Anda di halaman 1dari 1

n

Cerpen
Radar Banyuwangi Sabtu 25 Desember
n
TAHUN 2021 halaman 19

S
udah berpuluh- melainkan membawa berita mengemis simpati pada tersadarkan dengan
puluh tahun aku duka. Udin. ketiadaan Udin yang kucari.
hidup di tepi sungai ”Jangan-jangan Asep mati ”Bu, Ibu kan tahu, ”Maafkan abang, Salma.
Kota Khatulistiwa ini. gara-gara ditarik puake. bagaimana sifat ayah. Teguh Abang yang salah. Abang
Keberadaan Sungai Kapuas Lihatlah mayatnya, sudah pendirian. Ibu, tenang saja. lupa bahwa sampan kita
sangat memberikan banyak mengembang dan Udin yakin tidak akan bocor. Sampan dipenuhi air
manfaat bagi kami yang mengeluarkan bau busuk. terjadi apa-apa dengan dan tenggelam. Kami
tinggal di tepian sungai. Aku curiga kalau Asep kami,” kata Udin sambil berusaha untuk berenang ke
Setiap warga memanfaatkan ditenggelamkan puake memegang tanganku tepi. Abang sudah berusaha
sungai ini untuk mandi dan penunggu sungai.” Pak untuk pamitan. untuk menarik tangan Udin.
mencuci. Bahkan, Kasih membisik ke Aku hanya bisa Tapi semakin kuat abang
keberadaan sungai ini telinga Pak Kodir yang menangis. Merintih. berusaha menarik
dimanfaatkan oleh warga duduk di Berharap suami tangannya semakin Udin
sekitaran sungai untuk sampingnya. dan anakku menjauh.” Bang Saleh
memancing berbagai jenis ”Kau ni, jaga selamat dan bisa menjelaskan kronologinya
ikan, dan udang. Sampai mulutmu kalau pulang sambil memeluk erat
detik ini, aku belum pernah ngomong. Tidak membawa hasil tubuhku yang sedang
menemukan makhluk ada puake di pancingan yang bergetar hebat.
misterius penunggu sungai sungai kita ini. banyak. ”Maafkan abang, Salma.”
yang bernama puake itu. Sungai kita adalah Kutepis ”Maafkan abang.”
*** sumber kehidupan jauh-jauh Bang Saleh tak henti-
Seharian bekerja sebagai utama. Kau jangan pikiran kotor hentinya menangis dan
kuli bangunan di bawah asal-asal sebut, tentang puake meminta maaf padaku.
cuaca yang panas Sih!” Pak Kodir yang meneng­ Karena keteledorannya,
bedengkang3 membuat membantah ge­lamkan kami harus kehilangan anak
suamiku sangat kelaparan. ucapan pak Asep. semata wayang. Anak yang
Dengan lahap dia memakan Kasih yang ”Kami pergi sangat kami sayangi.
semua lauk yang terhidang sama-sama dulu, Salma.” Sejak saat itu, aku semakin
di meja. Begitupun dengan sedang Suamiku yakin bahwa keberadaan
Udin, anak semata wayang melayat di meminta izin puake di Sungai Kapuas
kami, dia sangat lahap rumah Asep. sambil sepertinya memang ada.
memakan masakanku. *** mengacungkan Meskipun sampai saat ini
”Innalillahi wa innailaihi Dalam hening tangannya ke aku tak pernah melihatnya
rojiu... telah berpulang ke malam, sebelum tanganku. Tak muncul ke permukaan,
Rahmatullah anak kita, aku dan suamiku dihiraukannya namun harus tetap berhati-
saudara kita, Asep bin tidur terjadi aku yang sedang hati ketika hendak
Dolah...” percakapan antara sibuk menyeka air beraktivitas di sungai untuk
Terdengar berita duka dari kami di dalam kamar mata menahan menghindari kemarahan
pengeras suara musala yang berukuran sedih. makhluk yang bernama
dekat rumah di saat kami kurang lebih dua belas *** puake. (*)
sedang makan malam. Aku meter persegi. Jarum jam di rumah
kaget bukan kepalang. ”Bang Saleh, angker sudah menunjuk pukul Keterangan:
Padahal baru dua hari yang juga ya sungai kita itu. Ada 20.00 malam. Aku mulai Puake : Bahasa Melayu
Pontianak yang artinya

Puake
lalu aku bertegur sapa penunggunya. Buktinya ilustrasi: reza fairuz/raba
khawatir. Suami dan
penunggu sungai
dengan Asep, ketika hendak Asep meninggal karena anakku belum juga pulang. Sarassa : Buaya Putih
pergi ke pasar membeli ditarik puake. Seram, Bang!” Pikiranku sekali lagi Panas bedengkang : Panas
sayuran. Hal itu yang suaraku tanpa sengaja melayang ke mana-mana. terik
membuatku merasa mengejutkan suamiku yang Sesekali kubuka jendela Udang ranggah : Udang galah
musykil, kiranya apa hampir terlelap. rumah. Sangat berharap di yang berukuran besar
gerangan penyebab ”Hmmm... Salma... Oleh: Beni Abu Bakar depan sudah ada Bang Ngerepek : Marah-marah
Nong : Panggilan sayang
kematian Asep? Salma..., jangan terlalu Saleh dan Udin menuju kepada seorang anak
Keesokan harinya, aku dan percaya dengan hal-hal rumah untuk pulang.
suamiku pergi melayat ke
rumah keluarga duka.
mitos itu. Sudahlah, puake
itu tidak nyata. Sudah
Siapa yang tidak tahu dengan Sungai ”Assalamualaikum...!”
Suara salam mengejutkan
Semua orang bertanya- berpuluh-puluh tahun kita Kapuas. Sungai terpanjang di Indonesia yang hatiku yang sedang
tanya akan penyebab utama tinggal di sini. Apakah dirundung sedih. Aku
kematian Asep. Mendengar pernah kamu nampak membelah permukiman Kota Pontianak. segera membuka pintu
kabar dari orang tuanya,
dua hari yang lalu Asep
makhluk itu?” ujar suamiku
sambil menarik selimut
Konon kata orang-orang, di dalam sungai rumah.
Alhamdulillah, di depanku
pergi memancing udang ke menutupi seluruh ini ada makhluk misterius penunggu sungai. kini tegak berdiri sang
Sungai Kapuas di belakang tubuhnya. suami tercinta. Aku segera
rumahnya. Namun sampai ”Abang, Abang..., kalau Masyarakat setempat menyebut makhluk itu memeluknya sambil
malam menjelang Asep tak
kunjung pulang. Kedua
sempat nanti Abang ketemu
langsung dengan puake pas
dengan nama puake1 atau sarassa2. menangis.
”Syukurlah... Abang
orang tua Asep tidak Abang mandi, baru Abang pulang dengan selamat,”
mengkhawatirkannya tau rasa. Jangan sampai ”Kamu benar-benar mau Ayah mengayuh sampan.” ditarik puake,” pintaku yang suaraku serak sambil
karena memang biasanya kualat, Bang!” ucapku tau, ya. Di rumah kita ada Aku yang sedang memasak tidak sengaja menghentikan terisak-isak di pelukan Bang
kalau Asep pulang lebih sambil membalik tubuh satu puake. Orang yang kue dadar gulung untuk aktivitas Bang Saleh dan Saleh.
lama berarti udang sedang membelakangi suami. baring di samping abang ini, sarapan pagi, tidak sengaja Udin yang sedang ”Udin mana, Bang. Udin
banyak. Apalagi sekarang ”Aku percaya kalau di dialah puake sebenarnya. mendengar pembicaraan menyiapkan peralatan anak kita. Udin mana?” Aku
memang musim udang. rumah ini yang justru ada Suka marah-marah tidak Bang Saleh dan Udin di memancing. baru sadar kalau Udin tidak
Sangat mudah bagi Asep puake. Sungai kita itu jelas. Suka sekali ngerepek5,” ruang tamu. Mendengar ”Salma... kan abang sudah pulang bersama suamiku.
untuk mendapatkan udang bersih dan aman, Salma. sindir suamiku sambil rencana itu, pikiranku bilang. Tidak ada puake di ”Maafkan abang, Salma.
ranggah4 yang berukuran Tidak ada yang namanya terbahak-bahak. sontak mengulang ke sungai kita. Puake itu mitos. Udin... Udin sudah
sangat besar. puake. Itu hanya mitos,” ”Abaaang…, berarti kejadian setahun lalu yang Kamu berdoa saja agar kami meninggal.” Beni Abu Bakar, seorang
Mereka mengira Asep akan jelas suamiku untuk selama ini abang tidur dialami oleh Asep. Aku takut pulang dengan selamat. ”A—Abang bohong!” Aku guru ASN di Kota
dengan puake.” Aku jika Bang Saleh dan Udin Doakan juga agar abang Pontianak yang gemar
pulang dengan membawa menggoyahkan segera keluar rumah menulis puisi. Kini aktif
hasil pancingan yang keyakinanku tentang memukul suamiku dengan mengalami nasib yang sama bisa bawa hasil pancingan mencari Udin dengan dan bergiat di Komunitas
banyak. Sayang seribu adanya puake. guling yang tadi dipeluknya. sepertinya. Pulang tidak yang banyak untuk jadi bersimbah air mata. Pembatas Buku Jakarta.
sayang, kali ini Asep pulang ”Masa, Bang. Di mana *** membawa hasil pancingan santapan kita kelak malam!” ”Udin… Udin! Di mana
tidak membawa udang puake itu, Bang?” tanyaku Hari ini, Bang Saleh libur tapi membawa berita duka. ucap suamiku tetap teguh kau, Nak. Ibu sudah bilang
sambil membalik badan bekerja. Dia mengajak Udin Aku tidak mau menjadi pada pendiriannya. jangan kau ikut ayahmu
menatap suami yang masih untuk pergi memancing janda yang sekaligus ”Udin, tolong ibu bujukkan pergi mancing.” Tangisku
berbungkus selimut. udang ke sungai. Kebetulan kehilangan anaknya karena ayahmu. Ibu takut terjadi semakin kencang ketika aku
sekolah sedang libur karena ditarik puake. Aku langsung apa-apa dengan kalian. Ibu
masih pandemi. mematikan kompor dan tidak mau kehilangan kalian maklumat
”Nong6, ikut ayah pergi segera pergi ke ruang tamu, berdua, Din. Kalau kalian Jawa Pos Radar Banyuwangi menerima
kiriman cerpen dengan panjang naskah
mancing, yuk!” berusaha keras untuk tidak meninggal, Ibu mau tinggal maksimal 1.300 kata. Juga puisi dengan
”Siap, Yah!” balas Udin. memberikan izin kepada dengan siapa lagi. Jangan jumlah karya minimal tiga. Naskah diketik
”Syukurlah kalau kamu mereka. biarkan ibu hidup seorang dalam MS Word, Times New Roman
12. Pengirim cerpen dan puisi harap
mau. Berarti ada teman ”Bang Saleh, Abang di diri!” pintaku sambil menyertakan biodata singkat, foto terbaru,
rumah saja ya. Aku takut dan kartu identitas pada naskah cerpen/
puisi. Naskah dikirim via file attachment
kalau abang pergi mancing, (lampiran) dengan subjek email NAMA
nanti Abang dan Udin PENULIS_CERPEN/PUISI_JUDUL KARYA
ke alamat email budayaradarbwi@gmail.
mengalami nasib yang sama com. Pemuatan karya sepenuhnya menjadi
seperti Asep. Mati karena hak redaktur.

Sajak
Lorong Rumah Arloji Kebun Melati
Ke dalam lorong itu, Di pergelangan tangan, lilitan arloji Tahun ini,
sunyi membaringkan hatimu Menjelajahi sepi tubuhku yang tak buah dada melati
yang sesak oleh keluh kesah menemukan pelukmu. tumpah ruah
Jalan sempit teraba, bagai hujan melimpah
tempatmu menyeberangkan semua pengertian Aku terbangun dan terlelap di pekarangan rumah
Panjang talinya menghitung cemas dan rindu
marisa rahmashifa,
Pegiat sastra berdomisili mempertemukan lapang Seberapa panjang detaknya Lalu dijahit
Malang. Mengenyam menanyakan getar dadamu menggelantung di pintu-pintu
pendidikan strata 1 di Kau pupuk biji hikayat dan jendela yang terbuka
UIN Malang jurusan Dari sepasang rembulan Berkilo-kilo meter telanjang kakiku jelujur benang
Sastra Inggris. Karyanya
berupa puisi, esai, dan Untuk merawat patahmu Menekuri jangka waktu tanpa suaramu menelusur
cerpen pernah dimuat di Dan kau meraut luka Dan saat kau pulang, arloji tanggal, cemas terkelupas jiwa-jiwa basah
beberapa media online Jadi satu mata pena dan kulitnya berlarian menuju lenganmu ingatan
dan cetak.
Dimana kakimu menuju
pada segala sesuatu Malang, 2021 Harum magis kelopak,
merekam gemuruh dada,
Malang, 2021 dan pasrah
tertatih menabur doa
di tanah merah

Malang, 2021

Anda mungkin juga menyukai