Personal Growth)

Untuk mencapai psychological function yang optimal, individu tidak

hanya dituntut untuk mencapai karakteristik-karateristik yang dibutuhkan,

tetapi juga terus mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki. Kebutuhan

untuk mengaktualisasikan diri dan menyadari potensi yang dimiliki merupakan

perspektif yang penting dalam pertumbuhan pribadi. Keterbukaan akan

pengalaman merupakan salah satu karakteristik dari fully function person.

Teori life-span juga menekankan pentingnya manusia untuk terus

bertumbuh dan menghadapi tantangan baru dalam setiap periode pada tahap

perkembangan
22

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis

(psychological well-being) seseorang menurut Ryff antara lain:

1) Faktor Demografis

Faktor demografis yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis

(psychological well-being) yaitu usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan

budaya.

2) Dukungan Sosial

Dukungan sosial sendiri diartikan sebagai rasa nyaman, perhatian,

penghargaan, atau pertolongan yang dipersepsikan oleh seorang individu yang

didapat berbagai sumber, diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja,

dokter, maupun organisasi sosial.

3) Evaluasi terhadap Pengalaman Hidup

Pengalaman hidup mencakup berbagai bidang kehidupan dalam berbagai

periode kehidupan. Evaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki

pengaruh yang penting terhadap kesejahteraan psikologis.

4) Locus Of Control (LOC)

Locus Of Control didefinisikan sebagai suatu ukuran harapan umum

seseorang mengenai pengendalian (kontrol) terhadap penguatan

(reinforcement) yang mengikuti perilaku tertentu, dapat memberikan

peramalan terhadap kesejahteraan psikologis (psychological well-being).


23

D. Kerangka Berpikir

Psychological well-being sebagai kondisi individu yang memiliki sikap positif

terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur

tingkah lakunya sendiri, menciptakan dan mengatur lingkungan yang kompatibel

dengan kebutuhan, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup lebih bermakna,

serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya (Ryff C. D, 1989).

Bell et al. (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa stres kerja, kesehatan

individu dan keseimbangan dari kehidupan kerja dan pribadi saling berhubungan

untuk menciptakan dan meningkatkan kesejahteraan hidup atau well – being.

Menurut (Parker & DeCotis, 1983) stres kerja merupakan kesadaran individu

atau perasaan disfungsi personal akibat kondisi yang dirasakan di tempat kerja.

Mereka menjelaskan bahwa perasaan tersebut adalah kesadaran subjektif atas

kesadaran emosional individu.

Adanya stress membutuhkan strategi koping (Coping Stress). Pada penelitian

ini strategi koping berfokus pada masalah (Problem Focused Coping) dan strategi

koping berfokus pada emosi (Emotion Focused Coping).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa strategi coping berdampak pada

peningatan intensitas well being. Barron et al. (2002) juga menemukan hal yang

sejalan, bahwa problem focused coping berkorelasi positif dan signifikan terhadap

well being.
24

E. Ilustrasi Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir mengenai Stress Kerja, coping stress dan well-being dapat

digambarkan seperti berikut :

STRESS KERJA
TEKANAN & KECEMASAN

Coping Stress Coping Stress


Problem Focused Coping Emotion Focused Coping

(Individu mengetahui (Pengaturan emosi diri pada saat


tindakan yang harus dilakukan menghadapi stres)
untuk mengubah permasalahan
antara individu dengan
lingkungannya),

Psychological well-being Tinggi Psychological well-being Rendah


25

F. Hipotesiss

Berdasarkan pada kerangka berpikir diatas, maka dapat di rumuskan

hipotesis sebagai berikut :

1. Terdapat Hubungan antara Stress Kerja dan Coping Stress pada para Pekerja

Marketing di CV. Prima Cook Jakarta?

2. Terdapat Hubungan antara Coping Stress dengan Well-Being para Pekerja

Marketing di CV. Prima Cook Jakarta?

3. Terdapat Hubungan antara Stress Kerja dan Coping Stress dengan Well-Being

para Pekerja Marketing di CV. Prima Cook Jakarta


BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode penelitian yang meliputi

identifikasi variabel penelitian, definisi variabel penelitian, populasi dan metode

pengambilan sampel, metode pengumpulan data, hasil uji coba instrumen, dan

metode analisis data.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri atas tiga variabel, yaitu dua variabel bebas

(independent variable) atau variabel yang tidak bergantung pada variabel lainnya

(X1 dan X2) dan satu variabel terikat (dependent variable) atau variabel yang

tergantung pada variabel lainnya (Y). Variabel-variabel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas (X1), yaitu Stress Kerja

2. Variabel bebas (X2), yaitu Coping Stress

3. Variabel terikat (Y), yaitu Psychological Well – Being

B. Definisi Variabel Penelitian

1. Definisi Konseptual

Definisi konseptual berisi tentang batasan terhadap masalah variabel-variabel

yang dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian agar dapat mempermudah

pelaksanaan dilapangan. Untuk membatasi pembahasan penelitian ini, berikut

definisi konseptual dari variabel penelitian, yaitu:

26
27

A. Stress Kerja

Menurut (Parker & DeCotis, 1983) stres kerja merupakan kesadaran individu

atau perasaan disfungsi personal akibat kondisi yang dirasakan di tempat kerja.

Mereka menjelaskan bahwa perasaan tersebut adalah kesadaran subjektif atas

kesadaran emosional individu.

B. Coping stress

Coping stress adalah upaya kognitif dan perilaku seseorang untuk mengelola

(mengurangi, meminimalkan, menguasai, atau mentolerir) tuntutan internal

dan eksternal dari transaksi orang-lingkungan terhadap stres yang dialami yang

dinilai sebagai berat atau melebihi sumber daya seseorang (Folkman &

Lazarus, dalam Smet, 1994).

C. Psychological well-being

Psychological well-being sebagai kondisi individu yang memiliki sikap positif

terhadap diri sendiri dan orang lain, dapat membuat keputusan dan mengatur

tingkah lakunya sendiri, menciptakan dan mengatur lingkungan yang

kompatibel dengan kebutuhan, memiliki tujuan hidup dan membuat hidup

lebih bermakna, serta berusaha mengeksplorasi dan mengembangkan dirinya

(Ryff C. D, 1989).
28

2. Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang hendak diteliti, yakni Stress

Kerja, Coping Stress, dan Pyschological well being. Berikut ini merupakan definisi

operasional dari ketiga variabel:

A. Stress Kerja

Stres kerja merupakan kesadaran individu atau perasaan disfungsi personal

akibat kondisi yang dirasakan di tempat kerja. Stress kerja diukur

menggunakan Job Stres Scale (JSS). Skalanya terdiri dari dua dimensi yaitu,

Tekanan waktu dan Kecemasan.

B. Coping stress

Coping stress adalah suatu usaha individu yang meliputi upaya kognitif dan

perilaku individu untuk mengurangi dan mengontrol segala sumber masalah

yang menimbulkan stres dalam dirinya.

Pengukuran coping stress yang digunakan yaitu dengan menggunakan skala

Lazarus & Folkman (1986), yaitu skala Ways Of Coping (WOC) yang terdiri

dari Distancing (menjaga jarak), Self-Control (kontrol diri), Accepting

Responsibility (menerima bahwa dirinya berperan dalam masalah), Escape

Avoidance (menghindar atau melarikan diri), Positive Reappraisal (penilaian

kembali secara positif), Seeking Social Support (meminta dukungan sosial),

Confrontive Coping (menghadapi), Planful Problem-Solving (perencanaan

pemecahan masalah)
29

C. Psychological well-being

Psychological well-being merupakan kondisi psikologis dari setiap individu

yang berfungsi dengan baik dan positif serta berusaha untuk menggali dan

mengembangkan diri semaksimal mungkin.

Psychological well-being ini diukur menggunakan skala Ryff Scales. Dimensi

dari ada 6 yaitu : Penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain,

otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan perkembangan pribadi.

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subyek yang

mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2018:80). Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh Pekerja Marketing CV. Prima Cook yang berjumlah

30 0rang.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut, sedangkan teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang

akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2017:81). Subjek pada penelitian ini

adalah Karyawan Marketing CV. Prima Cook. Teknik sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik total sampling yaitu mengambil keseluruhan

populasi yang ada. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana

jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007).

Anda mungkin juga menyukai