UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan merupakan UU yang terdiri dari sembilan bab dan
memiliki enam ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan
Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai. UU HPP bertujuan untuk membangun sistem pajak
yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.
5. Ketentuan Umum dan tatacara perpajakan yang berubah pada UU Harmonisasi Perpajakan:
Penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.
Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT dapat disampaikan sebelum
diterbitkannya Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
Sinkronisasi dengan Undang-Undang Cipta Kerja terkait sanksi administrasi
perpajakan, yaitu sanksi terkait tidak menyampaikan SPT setelah mendapat surat
teguran, PPN dan PPnBM yang seharusnya tidak dikompensasikan atau tidak
seharusnya dikenakan tarif 0%, serta tidak memenuhi kewajiban Pasal 28 atau Pasal
29 yang menyebabkan pajak terutang tidak dapat diketahui. Selain itu, terdapat
penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding.
Pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) dapat dijalankan secara simultan
dengan proses keberatan dan banding. Pada aturan sebelumnya MAP dihentikan
apabila telah terdapat Putusan Pengadilan Pajak atau Mahkamah Agung, meskipun
materi yang diputus berbeda dengan materi yang dirundingkan pada MAP.
Kuasa Wajib Pajak harus memiliki kompetensi tertentu dalam aspek perpajakan,
kecuali Kuasa Wajib Pajak merupakan suami, istri, keluarga sedarah atau semenda
sampai dengan derajat kedua.