Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS PADA Ny.

J DENGAN POST
OP SC ATAS INDIKASI PPROM + SUPS HELLP SYNDROM
DI RUANG KEMUNING RUMAH SAKIT UMUM
IMELDA PEKERJA INDONESIA (IPI) MEDAN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH: KELOMPOK 5
1. ARIF WIBOWO
2. DESI RUTMALA HUTAGALUNG
3. ELWANDAR SEPTYANSAH HULU
4. FRENIA L. SIBURIAN
5. MEGA SILVIA
6. YOLANDA ROSI
7. SARIPAH
8. SITI NURHAYATI LUBIS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS IMELDA
MEDAN
T.A. 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan Maternitas Pada Ny. J Dengan Post Op Sc Atas indikasi Pprom +
Sups Hellp Syndrom Di Ruang Kemuning Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja
Indonesia (Ipi) Medan. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi tugas dari
Keperawatan Maternitas.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis mengucapkan Terima kasih kepada
Bapak/Ibu:
1. dr. H. Raja Imron Ritonga., M.Sc., selaku Ketua Yayasan Imelda.
2. Dr. dr. Imelda L. Ritonga S.Kp., M.pd., MN., selaku Rektor Universitas
Imelda Medan.
3. dr. Hedy Tan, MARs., MOG., Sp. OG selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Imelda Pekerja Indonesia Medan.
4. Edisyah Putra Ritonga, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua Prodi Ners
Universitas Imelda Medan sekaligus dosen pembimbing akademik.
5. Hamonangan Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Sekretaris Prodi Ners
Universitas Imelda Medan.
6. Paskah Rina Situmorang, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku coordinator
7. Ratna Dewi, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing akademik Praktik
Keperawatan Maternitas.
8. Yuni Santi, S.Kep., Ns., selaku pembimbing klinik Praktik Keperawatan
Maternitas.
9. Sri Astuti Tambunan, S.Tr Keb., selaku pembimbing klinik Praktik
Keperawatan Maternitas.
10. Teman-teman yang ikut dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini dan semoga bermanfaat.
Medan, 20 Oktober 2020

(Kelompok 5)

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3. Tujuan Penulisan ........................................................................... 3
1.3.1. Tujuan Umum ..................................................................... 3
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis Medis
2.1. Konsep Dasar Medis PPROM
2.1.1. Defenisi............................................................................... 4
2.1.2. Klasifikasi .......................................................................... 4
2.1.3. Etiologi ............................................................................... 5
2.1.4. Patofisiologi………………………………………………. 6
2.1.5. Manifestasi Klinis ............................................................... 7
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang.................................................. 7
2.1.7. Komplikasi ......................................................................... 7
2.1.8. Penatalaksanaan Medis........................................................ 8
2.2. Konsep Dasar Medis HELLP Syndrom
2.2.1. Pengertian………………………………………………. 9
2.2.2. Tanda dan gejala………………………………………... 9
2.2.3. Etiologi………………………………………………... 10
2.2.4. Manifestasi Klinis………………………………………10
2.3. Konsep Dasar Keperawatan
2.3.1. Pengkajian Keperawatan……………………………… 11
2.3.2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan NANDA 2015…. 13
2.3.3. Intervensi Keperawatan………………………………. 13

ii
BAB III LAPORAN KASUS
3.1.
Resume……………………………………………………….. 16
3.2. Analisa
Data…………………………………………….......... 17
3.3. Prioritas
Masalah……………………………………………... 19
3.4. Implementasi dan
Evaluasi…………………………………… 19
3.5. Implementasi dan Evaluasi........................................................ 22

3.6. Catatan perkembangan……………………………………….. 26

BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan………………………………………………
…. 28
4.2. Saran………………………………………………………
…. 28
DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2007
preeklamsia merupakan salah satu dari tiga penyebab utama yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin yang dikandung.
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya
perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah dan proteinuria. Preeklampsia terjadi pada umur
kehamilan 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37
minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan.
Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai
preeklampsia yang berat.
Menurut data yang didapat dari WHO pada tahun 2010 terdapat
536.000 kematian maternal di dunia yaitu 25% disebabkan oleh perdarahan,
infeksi 15% dan eklamsia 12%. Pada tahun 2009-2012 preeklamsia menjadi
penyebab utama kematian maternal yaitu 52,9% diikuti perdarahan 26,5% dan
infeksi 14,7%. Laporan kasus di Sumatera Utara menyebutkan preeklamsia
terjadi sebanyak 3.560 kasus dari 251.449 kehamilan selama tahun 2010.
Sebagai varian preeklamsia berat yang unik dan untuk pertama
kalinya memperkenalkan istilah sindrom HELLP yang merupakan singkatan
dari haemolysis (H), elevatedliver enzymes (EL) dan lowplatelet counts (LP).
Sindrom HELLP merupakan suatu kondisi pada wanita hamil yang perlu
benar- benar diperhatikan dalam kaitannya dengan proses patologis pada
sistem target maternal dibalik tanda-tanda klasik preeklampsia dan eklampsia.
Sindrom ini juga dihubungkan dengan keadaan penyakit yang berat atau akan
berkembang menjadi lebih berat serta dengan prognosis maternal dan luaran
perinatal yang lebih buruk, walaupun angka- angka kematian maternal
perinatal yang dikemukakan masih sangat bervariasi mengingat perbedaan
kriteria diagnosis yang digunakan serta saat diagnosis ditegakkan.

1
Menurut Dellahaije (2010), angka morbiditas dan mortalitas pada
bayi 10-60% pada ibu preeklamsia berat dengan komplikasi HELLP
Syndrome. Bayi yang ibunya menderita HELLP Syndrome akan mengalami
pertumbuhan janin terhambat (PJT) dan menunjukkan kelainan vascular yang
berpengaruh jangka panjang terhadap berat badan bayi lahir rendah (BBLR).
HELLP Syndrome dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini (KPD) atau Preterm Premature Rupture of Membranes
(PPROM) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan
komplikasi kelahiran berupa prematuritas dan terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis yang meningkatkan morbiditas /mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu maupun bayi (Mochtar, 2012).
Insidensi KPD sebesar 8-10% dari jumlah kehamilan dan biasanya
dari kasus ketuban pecah dini akan diikuti dengan persalinan. Ketuban pecah
dini memberikan kontribusi 30% persalinan preterm dan 75% kasus ketuban
pecah dini akan terjadi persalinan (Wiknyosastro, 2008).
Ketuban pecah dini ini merupakan salah satu masalah yang paling
umum di kebidanan, komplikasi yang rumit terjadi sekitar 5% sampai 10%
dari kehamilan aterm dan sampai dengan 30% kelahiran prematur. Meskipun
etiologi pecahnya ketuban yang terlalu dini sering tidak terbukti secara klinis,
namun tingkat konsensus mengenai pilihan manajemen telah banyak muncul.
Usia gestasional dan demografi pasien merupakan pertimbangan dalam
memilih manajemen pada pasien tertentu. Dokter dihadapkan dengan satu set
pilihan kompleks diagnostik dan manajemen, termasuk penggunaan
amniosentesis, USG, dan pengujian biofisik serta kortikosteroid, tocolytics,
dan antibiotik. Hal yang sangat penting dalam menentukan manajemen adalah
peningkatan yang nyata dalam kelangsungan hidup bayi berat lahir rendah.
Menurut penelitian di Amerika dilaporkan bahwa infeksi intra uterin
atau intra amnion harus dipikirkan bila dijumpai ketuban pecah = 12 jam.
Dengan diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat diturunkan terjadinya
infeksi intra uterin, tetapi kendala yang dihadapi gambaran dan infeksi intra
uterin sering sekali tidak segera tampak, sehingga lebih diutamakan
pencegahan (Goldsmith, et al., 2005).

2
Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-waktu
pada persalinan aktif. Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai
semburan cairan yang normalnya jernih atau sedikit keruh hampir tidak
berwarna dengan jumlah yang bervariasi. Selaput ketuban yang masih utuh
sampai bayi lahir lebih jarang ditemukan. Jika kebetulan selaput ketuban
masih utuh sampai pelahiran selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput
ketuban ini, dan bagian yang membungkus kepala bayi yang baru lahir
kadangkala disebut sebagai caul. Pecah ketuban sebelum persalinan mulai
pada tahapan kehamilan mana pun disebut sebagai ketuban pecah dini.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui bagaimana Asuhan
Keperawatan Maternitas Pada Ny. J Dengan Post Op Sc Atas indikasi Pprom
+ Sups Hellp Syndrom di Ruang Kemuning Rsu Imelda Pekerja Indonesia
(IPI) Medan.
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Melakukan Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Ny. J Dengan Post Op Sc
Atas indikasi Pprom + Sups Hellp Syndrom di Ruang Kemuning Rsu Imelda
Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Melaksanakan pengkajian keperawatan Pada Ny. J Dengan Post Op Sc
Atas indikasi Pprom + Sups Hellp Syndrom di Ruang Kemuning Rsu
Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
2. Menentukan diagnosa keperawatan Pada Ny. J Dengan Post Op Sc Atas
indikasi Pprom + Sups Hellp Syndrom di Ruang Kemuning Rsu Imelda
Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
3. Mendeskripsikan rencana tindakan keperawatan Pada Ny. J Dengan Post
Op Sc Atas indikasi Pprom + Sups Hellp Syndrom di Ruang Kemuning
Rsu Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan Pada Ny. J Dengan Post Op Sc Atas
indikasi Pprom + Sups Hellp Syndrom di Ruang Kemuning Rsu Imelda
Pekerja Indonesia (IPI) Medan.

3
5. Melaksanakan evaluasi keperawatan Pada Ny. J Dengan Post Op Sc Atas
indikasi Pprom + Sups Hellp Syndrom di Ruang Kemuning Rsu Imelda
Pekerja Indonesia (IPI) Medan.

4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Konsep Dasar Medis PPROM
2.1.1. Pengertian
Ketuban pecah dini preterm (Preterm Premature Rupture of
Membranes/PPROM) adalah pecahnya ketuban (ROM) sebelum kehamilan
37 minggu. Ketuban pecah dini adalah keluarnya air ketuban (cairan amnion)
sebelum terjadinya persalinan. Dan pecah ketuban berkepanjangan adalah
setiap pecahnya ketuban yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih
dahulu pecah pada awal persalinan.
Beberapa faktor penyebab terjadinya KPD adalah infeksi, riwayat KPD
sebelumnya, overdistensi uterus, kelainan pada serviks, malposisi dan
malpresentasi janin, merokok, dan faktor stres psikologik maternal. Tetapi
faktor yang paling sering menyebabkan KPD adalah faktor eksternal yaitu
infeksi 60-70% (Manuaba, 2007).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat di simpulkan bahwa PPROM
adalah pecahnya/rusaknya selaput atau kantung ketuban (amnion sacs) pada
pasien dengan umur kehamilan <37 minggu tanpa adanya tanda-tanda
melahirkan/inpartu dan setelah di tunggu selama 1 jam belum menunjukkan
adanya tanda-tanda inpartu.
2.1.2. Klasifikasi
Ketuban pecah dini terbagi menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Premature rupture of the membrane (PROM) yaitu pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan pada pasien yang umur kehamilannya >37
minggu, kurang lebih 1 jam sebelum persalinan dimulai
2. Preterm premature of the membrane (PPROM), yaitu pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan pada pasien yang umur kehamilannya <37
minggu
3. Prolonged premature rupture of the membrane, yaitu pecahnya selaput
ketuban > 18 jam dan belum terjadi persalinan atau setelahnya timbul
persalinan

5
4. Midtrimester PPROM atau pre-viable PPROM adalah pecahnya selaput
ketuban pada usia <24 minggu. Pada usia kehamilan ini janin tidak dapat
bertahan hidup di luar rahim ibu
2.1.3. Etiologi
Penyebab tersering kematian neonatus yang berhubungan dengan
PPROM adalah prematuritas, sepsis, dan hipoplasia pulmoner. Penyebab
PPROM diidentifikasi penyebab potensial banyak dalam kasus tertentu. Ini
termasuk penurunan umum dalam kekuatan peregangan membran amnion,
cacat lokal pada membran amnion, penurunan kolagen cairan ketuban dan
perubahan dalam struktur kolagen, iritabilitas uterus, apoptosis, degradasi
kolagen, dan peregangan membran. The Jaringan Maternal-Fetal Medicine
Unit (MFMU) menemukan bahwa faktor risiko PPROM adalah PPROM
sebelumnya, fibronektin janin positif pada kehamilan 23 minggu, dan leher
rahim pendek (<25 mm) pada umur kehamilan 23 minggu.
Etiologi terjadinya PPROM belum jelas, tetapi terdapat berbagai faktor
yang dapat menyebabkan PPROM, seperti:
1. Sosial ekonomi rendah
2. Infeksi langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina atau
serviks
3. Riwayat persalinan preterm
4. Perdarahan pervaginam
5. Fisiologi abnormal
6. Selaput ketuban
7. Hygiene buruk
8. Inkompetensi serviks akibat persalinan dan tindakan kuretase
9. Serviks kurang dari 39mm, pH vagina diatas 4,5, overdistensi uterus
akibat trauma seperti pasca senggama dan pemeriksaan dalam,
10. Polihidramnion, gemelli, serta defisiensi gizi dari tembaga atau asam
askorbat.

6
2.1.4. Patofisiologi
Ketuban pecah dini premature (PPROM) mendefinisikan ruptur
spontan membran janin sebelum mencapai umur kehamilan 37 minggu
dan sebelum onset persalinan (American College of Obstetricians dan
Gynecologists, 2007). Pecah tersebut kemungkinan memiliki berbagai
penyebab, namun banyak yang percaya infeksi intrauterin menjadi salah
satu predisposisi utama (Gomez dan rekan, 1997; Mercer, 2003).
Beberapa studi menunjukkan bahwa patogenesis PPROM berkaitan
dengan peningkatan apoptosis komponen selular membran dan
peningkatan tingkat protease spesifik dalam membran dan cairan
amnionic.
Dalam kehamilan dengan PPROM, menunjukkan tingkat kematian sel
amnion yang lebih tinggi dari pada amnion pada masa aterm
(Arechavaleta-Velasco dan rekan, 2002; Fortunato dan Menon, 2003).
Penanda apoptosis dengan PPROM juga menunjukkan level yang
meningkat dibandingkan dengan membran aterm. Dalam penelitian in
vitro menunjukkan apoptosis yang mungkin diatur oleh IL-1b endotoksin
bakteri dan TNF-α. Secara keseluruhan, pengamatan ini menunjukkan
bahwa banyak kasus hasil PPROM dari aktivasi degradasi kolagen,
perubahan dalam perakitan kolagen, dan kematian sel semua mengarah ke
amnion melemah.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk memastikan kejadian
infeksi-PPROM diinduksi. Kultur bakteri dari cairan amnionic mendukung
peran untuk infeksi dalam proporsi yang signifikan. Sebuah review dari 18
studi yang terdiri dari hampir 1500 wanita dengan PPROM menemukan
bahwa sepertiganya bakteri dapat diisolasi dari cairan amnionic
(Goncalves dan rekan kerja, 2002). Karena temuan ini, beberapa telah
diberi perlakuan antimikroba profilaksis untuk mencegah PPROM.
Meskipun hasilnya bertentangan, ada bukti bahwa pengobatan awal infeksi
tanpa gejala yang dipilih lebih rendah saluran kelamin dan radang
periodontal aktif akan mengurangi timbulnya PPROM dan kelahiran
prematur. Dengan demikian, ada bukti kuat bahwa infeksi menyebabkan

7
proporsi yang signifikan dari kasus PPROM. Respon inflamasi yang
mengarah ke membran pelemahan saat ini sedang didefinisikan. Penelitian
difokuskan pada mediator proses ini dengan tujuan identifikasi penanda
awal bagi perempuan beresiko untuk PPROM.
2.1.5. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala terjadinya PPROM antara lain:
1. Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui
vagina
2. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak,
mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan cirri
pucat dan bergaris warna darah
3. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus di produksi
sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yg
sudah terletak di bawah biasanya mengganjal atau mnyumbat
kebocoran untuk sementara
4. Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Manuaba, 2012).
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dapat di lakukan untuk mendiagnosa
PPROM, antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa :warna, kosentrasi,
bau dan Ph-nya. Cairan yang keluar dari vagina ini ada
kemungkinan air ketuban, urine atau secret vagina. Secret vagina
ibu hamil ph: 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna tetap
kuning.
b. Blood test, untuk mengetahui adanya infeksi
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG), pemeriksaan ini di maksudkan
untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
3. Polling test, yaitu dengan melihat ada tidaknya kumpulan cairan
amniotic (ketuban) pada bagian belakang vagina

8
2.1.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPROM antara lain:
1. Mudah terjadinya infeksi baik pada ibu maupun janin
2. Partus premature
3. Gawat janin dan kematian perinatal
4. Prolaps tali pusat akibat oligohidramnion parah
5. Lepasnya plasenta
6. Organ organ bayi tidak terbentuk sempurna
2.1.8. Penatalaksanaan
Penanganan ketuban pecah dini menurut sarwono 2010 meliputi:
a. Konservatif
1. Pengelolaan konservatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada
ibu maupun pada jaanin) an harus diraat dirumah sakit
2. Berikan antibiotik (ampicillin 4x500 mg atau eritromicin bila tidak
tahan ampicilin) dan metronidazol 2x500 mg selama 7 hari
3. Jika umur kehamilan <32-34 minggu , di rawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai ar ketuban tidak keluar lagi
4. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes buss negative beri deksametashon, observasi tanda-tanda infeksi,
dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah in partu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24
jam
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infekssi, beri antibiotic dan
lakukan induksi
7. Nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda infeksi uterin)
b. Aktif
1. Kehamilan >37 minggu, indusi dengan oksitoksin, bila ggal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostp 50 mg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali
2. Ila ada tanda-tanda infeksi erikan antibiotic dosis tinggi. Dan
persalinan diakhiri

9
2.2. Konsep Dasar Medis HELLP Syndrom
2.3.4. Pengertian
HELLP Syndrome atau sindroma HELLP adalah kumpulan gejala yang
mencakup hemolisis, peningkatan enzim liver, dan jumlah platelet yang kurang
dari batas bawah. Bersama dengan preeklampsia, sindroma HELLP adalah
penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada ibu hamil di dunia. HELLP
biasanya berkembang secara tibatiba dalam kehamilan (Usia Kehamilan/UK 27-
37 minggu) atau pada masa puerperium. Sebagai salah satu bentuk kriteria dari
preeklampsia berat, HELLP memiliki onset yang juga mengawali proses
gangguan pada perkembangan dan fungsi plasenta, dan iskemia yang memicu
stress oksidatif, yang secara akumulatif akan mengganggu endothelium melalui
aktivasi platelet, vasokonstriktor, dan menyebabkan terganggunya kehamilan
normal yang ditunjukkan dengan abnormalitas relaksasi vaskular. Walaupun
sebagian besar pasien dengan sindrom HELLP menunjukkan tanda berupa
hipertensi dan proteinuria, kedua tanda PEB tersebut tidak memiliki hubungan
yang konsisten dengan parameter laboratorium dari vaskulopati yang merupakan
penyebab dasarnya. Kumpulan gejala dapat tampak ambigu, namun juga dapat
terfokus pada system gastrointestinal. Kesamaan antara HELLP dan Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS) ditekankan oleh beberapa peneliti.
Gangguan hemodinamik yang terjadi pada pasien HELLP syndrome dapat
merupakan hasil dari mekanisme patofisiologi yang berujung pada preeklampsia
secara umum.
2.3.5. Tanda dan gejala
Tanda dan Gejala yang dapat ditimbulkan apabila seorang ibu hamil
berkembang menjadi sindrom HELLP dapat ditemui gejala berupa:
1. Sakit kepala
2. Mual, muntah, nyeri ulu hati setelah makan
3. Perasaan tidak nyaman dan nyeri tekan pada bagian perut kanan atas karena
pembesaran hati
4. Nyeri pada punggung saat menarik nafas dalam

10
5. Gangguan penglihatan
6. Perdarahan
7. Pembengkakan tubuh, seperti pada wajah dan kaki
8. Sesak nafas
9. Kejang, pada kasus yang berat
2.3.6. Etiologi
Penyebab pasti dari Sindrom HELLP belum diketahui. Beberapa teori
meyakini Sindrom HELLP yang ditandai dengan anemia hemolitik (perusakan sel
darah merah yang menyebabkan anemia), trombositopenia (rendahnya jumlah
trombosit dalam darah), dan gangguan fungsi hati merupakan hasil dari cedera
endotel (sel-sel dinding pembuluh darah) plasenta yang menyebabkan kurangnya
suplai oksigen dalam plasenta (Hypoxic Placenta). Maka dari itu, munculnya
sindrom HELLP ini sering dikaitkan dengan preeklampsia atau eklampsia. Teori
lainnya menyebutkan penolakan dari sistem kekebalan tubuh ibu terhadap sel-sel
dari janin yang dianggap “benda asing” sehingga menyebabkan kerusakan dari
endotel yang menyebabkan gangguan plasenta, seperti pada penyakit Sindrom
Antiphospholipid, suatu penyakit autoimun, pada ibu yang sedang mengandung.
Beberapa risiko yang dapat meningkatkan seorang ibu hamil mengidap sindrom
HELLP yaitu
1. Riwayat sindrom HELLP pada kehamilan sebelumnya
2. Riwayat preeklampsia, eklampsia, atau hipertensi yang diinduksi kehamilan
3. Kehamilan pada usia ibu lebih dari 25
4. Multiparitas atau melahirkan lebih dari 2 kali
5. Ras kaukasian (kulit putih)
2.3.7. Manifestasi Klinis
Pasien dengan sindrom HELLP dapat datang dengan berbagai tanda dan
gejala yang sama sekali tidak mengarah ke diagnosis. Wanita hamil biasanya
hadir di trimester ketiga dengan keluhan malaise (90%), epigastrium atau nyeri
kuadran kanan atas (90%), mual atau muntah (50%), atau gejala mirip virus yang
tidak spesifik. Meskipun sebagian besar pasien ini hadir pada trimester ketiga,
tidak jarang pasien datang pada akhir trimester kedua atau pada periode
postpartum. Untuk alasan ini, wanita hamil dengan gejala yang mengkhawatirkan

11
harus menjalani pemeriksaan diagnostik termasuk hitung darah lengkap, jumlah
trombosit, evaluasi enzim hepar, dan dipstik urin untuk protein, terlepas dari
tekanan darah mereka. Adanya hasil protein yang abnormal pada uji dipstik urin
harus diikuti dengan evaluasi kuantitatif untuk protein dalam uji 24 jam spesimen
urin.

Nyeri abdomen sering terjadi dan dapat ditemukan pada sekitar 50%
pasien. Nyeri perut biasanya ditemui di daerah kuadran kanan atas, epigastrik atau
substernal dan sering dikaitkan dengan kelainan laboratorium yang
mendefinisikan sindrom HELLP. Nyeri perut umumnya tidak ada pada gangguan
lain yang unik pada kehamilan seperti kolestasis dan hiperemesis, namun sering
ditemukan di HELLP dan acute fatty liver of pregnancy (AFLP) atau sindrom
perlemakan hati akut pada kehamilan. Meskipun sindrom HELLP mungkin
memiliki gejala yang mirip dengan preeklamsia dan merupakan salah satu kriteria
yang dapat menentukan preeklamsia berat, sindrom ini dapat berkembang pada
wanita yang mungkin tidak memiliki tanda atau gejala preeklamsia lainnya.
Preeklampsia bukanlah prasyarat untuk sindrom HELLP dan hipertensi, jika ada,
tidak harus parah. Hipertensi berat didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥110 mmHg. Hemolisis, didefinisikan
sebagai adanya anemia hemolitik mikroangiopati, adalah ciri khas dari triad
sindrom HELLP. Temuan klasik hemolisis microangiopatik termasuk penurunan
yang signifikan dalam kadar hemoglobin, peningkatan serum bilirubin tidak
langsung, kadar haptoglobin serum yang rendah, peningkatan kadar laktat
dehidrogenase (LDH) dan apus perifer abnormal (schistocytes, sel duri, dan
echinocytes). Ambiguitas yang sama ada pada penggunaan tes fungsi hati yang
abnormal untuk mendefinisikan sindrom HELLP. Tidak ada konsensus mengenai
tingkat peningkatan enzim hati yang digunakan untuk mendiagnosis sindrom
HELLP.

2.4. Konsep Dasar Keperawatan


2.4.1. Pengkajian Keperawatan
Dokumentasi pengkajian merupakan catatan hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar

12
tentang klien dan membuat catatan tentang respon kesehatan klien (Hidayat,
2010).

1. Identitas atau biodata klien


Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggalmasuk rumah sakit nomor register,
dan diagnosa keperawatan.
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi,
DM, TBC, hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan cairan ketuban yang keluar
pervagina secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga keluarga seperti jantung, DM,
HT, TBC, penyakit kelamin, abortus, yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan kepada klien.
d. Riwayat psikososial
Riwayat klien nifas biasanya cemas bagaimana cara merawat bayinya,
berat badan yang semakin meningkat dan membuat harga diri rendah.
3. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien nifas biasanaya terjadi peningkatan nafsu makan karena dari
keinginan untuk menyusui bayinya.
b. Pola aktifitas
Pada pasien pos partum klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya,
terbatas pada aktifitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, cepat
lelah, pada klien nifas didapatkan keterbatasan aktivitas karena mengalami
kelemahan dan nyeri.

13
c. Pola eleminasi
Pada pasien pos partum sering terjadi adanya perasaan sering /susah
kencing selama masa nifas yang ditimbulkan karena terjadinya odema dari
trigono, yang menimbulkan inveksi dari uretra sehingga sering terjadi
konstipasi karena penderita takut untuk melakukan buang air besar (BAB).
d. Pola istirahat dan tidur
Pada klien intra partum terjadi perubahan pada pola istirahat dan tidur
karena adanya kontraksi uterus yang menyebabkan nyeri sebelum
persalinan.
2.4.2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan NANDA 2015
1. Nyeri akut berhubungan dengan terjadinya ketegangan otot rahim.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan ketuban pecah dini.
3. Ansietas berhubungan dengan persalinan prematur dan neonatus
berpotensi lahir premature
2.4.3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1. Nyeri Akut NOC NIC
 Pain Level Pain Management
 Pain Control - Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort Level secara komprehensif
Kriteria Hasil: termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu frekuensi, kualitas an
penyebab nyeri, faktor presipitasi
mampu - Observasi reaksi non
menggunakan tehnik verbal dari
nonfarmakologi ketidaknyamanan
untuk mengurangi - Bantu pasien dan keluarga
nyeri) untuk mencari dan
 Melaporkan bahwa menemukan dukungan
nyeri berkurang - Lakukan penanganan nyeri

14
dengan non farmakologi
menggunakan - Evaluasi keefektifan
manajemen nyeri kontrol nyeri
 Mampu mengenali - Monitor penerimaan pasien
nyeri (skala, tentang manajemen nyeri
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
2. Resiko NOC NIC
Infeksi  Imunne status Infection Control (Kontrol
 Knowledge: infeksi):
infection control - Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah dipakai pasien lain
Kriteria hasil: - Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebas dari - Batasi pengunjung bila
tanda dan gejala perlu.
infeksi - Instruksikan pada
 Mendeskripsikan pengunjung untuk mencuci
proses penularan tangan saat berkunjung
penyakit, faktor meninggalkan pasien.
yang mempengaruhi - Gunakan sabun
penularan serta antimikrobia untuk cuci
penatalaksanaannya. tangan.
 Menunjukkan - Cuci tangan setiap sebelum
kemampuan untuk dan sesudah tindakan
mencegah timbulnya keperawatan.
infeksi. - Tingkatkan intake nutrisi.
 Jumlah leukosit - Monitor tanda gejala
dalam batas normal. infeksi sistemik dan lokal.
 Menunjukkan - Dorong masukan cairan
prilaku hidup sehat. - Dorong istirahat

15
3. Ansietas NOC NIC
berhubungan  Anxiety self-control Anxiety Reduction
dengan  Anxiety level (penurunan kecemasan)
kurangnya  Coping - Gunakan pendekatan yang
pengetahuan Kriteria hasil: menenangkan
 Klien mampu - Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap prilaku
mengungkapkan pasien
gejala cemas. - Jelaskan semua prosedur
 Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan tehnik - Dengarkan dengan penuh
untuk mengontrol perhatian bantu pasien
cemas. mengenal situasi yang
 Vital sign dalam menimbulkan kecemasan
batas normal. - Dorong pasien untuk
 Postur tubuh, mengungkapkan perasaan,
ekspresi wajah, ketakutan, persepsi
bahasa tubuh dan - Instruksikan pasien
tingkat aktivitas menggunakan teknik
menunjukkan relaksasi
berkurangnya
kecemasan.

16
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Resume
Ny. J berusia 39 tahun, agama Budha, suku cina, pekerjaan Ibu Rumah
Tangga, kewarganegaraan Indonesia, Alamat Dusun III Hamparan Perak. Pasien
masuk ke IGD Kebidanan Rumah Sakit Imelda Pekerja Indonesia Medan pada
tanggal 01 Oktober 2020 jam 13.00 Wib dengan No RM 25 85 31. Status
kehamilan G6P3A2 dengan umur kehamilan 32 minggu dengan riwayat
kehamilan 3 kali melahirkan normal dengan berat badan anak pertama 2600 gram,
kedua 3000 gram, ketiga 2900 gram dan 2 kali mengalami abortus dengan umur
kehamilan keempat 17 minggu dan kelima 15 minggu. Alasan masuk Rumah
Sakit: klien mengatakan: Mules (+), keluar bercak darah (warna merah
kehitaman) dan pusing. Di IGD dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan
hasil TD: 210/130 mmHg, HR: 90x/menit, RR: 20x/menit, Temp: 36,5 0C, dan
pemeriksaan Hematologi Hb: 13,8 g/dl, Leukosit: 16 /uL, trombosit: 178.000
/mm3, Faal hati meliputi SGOT: 165 u/L, SGPT: 215 u/L, Billirubin: 1,30 mg/dl,
Terapi/obat yang telah diberikan adalah IVFD Rl 20 tts/menit, ceftriaxone /12 jam
dan nifedipine 1x1. Kemudian klien dipindahkan keruangan Bedah untuk
dilakukan tindakan SC yang dilakukan pada tanggal 01 oktober 2020 pukul 17.00
WIB dengan teknik anastesi spinal, di ruangan bedah dilakukan pemeriksaan
tanda-tanda vital dengan hasil TD: 170/100 mmHg, HR: 90x/menit, Temp:
36,50C. Bayi lahir dengan APGAR score 6, jenis kelamin perempuan, berat badan
1450 gram, tinggi badan 42 cm, LK 27 cm, LD 23 cm. Setelah lahir bayi
langsung dibawa ke ruangan perinatology karena membutuhkan inkubator,
oksigen dan OGT.
Penanggung jawab dari klien adalah Nn.T yang berumur 20 tahun,
pekerjaan mahasiswa, hubungan keluarga: Anak kandung dari klien, yang
beralamat di Dusun III Hamparan Perak.

17
Riwayat Antenatal Care, klien mengatakan hanya sekali selama hamil
anak ke 6 ini memeriksa kehamilannya, pada umur kehamilan 16 minggu dengan
tekanan darah 140/100 mmHg dan disarankan minum obat hipertensi secara rutin.
Hasil pengkajian tanggal 02 oktober 2020 di ruang kemuning, Pasien
mengatakan nyeri pada daerah operasi karena luka insisi, nyeri terasa seperti
tertusuk-tusuk, nyeri didaerah abdomen bagian bawah dengan skala nyeri 6
(sedang), nyeri semakin terasa berat saat ke kamar mandi/duduk dan pasien
mengatakan sulit melakukan aktivitas sendiri seperti kekamar mandi, pasien
tampak dibantu saat melakukan aktivitas. Luka operasi tampak tertutup dengan
0
perban, TTV: Td: 160/100 mmHg, RR: 20 x/menit, HR: 90 x/menit, Temp: 36,5
C. Terapi/obat yang telah diberikan: Paracetamol 500 mg 3x1, Arcoxia 2x120 mg,
Vit C 3x1, Hufabion 1x1, Amlodipine 1 x 1.
Riwayat kesehatan klien, klien mengatakan: pasien memiliki penyakit
hipertensi sejak 2 tahun yang lalu dan Pre Eklamsia 1 minggu yang lalu. Klien
tidak pernah mengkonsumsi obat hipertensi dirumah, klien hanya makan makanan
yang dapat menurunkan tekanan darah seperti timun. Klien juga memiliki riwayat
keturunan penyakit hipertensi dari ibu pasien.
Pola nutrisi, sebelum dirumah sakit klien mengatakan makan 3 x sehari
dengan menu makan: nasi, sayur, buah-buahan dan minum air putih 8 gelas
perhari. Selama dirumah sakit klien mengatakan makan seperti biasa dengan menu
makan: nasi, bubur, sayur dan buah-buahan serta minum air putih 8 gelas perhari.
Pola eliminasi, klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit buang air
besar (BAB) 1 x sehari, tidak ada darah, konsistensi feses lembek. Buang air kecil
(BAK) lancar tidak ada masalah. Klien mengatakan selama masuk rumah sakit
BAB tidak ada gangguan, BAK lancar dan tidak terpasang kateter.
Riwayat psikososial klien tampak cemas dikarenakan klien tidak mengerti
penyebab dari terjadinya penyakit tersebut.
3.2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. Data subjektif: Tindakan SC Nyeri Akut
- Pasien mengatakan
nyeri pada daerah Luka insisi
operasi karena luka

18
insisi Terputusnya
- Nyeri terasa seperti kontinuitas jaringan
tertusuk-tusuk
- Nyeri didaerah Nyeri
abdomen bagian bawah
dengan skala nyeri 6
(sedang)
- Nyeri semakin terasa
berat saat ke kamar
mandi/duduk
Data objektif:
- Terdapat luka insisi
pada daerah abdomen
bawah
- TTV:
Td: 160/100 mmHg
2. Data Subjektif: Tindakan SC Intoleransi Aktivitas
Klien mengatakan sulit
melakukan aktivitas sendiri Luka insisi
seperti kekamar mandi
Data Objektif: Terputusnya
- Pasien tampak dibantu kontinuitas jaringan
keluarga saat
melakukan aktivitas Nyeri
- TTV:
Td: 160/100 mmHg Klien sulit
melakukan aktifitas

Intoleransi aktifitas

3. Data Subjektif: PPROM Ansietas


- Klien mengatakan tidak
mengerti penyebab Kurang

19
terjadinya penyakit pengetahuan
- Klien bertanya-tanya
penyebab terjadinya
abortus
Data Subjektif: Cemas
Klien tampak cemas
3. Data Subjektif: - Tindakan SC Resiko Infeksi
Data Objektif:
 Terdapat luka insisi Pembedahan pada
pada daerah abdomen bagian abdomen
bawah bawah
 Leukosit: 16 /uL
Luka insisi

Resiko infeksi
3.3. Prioritas Masalah
1. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka insisi ditandai dengan Klien
mengatakan nyeri pada daerah operasi Skala: 6 (sedang), Terdapat luka
insisi pada daerah abdomen bawah, TTV: Td: 160/100 mmHg, RR: 20
x/menit, HR: 90 x/menit, Temp: 36,5 0 C.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan adanya luka insisi ditandai
dengan Klien mengatakan sulit melakukan aktivitas sendiri seperti
kekamar mandi, Pasien tampak dibantu keluarga saat melakukan aktivitas,
0
TTV: Td: 160/100 mmHg, RR: 20 x/menit, HR: 90 x/menit, Temp: 36,5
C.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan ditandai dengan
Klien mengatakan tidak mengerti penyebab terjadinya penyakit, Klien
bertanya-tanya penyebab terjadinya abortus, Klien tampak cemas.
4. Resiko Infeksi ditandai dengan Terdapat luka insisi pada daerah abdomen
bawah, Leukosit: 16 /uL.

20
3.4. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Noc Nic
o Keperawat
an
1. Nyeri Akut NOC NIC
 Pain Level Pain Management
 Pain Control - Lakukan pengkajian nyeri
 Comfort Level secara komprehensif
Kriteria Hasil: termasuk lokasi,
 Mampu mengontrol karakteristik, durasi,
nyeri (tahu penyebab frekuensi, kualitas an faktor
nyeri, mampu presipitasi
menggunakan tehnik - Observasi reaksi non verbal
nonfarmakologi dari ketidaknyamanan
untuk mengurangi - Bantu pasien dan keluarga
nyeri) untuk mencari dan
 Melaporkan bahwa menemukan dukungan
nyeri berkurang - Lakukan penanganan nyeri
dengan menggunakan non farmakologi
manajemen nyeri - Evaluasi keefektifan
 Mampu mengenali kontrol nyeri
nyeri (skala, - Monitor penerimaan pasien
intensitas, frekuensi tentang manajemen nyeri
dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
2. Intoleransi NOC NIC
Aktivitas  Energy conservation Activity Theraphy
 Aktivity toleransi - Bantu klien untuk
 Self care : ADls mengidentifikasi aktifitas
Kriteria hasil: yang mampu dilakukan
 Mampu melakukan - Bantu untuk

21
aktifitas sehari-hari mengidentifikasi dan
(ADls) secara mendapatkan sumber yang
mandiri diperlukan untuk aktivitas
 Tanda-tanda vital yang diinginkan
normal - Sediakan penguatan positif
 Sirkulasi status baik bagi yang aktif beraktivitas
- Bantu pasien untuk
mengembangkan motifasi
diri dan penguatan monitor
respon fisik, emosi, social
dan spiritual
3. Ansietas NOC NIC
 Anxiety self-control Anxiety Reduction
 Anxiety level (penurunan kecemasan)
 Coping - Gunakan pendekatan yang
Kriteria hasil: menenangkan
 Klien mampu - Nyatakan dengan jelas
mengidentifikasi dan harapan terhadap prilaku
mengungkapkan pasien
gejala cemas. - Jelaskan semua prosedur
 Mengidentifikasi, dan apa yang dirasakan
mengungkapkan dan selama prosedur
menunjukkan tehnik - Dengarkan dengan penuh
untuk mengontrol perhatian, bantu pasien
cemas. mengenal situasi yang
 Vital sign dalam menimbulkan kecemasan
batas normal. - Dorong pasien untuk
 Postur tubuh, ekspresi mengungkapkan perasaan,
wajah, bahasa tubuh ketakutan, persepsi
dan tingkat aktivitas - Beri motivasi untuk
menunjukkan mengurangi kecemasan.
berkurangnya
kecemasan.

22
4. Resiko NOC NIC
Infeksi  Imunne status Infection Control (Kontrol
 Knowledge: infection infeksi):
control - Bersihkan lingkungan
 Risk control setelah dipakai pasien lain
Kriteria hasil: - Pertahankan teknik isolasi
 Klien bebas dari tanda - Batasi pengunjung bila
dan gejala infeksi perlu.
 Mendeskripsikan - Instruksikan pada
proses penularan pengunjung untuk mencuci
penyakit, faktor yang tangan saat berkunjung
mempengaruhi meninggalkan pasien.
penularan serta - Gunakan sabun
penatalaksanaannya. antimikrobia untuk cuci
 Menunjukkan tangan.
kemampuan untuk - Cuci tangan setiap sebelum
mencegah timbulnya dan sesudah tindakan
infeksi. keperawatan.
 Jumlah leukosit - Tingkatkan intake nutrisi.
dalam batas normal. - Monitor tanda gejala infeksi
 Menunjukkan prilaku sistemik dan lokal.
hidup sehat. - Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat

23
3.5. Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Tanggal / Jam Implementasi Evaluasi


Keperawatan
1. Nyeri Akut 02 Oktober 2020  Memonitori tanda-tanda vital Subjektif:
/ 10.00  Melakukan pengkajian nyeri secara Pasien mengatakan nyeri pada bagian
komprehensif abdomen bagian bawah sedikit berkurang
 Mengobservasi reaksi non verbal Objektif:
pasien (mimik wajah) - TTV:

 Membantu pasien dan keluarga Td: 160/100 mmHg

menemuan dukungan (memotivasi) RR: 20 x/menit

 Melakukan penanganan non HR: 90 x/menit

farmakologi: Mobilisasi Temp: 36,5 0 C

 Berkolaborasi dengan dokter dalam - Hasil pengkajian nyeri

pemberian terapi analgetik P: Akibat Post Op Sc


Q: Nyeri seperti tertusuk-tusuk
R: di abdomen bagian bawah
S: 6
T: Pada saat melakukan aktivitas
seperti duduk dan ke kamar mandi

24
Assesment:
masalah belum teratasi
Planning:
Intervensi dilanjutkan
- Lakukan pengkajian nyeri
- Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
- Lakukan penanganan nyeri non
farmakologi
2. Intoleransi Aktivitas 2 Oktober 2020 /  Membantu pasien untuk melakukan Subjektif:
14.00
aktifitas yang mampu dilakukan Pasien mengatakan badan klien terasa
 Membantu pasien untuk lemah
mendapatkan sumber yang Objektif:
diperlukan untuk aktivitas yang Pasien tampak lemah dan aktivitas dibantu
diinginkan (seperti: buang air kecil) oleh keluarga dan perawat.
 Menyediakan penguatan positif bagi Analisa data:
pasien (memotivasi) Masalah belum teratasi

 Melibatkan keluarga dalam Planning:

pemenuhan aktivitas pasien intervensi dilanjutkan

25
 Bantu Pasien untuk melakukan
aktifitas yang mampu dilakukan
 Libatkan keluarga dalam pemenuhan
aktivitas pasien
3. Ansietas 02 Oktober  Menggunakan pendekatan yang Subjektif:
2020
menenangkan Pasien mengatakan mulai paham akan
 Menyatakan harapan terhadap penyebab terjadinya PPROM
perilaku pasien
 Menjelaskan prosedur pendidikan Objektif:
kesehatan tentang apa yang Pasien kelihatan tenang
dirasakan oleh Pasien
 Mendengarkan dengan penuh Analisa Data:

perhatian tentang keluhan yang Masalah teratasi sebagian

dirasakan pasien
 Memberi motivasi untuk Planning:

mengurangi kecemasan ( seperti Intervensi dilanjutkan

memberi semangat pada ibu )  Gunakan pendekatan yang


menenangkan
 Dengarkan dengan penuh perhatian,

26
 Beri motivasi untuk mengurangi
kecemasan.
4. Resiko Infeksi 2 Oktober  Memonitori tanda-tanda vital Subjektif: -
2020 /
 Membersihkan lingkungan ruangan Objektif:
15.30
 Mencuci tangan setiap sebelum dan - TTV:

sesudah tindakan keperawatan Td: 160/100 mmHg

(seperti vulva hygene). RR: 20 x/menit

 Meningkatkan intake nutrisi HR: 90 x/menit

 Memonitori tanda gejala infeksi Temp: 36,5 0 C

pada daerah operasi - Tampak luka insisi pada daerah


operasi
Analisa data:
Masalah belum teratasi
Planning:
Intervensi dilanjutkan
 Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
 Tingkatkan intake nutrisi.
 Monitor tanda gejala infeksi

27
28
3.6. Catatan perkembangan

No Hari Implementasi Evaluasi


Dx /Tanggal
1. Sabtu  Melakukan Subjektif:
03 pengkajian nyeri Pasien mengatakan nyeri pada bagian
Oktober secara abdomen bagian bawah sudah
2020 komprehensif berkurang
Pukul  Melakukan Objektif:
09.00 penanganan non - Hasil pengkajian nyeri
farmakologi: P: Akibat Post Op Sc
Mobilisasi Q: Nyeri sudah tidak terasa sakit
 Berkolaborasi R: di abdomen bagian bawah
dengan dokter S: 3
dalam pemberian T: Pada saat melakukan aktivitas
terapi analgetik seperti jalan
Assesment:
Masalah sudah teratasi
Planning:
Intervensi dihentikan
2. Sabtu  Membantu pasien Subjektif:
03 untuk melakukan Pasien mengatakan badan pasien sudah
Oktober aktifitas yang tidak lemah
2020 mampu dilakukan Objektif:
Pukul  Membantu pasien Tampak aktivitas mulai dilakukan
10.15 untuk secara mandiri
mendapatkan Analisa data:
sumber yang Masalah teratasi
diperlukan untuk Planning:
aktivitas yang Intervensi dihentikan
diinginkan
(seperti: buang air
kecil)
 Melibatkan
keluarga dalam
pemenuhan
aktivitas pasien
3. Sabtu  Menggunakan Subjektif:
03 pendekatan yang Pasien mengatakan paham akan
Oktober menenangkan penyebab terjadinya PPROM
2020  Menyatakan
Pukul harapan terhadap Objektif:
16.00 perilaku pasien Pasien kelihatan tenang
 Mendengarkan
dengan penuh Analisa Data:
perhatian tentang Masalah teratasi
keluhan yang
dirasakan pasien Planning:

 Memberi motivasi Intervensi dihentikan

untuk mengurangi
kecemasan (seperti
memberi semangat
pada ibu)
4. Sabtu  Mencuci tangan Subjektif: -
03 setiap sebelum dan Objektif:
Oktober sesudah tindakan - Tampak tidak ada pus dan darah
2020 keperawatan pada daerah operasi
Pukul  Meningkatkan Analisa data:
14.00 intake nutrisi Masalah belum teratasi
 Memonitori tanda Planning:
gejala infeksi pada intervensi dihentikan
daerah operasi
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Preeklamsia merupakan salah satu dari tiga penyebab utama yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin yang dikandung.
Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan 20 minggu, paling banyak terlihat pada
umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan
kehamilan. Preeklamsia berat yang unik dan untuk pertama kalinya
memperkenalkan istilah sindrom HELLP yang merupakan singkatan dari
haemolysis (H), elevatedliver enzymes (EL) dan lowplatelet counts (LP). HELLP
Syndrome dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini
(KPD) atau Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM) merupakan
masalah penting dalam obstetrik berkaitan dengan komplikasi kelahiran berupa
prematuritas dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis yang
meningkatkan morbiditas /mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu
maupun bayi.
Pada kasus ini membahas tentang penulis membahas tentang pasien post
section dengan indikasi PPROM + HELLP Syndrome didapatkan tiga diagnosa
keperawatan yang ditegakkan yaitu:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan adanya luka insisi ditandai dengan Klien
mengatakan nyeri pada daerah operasi Skala: 6 (sedang), Terdapat luka insisi
pada daerah abdomen bawah, TTV: Td: 160/100 mmHg, RR: 20 x/menit, HR:
90 x/menit, Temp: 36,5 0 C
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan adanya luka insisi ditandai dengan
Klien mengatakan sulit melakukan aktivitas sendiri seperti kekamar mandi,
Pasien tampak dibantu keluarga saat melakukan aktivitas, TTV: Td: 160/100
mmHg, RR: 20 x/menit, HR: 90 x/menit, Temp: 36,5 0 C
3. Resiko Infeksi ditandai dengan Terdapat luka insisi pada daerah abdomen
bawah, Leukosit: 16 /uL.

4.2. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa/mahasiswi keperawatan yang akan
menjadi perawat untuk melakukan asuhan keperawatan maternitas pada
pasien secara komprehensif dengan menerapkan ilmu-ilmu keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif,A. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis


&
NANDA NIC NOC. Jogjakarta: MediAction.

Syafrullah, S. Dkk. (2016). Preeklamsia Berat dengan parsial HELLP Syndrom.


Lampung: Vol 4 Medula Unila.
Hartawan, G.A. (2018). Eclamsia, Hellp syndrome, Acute Respiratory Distress
Syndrom, And Pneumonia. Denpasar: Universitas Udayana.

Eriyani, T. Shalahuddin, I. Maulana, I. (2018). Pengaruh Mobilisasi Dini


Terhadap Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesarea. Jurnal BUletin
Media Informasi Kesehatan, Vol 14.

Anda mungkin juga menyukai