Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

HUKUM DAN KEBIJAKAN LINGKUNGAN

Oleh:

MUHTADILLAH UMAR
NIM. M1B1 18 026

JURUSAN ILMU LINGKUNGAN


FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020
RINGKASAN

Hukum lingkungan internasional berkembang terutama sejak tahun 1945


( Perang Dunia II ) saat terjadi berbagai peristiwa penting. Pada tahun ini persepsi
manusia terhadap lingkungan dan new order of hazard in human affairs berkembang
(environmental hazard).

Berbagai referensi tentang bahaya pada lingkungan (environmental hazard )


ini antara lain dalam Silent Spring, akibat kimia pertanian (overuse of misuse). Oil
Spills yang kemudian menjadi public awareness tahun 1960-an, bahaya bagi
terjadinya malapetaka, terutama pada perairan pantai dan sebagaimana, merupakan
pokok pembahasan yang luas. Dalam kaitannya ini menarik pula untuk dibicarakan
tentang perkembangan teknologi pengeboran lepas pantai, tanki minyak, dan
sebagainya.

Pengendalian bahaya pada lingkungan oleh senjata berbahaya (dangerous


weapons), mass-destruction yang dianggap potensial bagi ecocidal. Berbagai
armcontrol yang dilakukan sejak tahun 1945 merupakan kontribusi pada pelestarian
lingkungan, yang terpenting adalah perjanjian nulklir pada tahun 1968, seperti Treaty
on the Non proliferation of Nuclear Weapons (NPT) yang berlaku tahun 1970.
Merupakan satu bentuk hukum internasional; yang tidak secara lansung mengikat
Negara, tetapi ia harus dipedomani untuk membentuk hukum masa depan ( the future
law ) Contoh soft law ini adalah deklarasi. Sampai saat ini ada empat deklarasi utama
yang merupakan soft law bagi hukum lingkunagan internasional , yaitu Deklarasi
Stockholm 1972, Deklarasi Nairobi 1982, Deklarasi Rio 1992, dan wold summit on
sustainable development ( WSSD) 2002

Hard Law adalah suatu bentuk hukum internasional yang mempunyai


kekuatan mengikat ( binding power ) terhadap negara peserta ( contracting parties)
secara lansung sesuai dengan asas pacta sunt servanda. Hard Law ini dapat berupa
treaty, convention, protocol, dan lain-lain. Dan dibagi dalam empat bagian, yaitu
perlindungan lingkungan laut, perlindungan atmosfer, konservasi alam, dan bahan
beracun berbahaya (B3).

Konservasi Alam Sejarah Hukum Lingkungan internasional, Konvensi


Hukum Laut 1982. Konvensi ini tidak secara khusus mengatur tentang pencemaran
lingkungan. Tetapi mengatur secara umum tentang pencegahan pencemaran laut.
Menurut konvensi ini, setiap Negara mempunyai hak kedaulatan untuk mengambil
sumber daya alam di dalam laut ataupun di dasar laut. Disamping itu, konvensi nini
juga mewajibkan Negara-negara perserta untuk menggunakan teknologi sadar
lingkungan. Untuk itu Negara-negara di dunia ni diwajibkan untuk bekerja sama
dalam membuat teknologi dan peraturan perlindungan lingkungan laut.

Perkembangan hukum konvensi di bidang pengelolaan dan perlindungan


lingkungan internasional cenderung dimulai dengan membuat perangkat hukum lunak
(soft law), seperti deklarasi dan resolusi dan kemudian baru diikuti dengan
pembuatan hukum keras ( Hard Law ) seperti konvensi dan protocol.

Hukum Lunak (soft law)

Hukum Konvensi Internasional

Perlindungan Lingkungan Laut

Pengaturan Industrial Discharge and Waste Disposal, terutama setelah Perang


Dunia II dan menjelang Konferensi LHM di Stockholm pada tahun 1972. Kita kenal
acid rain, Silent Spring oleh Rachel, dan lain sebagainya.

Malapetaka kandasnya kapal tanki minyak di laut, seperti Torrey Canyon pada
tahun 1967 yang mempengaruhi Konvensi tentang OIL POIL secara mendasar,
kemudian Amoco Cadis pada tahun 1978, yang mempengaruhi ketentuan-ketentuan
dalam UNCLOS III.

Klimaks pembentukan Hukum Lingkungan Internasional yang bersifat


menyeluruh dan mendasar terjadi di Stockholm pada tahun 1972. Pengaruhnya pada
pembentukan Hukum Lingkungan Nasional yang bersifat transnasional makin
penting.

Konvensi Wina 1985

Preambul dari konvensi ini menunjukan kesadaran masyarakat internasional


atas ancaman yang akan timbul terhadap atmosfer dunia. Konvensi ini tidak memuat
tentang standar yang harus dipenuhi dalam rangka membatasi zat perudsksn ozon.
Sekalipun demikian, ia dapat dijadikan fondasi untuk melakukan kerja sama dalam
melindungi lapisan ozon yang terbukti telah mulai menipis.

Konvensi tentang Perubahan iklim 1992

Konvensi ini dirancang untuk mengatur tentang pemakaian gaas rumah kaca
(greenhouse gases) yang penyebab terjadinya global warming dan global climate
change. Tujuan akhir dari konvensi ini adalah untuk menstabilkan konsentrasi gas
rumah kaca pada suatu level, yang mencegah akibat merusak dari gas rumah kaca pad
system iklim.
Pemerintah Indonesia telah menandatangani united nations Framework Convention
on Climate Change tersebut di rio de janerio, Brazil. Pada tanggal 5 juli 1992.
Konvensi ini ditindak lanjuti dengan “The Kyoto Protocol”, desember 1997, yang
menuangkan norma-norma pengurangan kuantitatif emisi gas umah kaca secara ketat
dan “ the Buenos aires plan of action”, November 1998.

Konvensi London 1976

Konvensi ini merupakan konvensi internasional pertamayang menganggap


bahwa perbuatan mencemarkan lingkungan laut merupakan suatu perbuatan melawan
hukum. Oleh karena itu, konvensi ini mewajibkan setiap perusahaan yang melakukan
pencemaran dilepas pantai baik yang bersumber dari instalasi maupun dari kapal
memikul tanggung jawab financial atas kerugiaan yang diderita oleh korban atau
Negara korban.

Konvensi Paris 1974

Konvensi ini aslinya bernama the 1973 Paris Convention for Prevention of
Marine Pollution from Land-Based Source. Konvensi ini terdiridari atas 29 pasal dan
2 Annex yang mewajibkan Negara-negara peserta untuk secara individu atau
bersama-sama mencegah terjadinya pencemaran laut dari bahan-bahan pencemar
yang bersumber dari darat. Konvensi ini mengatur jenis-jenis bahan-bahan pencemar
yang dilarang serta batasan-batasan yang boleh dimasukan ke laut.

Berdasarkan pembentukannya hukum internasional terbagi dua, yaitu hukum


kebiasaan internasional (Internasional Customary Law) dan hukum konvensi
internasional (Conventional Internasional Law).

Hukum kebiasaan internasional

Hukum Kebiasaan internasional juga telah mengatur pencegahan pencemaran


lingkungan. Misalnya prinsip sic utere tuo ut alienum non laedas atau dikenal juga
dengan prinsip good neighborlinees melarang penggunaan territorial suatu Negara
bila meimbulkan gangguan atau kerugian pada territorial Negara lain

Bahan Beracun Berbahaya

Konvensi ini dibuat untuk mengatur pelarangan perdagangan dan perpindahan


limbah B3 dari suatu Negara anggota ke Negara anggota Negara lainnya. Konvensi
ini hanya membolehkan perdagangan dan perpindahan limbah B3 hanya untuk
keperluan daur ulang atau untuk keperluan bahan baku industry tertentu dengan suatu
syarat bahwa Negara asal bersedia menerima kembali sisa limbah B3 tersebut kalau
dari pemakaian masih meninggalkan limbah B3.

Hukum Keras ( Hard Law )

Perlindungan Asmosfer

Regime perlindungan lingkungan laut terpisah-pisah dalam beberapa konvensi


berdasrkan sumber pencemaranna. Oleh sebab itu, uraian pada bagian ini dibagi
kepada beberapa sub bagian, yaitu perlindungan laut dari kegiatanpenambangan
minyak, dumping, dan sumber dari darat.

Hukum Lingkungan Internasional CITES 1973

Konsenvensi ini bertujuan untuk melindungi keanekaragaman hayati melalui


perdagangan spesies tertentu secara internasional perlindungan terhadap spesies
dalam CITES dibagi dalam 3 katagori yang termuat dalam3 Appendix-nya.

Appendix I: memasukan semua spesies yang terancam punah karena dampak


perdagangan internasional.

Appendix II: memasukan semua spesies yang walaupun tidak terancam punah, tetapi
mungkin akan terancam punah bila tidak diatur secara tegas.

Appendix III: memasukan semua spesies yang didentifikasi para pihak sebagai
spesies yang tunduk pada pengaturan untuk mencegah atau membatasi eksploitasi
spesies tersebut melalui suatu kerja sama internasional antara Negara anggota.

Konservasi Keanekaragaman Hayati

Konvensi ini mengatur perlindungan keanekaragaman hayati, baik secara ex


situ maupun in situ serta equal sharing antara sesama Negara anggota. Menurut
konvensi ini, Negara mempunyai sovereign right atas sumber daya biologisnya, tetapi
Negara juga mempunyai kewajiban untuk melindungi dan melestarikan sumber daya
biologis yang terdapat di teritorialnya. Pertimbangan pengesahan konvensi ini antara
lain adalah, bahwa keanekaragaman hayati di dunia di dunia , berperan penting untuk
kelanjutan proses evolusi serta terpeliharanya ekosistem dan system kehidupan
biosfer.

Anda mungkin juga menyukai